Anda di halaman 1dari 26

CASE BASED DISSCUSSION

Epilepsi

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Islam Sultan Agung

Disusun oleh:
Alinda Ardelia
(30101800013)

Pembimbing :
dr Sri Suwarni Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
Refkas kasus dengan judul :
“Epilepsi”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Demak

Disusun Oleh:
Alinda Ardelia (30101800013)

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan

dr Sri Suwarni Sp.S .............................


STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An A
Umur : 16 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Purworejo, Demak
Ruangan : Soka – Kelas II Perempuan Bed 22
No. RM : KLJG012XXX

II. DATA DASAR


 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Kejang Seluruh Tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Onset : ±1 jam SMRS
 Lokasi : Seluruh tubuh
 Kronologi :
Pasien An A usia 16 tahun datang ke IGD RSUD Demak
pada Tanggal 15 November 2022 jam 19.30 dengan keluhan
kejang pada seluruh tubuh ± 1 jam sebelum masuk rumah
sakit. Pasien kejang 6 kali sebelumnya, 1 kali saat subuh, 1
kali saat siang hari dan 4 kali berturut- turut saat setelah
maghrib. Durasi tiap kejang pasien ± 5 menit. Saat kejang
pasien terjadi penurunan kesadaran dan setelah kejang pasien
sadar serta merasa kelelahan. Pasien mengatakan pernah
mengalami hal serupa 7 bulan sebelumnya. Sebelumnya
pasien mengeluhkan demam tinggi, batuk, pilek, diare dan
merasa pusing selama 1 minggu. Pasien sudah periksa ke
dokter tetapi keluhan tidak membaik dan pusing semakin
memberat sampai mengganggu kegiatan sehari – hari. Pasien
memiliki riwayat meningitis sebelumnya dan 1 minggu
sebelumnya pasien mengatakan tidak meminum obat yang
diberikan. Riwayat trauma kepala disangkal oleh pasien.
 Keluhan lain : Nyeri kepala (+) Mual (+), Muntah(-),
Demam (+), Batuk (+), Pilek (-), BAB dan BAK normal.
 Kuantitas : dengan penyakitnya ADL terganggu
 Kualitas : Kejang secara tiba- tiba pada seluruh tubuh
dan mengganggu ADL.
 Faktor Memperingan :-
 Memperberat : kelelahan saat aktivitas
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan serupa : (+) 7 bulan yang lalu
- Riwayat hipertensi : (-)
- Riwayat trauma : (-)
- Riwayat penyakit jantung : (-)
- Riwayat alergi : (-)
a. Penyakit Keluarga :
- Keluhan serupa : (-)
- Stroke : (-)
- Hipertensi : (-)
- Diabetes melitus : (-)
b. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien merupakan pelajar dan
pembayaran RS menggunakan BPJS PBI.

A. Data Obyektif
a. Status Present
Kesadaran : komposmentis
GCS : 15 (E4M6V5)
TD : 125/80 mmHg
N : 88x/menit, reguler, isi tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.50 C
SpO2 : 100%
b. Status Internus
Status Generalis
- Kepala : Mesocephal, nyeri tekan (+)
- Wajah : Simetris (+), edema (-)
- Mata : Refleks cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), pupil bulat
isokor 3mm/3mm
- Hidung : Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-), sesak nafas (-)
- Telinga : Serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-),
- Mulut : Sianosis (-)
- Leher : Pembesaran limfonodi (-), pembesaran tiroid (-)

Thorax :
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, Retraksi intercostal (-),
Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-)
- Palpasi : stem fremitus dextra et sinistra simetris (+/+)
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen :
- Inspeksi : supel, datar
- Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, splen tidak teraba,
ballotement (-)
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus (+)

