Anda di halaman 1dari 54

MODUL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN SOLIDA

Disusun oleh:

Dyera Forestryana, M.Si., Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI

BANJARBARU, 2018
TATA TERTIB
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI
STIKES BORNEO LESTARI BANJARABARU

1. Berdoa sebelum dan sesudah pelaksanaan praktikum


2. Praktikan harus datang paling lambat 10 menit sebelum kegiatan praktikum
dimulai, jika terlambat 15 menit tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan
praktikum
3. Praktikan diwajibkan mengenakan jas laboratorium sebelum memasuki ruang
praktek
4. Selama kegiatan praktikum, praktikan :
a. Harus bersikap serius, sopan dan tidak bercanda
b. Menggunakan Alat Pelindung Diri ( masker dan gloves)
c. Hati - hati dalam bekerja
d. Tidak merokok, makan, minum
e. Tidak boleh menggunakan atau mengoperasikan handphone selama
praktek berlangsung
f. Praktikan wajib mengembalikan alat - alat yang digunakan dalam keadaan
lengkap, bersih dan kering
5. Praktikan yang merusakkan/menghilangkan/memecahkan alat, wajib
mengganti dengan jenis dan kualitas yang sama
6. Praktikan wajib menjaga kebersihan laboratorium
7. Praktikan wajib mengikuti Pre Test atau Post Test materi yang
dipraktikumkan
8. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum lebih dari X percobaan, maka tidak
dapat mengikuti ujian praktikum, dan nilai selama tidak mengikuti praktikum
sama dengan nol (harus mengganti / inhall)
9. Praktikan wajib membuat laporan sementara pada buku lembar kerja dan
membuat
10. laporan resmi yang dikumpulkan sebelum praktikum selanjutnya
dilaksanakan (waktu: 1 minggu)
11. Praktikan wajib mengikuti ujian praktikum pada akhir pelaksanaan praktikum
12. Hal - hal yang belum ditetapkan akan diatur lebih lanjut
13. Setiap permasalahan dapat dikomunikasikan kepada Koordinator Praktikum

Koordinator Praktikum

( Dyera Forestryana, M.Si., Apt)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan
kenikmatan yang tiada bandingannya dan karena berkat limpahan rahmatNya maka
penyusun akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan buku petunjuk praktikum
Teknologi Farmasi Sediaan Solida. Buku petunjuk praktikum ini dipersiapkan dalam
rangka membantu pengadaan sarana pendidikan terutama dalam praktikum
Teknologi Farmasi Sedian Solida.

Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Solida ini secara garis besar bertujuan untuk
melatih calon sarjana farmasi dalam mengabdikan ilmu dan keahliannya di
masyarakat melaksanakan peracikan obat di bidang farmasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu setelah mengikuti
praktikum dan menyelesaikan materi praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat
terampil dalam menjalankan peracikan dan pencampuran perbekalan farmasi
berdasarkan formula standar dan resep menjadi macam-macam bentuk sediaan
solida.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa petunjuk praktikum ini masih banyak


kekurangannya dan jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang konstruktif
sangat penyusun butuhkan demi perbaikan buku petunjuk praktikum ini. Semoga
buku petunjuk ini dapat bermanfaat menuntun praktikan sebelum melakukan
praktikum Teknologi Farmasi Sedian Solida.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Penyusun
DAFTAR ISI

TATA TERTIB

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PERCOBAAN I GRANULASI BASAH

PERCOBAAN II PENCETAKAN TABLET PARASETAMOL


DENGAN METODE GRANULASI BASAH

PERCOBAAN III PENCETAKAN TABLET PARASETAMOL


DENGAN METODE KEMPA LANSUNG

PERCOBAAN IV UJI DISOLUSI

PERCOBAAN V GRANUL EFFERVESCENT

PERCOBAAN VI FORMULASI SUPPOSITORIA

LAMPIRAN
PERCOBAAN 1
GRANULASI BASAH

I. Tujuan
1. Membuat granul tablet menggunakan granulasi basah
2. Menentukan hasil evaluasi granul yang telah dibuat .

II. Teori Dasar


Granulasi Basah adalah memproses campuran partikel zat aktif
dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan
menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga
terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya
digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas.
Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat
aliran dan kompresibilitasnya tidak baik.
Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi masa
tablet dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat
kebasahan tertentu pula, kemudian masa basah tersebut
digranulasi. Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat
serbuk dengan suatu perekat sebagai pengganti pengompakan.
Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang
mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk
atau dapat juga bahan tersebut dimasukan kering ke dalam
campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang
ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan
cair yang terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya
akan meningkat bila jumlah cairan yang ditambahkan meningkat,
gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada
awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan
pencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan
semua bahan pengikat sudah bekerja, jika sudah diperoleh massa
basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi
tekanan dengan alat penggiling atau oscillating granulator
tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas permukaan
meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat, setelah
pengeringan granul diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada
alat penghancur yang digunakan dan ukuran tablet yang akan
dibuat.
Keuntungan metode granulasi basah :
 Memperoleh aliran yang baik
 Meningkatkan kompresibilitas
 Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai
 Mengontrol pelepasan
 Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses
 Distribusi keseragaman kandungan
 Meningkatkan kecepatan disolusi
Kekurangan metode granulasi basah:
 Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi
 Biaya cukup tinggi
 Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat
dikerjakan dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan
dengan pelarut non air.

III. Formulasi
R/
Fase dalam :
Parasetamol 250 mg
Musilago Amili 5% 2%
Laktosa q.s
Amilum 10 %
Fase luar :
Amilum 5%
Talk 2%
Magnesium stearat 1%
IV. Perhitungan

Zat Komposisi Per tablet Untuk 300


(mg) tablet (gram)
Fase dalam :
Parasetamol
Laktosa
MA (5%)
Amilum

Fase luar :
Mg stearat
Talk
Amilum

V. Prosedur Percobaan
 PembuatanMusilagoamili (sejumlah 50 gram)
1. Timbang gelas piala (1) dan batang pengaduk, misal
bobot : x gram
2. Masukkan 30 mL air ke dalam gelas piala (1),
panaskan hingga mendidih (+- 80-90oC)
3. Dalam gelas piala (2) dibuat suspensi amilum;
timbang sejumlah 2,5 gram, larutkan dalam 10 mL air
dingin dan disuspensikan.
4. Setelah gelas (1) mencapai suhu 80-90oC, suspensi
ditambahkan ke dalam gelas (1) sambil diaduk perlahan-
lahan.
5. Campuran diaduk terus hingga seluruh system
berwarna bening
6. Ke dalam campuran ditambahkan air panas hingga
massa total (50+x) gram
 Pembuatan granul
1. Bahan yang akan digunakan dihaluskan terlebih dahulu
2. Parasetamol dan bahan-bahan pembantu ditimbang sesuai
dengan yang dibutuhkan.;
3. Parasetamol, amilum kering, dan laktosa yang telah
ditimbang dicampurkan dalam turbula mixer selama 5
menit;
4. MA 5% ditambahkan ke dalam campuran Parasetamol, amilum
kering, dan laktosa yang telah homogen sedikit demi
sedikit sampai terbentuk massa lembab yang dapat diayak
5. Massa lembab tersebut diayak dengan ayakan ukuran mesh
14;
6. Granul yang diperoleh lalu dikeringkan dalam lemari
pengering (oven) dengan temperatur 50 – 60 OC;
7. Granul yang telah dikeringkan ditentukan kadar airnya
dengan menggunakan moisture analyzer;
8. Jika granul sudah memenuhi syarat kadar air (1-3 %) ayak
kembali granul yang sudah dikeringkan dengan ayakan
ukuran mesh 16;
9. Campurkan granul dengan fasa luar yang telah ditimbang
sebelumnya;
10. Cetak tablet; dan
11. Lakukan evaluasi tablet parasetamol.

