Anda di halaman 1dari 5

III.

GUGUS KENDALI MUTU (QUALITY CONTROL CIRCLE)

A. Timbulnya Gagasan Gugus Kendali Mutu (GKM)

Peningkatan mutu di dalam sistem mutu yang total tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
seseorang tanpa bantuan orang lain, tetapi harus menyertakan dukungan dan partisipasi semua orang,
serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam memecahkan persoaalan mutu. Jika
orang- orang masih berkomentar atau berdalih “tidak apa-apa”, “kan sama saja,” dsb, maka dapat
di pastikan bahwa peningkatan mutu ke depannya masih akan kurang baik. Pengendalian mutu
terpadu sangat memperhatikan interaksi, partisipasi dan integrasi.

Sering ketika kita dihadapkan pada banyak persoalan teknis kita sendiri belum tentu mampu melihat
dengan jelas, merumuskannya, dan menyelesaikan penyebab persoalan, karena sebagai manusia kita
memang banyak kekurangan. Untuk itulah pendapat atau bantuan pikiran orang lain diperlukan.
Demikian juga jika seseorang nantinya memang akan terlibat pada proses pemecahan masalah,
maka pelibatannya lebih dini akan memberikan partisipasi yang lebih baik.

Kenyataan itulah yang kemudian melahirkan gagasan perlu adanya kelompok diskusi untuk mampu
memecahkan persoaalannya sendiri secara terpadu yang kemudian oleh Kaoru Ishikawa dirumuskan
dalam gugus kendali mutu (quality control circle), yang terjadi di Jepang pada tahun 1962. Agar
para karyawan bengkel atau pabrik dapat mengikuti perkembangan peningkatan mutu, perlu
mengorganisasikan mereka meningkatkan mutu hasil karyanya melalui diskusi dalam pemecahan
masalah mutu, yang fasilitatornya dalam diskusi adalah foremennya.

Melalui usaha diskusi kelompok kerja kecil di dalam suatu unit kerja inilah, selanjutnya meluas ke
bagian lainnya, kemudian diharapkan dapat bermuara pada upaya peningkatan mutu yang dilakukan
secara terpadu, yang terjadi di dalam keseluruhan bagian perusahaan. Oleh karena itu pengendalian
mutunya meliputi kegiatan yang terpadu di seluruh bagian perusahaan (company wide quality
control) atau pengendalian mutu terpadu (total quality control) .

Di Indonesia mulai tahun 1980 an mulai dikembangkan di berbagai perusahaan antara lain di
Komatsu, Toyota, Sony, Gaya Motor, Gramedia, Trakindo, National Gobel, Kalbe Farma, dan juga
perusahaan BUMN, serta banyak perusahaan lainnya. Namun kebanyakannya, di dalam
penerapannya masih dianggap seperti bom meledak, banyak dibicarakan tetapi dalam
implementasinya ada kecenderungan hanya sambil lalu.

B. Pengertian, Tujuan dan Operasioal GKM

1. Pengertian GKM

GKM adalah kelompok kerja (karyawan) kecil pada wilayah kerjanya, yang secara sukarela
mengadakan kegiatan pengendalian mutu, dengan mengidentifikasi, menganalisis dan mencari
pemecahan masalah mutu, di bawah pimpinannya, mandor atau managernya.

Para karyawan diharapkan dapat mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan persoalan


yang berpengaruh terhadap pekerjaan mereka sehari-hari, karena pada dasarnya merekalah yang
paling mengetahui dan mendalami persoalan tersebut. Persoalan yang mereka hadapi bermacam-
Page 1 of 5
macam dapat berupa pemborosan bahan, produk / pekerjaan yang rusak, proses kerja yang
dianggap kurang baik dan lain-lain.