Extremitas :
Superior Inferior
 Akral dingin -/- -/-
 Akral sianosis -/- -/-
 Oedem -/- -/-
 Capillary refill <2”/ <2” <2”/ <2”
c. Status Neurologis
a. Pemeriksaan rangsang meningeal dan tanda peningkatan TIK
 Kaku kuduk : (-)
 Kernig : (-)
 Brudzinki : (-)
 Nyeri kepala : (+)
 Kejang : (-)
 Muntah : (-)

b. Pemeriksaan nervi craniales


Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Buta Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis DBN DBN
b. Lagophtalmus DBN DBN
c. Gerak mata keatas DBN DBN
d. Gerak mata kebawah DBN DBN
e. Gerak mata media DBN DBN
f. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
g. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
h. Reflek cahaya direct (+) (+)
i. Reflek cahaya indirect (+) (+)
j. Diplopia (-) (-)
N.IV (Troclearis) :
a. Gerak mata lateral DBN DBN
bawah
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit DBN DBN
b. Membuka mulut DBN DBN
c. Sensibilitas DBN DBN
d. Reflek kornea DBN DBN
e. Trismus DBN DBN
N.VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke DBN DBN
lateral)
b. Strabismus konvergen DBN DBN
c. Diplopia DBN DBN
N.VII (Facialis)
a. Mengerutkan dahi DBN DBN
b. Mengangkat alis DBN DBN
c. Menutup mata DBN DBN
d. Sudut mulut DBN DBN
e. Meringis DBN DBN
f. Mecucu/bersiul DBN DBN
g. Daya kecap 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.VIII
(Vestibulocochlearis)
a. Suara berbisik DBN DBN
b. Mendengarkan detik DBN DBN
arloji
c. Tes rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Tes weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Tes schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring DBN
b. Uvula DBN
c. Daya kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
d. Reflek muntah DBN
e. Sengau DBN
f. Tersedak DBN
N.X (Vagus)
a. Arkus faring DBN
b. Daya kecap 1/3 belakang Tidak Dilakukan
c. Bersuara DBN
d. Menelan DBN
N.XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka DBN DBN
b. Sikap bahu DBN DBN
c. Mengangkat bahu DBN DBN

N.XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah DBN
b. Menjulurkan lidah DBN
c. Artikulasi DBN
Badan dan Anggota Gerak
Anggota Gerak Atas Kanan Kiri

Sistem motorik :
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 555 555
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sistem sensorik :
Sensibilitas
-Taktil Normal Normal
-Nyeri Normal Normal
-Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Diskriminasi 2 titik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Biceps ++ ++
Refleks Triceps ++ ++
Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri
Sistem motoric
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 555 555
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi eutrofi eutrofi
Klonus tidak dilakukan tidak dilakukan
Sistem Sensoris :
Sensibilitas
-Taktil dbn dbn
-Nyeri dbn dbn
-Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
-Diskriminasi 2 titik tidak dilakukan tidak dilakukan
Refleks Patella ++ ++
Refleks Achiles ++ ++
Reflek Patologis
Babinski (-) (+)
Hoffman (-) (+)
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk (+) (+)
Kernig sign (-) (-)
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)
Rangsang Radikuler
Tes Laseque (-) (-)
Tes Patrik (-) (-)
Tes Kontra Patrik (-) (-)

Fungsi Vegetatif
- Miksi : Dalam batas normal
- Defekasi : Dalam batas normal

B. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah : Darah Lengkap, Kimia Klinik, Elektrolit, Ureum Kreatinin
2. X-foto thorax
3. CT Scan + Kontras
4. MRI kepala + Kontras
5. Pemeriksaan EEG
6. Pungsi Lumbal

PEMERIKSAAN PENUNJANG – 15 November 2022

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hemoglobin 13,5 13.0 – 18.0 g/dL

Hematokrit 39.7 36.0 – 45.0 %


Leukosit 21.2 (H) 3.6 – 11.0 Ribu/ µL

Trombosit 374 150-400 Ribu/ µL

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Gula Sewaktu 118 (H) 75-115 Mg/dl