VI. Prosedur Evaluasi


1. Kecepatan aliran granul
Tujuan : menjamin keseragaman pengisian dalam cetakan
Persyaratan : ≥ 4 g/s
Prosedur :
Langsung : Timbang beaker glass kosong (Wo), setarakan skala ke nol,
Timbang 25 g granul tempatkan pada corong alat uji waktu
alir dalam keadaan tertutup. Buka penutupnya biarkan
granul mengalir , catat waktunya, gunakan
stopwatch.masukkan granul ke corong, hidupkan alat dan
amati granul, catat waktu aliran (T), timbang beaker glass
berisi granul (Wt), hitung aliran serbuk : (Wt-Wo) / T
Tidak langsung : Granul ditampung pada kertas grafik mili meter, catat
tinggi (h) dan diameter unggukan granul. Hitung α ( sudut
istirahat ) menggunakan persamaan berikut : Tg α : α : inv.
Tg α Persyaratan : lihat literature
2. Kadar Lembab
Alat : Moisture Balance
Prosedur : Timbang seksama 5,0 g granul, panaskan dalam lemari
pengering ad bobot konstan ( suhu 40 – 60 o C )
Hitung % lembab sbb : % lembab : Bobot granul awal-Bobot granul
setelah pengeringan/ Bobot granul awal x100

3. Evaluasi bobot jenis


Sebanyak 100 gr (B) granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL,
catat volumenya (V0). Selanjutnya dilakukan pengetukan dengan alat.
Volume pada ketukan ke 10, 50, dan 500 diukur, lalu dilakukan
perhitungan sebagai berikut :

B
¿
BJ nyata = Valignl¿0¿¿ gr/mL

B
¿
BJ mampat = Valignl¿ mampat ¿¿ gr/ml
V 0−V mampat
×100 0 0
Kadar Pemampatan = V0

Syarat: aliran granul baik jika kadar pemampatan <20%. Jika lebih dari
itu, serbuk akan sulit mengalir dan cenderung voluminous.
4. Kompresibilitas
Prosedur : Timbang 100 g granul, masukkan kedalam gelas ukur dari
alat “ Joulting Volumeter ”. catat volumenya. Hidupkan motor, hitung
hingga 10 ketukan, catat volumenya, lakukan selanjutnya pada 50, 100
dan 500 ketukan. Hitung % kompresibilitas sbb : Kp = x 100 %
Persen Pemampatan = kompresibilitas
Vo : Volume Awal
Vn : Volume pada tiap jumlah ketukan

VII. Hasil Pengamatan


A. Evaluasi Granul
1. Kecepatan aliran granul
Laju aliran,
Wo,
Wt, gram T, detik gram/detik
gram
= (Wt-Wo)/T
1
2
3
Rata-rata

2. BJ ruah
Volum ruah = mL
Bobot granul = g
BJ ruah= Bobot granul/volume ruah = g/mL
Volum mampat (500 ketukan) = mL
Bobot granul = g
BJ mampat= Bobot gtanul/volume mampat = g/mL
V 0−V 500
Kadar mampat = x 100 %
V0
PERCOBAAN II
PENCETAKAN TABLET PARASETAMOL DENGAN METODE
GRANULASI BASAH

I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan tablet parasetamol
2. Membuat sediaan tablet parasetamol dengan metode granulasi
basah.
3. Menentukan hasil evaluasi dari tablet parasetamol yang telah
dibuat dengan persyratan yang telah ditentukan

II. Teori Dasar


Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang terdiri dari satu atau lebih
bahan obat yang dibuat dengan pemadatan. Tablet juga memiliki perbedaan dalam
ukuran, bentuk, berat, kekerasan ataupun ketebalannya. Kebanyakan tipe atau
jenis tablet dimaksudkan untuk ditelan dan kemudian dihancurkan dan kemudian
melepaskan bahan obat yang ada di dalam tablet tersebut ke dalam saluran
pencernaan.
Prinsip Metoda Pembuatan Tablet Menurut Charles (2010), terdapat hal-hal
yang dapat mempengaruhi prinsip metoda pembuatan tablet, yaitu terkait dengan:
1. Ukuran tablet Ukuran dan bentuk tablet sedikit banyak ditentukan oleh bahan
aktif yang dikandungnya. Bahan aktif dengan dosis kecil, misalnya: asam folat,
digitoksin, reserpin, deksametason, dan lain sebagainya memerlukan penambahan
eksipien pengisi untuk menghasilkan suatu massa atau volume bahan yang dapat
dibuat menjadi tablet dengan ukuran yang nyaman bagi pasien. Ukuran yang
lazim untuk tablet dengan bahan aktif dosis rendah adalah bulat dengan diameter
6,25 mm, umumnya bobot tablet seperti ini 150 mg. Jika dosis bahan aktif lebih
besar, maka bobot tablet juga lebih berat, dosis bahan aktif 100 sampai 200 mg
membutuhkan bobot tablet 150 sampai 300 mg dengan diameter 6,25 sampai
10,94 mm. Bentuk tablet umumnya berbentuk bulat.. Oleh karena itu, formulasi
tablet mensyaratkan pertimbangan berikut yaitu:
a. Ukuran dosis atau kuantitas, stabilitas, kelarutan, bobot jenis, kemampatan dari
zat aktif.
b. Pemilihan zat tambahan (eksipien).
c. Tipe, ukuran, dan kapasitas mesin tablet.
d. Pengaturan lingkungan dan kelembaban.
e. Stabilitas produk jadi.
f. Ketersediaan hayati kandungan zat aktif tablet.

Bahan aktif berupa serbuk harus mengalami perlakuan terlebih dahulu, baik
tunggal ataupun dalam campuran dengan eksipien dibentuk menjadi granul yang
dapat memberi kemungkinan untuk dikempa. Selanjutnya, proses inilah yang
dikenal sebagai granulasi. 4. Massa Kempa Bahan aktif yang diserbukkan
biasanya memerlukan tambahan dan perlakuan untuk memberikan sifat ikatan dan
sifat mengalir bebas pada bahan aktif atau massa kempa. Hal ini dimaksudkan
untuk mempermudah pengempaan oleh mesin tablet. Oleh sebab itu, massa kempa
harus digranulasi terlebih dahulu agar :
b. Dapat mengalir bebas dari corong mesin (hopper) tablet ke dalam lubang
kempa
c. Sifat ketermampatannya meningkat
d. Sifat ikatannya meningkat
e. Peningkatan bobot jenis
f. Tercapai granulometri yang sesuai
g. Keseragaman ukuran partikel lebih homogen
h. Pengurangan perlekatan dalam permukaan pons dan lubang kempa
i. Pengurangan kecenderungan capping
j. Mengurangi debu
k. Memperbaiki penampilan tablet Saudara mahasiswa, massa kempa itu sendiri
terdiri dari campuran fase dalam dan fase luar yang telah diproses terlebih
dahulu untuk siap dikempa langsung menjadi tablet.