GKM tidak sama dengan TQC (total quality control) yang di Indonesia disebut dengan
pengendalian mutu terpadu. Oleh karena itu akan keliru kalau menganggap TQC adalah identik
dengan GKM. Total Quality Control adalah suatu bentuk pengendalian mutu dengan pola yang
terpadu, yang mengikutsertakan semua karyawan melalui gugus kendali mutu (GKM). Jadi
GKM (quality control circle) merupakan gugus kerja dari para karyawan dalam peran dan
tanggung jawabnya untuk peningkatan mutu

2. Maksud dan Tujuan GKM

Maksud :
a. Menyumbang perbaikan dan pengembangan perusahaan untuk kesejahteraan karyawan dan
masyarakat pada umumnya.
b. Menghargai harkat manusia dengan mengupayakan tempat kerja yang nyaman dan memiliki
penuh arti baginya.
c. Memperlihatkan kemampuan pribadi terhadap adanya kreasi karya yang tidak terbatas.
d. Menciptakan suasana bergairah, terarah, seimbang situasi formal dan informal selama
melaksanakan pekerjaan untuk mencapai kesuksesan bersama yang berkesinambungan.

Tujuan
a. Terciptanya suasana kerja yang partisipatif aktif sehingga tercapai kesatuan dan persatuan
kerja yang mantap.
b. Tercapainya pengembangan diri dan pengembangan kelompok kerja sehingga dapat
diharapkan terjadi peningkatan efektivitas kerja.
c. Terjadinya hubungan kerja yang lebih harmonis, sadar peningkatan mutu dan hasil kerja.
d. Terbinanya kemampuan kerja positif dan nyata, yang dapat diharapkan berpengaruh pada
peningkatan potensi individu dan perusahaan.

3. Operasional GKM

Motto untuk kerja / mengoperasionalkan GKM adalah:


 Membangun manusia dari pada menggunakan manusia ( people building instead of
people using)
 Kesinambungan adalah kekuatan (continuous is power)
 Terstruktur tetapi fleksibel (structured but flexible)

Beberapa items untuk pedoman dalam operasionalnya GKM adalah:


a. Anggota GKM hendaknya dari satu unit kerja, sehingga apa yang dibahas sudah dikenal oleh
anggota
b. Jumlah anggota 5 – 8 orang; tetapi kadang – kadang 3 – 12 0rang
c. Dipilih seorang sebagai pemimpin dan seorang sebagai sekretaris. Pemimpin lah yang
mengadakan komunikasi formal dengan hirarki pihak manajemen.
d. Pertemuan diadakan berkala dan terjadwal.
e. Permasalahan yang dibahas adalah permasalahan sendiri.
f. Berbagai items kegiatan GKM al:
 Mendapatkan pokok persoalan
Page 2 of 5
 Menyiapkan informasi / bahan yang dipakai untuk pembahasan masalah
 Menganalisis dan memecahkan masalah
 Mencoba menerapkan menerapkan ide pemecahan masalah pada tempat kerjanya
 Mengadakan penilaian atas hasil kerjanya
 Menyusun dan melaksanakan tindakan pencegahan
 Mengkomunikasikannya ke pihak manajemen
g. Kegiatan lainnya dapat berupa:
 Diskusi dengan GKM lain di dalam perusahaan atau dengan GKM perusahaan lain.
 Diskusi dengan manajemen perusahaan
 Mengundang pembicara dari luar
 Mengadakan atau mengikuti kegiatan klub GKM
 Meningkatkan pengetahuan dari buku, majalah atau journal.
 Mengikuti kursus / training
 Mengadakan kunjungan.