Stik

Ureum 13.9 0 - 40 gr/dl

Creatinin 0.70 0.50 – 1.20 %

Natrium (NA) 141.74 135-147 mmol/L

Kalium (K) 3.44 (L) 3.5-5.0 mmol/L

Klorida (Cl) 100.61 95-105 mmol/L

Calsium 10.52 (H) 8.1-10.4 Mg/dl

Uric acid 5.5 2.4-7.4 Mg/dl

Magnesium 2.1 1.9-2.5 Mg/dl

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Kolesterol 157 <200 Mg/dl

HDL 31 (H) >45 Mg/dl

LDL 83.4 <130 Mg/dl

Trigliserida 111 <150 Mg/dl

SGOT 24 <37 U/L

SGPT 13 9-43 U/L


LED 1 Jam 12 0-20 Mm/jam

LED 2 Jam 25 (H) 0-20 Mm/jam

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

IgG Typhidot Negatif Negatif -

PEMERIKSAAN X PHOTO THORAKS – 15 November 2022

Trakhea di tengah
COR : ukuran, bentuk dan letak normal
PULMO : corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada perihilar
paracardial kiri
Hilus tak menebal
Diafragma kanan kiri normal
Sinus kostofrenikus tajam
KESAN :
COR KONFIGURASI NORMAL
GAMBARAN BRONKHOPNEUMONIA

PEMERIKSAAN CT SCAN – 19 Mei 2022

Tak tampak lesi hipodens atau hiperdens pada parenkim otak


Pada injeksi kontras tampak gyral enhancement
Differensiasi substansia alba dan substansia grisea tampak normal
Sulkus kortikalis dan fissure Sylvii tampak normal
Ventrikel lateral kanan- kiri, III dan IV tampak normal
Cistema tampak normal
Tak tampak midline shiftinf
Pons dan cerebellum baik
Kesan :
CENDERUNG GAMBARAN MENINGITIS

C. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Kejang Tonik-Klonik, Cephalgia
Diagnosis Topis : Hemisfer Serebri, Meninges
Diagnosis Etiologi: Epilepsi Pasca Meningitis
Diagnosa sekunder: Obs Febris, Bronkopneumonia, Hipokalemia

D. TERAPI
 IVDL Ringer Laktat 20 tpm
 Inj Diazepam 5 mg iv
 Inj Piracetam 3 x 1 gram
 Inj Citicolin 2 x 500 mg
 Inj Mecobalamin 1 x 1 amp
 Inj Cefotaxime 2 x 1 gram
 Aspar-K (kalium L-Aspartat) 3 x 1 tablet p.o
 Penitoin 2x1 tablet 2-0-0 p.o
 Asam Folat 1x1 tablet 0-1-0 p.o
 Ketoprofen 2x50mg p.o

E. EDUKASI
 Menjelaskan kepada pasien dan orang tua mengenai penyakit pasien.
 Menjelaskan tentang fungsi obat yang diberikan dan efek sampingnya.
 Menjelaskan penanganan saat kejang untuk tetap tenang dan tidak panik,
semua pakaian ketat dilonggarkan terutama sekitar leher, bila tidak sadar
posisikan kepala miring dan terlentang.
 Pasien diminta untuk minum obat dan control secara teratur, istirahat yang
cukup, menjaga kondisi tubuh dan menjaga pola makan.