Fase dalam adalah massa utama tablet yang terdiri atas campuran zat aktif
dan eksipien setelah dicampur dengan baik, lalu digranulasi dengan cara basah atau
cara kering. Sedangkan fase luar adalah campuran beberapa eksipien, yaitu:
desintegran, glidan, dan lubrikan yang berfungsi untuk memudahkan pengempaan,
meniadakan pelekatan pada dinding lubang kempa dan pons, serta memperlancar
aliran massa kempa dari corong (hopper) mesin tablet ke dalam lubang kempa.

III. Formulasi
R/
Fase dalam :
Parasetamol 250 mg
Musilago Amili 5% 2%
Laktosa q.s
Amilum 10 %
Fase luar :
Amilum 5%
Talk 2%
Magnesium stearat 1%

IV. Perhitungan

Zat Komposisi Per tablet Untuk 300


(mg) tablet (gram)
Fase dalam :
Parasetamol
Laktosa
MA (5%)
Amilum

Fase luar :
Mg stearat
Talk
Amilum

V. Evaluasi Tablet
1. Keragaman bobot (FI IV hal. 999)
Tujuan : Menjamin keseragaman kandungan zat aktif
Cara Kerja :
(untuk tablet tidak bersalut) Diambil 30 tablet secara acak, ditimbang 10 tablet
satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya. Penetapan kadar dilakukan dengan
pengambilan sampel sejumlah bobot rata-rata 10 tablet. Kadarnya ditentukan
sesuai dengan metode yang terdapat dalam masing-masing monografi.
Penetapan dilakukan berulang, sehingga diperoleh kadar rata-rata dari masing-
masing pengulangan. Berdasarkan hasil penetapan kadar, dihitung jumlah zat
aktif dalam masing-masing dari 10 tablet tersebut dengan anggapan zat aktif
terdistribusi homogen.
2. Keseragaman bobot
Tujuan : Menjamin tablet yang dihasilkan mempunyai bobot yang seragam.
Cara kerja :
Diambil 20 tablet secara acak, ditimbang satu persatu lalu dihitung bobot rata-
rata dan penyimpangan terhadap bobot rata-rata.
3. Uji waktu hancur (FI IV <1251>, hal. 1086 – 1087)
Tujuan : Menentukan kesesuaian dengan persyaratan waktu hancur yang tertera
dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul (kecuali jika
dinyatakan untuk tablet kunyah atau sustained release)
Prinsip :
Pengukuran waktu yang diperlukan tablet untuk hancur sempurna dengan
menggunakan alat uji waktu hancur dalam media air (untuk tablet tidak bersalut)
bersuhu 37° ± 2° kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
Cara kerja :
Bejana berisi HCl 0,1 N, volume diatur pada kedudukan tertinggi ® lempeng
kasa tepat pada permukaan larutan dan pada kedudukan terendah mulut tabung
tetap diatas permukaan. Suhu pelarut 36-38°C ® 6 tabung dimasukkan satu-satu
ke masing-masing tabung ®keranjang dinaik-turunkan secara teratur 30 kali tiap
menit. Tablet hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa
kecuali fragmen bahan eksipien.
4. Organoleptik (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 650)
Tujuan : Penerimaan oleh konsumen
Prinsip : Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa
Penafsiran hasil : Warna homogen, tidak ada binitk-bintik/noda, bau sesuai
spesifikasi (bau khas bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai), rasa sesuai
spesifikasi
5. Keseragaman ukuran (FI III hal 6)
Tujuan : Menjamin penampilan tablet yang baik
Prinsip: Selama proses pencetakan, perubahan ketebalan merupakan indikasi
adanya masalah pada aliran massa cetak atau pada pengisian serbuk ke dalam
die. Pengukuran dilakukan terhadap diameter dan tebal tablet
Syarat : Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ kali
tebal tablet.
Cara kerja : Diambil 20 tablet secara acak ® diukur tebal dan diameternya
menggunakan jangka sorong.
6. Friabilitas (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 654, USP & NF 27 hal
2621-2622)
Tujuan : Menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada proses,
pengemasan dan penghantaran.
Prinsip : Friabilitas merupakan parameter untuk menguji ketahanan tablet bila
dijatuhkan pada suatu ketingggian tertentu. Pengukuran friabilitas dilakukan
dengan menentukan persentase bobot tablet yang hilang selama diputar dan
dijatuhkan dari ketinggian tertentu dalam waktu tertentu.
Cara kerja:
diambil tablet sejumlah bobot 6,5 gram lalu dibersihkan permukaannya dari
debu yang menempel. Tablet yang akan dievaluasi ditimbang dahulu lalau diuji
menggunakan friabilator sebanyak 100 putaran. Kemudian tablet dibersihkan
kembali permukaannya dan ditimbang bobot akhirnya
7. Friksibilitas (USP & NF 27 hal 2621-2622)
Tujuan : menjamin ketahanan tablet pada gaya mekanik pada proses,
pengemasan dan penghantaran
Prinsip :
Friksibilitas merupakan parameter untuk menguji ketahanan tablet bila
bergesekan dengan sesama tablet. Friksibilitas diukur berdasarkan persentase
bobot tablet yang hilang selama diputar dan bergesekan dalam waktu tertentu.
Cara kerja:
diambil tablet sejumlah bobot 6,5 gram lalu dibersihkan permukaannya dari
debu yang menempel. Tablet yang akan dievaluasi ditimbang dahulu lalau diuji
menggunakan friksibilator sebanyak 100 putaran. Kemudian tablet dibersihkan
kembali permukaannya dan ditimbang bobot akhirnya
8. Kekerasan (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 651)
Tujuan : Menjamin ketahanan tablet pada gaya mekanik pada proses,
pengemasan dan penghantaran
Prinsip : Kekerasan tablet menggambarkan kekuatan tablet untuk menahan
tekanan pada saat produksi, pengemasan, dan pengangkut. Pengujian dilakukan
dengan memberikan tekanan pada tablet sampai tablet retak kemudian pecah.
Cara kerja : Diambil 20 tablet secara acak lalu diuji menggunakan hardness
tester.
9. Uji Disolusi (FI IV <1231>, hal. 1083 – 1085)
Tujuan: menentukan waktu disolusi tablet dalam media yang sesuai
Prosedur :
1)Masukkan sejumlah volume media disolusi ke dalam wadah, pasang alat,
biarkan media disolusi hingga suhu 37° ± 0,5°.
2)Masukkan 1 tablet sediaan yang diuji dan segera jalankan alat pada laju
kecepatan 50 rpm.
3)Pada waktu 30 menit setelah alat dijalankan, ambil cuplikan pada daerah
pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang
berputar atau daun dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah.
4)Lakukan penetapan dengan menggunakan spektrofotometri Infra Merah,
dengan sebelumnya menetapkan kurva kalibrasi dan pengenceran sampel agar
absorbansi yang terbaca berada di rentang 0,2 – 0,8.
5)Konversi AUC sampel yang didapat dengan persamaan kurva kalibrasi dengan
perhitungkan faktor pengenceran untuk mendapatkan nilai konsentrasi zat aktif
yang terdisolusi.
6)Lakukan pengujian terhadap 3 tablet di tabung disolusi yang berbeda.
Jumlah
Tahap yang Kriteria Penerimaan
diuji
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%
Rata-rata dari 12 unit (S1 +S2) adalah sama dengan
S2 6 atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan
yang lebih kecil dari Q-15%
Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2+ S3) adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2
S3 12
unit sediaan yang lebih kecil dari Q - 15% dan
tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q - 25%.