4. Kemampuan Pribadi yang perlu ditingkatkan

Kemampuan pribadi yang perlu ditingkatkan selaku anggota GKM adalah berbagai latihan,
kebiasaan, perasaan, dan penghayatan yang antara lain:
a. Berbicara / komunikasi dengan orang lain secara baik.
b. Berbicara berdasarkan fakta dan data.
c. Berbicara sistematik
d. Mengemukakan pendapat atau ide – ide yang orisinil.
e. Bersikap terbuka
f. Tidak mencela
g. Tidak memaksakan kehendak.
h. Berinisiatif, kreatif dan proaktif.
i. Tidak reaktif
j. Sadar akan waktu yang berharga
k. Sadar akan penggunaan biaya yang dikeluarkan perusahaan.
l. Berada di dalam suatu kesatuan sistem.
m. Bertindak bersikap sebagai pemimpin.
n. Melaksanakan pengendalian PDCA.
o. Sadar perlunya produk yang bermutu.
p. Menghasilkan komoditi yang memuaskan pelanggan.

C. Pengukuran Gugus Kendali Mutu

Tidak mudah untuk mengukur keberhasilan GKM dalam melaksanakan kegiatannya, oleh karena
memang masalah peningkatan mutu itu sangat kompleks, harus dilihat menyeluruh dan terintegrasi.
Pengukuran dan penilaiannya tidak hanya dilihat dari sisi keuangan saja tetapi harus dilihat dari sisi
– sisi lainya, termasuk dari sisi manusianya sendiri.

Menempatkan penilaian manusia dalam posisi sangat penting, dalam motto GKM atau filsafatnya
kerjanya adalah “pembangunan / pengembangan manusia.’ Maka agar organisasi dapat mengambil

Page 3 of 5
manfaat dari GKM, dari sisi manusia atau pekerjanya harus dapat mencapai kesenangan atau
kepuasan kerja tidak hanya temporer sifatnya, tetapi untuk jangka panjang.

Beberapa aspek yang perlu diukur dan evaluasi antara lain melipui:
1. Perbaikan mutu yang dihasilkan
2. Partisipasi karyawan di dalam kegiatan GKM
3. Terjadinya penekanan biaya.
4. Tingkat keborosan pemakaian bahan.
5. Keselamatan kerja.
6. Peningkatatan produktivitas kerja
7. Tingkat penggunaan mesin
8. Perawatan mesin
9. Komunikasi dalam organisasi.
10. Hubungan kerja
11. Perbaikan proses produksi
12. Kepuasan konsumen
13. Tingkat kehadiran / absensi karyawan.
14. Keluhan dalam pekerjaan
15. Kepuasan kerja karyawan.

D. Faktor yang berpengaruh pada Sukses dan Gagalnya Penerapan GKM

Banyak faktor yang mungkin dapat mempengaruhi sukes atau gagalnya penerapan program GKM.
Tetapi dari pengamatan terhadap perusahaan di AS yang sukses menerapkan GKM oleh
Matthew Goodfellow disimpulkan bahwa perusahaan yang berhasil menerapkan program GKM
dan sukses dikarenakan mereka memiliki sistem pengelolaan training atau program pelatihan
untuk penyelia / mandor / supervisor yang teratur, dan sangat efektif.

Yang menjadi efektifnya program pelatihan meliputi:

