Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM Nama : Wisnu Widikdo

KIMIA POLIMER NIM : G44170086


Hari/Tanggal : Rabu/6-11-2019
Waktu : 09.00 – 12.00 WIB
Asisten : Dessy Dwi Septiani
PJP : Dr. Aulia Ilmiawati, M.Si

POLIMER ALAM (LATEKS)

PENDAHULUAN
Polimer adalah molekul besar (makromolekul )terdiri dari unit struktural
berulang. Unit berulang ini biasanya dihubungkan oleh ikatan kovalen kimia.
Polimer dapat diklasifikasikan secara luas ke dalam tiga kelompok, yaitu polimer
alam, polimer semi-sintetik, dan polimer sintetik. Polimer alami adalah polimer yang
dapat ditemukan di alam umumnya bersumber dari tanaman atau hewan contohnya
seperti protein, selulosa, pati, dan resin. Polimer alam memiliki beberapa keunggulan
diantarnaya mampu dimodifikasi secara kimia, bersifat biodegradable ,biokompatibel,
murah, aman dari efek samping, dan ketersediaan nya melimpah (Vishakha et al.
2012). Karet alam adalah hasil biomasssa yang sebagian besar mengandung
hidrokarbon cis-1, 4-Poliisoprena. Makromolekul karet alam hampir seluruhnya
terdiri dari cis-1,4-poliisoprena, tidak ada bukti atau komponen trans untuk 1,2 atau
3,4 isoprena dalam produk alami berbeda dengan poliisoprena sintetis (Rajeswari et
al. 2017).
Karet alam dapat diubah menjadi produk cair melalui teknologi depolimerisasi
dan selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar atau bahan baku kimia Karet
alam / lateks adalah polimer yang terdiri dari isoprene dengan pengotor dari senyawa
organik lainnya(Ahmad et al. 2017). Karet alam juga mengandung air sebagai media
pelarut serta logam logam seperti Cu, Fe, Mn yang jumlahnya hanya 0,1 %. Asam
klorida atau asam muriatik adalah asam anorganik yang tidak berwarna dengan rumus
H2O: HCl. Asam hidroklorat memiliki aroma tajam yang khas. Asam ini
diklasifikasikan sebagai asam kuat dan dapat menyebabkan iritasi kulita parah karena
hidrogen klorida sepenuhnya berdisosiasi dalam larutan berair. Asam klorida adalah
sistem asam berbasis klor yang paling sederhana dan mengandung air. Asam ini
adalah komponen alami asam lambung yang diproduksi dalam sistem pencernaan
sebagian besar spesies hewan, termasuk manusia. Praktikum ini bertujuan
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah viskometer, oven ,kertas pH, gelas piala , batang
pengaduk, dan buret

Prosedur

Lateks pertama tama ditentukan kekentalan atau viskositas intrinsik dengan


viskometer . Lateks kemudian dihitung berat jenisnya dengan mengukur bobot
sejumlah volume lateks yang diketahui dengan piknometer. Mengukur pH koagulasi,
banyaknya asam formiat yang digunakan dan kadar kering lateks .25 mL lateks
ditimbang dalam gelas piala, lalu diteteskan asam format ke dalamnya (melalui
buret). Penetesan dihentikan saat gumpalan telah terbentuk untuk pertama kali.
Setelah itu, pH cairan diukur kemudian lanjutkan penetesan asam format sampai
semua lateks menggumpal. Volume asam format yang terpakai dihitung. Gumpalan
selanjutnya dipindahkan ke dalam kertas saring, diratakan, dan dikeringkan dalam
oven pada suhu 70 °C sampai semua air menguap (berat bahan konstan). Bila telah
kering, timbang karet tersebut. Kadar karet kering dari 100 mL lateks kemudian
dihitung dengan rumus:
berat karet kering
Kadar karet kering¿ x 100%
berat awal

Kelarutan karet kering. Sedikit karet kering diambil. Karet keing tersebut
kemudian diuji dan dibandingkan kelarutannya dalam bensin, air, aseton, minyak
tanah, alkohol, toluena, dan n-heksan. Karet terklorinasinasi. Sedikit contoh lateks
diambil , lalu ditambahkan HCl pekat ke dalamnya. Perubahan yang terjadi kemudian
dicatat.