VI. Hasil Evaluasi Tablet


1. Penampilan
2. Keragaman bobot

No Bobot tablet (gram) Kadar zat aktif (mg)

Rata-rata
Standar Deviasi
RSD
Batas Atas
(115% Kadar)
Batas Bawah
(85% Kadar)

3. Keseragaman Bobot
No. Bobot (mg) Penyimpangan
dari bobot rata-
rata (%)
Rata-
rata
Persyaratan: Tidak boleh ada 2 tablet yang masing-masing
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang
ditetapkan pada kolom A, dan tidak boleh ada satu pun tablet
yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga pada
kolom B.
Kolom A=5%, Kolom B=10%

4. Keseragaman ukuran
No Diameter Tebal 1 1/3 x 3 x Memenuhi
. (cm) (cm) tebal tebal syarat/tidak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
.
11
.
Persyaratan: Menurut FI III diameter tablet tidak lebih dari
3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet.
5. Kekerasan tablet
No. Kekerasan (kg/cm2) No. Kekerasan (kg/cm2)
1. 11.
2. 12.
3. 13.
4. 14.
5. 15.
6. 16.
7. 17.
8. 18.
9. 19.
10. 20.
Rata-
rata
SD
Syarat kekerasan tablet besar: 7-10 kg/cm2, tablet kecil: 4-6
kg/cm2

6. Friabilitas
Menggunakan 14 tablet dengan bobot total = a gram
Setelah diuji bobot = b gram
a−b
f= ×100 %
a
Tablet yang baik memiliki friabilitas kurang dari 1 %.

7. Friksibilitas
Menggunakan 14 tablet, dengan bobot total =gram
Setelah di uji bobot = gram
% friksibilitas = %

8. Waktu hancur

Tablet Waktu hancur


PERCOBAAN III

PENCETAKAN TABLET PARASETAMOL DENGAN METODE KEMPA


LANGSUNG

I. Tujuan
1. Membuat sediaan tablet yang mengandung prometazin HCl 50 mg dengan
metode kempa langsung.
2. Menentukan hasil evaluasi dari tablet prometazin HCl yang telah dibuat.

II. Teori Dasar


Metode kempa langsung adalah proses pembuatan tablet dengan cara
mengempa langsung zat aktif atau campuran zat aktif dan eksipien tanpa
penanganan pendahuluan, baik granulasi basah atau granulasi kering. Kempa
langsung banyak digunakan untuk zat-zat yang memiliki kompresibilitas dan
sifat aliran yang baik, serta didukung perkembangan mesin tablet.
Kempa langsung digunakan untuk pembuatan tablet dengan zat aktif
dosis tinggi dan memiliki sifat aliran dan kompresibilitas yang baik (umumnya
garam-garam organik bentuk kristal kubus), atau untuk tablet dengan zat aktif
dosis rendah (sifat aliran dan kompresibilitas kurang baik) tetapi ditunjang
dengan eksipien-eksipien yang menutupi kekurangan zat aktif. Keuntungan
dari pembuatan tablet menggunakan metode kempa langsung adalah:
1. Efisiensi ruangan, proses, tenaga, tahap produksi, mesin produksi, proses
validasi, dan penggunaan energi.
2. Menjaga stabilitas zat aktif yang tidak tahan panas dan lembap, karena
tidak melalui proses pelarutan dan pemanasan/pengeringan.
3. Tekanan yang diberikan kepada masa cetak tidak berlebihan sehingga
tidak terjadi perubahan polimorfisme kristal (sifat kristal cenderung tetap)
akibat pengaruh gaya mekanik, sehingga masalah penurunan
bioavailabilitas zat aktif dapat dihindarkan.
4. Tablet dapat langsung hancur pada media disolusi menjadi partikel-
partikel yang lebih kecil (kecepatan disolusi tinggi), karena tidak adanya
proses granulasi.
Meskipun proses pembuatan tablet dengan menggunakan metode kempa
langsung lebih praktis, tetapi metode kempa langsung ini juga memiliki
beberapa kekurangan, yaitu:
1. Bahan-bahan yang akan dikempa harus memiliki sifat aliran dan
kompresibilitas yang baik. Artinya, hanya bahan-bahan tertentu saja yang
dapat dikempa langsung.
2. Pembuatan tablet dengan metode kempa langsung harus ditunjang dengan
mesin tablet berteknologi tinggi.
3. Eksipien yang digunakan harus memiliki kapasitas pegang (holding
capacity), sifat aliran, dan kompresibilitas yang baik. Umumnya eksipien
untuk metode ini didesain khusus berbentuk granul serta memiliki
kandungan lembap yang rendah, sehingga harganya relatif mahal.
4. Kandungan lembap dalam masa cetak cenderung rendah, sehingga dapat
timbul muatan statis yang memicu terjadinya segregasi (pemisahan
campuran).
5. Perbedaan ukuran partikel dalam masa cetak (missal, terlalu banyak fines),
dapat menyebabkan terjadinya segregasi.
6. Homogenitas campuran akan sulit dicapai jka menggunakan pewarna.

III. Formulasi
R/

Promatezin HCl 50 mg
Avicel PH 102 q.s
Talk 2%
Magnesium Stearat 1%
IV. Prosedur Percobaan
1. Bahan-bahan yang diperlukan, ditimbang terlebih dahulu. Tidak perlu
dilakukan penghalusan pada eksipien karena diharapkan berbentuk granul.
Jika ada eksipen yang menggumpal, ayak eksipien tersebut hingga tidak
menggumpal. Zat aktifnya sendiri harus dalam bentuk halus agar
homogenitasnya baik.
2. Bahan-bahan dicampur sesuai dengan aturan pencampuran (kecuali Mg-
stearat dan talk) selama 15 menit menggunakan turbula mixer, lalu tambah
kan Mg-stearat dan talk, campur kembali selama 2 menit.
3. Dilakukan evaluasi terhadap massa cetak sebagaimana evaluasi granul,
yaitu evaluasi sifat aliran dan bobot jenis.
4. Massa cetak dimasukkan ke hopper dan dicetak menjadi tablet
menggunakan punch diameter 6-8 mm sesuai dengan bobot tablet yang
akan dibuat.
5. Tablet yang diperoleh kemudian dievaluasi.

V. Prosedur Evaluasi
A. Evaluasi Serbuk
1. Evaluasi Kecepatan Aliran
a. Timbang beaker glass kosong (Wo)
b. Set skala waktu pada posisi 0
c. Masukkan serbuk ke corong
d. Alat dihidupkan
e. Catat waktu alir (t)
f. Timbang beaker glass berisi granul (Wt)
Wt −Wo
g. hitung aliran serbuk : t
Syarat: aliran serbuk baik jika kecepatan aliran >4 gram/detik.

2. Evaluasi Bobot jenis


Sebanyak 100 gr (B) serbuk dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL, catat
volumenya (V0). Selanjutnya dilakukan pengetukan dengan alat. Volume
pada ketukan ke 10, 50, dan 500 diukur, lalu dilakukan perhitungan sebagai
berikut :

B
¿
BJ nyata = Valignl¿0¿¿ gr/mL

B
¿
BJ mampat = Valignl¿ mampat ¿¿ gr/ml

V 0−V mampat
×100 0 0
Kadar Pemampatan = V0

Syarat: aliran serbuk baik jika kadar pemampatan <20%. Jika lebih dari itu,
serbuk akan sulit mengalir dan cenderung voluminous.

