Anda di halaman 1dari 17

UJIAN ORAL

POLINEUROPATI DM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Islam Sultan Agung

Disusun oleh:
L’Di Rabbani Grace Efilia
(30101607671)

Pembimbing :
dr. Ken Wirastuti, M.Kes, Sp.S, KIC

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2021
Ujian Oral dengan judul :

“POLINEUROPATI DM”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun Oleh:
L’Di Rabbani Grace Efilia/30101607671

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan

dr. Ken Wirastuti, M.Kes, Sp.S, KIC .............................


STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 68 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Gayamsari, Semarang
Ruangan : Poli syaraf
No. RM : 0129xxxx

II. DATA DASAR


 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Kedua kaki terasa tebal dan mati rasa
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Onset : kronik (sejak lebih dari 1 tahun yang lalu)
 Lokasi : kedua kaki
 Kualitas : kedua kaki terasa tebal, nggedibel, mati rasa. Sandal terlepas tidak
terasa
 Kuantitas : dirasakan terus menerus jika pasien tidak minum obat. ADL
membutuhkan bantuan orang lain
 Kronologi :
Pasien datang ke Poli syaraf RSISA dengan kontrol keluhan kedua kaki terasa tebal
dan mati rasa. Keluhan ini muncul sekitar lebih dari 1 tahun yang lalu. Awal mula
pasien mengeluh sering merasa kesemutan sejak 2 tahun ini, makin lama keluhan
pada kakinya semakin memberat dan 1 tahun terakhir merasa kakinya mati rasa,
tebal, nggedibel sampai jika sendal terlepas pasien tidak terasa. Keluhan kadang
disertai rasa nyeri pada pinggang. Untuk BAB dan BAK normal. Pasien mempunyai
penyakit DM sejak tahun 1982
 Faktor modifikasi :
 Memperingan : ketika minum obat, beristirahat
 Memperberat : ketika pasien tidak minum obat dan berjalan jauh.
 Keluhan lain :
 Mual ( - )
 Muntah ( - )
 Nyeri kepala (-)
 Kaku leher ( - )
 Nyeri pinggang (+)
 Kesemutan (+)

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat keluhan serupa : (-)
- Riwayat hipertensi : (-)
- Riwayat kolesterol : (-)
- Riwayat stroke : (-)
- Riwayat diabetes melitus : (+) sejak tahun 1982
- Riwayat trauma : (-)
- Riwayat penyakit jantung : (-)
- Riwayat alergi obat atau makanan : (-)
- Riwayat mengkonsumsi obat-obat tertentu : (+) obat diabetes (pasien lupa nama
obatnya)
c. Penyakit Keluarga :
- Keluhan serupa : (-)
- Stroke : (-)
- Hipertensi : (-)
- Diabetes melitus : (-)
d. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien merupakan pensiunan PT. KAI dan pembayaran
RS memnggunakan BPJS
A. Data Obyektif
a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Skala Nyeri : VAS 4
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 M6 V5
Vital Sign :
 TD : 137/85 mmHg
 N : 85 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 360 C

b. Status Internus
 Kepala : mesosefal
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil: bulat, isokor, ø 3mm/3 mm, RC (+/+)
 Leher :
o Sikap : Simetris
o Pergerakan : Normal
o Kaku kuduk : (-)
 Dada : Hemithorax dextra dan sinistra simetris
- Jantung :
 Inspeksi : tidak dilakukan
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : tidak dilakukan
- Paru :
 Inspeksi : RR 20x/menit, nafas kusmaul (-), retraksi otot dada (-)
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : tidak dilakukan
- Abdomen :
 Inspeksi : Supel dan datar
 Auskultasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Palpasi : tidak dilakukan
- Extremitas :
Superior Inferior
 Akral dingin -/- -/-
 Akral sianosis -/- -/-
 Oedem -/- -/-
 Capillary refill <2”/ <2” <2”/ <2