DATA DAN HASIL PERCOBAAN


Tabel 1 Viskositas relatif lateks
Sampel Waktu Alir (s) Ƞr
1.53 1.034
Lateks 1.53
1.50
Rerata 1.52
Air 1.46
1.47
1.48
Rerata 1.47

Contoh perhitungan
t
Ƞr =
t₀
1,52
= s = 1.034
1,47

Tabel 2 Bobot jenis lateks


Bobot (g) Bobot jenisn (g/mL)
Pikno kosong 14.42
Pikno+air 23.99 0.396
Pikno+sampel 23.93
Contoh perhitungan
(Bobot pikno+ sampel)−( Pikno kosong)
Bobot jenis = ×D air
Bobot pikno+ air
( 23.93−14.42 ) g
= x 1 = 0.396
( 23.99 ) g

Tabel 3 Koagulasi lateks


Bobot (g) Kadar karet kering (%)
Lateks awal 23.20
59.09
Lateks kering 13.71

Contoh perhitungan
Bobot karet kering 13.71 g
Kadar karet kering = ×100% = ×100% = 59.09 %
Bobot awal 23.20 g

Tabel 4 Kelarutan lateks


Pelarut Kelarutan
Air -
Aseton -
Bensin -
Minyak tanah -
n-heksana -
Toluena ++
Keterangan: - : Tidak larut ++ : Larut
+ : Sedikit larut +++ : Larut sempurna
(a) (b)