1. Jenis kursus yang dilaksanakan adalah yang tidak hanya sekedar sebagai kursus standar, akan
tetapi yang lebih disesuaikan dengan situasi industri. Tujuan kursus lebih diarahkan untuk dapat
lebih memotivasi kerja para karyawan sehingga GKM dapat sukses. Para karyawan termotivasi
untuk suatu usaha perbaikan baik dalam kualitas dan kuantitasnya, serta dalam batas waktu dan
harga yang tepat.
2. Situasi lingkungan kerja, masing – masing penyelia / mandor / supervisor, bekerja pada jenis
industri, penerapan teknologi dan operasional prosesnya yang berbeda. Juga perbedaan antara
industri yang satu dengan yang lainnya misalnya pada organisasi perusahaan dan tingkat
keterampilan karyawannya. Sehingga tugas mandor yang berbeda – beda ini tidak
disamaratakan untuk kebutuhan pelatihannya.
3. Kebutuhan pelatihan mandor yang dinyatakan berhasil adalah yang kedapatan:
 Didesain untuk mendapatkan hasil yang terukur, sasaran spesifik, menyangkut berbagai
aspek teknis / motivasi, termasuk absensi / keluar – masuk selama pelatihan.
 Isi program harus disesuaikan dengan ragam karyawan peserta pelatihan.
 Isi program juga harus memperhatikan lingkungan kerja spesifik pada setiap pekerjaan.
 Fokus program adalah pada bagaimana membantu mandor dapat memotivasi para
karyawannya agar menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi kepentingan perusahaan.
Pelatihan yang bersifat teknis terintegrasi dalam rangka memotivasi kerja para karyawan.
Page 4 of 5
 Yang dianggap dapat menjamin kemampuan penyelia / mandor mampu memotivasi para
karyawannya adalah “ kemampuan menyimak.” Yaitu bagaimana mampu mendengarkan
orang lain. Tetapi bukan berarti kemampuan tersebut mengesampingkan kemampuan
teknis yang harus dimiliki.
4. Karakter mandor yang dianggap dapat mempengaruhi / menggairahkan kerja sama dalam suatu
GKM adalah ramah/ menyenangkan atau tidak menyenangkan pribadi mandor.
 Mandor bukan tipe pengkritik atau sok pemimpin.
 Mandor adalah orang yang harus mampu mengatasi masalah yang mendesak.

5. Kemampuan mendengarkan itu selalu cocok untuk setiap situasi hubungan kerja.
 Mandor yang mampu mendengarkan, bersifat tidak mengkritik, terbuka, dan membantu
memecahkan persoaalan.
 Di samping mampu mendengarkan seorang mandor harus mampu memutuskan
persoaalan, dan dapat membawakan masalah atau mengkomunikasikan / meyakinkan
kepada atasannya. Penyambung lidah antara karyawan dan atasan.
Yang disenangi karyawan adalah mandor yang mau mendengarkan dan pandai
membawakan aspirasi para karyawan ke atasannyayang lebih tinggi.
6. Hanya sekitar 30% mandor yang mau mendengarkan atau mampu menyimak dengan baik.
1. Mandor yang lainnya kurang dapat mendengarkan dan tidak mau mendengarkan sama
sekali.
2. Kemampuan mendengarkan merupakan sesuatu yang dapat dilatihkan atau ajarkan
7. Suksesnya program pelatihan dalam memecahkan persoalan. Yang biasanya juga disarankan
oleh peserta pelatihan adalah memiliki:
 Contoh – contoh tentang kejadian yang umumnya ada pada tingkat penyelia / mandor
 Suatu upaya yang menggambarkan suatu ilustrasi yang bersifat umum akan tetapi atas
dasar lingkungan pekerjaan mereka itu sendiri. Jadi bukan hanya sekedar contoh dari
perusahaan lainnya.
8. Situasi pada perusahaan yang tidak ada serikat buruhnya, dan perusahaan yang ada
serikat buruhnya. Fakta bahwa para karyawan lebih suka kepada pemimpin serikat buruh dari
pada ke para mandornya sendiri, karena sifatnya yang sok penguasa. Untuk itu kemungkinan
suksesnya GKM dipengaruhi situasi:
 Di perusahaan tidak ada serikat buruhnya, jika pemimpin inginkan mempertahankan
kondisi lamanya, yang harus diajarkan adalah para mandor agar mau mendengarkan
karyawannya, dan pemimpin agar mau mendengarkan mandornya.
 Di perusahaan yang ada serikat buruhnya, seringnya para mandor sudah acuh terhadap
keluhan karyawannya, karena menganggap sudah ditampung oleh serikat buruh. Jadi
tetap saja jika akan sukses menerapkan KGM, para pemimpin / mandor, masing - masing
harus mau mendengarkan bawahannya.

Page 5 of 5

Anda mungkin juga menyukai