F. PROGNOSA
Ad vital : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsional : dubia ad malam
G. FOLLOW UP
Waktu Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
perawatan perawatan perawatan
Tanggal 16 November 2022 17 November 2022 18 November 2022
Keluhan Pusing (+), kejang Pusing (+), Pusing (+),
(+) 1 kali saat pagi kejang (-), batuk (+), kejang (-), batuk (-),
hari, batuk (+), mual (-), demam(-), pilek (-) mual (-),
demam(-)
mual (+), demam(-)
Keadaan Umum Komposmentis Komposmentis Komposmentis
96/72 mmHg 105/66 mmHg 176/90 mmHg
Tekanan Darah
Pemeriksaan motorik Dext Sin Dext Sin Dext Sin
B/B B/B B/B B/B B/B B/B
 Pergerakan
5/5 5/5 5/5 5/5 5/5 5/5
 Kekuatan N/N N/N N/N N/N N/N N/N
-/- -/- -/- -/- -/- -/-
 Tonus N/N N/N N/N N/N N/N N/N
 Klonus ++/++ ++/++ ++/++ ++/++ ++/++ ++/++
-/- -/+ -/- -/+ -/- -/+
 Trofi + + + + + +
 Reflek Fisiologis
 Reflek patologis
 Kaku Kuduk
Terapi Infus RL 20 tpm Infus RL 20 tpm Penitoin 2x1
Diazepam 5mg iv Piracetam 3x1gr iv Asam Folat 1x1
Piracetam 3x1gr iv Citicolin 2x500mg Ketoprofen 2x50mg
Citicolin 2x500mg iv Piracetam 3x1200mg
iv Mecobalamin 1x1 iv Citicolin 2x500mg
Mecobalamin 1x1 iv Cefotaxime 2x1 gr iv Mecobalamin
Cefotaxime 2x1 gr iv Aspar-K 3x1 2x500mg
Aspar-K 3 x 1 Penitoin 2x1 Neurotropic Vit 3x1
Penitoin 2x1 Asam Folat 1x1 Cefixime 2x100mg
Asam Folat 1x1 Ketoprofen 2x50mg
Ketoprofen 2x50mg

TINJAUAN PUSTAKA
EPILEPSI

1. Pengertian
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan
berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan
paroksimal. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal
(parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada
satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai
kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi
mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai
kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk
dalam epilepsi umum.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung mendadak dan
sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran. Disebabkan oleh
hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak dan bukan disebabkan
oleh suatu penyakit otak akut.
Kejang epilepsi harus dibedakan dengan sindrom epilepsi. Kejang
epilepsi adalah timbulnya kejang akibat berbagai penyebab yang ditandai
dengan serangan tunggal atau tersendiri. Sedangkan sindrom epilepsi
adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang ditandai dengan
kejang epilepsi berulang, meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis
serangan, faktor pencetus, kronisitas.
Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang
harus ada, tetapi tidak semua kejang merupakan manifestasi epilepsi.
Seorang anak terdiagnosa menderita epilepsi jika terbukti tidak
ditemukannya penyebab kejang lain yang bisa dihilangkan atau
disembuhkan, misalnya adanya demam tinggi, adanya pendesakan otak
oleh tumor, adanya pendesakan otak oleh desakan tulang cranium akibat
trauma, adanya inflamasi atau infeksi di dalam otak, atau adanya kelainan
biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika kelainan tersebut tidak
ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi di
kemudian hari.
2. Epidemiologi
Kejang merupakan kelainan neurologi yang paling sering terjadi
pada anak, di mana ditemukan 4 – 10 % anak-anak mengalami setidaknya
satu kali kejang pada 16 tahun pertama kehidupan. Studi yang ada
menunjukkan bahwa 150.000 anak mengalami kejang tiap tahun, di mana
terdapat 30.000 anak yang berkembang menjadi penderita epilepsi.
Faktor resiko terjadinya epilepsi sangat beragam, di antaranya
adalah infeksi SSP, trauma kepala, tumor, penyakit degeneratif, dan
penyakit metabolik. Meskipun terdapat bermacam-macam faktor resiko
tetapi sekitar 60 % kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang
pasti. Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan bahwa insidensi epilepsi pada
anak laki – laki lebih tinggi daripada anak perempuan.
Epilepsi paling sering terjadi pada anak dan orang lebih tua (di atas
65 tahun). Pada 65 % pasien, epilepsi dimulai pada masa kanak-kanak.
Puncak insidensi epilepsi terdapat pada kelompok usia 0-1 tahun,
kemudian menurun pada masa kanak-kanak, dan relatif stabil sampai usia
65 tahun. Menurut data yang ada, insidensi per tahun epilepsi per 100000
populasi adalah 86 pada tahun pertama, 62 pada usia 1 – 5 tahun, 50 pada
5 – 9 tahun, dan 39 pada 10 – 14 tahun.

3. Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari
kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih
sering kita sebut sebagai kelainan idiopatik. Terdapat dua kategori kejang
epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi
epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :
Kejang Fokal Kejang Umum
1) Trauma kepala a. Penyakit metabolik
2) Stroke b. Reaksi obat
3) Infeksi c. Idiopatik
4) Malformasi vaskuler d. Faktor genetik
5) Tumor (Neoplasma) e. Kejang fotosensitif
6) Displasia
7) Mesial Temporal Sclerosis

4. Klasifikasi
Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 untuk
kejang epilepsy :
No Klasifikasi Kejang Epilepsi
1 Kejang Kejang • Kejang parsial sederhana
Parsial Parsial dengan gejala motorik
Sederhana • Kejang parsial sederhana
dengan gejala somatosensorik
atau sensorik khusus
• Kejang parsial sederhana
dengan gejala psikis
Kejang • Kejang parsial kompleks
parsial dengan onset parsial sederhana
kompleks diikuti gangguan kesadaran
• Kejang parsial kompleks
dengan gangguan kesadaran saat
onset
Kejang • Kejang parsial sederhana
parsial yang menjadi kejang umum
menjadi • Kejang parsial kompleks
kejang menjadi kejang umum
generalisata • Kejang parsial sederhana
sekunder menjadi kejang parsial kompleks
dan kemudian menjadi kejang
umum
2 Kejang • Kejang absans
Umum • Absans atipikal
• Kejang mioklonik
• Kejang klonik
• Kejang tonik-klonik
• Kejang atonik

5. Faktor Resiko
Gangguan stabilitas neuron – neuron otak yang dapat terjadi saat
epilepsi, dapat terjadi saat :
Prenatal Natal Postnatal
1) Umur ibu saat a. Asfiksia a. Kejang demam
hamil terlalu muda b. Bayi dengan berat b. Trauma kepala
(<20 tahun) atau badan lahir rendah c. Infeksi SSP
terlalu tua (>35 (<2500 gram) d. Gangguan
tahun) c. Kelahiran metabolik
2) Kehamilan dengan prematur atau
eklamsia dan postmatur
hipertensi d. Partus lama
3) Kehamilan e. Persalinan dengan
primipara atau alat
multipara
4) Pemakaian bahan
toksik

6. Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari
epilepsi, yaitu :
1) Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari
otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau
satu bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena
halusinatorik, psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejang parsial
sederhana, kesadaran penderita masih baik.
b. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana,
tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan
otomatisme.

2) Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari
otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian
tubuh dan kesadaran penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota
badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih
lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan
singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan
cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot.
Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20 detik
dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama
fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi
pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.

e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi
kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan.

7. Diagnosis
- Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah terpening dalam melakukan
diagnosis epilepsi. Dalam melakukan anamnesis, harus dilakukan
secara cermat, rinci, dan menyeluruh karena pemeriksa hampir
tidak pernah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Anamnesis dapat memunculkan informasi tentang trauma kepala
dengan kehilangan kesadaran, ensefalitis, malformasi vaskuler,
meningitis, gangguan metabolik dan obat-obatan tertentu.
Penjelasan dari pasien mengenai segala sesuatu yang terjadi
sebelum, selama, dan sesudah serangan (meliputi gejala dan
lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat penting dan
merupakan kunci diagnosis. Anamnesis (auto dan aloanamnesis),
meliputi :
a. Pola / bentuk serangan
b. Lama serangan
c. Gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan
d. Frekuensi serangan
e. Faktor pencetus
f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat terjadinya serangan pertama
h. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan
i. Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya
j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

- Pemeriksaan Fisik Umum


Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan
dengan epilepsi, misalnya:
• Trauma kepala,
• Tanda-tanda infeksi,
• Kelainan kongenital,
• Kecanduan alkohol atau napza,
• Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
• Tanda-tanda keganasan.
- Pemeriksaan Neurologis
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau
difus yang dapat berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan
dalam beberapa menit setelah bangkitan maka akan tampak tanda
pasca bangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat
menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:
• Paresis Todd
• Gangguan kesadaran pascaiktal
• Afasia pascaiktal

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling sering dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Terdapat dua bentuk
kelaianan pada EEG, kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak. Sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan
abnormal bila :
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama
di kedua hemisfer otak
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak
normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak,
paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal
Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan
prognosis dan penentuan perlu atau tidaknya pengobatan dengan
obat anti epilepsi (OAE).

b. Neuroimaging
Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai pemeriksaan
radiologis bertujuan untuk melihat struktur otak dengan
melengkapi data EEG. Dua pemeriksaan yang sering digunakan
Computer Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI
lebih sensitive dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI
bermanfaat untuk membandingkan hippocampus kiri dan kanan.