c. Status Neurologis
a. Pemeriksaan rangsang meningeal dan tanda peningkatan TIK
 Kaku kuduk : (-)
 Kernig : (-)
 Brudzinki : (-)
 Nyeri kepala : (-)
 Kejang : (-)
 Muntah : (-)
b. Pemeriksaan nervi craniales
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Buta Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis DBN DBN
b. lagophtalmus DBN DBN
c. Gerak mata keatas DBN DBN
d. Gerak mata kebawah DBN DBN
e. Gerak mata media DBN DBN
f. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
g. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
h. Reflek cahaya direct (+) (+)
i. Reflek cahaya indirect (+) (+)
j. Diplopia (-) (-)
N.IV (Troclearis) :
a. Gerak mata lateral DBN DBN
bawah
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) S
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit DBN DBN
b. Membuka mulut DBN DBN
c. Sensibilitas DBN DBN
d. Reflek kornea DBN DBN
e. Trismus DBN DBN
N.VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke DBN DBN
lateral)
b. Strabismus konvergen DBN DBN
c. Diplopia DBN DBN
N.VII (Facialis)
a. Mengerutkan dahi DBN DBN
b. Mengangkat alis DBN DBN
c. Menutup mata DBN DBN
d. Sudut mulut DBN DBN
e. Meringis DBN DBN
f. Mecucu/bersiul DBN DBN
g. Daya kecap 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.VIII
(Vestibulocochlearis)
a. Suara berbisik DBN DBN
b. Mendengarkan detik DBN DBN
arloji
c. Tes rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Tes weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Tes schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring DBN
b. Uvula DBN
c. Daya kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
d. Reflek muntah Tidak dilakukan
e. Sengau DBN
f. Tersedak DBN
N.X (Vagus)
a. Arkus faring DBN
b. Daya kecap 1/3 belakang Tidak Dilakukan
c. Bersuara DBN
d. Menelan DBN
N.XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka DBN DBN
b. Sikap bahu DBN DBN
c. Mengangkat bahu DBN DBN

N.XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah DBN
b. Menjulurkan lidah DBN
c. Artikulasi DBN

Badan dan Anggota Gerak


Anggota Gerak Atas Kanan Kiri

Sistem motorik :
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 555 555
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi normotrofi normotrofi
Sistem sensorik :
Sensibilitas
-Taktil Normal Normal
-Nyeri Normal Normal
-Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Diskriminasi 2 titik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Biceps ++ ++
Refleks Triceps ++ ++
Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri

Sistem motoric
Gerakan bebas bebas
Kekuatan 555 555
Tonus Sedikit meningkat normotonus
Trofi normotrofi normotrofi
Klonus tidak dilakukan tidak dilakukan
Sistem Sensoris :
Sensibilitas
-Taktil menurun menurun
-Nyeri menurun menurun
-Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
-Diskriminasi 2 titik tidak dilakukan tidak dilakukan
Refleks Patella ++ ++
Refleks Achiles ++ ++
Reflek Patologis
Babinski (-) (-)
Hoffman (-) (-)
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk (-) (-)
Kernig sign Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Brudzinski I Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Brudzinski II Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rangsang Radikuler
Tes Laseque - -
Tes Patrik - -
Tes Kontra Patrik - -

Fungsi Vegetatif
- Miksi : Dalam batas normal
- Defekasi : Dalam batas normal

B. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium (darah rutin, kimia darah)
2. Profil lipid
3. X foto Vertebra
Hasil pemeriksaan GDS saat di poli saraf RSI Sultan Agung: 246 gr/dl (meningkat)

C. DIAGNOSIS KERJA
• Diagnosis Klinis : hipestesi dari ujung kaki sampai sepanjang dermatom L4-L5 dextra et
sinistra, LBP
• Diagnosis Topis : saraf tepi dermatome L4-L5
• Diagnosis Etiologis : polineuropati DM

D. TERAPI
 Pregabalin caps. 75 mg 1x1
 Kalium diklofenak tab 50 mg 2x1
 Omeprazole caps 20 mg 1x1
 Mecobalamin caps 500 McG 2x1
 Eperison tab 50 mg 1x1
 Amlodopine tab 10 mg 1x1
 Amitripthylin tab 25 mg 1x1

E. EDUKASI
 Pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyakitnya
 Pasien diminta untuk minum obat secara teratur, istirahat yang cukup, menjaga kondisi tubuh
 Pasien diminta untuk menjaga pola makan
 Kontrol teratur