B. Evaluasi Tablet
2. Keragaman bobot (FI IV hal. 999)
Tujuan : Menjamin keseragaman kandungan zat aktif
Cara Kerja :
(untuk tablet tidak bersalut) Diambil 30 tablet secara acak, ditimbang 10
tablet satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya. Penetapan kadar
dilakukan dengan pengambilan sampel sejumlah bobot rata-rata 10 tablet.
Kadarnya ditentukan sesuai dengan metode yang terdapat dalam masing-
masing monografi. Penetapan dilakukan berulang, sehingga diperoleh kadar
rata-rata dari masing-masing pengulangan. Berdasarkan hasil penetapan
kadar, dihitung jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 tablet
tersebut dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen.

3. Keseragaman Bobot
Tujuan : Menjamin tablet yang dihasilkan mempunyai bobot yang
seragam.
Cara kerja :
Diambil 20 tablet secara acak, ditimbang satu persatu lalu dihitung bobot
rata-rata dan penyimpangan terhadap bobot rata-rata.
4. Uji waktu hancur (FI IV <1251>, hal. 1086 – 1087)
Tujuan : Menentukan kesesuaian dengan persyaratan waktu hancur yang
tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul
(kecuali jika dinyatakan untuk tablet kunyah atau sustained release)
Prinsip :
Pengukuran waktu yang diperlukan tablet untuk hancur sempurna dengan
menggunakan alat uji waktu hancur dalam media air (untuk tablet tidak
bersalut) bersuhu 37° ± 2° kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
Cara kerja :
Bejana berisi HCl 0,1 N, volume diatur pada kedudukan tertinggi ®
lempeng kasa tepat pada permukaan larutan dan pada kedudukan terendah
mulut tabung tetap diatas permukaan. Suhu pelarut 36-38°C ® 6 tabung
dimasukkan satu-satu ke masing-masing tabung ®keranjang dinaik-
turunkan secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet hancur jika tidak ada
bagian tablet yang tertinggal di atas kasa kecuali fragmen bahan eksipien.
5. Organoleptik (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 650)
Tujuan : Penerimaan oleh konsumen
Prinsip : Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa
6. Keseragaman ukuran (FI III hal 6)
Tujuan : Menjamin penampilan tablet yang baik
Prinsip: Selama proses pencetakan, perubahan ketebalan merupakan
indikasi adanya masalah pada aliran massa cetak atau pada pengisian
serbuk ke dalam die. Pengukuran dilakukan terhadap diameter dan tebal
tablet
Cara kerja : Diambil 20 tablet secara acak ® diukur tebal dan diameternya
menggunakan jangka sorong.
7. Friabilitas (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 654, USP & NF 27 hal
2621-2622)
Tujuan : Menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada proses,
pengemasan dan penghantaran.
Prinsip : Friabilitas merupakan parameter untuk menguji ketahanan tablet
bila dijatuhkan pada suatu ketingggian tertentu. Pengukuran friabilitas
dilakukan dengan menentukan persentase bobot tablet yang hilang selama
diputar dan dijatuhkan dari ketinggian tertentu dalam waktu tertentu.
Cara kerja:
diambil tablet sejumlah bobot 6,5 gram lalu dibersihkan permukaannya dari
debu yang menempel. Tablet yang akan dievaluasi ditimbang dahulu lalau
diuji menggunakan friabilator sebanyak 100 putaran. Kemudian tablet
dibersihkan kembali permukaannya dan ditimbang bobot akhirnya.
8. Friksibilitas (USP & NF 27 hal 2621-2622)
Tujuan : menjamin ketahanan tablet pada gaya mekanik pada proses,
pengemasan dan penghantaran
Prinsip :
Friksibilitas merupakan parameter untuk menguji ketahanan tablet bila
bergesekan dengan sesama tablet. Friksibilitas diukur berdasarkan
persentase bobot tablet yang hilang selama diputar dan bergesekan dalam
waktu tertentu.
Cara kerja:
diambil tablet sejumlah bobot 6,5 gram lalu dibersihkan permukaannya dari
debu yang menempel. Tablet yang akan dievaluasi ditimbang dahulu lalau
diuji menggunakan friksibilator sebanyak 100 putaran. Kemudian tablet
dibersihkan kembali permukaannya dan ditimbang bobot akhirnya
9. Kekerasan (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 651)
Tujuan : Menjamin ketahanan tablet pada gaya mekanik pada proses,
pengemasan dan penghantaran
Prinsip : Kekerasan tablet menggambarkan kekuatan tablet untuk menahan
tekanan pada saat produksi, pengemasan, dan pengangkut. Pengujian
dilakukan dengan memberikan tekanan pada tablet sampai tablet retak
kemudian pecah.
Cara kerja : Diambil 20 tablet secara acak lalu diuji menggunakan
hardness tester.

10. Uji Disolusi


Tujuan: menentukan waktu disolusi tablet dalam media yang sesuai

Prosedur :
1) Masukkan sejumlah volume media disolusi ke dalam wadah, pasang
alat, biarkan media disolusi hingga suhu 37° ± 0,5°.
2) Masukkan 1 tablet sediaan yang diuji dan segera jalankan alat pada laju
kecepatan 50 rpm.
3) Pada waktu 30 menit setelah alat dijalankan, ambil cuplikan pada
daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas
dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung, tidak kurang 1 cm
dari dinding wadah.
4) Lakukan penetapan dengan menggunakan spektrofotometri Infra
Merah, dengan sebelumnya menetapkan kurva kalibrasi dan
pengenceran sampel agar absorbansi yang terbaca berada di rentang 0,2
– 0,8.
5) Konversi AUC sampel yang didapat dengan persamaan kurva kalibrasi
dengan perhitungkan faktor pengenceran untuk mendapatkan nilai
konsentrasi zat aktif yang terdisolusi.
6) Lakukan pengujian terhadap 3 tablet di tabung disolusi yang berbeda.

Jumlah
Tahap Kriteria Penerimaan
yang diuji

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%


Rata-rata dari 12 unit (S1 +S2) adalah sama
S2 6 dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit
sediaan yang lebih kecil dari Q-15%
Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2+ S3) adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2
S3 12
unit sediaan yang lebih kecil dari Q - 15% dan
tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q - 25%.

VI. Hasil Evaluasi


A. Evaluasi Serbuk
1. Kecepatan Aliran Serbuk
(Wt−Wo)
Kecepatan aliran serbuk = g/detik
t

Waktu = detik
Massa W0 = gram
Massa Wt = gram
Kecepatan aliran = gram/detik

2. Bobot Jenis
BJ nyata = gram/ mL = gram/ml
BJ ketuk :
Nomor Jumlah ketukan Volum (mL)
1.
2.
3.
V 0−V 500
Kadar mampat = x 100 %
V0

B. Evaluasi Tablet
1. Evaluasi keragaman bobot

No Bobot tablet (gram) Kadar zat aktif (mg)

Rata-rata
Standar Deviasi
RSD
Batas Atas
(115% Kadar)
Batas Bawah
(85% Kadar)

2. Evaluasi keseragaman

No Bobot tablet (gram) No Bobot tablet (gram)


Rata-rata
7,5% Rata-rata
Batas Atas
Batas Bawah
3. Evaluasi Keragaman Ukuran

Nomor Diameter (cm) Tebal (cm)

4. Evaluasi kekerasan tablet (kg/cm2)

No Kekerasan (kg/cm2) No Kekerasan (kg/cm2)

5. Evaluasi Friksibilitas
Menggunakan 31 tablet
Bobot tablet awal (Wo) : gram

Bobot tablet akhir (Wt) : gram

Wo−Wt
f= ×100 %
Wo

6. Evaluasi Friabilitas
Menggunakan 32 tablet
Bobot tablet awal (Wo) : gram

Bobot tablet akhir (Wt) : gram

Wo−Wt
f= ×100 %
Wo
7. Evaluasi Waktu Hancur
Tablet Waktu hancur

PERCOBAAN IV

DISOLUSI TABLET PARASETAMOL

I. Tujuan

1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat


2. Menggunakan alat penentuan kecepatan disolusi suatu zat
3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat

II. Teori Dasar

Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya
ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan
zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditentukan oleh kecepatan melarutnya
dalam media sekelilingnya.

Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan
menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat.

 Teori disolusi yang umum adalah:

1. Teori film (model difusi lapisan)

2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)


3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial

Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk


sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri.
Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya
didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah
kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang
dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses
pelarutan persatuan waktu. Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh
Noyes dan Whitney sejak tahun 1897 dan diformulasikan secara matematik.

 Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan


tipis larutan jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian
sisa dari larutan di sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan
kelambatan difusi ini dapat menjadi persamaan dengan menggunakan hukum
difusi. Dengan mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam
persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan kemungkinan
perbaikan  kecepatan pelarutan secara konkret.
 Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan
padat, koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada
waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan
difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh
kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif
ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.
Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak
oleh adanya kekuatan adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal
sebagai lapisan yang tidak teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini
bervariasi dan sulit untuk ditentukan, namun umumnya 0,005 cm (50 mikron)
atau kurang.

UJI DISOLUSI OBAT


Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu
pecah menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut
menjadi lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan
tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan
tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan
jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan
dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji
dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat
bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering
ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet.
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan
obat dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat
berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan
perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya
evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau
tidak bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi.
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet
diperoleh dengan mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa
penggunaan in vivo menjadi sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang
diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan mengitepretasi; tingginya
keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia.; ketepatan yang
rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya biaya yang
diperlukan; pemakaian  manusia sebagai obyek bagi penelitian yang
“nonesensial”; dan keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna
antara manusia yang sehat dan tidak sehat yang digunakan dalam uji. Dengan
demikian, uji disolusi secara in vitro dipakai dan dikembangkan secara luas, dan
secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat, terutama pada
penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai metoda
pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada
setiap uji in vitro, sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes
bioavaibilitas in vitro. Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in
vitro yaitu untuk menunjukkan :
1. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%
2. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama
dengan laju penglepasan dari batch yang telah dibuktikan
bioavaibilitas dan efektif secara klinis.
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan
zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu
diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat
berharga tentang konsistensi dari “batch” satu ke “batch” lainnya. Tes disolusi
ini didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada
di dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat
diulangi.

Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari


kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada
zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh
terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika
disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat
(tablet, kapsul, serbuk, suppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan
emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi
dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam
sirkulasi sistemik.

Faktor yang mempengaruhi Disolusi


1. Suhu
Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan
sejauh lima persen dapat disebabkan oleh adanya perbedaan suhu satu
derajat.
2. Medium
Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa
hal zat tidak larut dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah
sifat ini atau surfaktan digunakan untuk menambah kelarutan. Gunanya
adalah untuk membantu kondisi “sink” sehinggan kelarutan obat di dalam
medium bukan merupakan faktor penentu dalam proses disolusi. Untuk
mencapai keadaan “sink” maka perbandingan zat aktif dengan volume
medium harus dijaga tetap pada kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah
yang diperlukan bagi suatu larutan jenuh.
3. Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas dari medium
sebelum digunakan. Gelembung udara yang terjadi dalam medium karena
suhu naik dapat mengangkat tablet, sehingga dapat menaikkan kecepatan
melarut.
4. Kecepatan Perputaran
Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya
kecepatan pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm
tidak menghasilkan data yang dapat dipakai untuk membeda-bedakan hasil
kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan pengadukan perlu
lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium daripada
menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan,
sebaiknya dihindarkan.

5. Ketepatan Letak Vertikal Poros


Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi
dan ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang
kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini akan
mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana.
6. Goyangnya poros
Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat
menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya
digunakan poros dan bejana yang sama dalam posisi sama bagi setiap
percobaan karena masalah yang timbul karena adanya poros yang goyang
akan dapat lebih mudah dideteksi.
7. Vibrasi
Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir
semua masalah vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau
adanya penyebab dari luar. Alas dari busa mungkin dapat membantu, tetapi
kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan kelurusan harus dicek.
8. Posisi pengambil cuplikan
Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian
puncak dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium (code of
GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari dinding bejana disolusi,
karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling baik
pengadukannya.
9. Formulasi bentuk sediaan
Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah
selalu disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga
disebabkan oleh kualitas atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor
yang misalnya berperan adalah ukuran partikel dari zat berkhasiat, Mg
stearat yang berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama dengan shellak
dan tidak memadainya zat penghancur. Ada juga yang menambahkan faktor
kekerasan tablet.
10. Kalibrasi alat disolusi
11. Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini
merupakan salah satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya
tidak dapat kita melihat adanya kelainan pada alat. Untuk mencek alat
disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet prednisolon 50
mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung
atau keranjang 50 dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur
minimal setiap enam bulan sekali.

III. Alat dan Bahan


Alat :
Spektrofotometter UV-Vis
Kuvet
Pipet tetes
Pipet ukur
Labu ukur
Push ball
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi

Bahan :
Tablet parasetamol
Parasetamol
Aquadest

IV. Prosedur
a. Pembuatan Baku Induk 1000 ppm
1) Ditimbang baku parasetamol sebanyak 100 mg
2) Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
3) Ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 ml diaduk sampai larut
4) Ditambahkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok
sampai homogen
b. Pembuatan Baku Seri 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm
1) Dipipet 0,1 mL; 0,15 mL; 0,2 mL; 0,25 mL; 0,3 mL dari baku seri
1000 ppm
2) Dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL
3) Ditambahkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok hingga
homogen
c. Pembuatan Kurva Kalibarasi
1) Dipipet larutan baku seri 10;15;20;25 dan 30 ppm ke dalam kuvet
2) Diukur absorbansi baku seri pada panjang gelombang maksimum
d. Uji Disolusi Tablet
1) Bak mantel (tempat labu disolusi) dimasukkan, diisi dengan air, setting
suhu pada 370C
2) Isi labu disolusi dengan media disolusi. Volume larutan disolusi yaitu
900 mL
3) Dimasukkan tablet ke dalam keranjang bila suhu telah mencapai 370C
4) Dinyalakan pengaduk dengan kecepatan 100 rpm
5) Diambil media disolusi 5 mL dengan pipet volume pada interval waktu
5, 10, 15, 30, 45 dan 60 menit. Media disolusi dicukupkan kembali
hingga volumenya 900 mL pada tiap pengambilan
6) ditentukan kadar parasetamol dengan menggunakan spektrofotometri
UV-Vis pada panjang gelombang 243 nm. Dibandingkan dengan kurva
kalibrasi dan dilakukan perhitungan kadar.
V. Hasil Pengamatan

a. Penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri dan memberikan


serapan sebagai berikut
Menit Ke Serapan (A) Pengenceran
5
10
15
30
45
60

b. Data Konsentrasi terhadap serapan Kurva Kalibrasi

C ( µg/ml) Serapan (A)