Gambar 1 (a) lateks, (b) lateks terklorinasi

Gambar 2 Kelarutan lateks

(a) (b)
Gambar 3 (a) lateks, (b) lateks terkoagulasi
PEMBAHASAN
Karet alam merupakan polimer yang terdiri dari ribuan unit monomer isoprena.
Karet alam biasanya diperoleh dari alam dalam bentuk lateks. Perbedaan dari karet
alam dan polimer lainnya dapat ditinjau dari bentuk geometrisnya. Gugus –CH2 pada
karet alam bergabung oleh ikatan rangkap dengan konfigurasi cis , sedangkan pada
polimer lain ada yang memiliki konfigurasi trans. Perbedaan struktur tersebut sangat
berpengaruh terhadap elastisitas. Viskositas dapat diartikan sebagai gaya gesekan
yang muncul di antara lapisan fluida yang berdekatan yang berada dalam gerakan
relatif. Misalnya, ketika fluida dipaksa melalui tabung, ia mengalir lebih cepat di
dekat sumbu tabung (tengah) daripada di dekat dindingnya. Viskositas larutan atau
suspensi terkait dengan kandungan dalam cairan (Danwanichakul et al. 2012).
Viskositas lateks dapat dipengaruhi oleh banyaknya molekul isoprena dan jumlah
serta jenis zat terlarut dalam lateks. Viskositas relative lateks yang didapat dari
pengukuran dibandingkan dengan air sebesar 1,034. Menurut Astrid et al. (2014),
lateks segar memiliki viskositas 15,4842 Cp. Nilai ini lebih besar apabila
dibandingkan dengan nilai viskositas air pada suhu yang sama, yaitu 0,8705 Cp.
Bobot jenis merupakan perbandingan antara masa suatu benda dengan volume
benda tersebut pada suhu kamar (Dewi dan Herminiwati 2014). Bobot jenis lateks
dihitung dengan menggunakan piknometer. Bobot piknometer kosong pertama tama
ditimbang kemudian bobot piknometer yang berisi sampel ditimbang dan dibagi
dengan bobot piknometer yang sama berisi air. Bobot jenis lateks yang didapat dari
percobaan kali ini sebesar 0,396 g/mL. Menurut SNI (2009), sol dari lateks memiliki
bobot jenis maksimum sebesar 1,4 g/cm3.
Koagulasi lateks merupakan tahapan yang sangat penting dalam pengolahan
karet alam (Havea brasiliensis) karena beberapa yang mempengaruhi modifikasi
karakteristik molekuler yang dapat terjadi misalnya sifat-sifat dasar,
karakteristik vulkanisasi, dan sifat-sifat fisik vulkanisasi karet alam . Koagulasi
lateks yang biasa dilakukan petani di Sumatera Selatan pada umumnya dengan
menambahkan bahan tambahan seperti cuka (asam sulfat) dan asam formiat ke
dalam lateks sebagai koagulasi lateks, bahkan para petani karet menambahkan
bahan koagulasi seperti aluminium sulfat (tawas), dan pupuk TSP yang dapat
mengurangi kualitas karet yang dihasilkan (Purbaya, 2011). Koagulasi lateks
dilakukan dengan cara penetesan asam format sampai semua lateks menggumpal.
Penambahan asam format menyebabkan membran pada karet alam menjadi rusak
sehingga terbentuk gumpalan. Gumpalan terbentuk pada pH 4-4,8. Gumpalan dapat
dilarutkan kembali dengan penambahan basa. Kadar karet kering yang didapat dari
percobaan sebesar 59.09 % dengan berat lateks awal sebesar 23,20 g dan bobot lateks
kering sebesar 13,71 g.
Kelarutan lateks dipengaruhi oleh sifat lateks yang nonpolar. Senyawa non
polar akan cenderung lebih larut pada pelarut non polar. Tabel 4 menunjukkan lateks
hanya larut pada toluene yang merupakan pelarut non polar. Klorinasi pada lateks
menyebabkan lateks menjadi kurang lengket dan akan menyebabkan tegangan friksi
pada lateks menjadi turun (Radabutra et al. 2009). Klorinasi karet juga menghasilkan
perubahan kimia dan fisik pada permukaan yang dimodifikasi. Ikatan kimia dapat
dibuat dengan mengganti klorin dan gugus fungsional yang tepat seperti asam atau
ester karboksilat Klorinasi pada industri digunakan untuk memperpanjang masa
simpan lateks. Klorinasi pada praktikum kali ini dilakukan dengan penambahan HCl.
Lateks yang terklorinasi akan menjadi tidak lengket.
SIMPULAN
Karet alam adalah polimer yang terdiri dari monomer isoprena.Viskositas relatif
lateks dapat dipengaruhi oleh jumlah monomer ulang isoprena dan zat terlarut dalam
lateks. Bobot jenis lateks diukur menggunakan piknometer. Koagulasi lateks
dilakukan dengan penambahan asam format sampai pH 4-4,8. Kelarutan lateks
dipengaruhi oleh sifat nonpolar lateks. Klorinasi lateks menjadikan lateks tidak
lengket karena mempengaruhi gaya friksional antar molekulnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad N, Dayana SAS, Abnisa F, Mohd WAWD. 2018. Natural rubber, a potential
alternative source for the synthesis of renewable fuels via Hydrous Pyrolysis.
IOP Conference Series: Materials Science and Engineering. 334,
012004. doi:10.1088/1757-899x/334/1/012004 
Astrid D, Febrianti I, Mulyasari R, Hidayat AS, Hidayat AT, Rachman SA, Maksum
IP, Rahayu I, Soedjanaatmadja UMS. 2014. Proses Deproteinisasi Karet Alam
(DPNR) dari Lateks Hevea brasiliensis Muell Arg.dengan Cara Enzimatik.
Chimica et Natura Acta. 2 (2):105-114.
BSN (Badan Standardisasi Nasional).2009. SNI 0778: 2009 Sol karet cetak. Jakarta
(ID): BSN.
Dewi I, Herminiwati. 2014. Lateks Karet Alam untuk Sol Sepatu: Metode
Pembuatan, Sifat Mekanik dan Morfologi. MAJALAH KULIT, KARET, DAN
PLASTIK .30 (2): 61-70.
Purbaya M, Tuti IS, Chessa AS, & Mutia TF. 2011. Pengaruh beberapa jenis bahan
penggumpal lateks dan hubunganya dengan susut bobot, kadar karet kering
dan plastisitas. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 ; 2011 Oktober 26-27;
Palembang,Indonesia. Palembang (ID): Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
hlm 351-357
Radabutra S, Thanawan S, Amornsakchai T. 2009. Chlorination and characterization
of natural rubber and its adhesion to nitrile rubber. European Polymer Journal.
45(7): 2017–2022. doi:10.1016/j.eurpolymj.2009.04.008 
Rajeswari S, Prasanthi T , Sudha N , Swain RP, Panda S, Goka V. 2017. Natural
Polymer : A Recent Review. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. 6,(8) :472-494.
Vishakha K, Kishor B, Sudha R. 2012. Natural Polymers- A comprehensive Review.
International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences.
3(1):1597-1613.

Anda mungkin juga menyukai