F. PROGNOSA
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad vital : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa saraf perifer
yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari peningkatan kadar glukosa
darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif yang menunjukan adanya gangguan, baik
klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer
yang lain. Distribusi polineuropati umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat.
Polineuropati atau peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan dimulai dari
kaki kemudian meningkat ke atas.
B. Epidemiologi
Studi epidemiologi menunjukan prevalensi dari peripheral neuropati berkisar antara 5%
sampai 100%. Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam berbagai literatur sangat bervariasi.
Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10-20 % pasien saat ditegakan Diabetes
Melitus telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan
dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita
diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetik 50 %. Kemungkinan terjadi neuropati
diabetic pada kedua jenis kelamin sama.
Neuropati ditemukan pada hampir 30 % penderita diabetes melitus, angka kejadian
neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16 % sampai dengan 26 %
penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat berkaitan dengan perkembangan
dan progresivitas neuropati diabetik dan hal ini berpengaruh terhadap timbulnya nyeri
neuropati pada penderita diabetes melitus.
Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65 tahun. Penyebab
Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar 66%. Sekitar 8% sudah
menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50% setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45%
pada pasien NIDDM, 54% pada pasien IDDM.

C. Manifestasi Klinis
Polineuropati diabetika merupakan neuropati diabetika yang paling sering
terjadi. Pada pasien pasien DM tipe 2, 59% menunjukkan berbagai neuropati, 45%
diantaranya menderita polineuropati diabetika. Gejala yang mudah dikenal adalah
kelainan yang sifatnya simetris. Gangguan sensorik selalu lebih nyata dibanding
kelainan motorik dan sudah terlihat pada awal penyakit. Ditandai dengan hilangnya
akson dan serabut saraf terpanjang terkena terlebih dulu. Umumnya gejala nyeri,
parastesi dan hilang rasa timbul ketika malam hari. Khas diawali dari jari kaki
berjalan ke proksimal tungkai. Seiring memberatnya penyakit jari tangan dan
lengan terkena sehingga memberikan gambaran “sarung tangan kaos kaki”.
Kelainan ini dapat mengenai saraf sensoris, motor dan fungsi otonomik dengan
bermacam-macam derajat tingkat, dengan predominan terutama disfungsi sensoris.
Kelemahan otot- otot tunkai dan penurunan reflek lutut dan tumit terjadi lebih
lambat. Adanya nyeri dan menurunnya rasa terhadap temperatur melibatkan serabut
sarabut saraf kecil (small fiber neuropathy) dan merupakan predisposisi terjadinya
ulkus kaki. Gangguan propioseptif, rasa getar dan gaya berjalan (sensory ataxia gait)
menunjukkan keterlibatan serabut saraf ukuran besar (large fiber neuropathy).
Disfungsi otonom yang timbul adalah adanya anhidrosis, atonia kandung kencing
dan pupil reaksi lambat. Awitan gejala perlahan sebagai gejala negatif dan /atau
positif. Serabut saraf berukuran besar dan kecil terkena walaupun manifestasi dini
yang muncul mungkin dari serabut kecil.