PERCOBAAN V

GRANUL EFFERVESCENT

I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi granul effervescent
2. Mengetahui reaksi yang terjadi pada granul effervescent
3. Menentukan mutu fisik granul effervescent sesuai dengan persyaratan

II. Teori Dasar

Effervescent didefenisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan


gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan antara senyawa asam dan
karbonat atau bikarbonat, dimana gas yang dihasilkan adalah karbondioksida (CO2)
(Pulungan, H.M. 2004, 4)
Effervescent dimaksudkan untuk menghasilkan larutan secara cepat dengan
menghasilkan CO2 secara serentak. Effervescent khususnya dibuat dengan cara
mencampurkan bahan-bahan aktif dengan campuran asam-asam organik seperti asam
sitrat atau asam tartrat dan natrium bikarbonat. Jika granul effervescent dimasukkan
ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat
sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air.
Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu satu menit atau kurang.
Disamping menghasilkan larutan yang jernih, effervescent juga menghasilkan rasa
yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa beberapa obat
tertentu. (Lachman, Leon .1994. 715) Granulasi adalah proses dari pembesaran
ukuran partikel. Pada proses ini partikel-partikel kecil dikumpulkan menjadi lebih
besar sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan permanen, tetapi partikelpartikel yang
awalnya tetap teridentifikasi. Dalam banyak hal, proses ini digunakan untuk
memproduksi tablet atau kapsul. Granul juga dapat digunakan secara langsung
sebagai suatu bentuk sediaan untuk membuat bahan-bahan obat untuk diberikan
dalam bentuk sachet, kapsul, atau produk-produk yang dilarutkan secara instant
(Swarbrick, J and Boylan J.C. 1988. 121).
Granul mengalir lebih baik dibandingkan dengan serbuk karena memiliki
bentuk yang lebih bulat. Dari bahan asal yang sama, bentuk granul biasanya lebih
stabil secara fisik dan kimia daripada serbuk dan biasanya lebih tahan terhadap
pengaruh udara. Granul dibuat bukan hanya mengandung unsur-unsur obat saja
tetapi juga zat warna, zat penambah rasa dan bahan penambah lainnya yang
diinginkan (Ansel, Howard C. 1989. 212-213). Garam effervescent merupakan
granul atau serbuk kasar sampai kasar sekali dan mengandung unsur obat dalam
campuran yang kering, biasanya terdiri dari natrium bikarbonat, asam sitrat, dan
asam tartrat, bila ditambah dengan air asam dan basanya bereaksi membebaskan
karbondioksida sehingga menghasilkan buih. Larutan dengan karbonat yang
dihasilkan menutupi rasa yang tidak diinginkan dari zat obat, sehingga granul
effervescent sangat cocok untuk produk yang pahit dan asin.
Garam-garam effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi asam
sitrat dan asam tartrat daripada hanya satu macam asam saja, karena penggunaan
bahan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran. Apabila asam tartrat
sebagai asam tunggal, granul yang dihasilkan akan mudah kehilangan kekuatannya
dan akan menggumpal. Jika asam sitrat saja akan menghasilkan campuran lekat dan
sukar menjadi granul. (Ansel, Howard C. 1989. 214). 15 Keuntungan granul
effervescent sebagai bentuk sediaan adalah penyiapan larutan dalam waktu seketika
yang mengandung dosis obat yang tepat. Menghasilkan rasa yang enak karena
adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa beberapa obat tertentu. Mudah
untuk digunakan dan nyaman. Pada pemakaian sediaan effervescent timbul
kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia, dan adanya
kandungan lembab selama proses produksi dapat menyebabkan reaksi effervescent
yang prematur. Adapun kerugian dari granul effervescent adalah harganya yang
relatif mahal. Hal ini disebabkan karena jumlah yang besar dari eksipien yang
harganya mahal dan fasilitas produksi yng khusus (Swarbrick, J and Boylan J.C.
1988. 123). Untuk menjaga kualitas granul effervescent pada penyimpanan perlu
pengemasan secara khusus di dalam kantong lembaran aluminium kedap udara.
Reaksi antara asam sitrat dan natrium bikarbonat (1) serta asam tartrat dan natrium
bikarbonat (2) dapat dilihat sebagai berikut :
(1) H3C6H5O7 . H2O + 3NaHCO3 → Na3C6H5O7 + 4H2O + 3CO2
Asam sitrat Na.bikarbonat Na.Sitrat Air
karbondioksida
(2) H2C4H4O6 + 2NaHCO3 → Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2
Asam tartrat Na.bikarbonat Na.tartrat Air karbondioksida

Bahwa dibutuhkan 3 molekuk natrium bikarbonat untuk


menetralisasi satu molekul asam sitrat (1) dan 2 molekul natrium
bikarbonat untuk menetralisasi satu molekul asam tartrat (2). Dalam
pengolahan suatu formula sediaan obat dalam bentuk garam effervescent,
16 dari komponen-komponen ini seseorang dapat menentukan jumlah
pereaksi yang akan digunakan (Ansel, Howard C. 1989. 215-216).

III. Formula

Asam Tartrat 262 g

Asam Sitrat 162 g

Na. bicaronat q.s

IV. Prosedur
Cara Pembuatan Granul Effervescent Sarabba Ditimbang ekstrak
sarabba lalu dimasukkan dalam wadah yang terbuat dari aluminium foil,
ditambahkan santan kelapa instan dan gula palm lalu diaduk hingga
homogen. Selanjutnya dimasukkan asam sitrat, asam tartrat, dan natrium
bikarbonat lalu dicampur hingga homogen. Campuran tersebut dimasukkan
dalam oven pada suhu 31oC lalu lebur selama 10 menit hingga diperoleh
massa kering. Campuran dikeluarkan dari oven kemudian digerus dan
diayak dengan ayakan mesh 60, selanjutnya dilakukan evaluasi granul.

V. Evaluasi granul
a. Kecepatan aliran granul
Tujuan : menjamin keseragaman pengisian dalam cetakan
Persyaratan : ≥ 4 g/s
Prosedur :
secara langsung :
timbang beaker glass kosong (Wo), setarakan skala ke nol, Timbang 25
g granul tempatkan pada corong alat uji waktu alir dalam keadaan
tertutup. Buka penutupnya biarkan granul mengalir , catat waktunya,
gunakan stopwatch.masukkan granul ke corong, hidupkan alat dan
amati granul, catat waktu aliran (T), timbang beaker glass berisi granul
(Wt), hitung aliran serbuk : (Wt-Wo) / T
Tidak langsung :
Granul ditampung pada kertas grafik mili meter, catat tinggi (h) dan
diameter unggukan granul. Hitung α ( sudut istirahat ) menggunakan
persamaan berikut : Tg α : α : inv. Tg α Persyaratan : lihat literature
b. Kadar Lembab Alat : Moisture Balance
Prosedur : Timbang seksama 5,0 g granul, panaskan dalam lemari
pengering ad bobot konstan ( suhu 40 – 60 o C )
Hitung % lembab sbb : % lembab : Bobot granul awal-Bobot granul
setelah pengeringan/ Bobot granul awal x100
Persyaratan : lihat literature
c. Evaluasi bobot jenis
Sebanyak 100 gr (B) granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL,
catat volumenya (V0). Selanjutnya dilakukan pengetukan dengan alat.
Volume pada ketukan ke 10, 50, dan 500 diukur, lalu dilakukan
perhitungan sebagai berikut :