9. Tatalaksana
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :
a. Tatalaksana fase akut (saat kejang)
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan
oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera
mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor
penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan
berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat
diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan
anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang
masih belum berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5 menit
dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian
diazepam per rektal masih belum berhenti, maka penderita
dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
b. Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat
penderita epilepsi terbebas dari serangan epilepsinya. Serangan
kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan sampai
kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus
menerus maka kerusakan sel-sel otak akan semakin meluas dan
mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita.
Karena itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan
terapi sedini dan seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan
berhasil dan penderita dinyatakan sembuh apabila serangan
epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obat- obatan sampai
pasien tersebut 2 tahun bebas kejang. Secara umum ada tiga terapi
epilepsi, yaitu :
1) Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam
menangani penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat anti
epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan di Indonesia adalah obat
golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproat.
Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur agar dapat
mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupun serangan
epilepsi sudah teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan
kecuali ditemukan tanda-tanda efek samping yang berat maupun
tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian obat dimulai
dengan obat tunggal dan menggunakan dosis terendah yang dapat
mengatasi kejang.
2) Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan
memotong bagian yang menjadi fokus infeksi yaitu jaringan otak
yang menjadi sumber serangan. Diindikasikan terutama untuk
penderita epilepsi yang kebal terhadap pengobatan. Berikut ini
merupakan jenis bedah epilepsi berdasarkan letak fokus infeksi :
a. Lobektomi temporal
c. Eksisi korteks ekstratemporal
d. Hemisferektomi
e. Callostomi
3) Terapi nutrisi
Pemberian terapi nutrisi dapat diberikan pada anak dengan
kejang berat yang kurang dapat dikendalikan dengan obat
antikonvulsan dan dinilai dapat mengurangi toksisitas dari obat.
Terapi nutrisi berupa diet ketogenik dianjurkan pada anak
penderita epilepsi. Walaupun mekanisme kerja diet ketogenik
dalam menghambat kejang masih belum diketahui secara pasti,
tetapi ketosis yang stabil dan menetap dapat mengendalikan dan
mengontrol terjadinya kejang. Hasil terbaik dijumpai pada anak
prasekolah karena anak-anak mendapat pengawasan yang lebih
ketat dari orang tua di mana efektivitas diet berkaitan dengan
derajat kepatuhan. Kebutuhan makanan yang diberikan adalah
makanan tinggi lemak. Rasio kebutuhan berat lemak terhadap
kombinasi karbohidrat dan protein adalah 4:1. Kebutuhan kalori
harian diperkirakan sebesar 75 – 80 kkal/kg. Untuk pengendalian
kejang yang optimal tetap diperlukan kombinasi diet dan obat
antiepilepsi.

10. Pertolongan Pertama


Tahap – tahap dalam pertolongan pertama saat kejang, antara lain :
a. Jauhkan penderita dari benda - benda berbahaya (gunting, pulpen,
kompor api, dan lain – lain).
b. Jangan pernah meninggalkan penderita.
c. Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang
tidak menimbulkan cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat atau
kerah baju di lehernya agar pernapasan penderita lancar (jika ada).
d. Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari
mulut dapat mengalir keluar dengan lancar dan menjaga aliran udara
atau pernapasan.
e. Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan
penderita. Biarkan gerakan penderita sampai kejang selesai.
f. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti
memberi minum, penahan lidah.
g. Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan
meninggalkan penderita sebelum kesadarannya pulih total, kemudian
biarkan penderita beristirahat atau tidur.

Anda mungkin juga menyukai