D. Patofisiologi
Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan pembuluh
darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik, sensorik, dan vegetatif. Dari
segi fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan berdasarkan ukuran penampangnya, yaitu saraf
tipe A (5-12 mikron), tipe B (3-4 mikron), dan tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya
bermielin tebal, tipe b bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin
tebal adalah akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis
protopatik. Akson bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan sebagian saraf
sensorik. Akson yang tidak bermielin adalah akson sensorik dan autonom.
Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan karena interaksi
beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik. Faktor kausatif utama adalah
gangguan metabolik jaringan saraf
1) Faktor metabolic
Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal bebas dan aktivasi
Protein Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end products (AGEs). Aktivasi
berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke
saraf menurun bersama rendahnya mioninositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik sangat berhubungan
dengan lama dan beratnya diabetes melitus.
a. Peningkatan aktivitas jalur poliol
Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan.
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi
aktivasi enzim adose-reduktase, yang mengubah glukosa menjadi sorbitol, yang
kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi
sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum
jelas. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf
menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf.
Peningkatan sintesis sorbitol mengakibatkan terhambatnya mioinositol masuk ke dalam
sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan
stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase c
(PKC).
b. Aktivasi PKC
Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na intraseluler
menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam saraf
sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf. Reaksi jalur poliol ini juga
menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf yang merupakan kofaktor penting dalam
metabolisme oksidatif. Karena nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan
nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf
untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO).
c. Sintesis advance glycosilation end products (AGEs).
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan
menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). Ages ini sangat
toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs
dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi
berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel
saraf, terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat
kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini
berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak
dapat diperbaiki lagi.
2) Kelainan vascular
Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.
Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut
reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular
dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme
kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membran basalis; trombosit
pada arteriol intraneural; peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya
deformabilitas eritrosit; berkurangnnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi
vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut.
Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan
modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa
tubuh, merokok dan hipertensi.
3) Mekanisme Imun
Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1 memiliki
complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm tipe 2
memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody tersebut berperan
pada pathogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam
mekanisme patogenik adalah antineural antibodies pada serum sebagian penyandang
diabetes melitus. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur
saraf motorik dan sensorik yang bias dideteksi dengan imunofloresens indirek.
Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen
saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun.
4) Peran nerve growth factor (NGF)
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada
penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan
derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance p dan calcitonin-gen
regulated peptide (CGRP). Peptide ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, mobilitas
intestinal dan nosiseptif, yang semuanya mengalami gangguan pada neuropati diabetic

E. Diagnosis
Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical sensorymotor
polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan yang paling sering terjadi, ditandai dengan
berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) berlangsung
pada bagian distal yang berkembang ke arah proksimal.
Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada
ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada
keluhan neuropati saja tidak cukup mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. Pada
evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap : 1). Refleks motorik, 2). Fungsi serabut
saraf
besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan
(estesiometer dengan filament mono semmes-weinstein); 3). Fungsi serabut saraf kecil dengan
sensasi suhu; 4). Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat
dikerjakan elektromiografi.
Bentuk lain yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan
simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (dan). Uji komponen parasimpatis dan dilakukan
dengan 1). Tes respons denyut jantung terhadap maneuver vasalva; 2). Variasi denyut jantung
selama napas dalam (denyut jantung maksimum-minimum). Uji komponen simpatis dan
dilakukan dengan 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); respons
tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik)

F. Terapi
1) Perawatan umum/kaki
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang
pada neuropati kompresi.
2) Pengendalian glukosa darah
Pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala merupakan langkah pertama
yang harus dilakukan, pengendalian faktor metabolik lain perlu dilakukan seperti hemoglobin,
albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Pengendalian
glukosa darah mampu mengurangi komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati.
3) Terapi medikamentosa
Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik diabetes melitus termasuk
neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang berperan pada proses timbulnya
komplikasi kronik diabetes, yaitu :
a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan
fruktosa.
b. Penghambat ACE
c. Neurotropin : nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor.
d. Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil,
superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali glutation.
e. Penghambat protein kinase c
f. Gangliodes, merupakan komponen utama membrane sel.
g. Gamma linoleic acid (GLA) suatu prekusor membrane fosfolipid.
h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs.
i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik maupun non
neurologik akibat penyakit autoimun.
4) Pedoman pengelolaan dengan nyeri
Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk memahami
mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi reseptor n-methyl-d
aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran post spinatik spinal cord dan pengeluaran
substance p dari serabut saraf besar a yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri.
Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll.
Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional,
meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis.
Pengelolaan dengan nyeri yang dianjurkan ialah :
a. NSAID (ibuprofen 600 mg 4 x/hari, sulindac 200 mg 2 x/hari).
b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100 ng/hari,
nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari).
c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3 x/hari, karbamazepin 200 mg 4 x/hari).
d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)
e. Topical : capsaicin 0,075 % 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari, transcutaneous
electrical
nerve stimulation.
Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi nyeri
neuropati diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan obat anti-
depresan atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya efek samping. Dosis obat dapat
ditingkatkan hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang
kombinasi antidepresan dan anti konvulsan cukup efektif. Bila dengan regimen ini belum atau
kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap tidak atau kurang
berhasil, kombinasi obat yang lain dapat dilakukan

Anda mungkin juga menyukai