B
¿
BJ nyata = Valignl¿0¿¿ gr/mL

B
¿
BJ mampat = Valignl¿ mampat ¿¿ gr/ml
V 0−V mampat
×100 0 0
Kadar Pemampatan = V0

Syarat: aliran granul baik jika kadar pemampatan <20%. Jika lebih dari
itu, serbuk akan sulit mengalir dan cenderung voluminous.
d. Kompresibilitas
Timbang 100 g granul, masukkan kedalam gelas ukur dari alat “
Joulting Volumeter ”. catat volumenya. Hidupkan motor, hitung hingga
10 ketukan, catat volumenya, lakukan selanjutnya pada 50, 100 dan 500
ketukan. Hitung % kompresibilitas sbb : Kp = x 100 % Kp : Persen
Pemampatan = kompresibilitas Vo : Volume Awal Vn : Volume pada
tiap jumlah ketukan Persyaratan : lihat literature
e. Uji waktu pelarutan
Pengujian ini dilakukan dengan cara granul dimasukkan dalam gelas
yang berisi air sebanyak 180 ml, setelah itu dihitung waktu larutnya
dengan menggunakan “stopwatch”. Waktu melarut dihitung mulai pada
saat granul dituang ke dalam gelas sampai granul larut sempurna.
PERCOBAAN VI

FORMULASI SUPOSITORIA

I. Tujuan
1. Membuat sediaan supositoria 2 g yang mengandung aminofilin 250 mg
dengan metode cetak tuang (fusion)
2. Menentukan hasil evaluasi dari supositoria yang telah dibuat.

II. Teori Dasar


Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Sediaan ini umumnya meleleh,
melunak atau melarut pada suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai
pelindung jaringan setempat dan sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat
lokal (untuk pengobatan ambeien, gatal-gatal, dan infeksi) atau sistemik (misalnya
anti muntah, anti asma, analgesik, hormon). Beberapa kelebihan penggunaan
sediaan supositoria, antara lain :
1) Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan melalui rute oral
karena gangguan saluran cerna seperti mual, pasien dalam keadaan tidak
sadar, atau pada saat pembedahan.
2) Dapat diberikan pada bayi, anak-anak, lansia yang susah menelan obat, dan
pasien gangguan mental.
3) Untuk zat aktif yang tidak sesuai melalui rute oral karena mempunyai efek
samping pada saluran cerna atau karena terjadi first pass effect.
Komponen dalam sediaan supositoria adalah zat aktif, basis dan bahan
tambahan lain. Persyaratan zat aktif dalam sediaan supositoria diantaranya adalah
:
1. Apabila digunakan melalui oral akan:
- mengiritasi saluran cerna
- mengalami first-pass metabolism setelah pemberian oral
- merangsang rasa mual dan muntah
2. Dosis berkisar 1,5 – 2 kali dari dosis oral
3. Dapat berdifusi pasif
4. Mempunyai koefisien partisi yang besar
5. Kelarutan dalam basis sebaiknya mendekati jenuh
Basis supositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin
tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai
bobot molokul, dan ester asam lemak polietilen glikol. Sifat-sifat basis yang ideal
untuk supositoria, antara lain :
1. Dapat meleleh pada temperatur rektal (36C)
2. Tidak bersifat toksik dan tidak mengiritasi jaringan rektal
3. Tersatukan (kompatibel) dengan zat aktif dan eksipien
4. Tidak mempunyai kristal metastabil
5. Mempunyai nilai asam < 0.2, saponifikasi 200-245, nilai iodin < 7
6. Berkontraksi secukupnya pada pendinginan sehingga dapat dilepaskan dari
cetakan dengan mudah
7. Stabil selama pembuatan maupun penyimpanan
8. Rentang titik leleh dan titik pemadatan kecil
9. Menghasilkan tekstur dan konsistensi yang baik (aspek estetika)
10. Dapat dimetabolisme oleh tubuh
Evaluasi-evaluasi yang dilakukan pada sediaan supositoria adalah uji waktu
hancur, uji keseragaman kandungan, uji keseragaman bobot, uji jarak lebur, uji
kekerasan, uji penetrasi dan uji disolusi.

III. Formulasi
R/

Aminofilin 250 mg
Oleum cacao 98%
Cera flava 2%

IV. Prosedur Percobaan


A. Penetapan bilangan pengganti
1. Cetakan supositoria disiapkan, bersih dan kering.
2. Gliserin dioleskan ke dalam cetakan menggunakan kapas, kemudian
cetakan ditelungkupkan agar tidak ada penumpukan gliserin di dalam
cetakan, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 37oC.
3. Cera flava dan oleum cacao dilelehkan di dalam gelas kimia terpisah
di atas tangas air. Biarkan cera flava meleleh dengan sempurna,
namun oleum cacao tidak boleh dipanaskan hingga meleleh sempurna.
4. Oleum cacao dicampurkan ke dalam cera flava secara geometris
hingga terbentuk campuran basis. Suhu sebaiknya tidak melebihi
37oC.
5. Ke dalam sebagian lubang cetakan hanya diisi basis saja.
6. Ke dalam lubang cetakan yang lain diisi basis yang mengandung 10%
aminofilin (dicampurkan sambil dipanaskan bersama basis pada
penangas air).
7. Lelehan dibiarkan memadat pada suhu kamar, sekitar 15 menit.
8. Lelehan yang telah memadat kemudian dimasukkan ke dalam lemari
pendingin selama 5 menit kemudian dipindahkan ke dalam freezer
sampai memadat sempurna.
9. Setelah memadat sempurna, kelebihan massa dipotong menggunakan
pisau, kemudian supositoria dikeluarkan dari cetakan.
10. Supositoria ditimbang satu persatu, kemudian ditetapkan bilangan
penggantinya sesuai cara yang telah diuraikan pada tahap perhitungan.
B. Pembuatan supositoria
1. Semua bahan ditimbang sesuai yang dibutuhkan.
2. Gliserin dioleskan ke dalam cetakan yang telah bersih dan kering
menggunakan kapas, kemudian cetakan ditelungkupkan agar tidak ada
penumpukan gliserin di dalam cetakan, kemudian dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 37oC.
3. Dibuat basis supositoria dengan cara melelehkan cera flava dan oleum
cacao dalam gelas kimia terpisah di atas penangas air.
4. Oleum cacao dicampurkan ke dalam cera flava secara geometris
hingga terbentuk campuran basis. Suhu sebaiknya tidak melebihi
37oC.
5. Lalu aminofilin serbuk ditambahkan ke dalam campuran basis dan
diaduk.
6. Lelehan kemudian diisi ke dalam cetakan.
7. Campuran dibiarkan memadat pada suhu kamar, sekitar 15 menit.
8. Lalu supositoria dimasukkan ke dalam lemari pendingin 5 menit,
kemudian dipindahkan ke dalam freezer sampai memadat sempurna.
9. Setelah memadat, kelebihan massa dipotong, kemudian supositoria
dikeluarkan dari cetakan.
10. Lakukan evaluasi.

V. Evaluasi Suppositoria
1. Penampilan fisik (Pharmaceutical for Dosage Form
Disperse System vol 2 hal 552)
Tujuan : uji ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis
supositoria.
Prosedur : supositoria dibelah secara longitudinal kemudian diamati.
2. Keseragaman kandungan (FI IV hal 999-1000)
Tujuan : uji ini dilakukan untuk menentukan kadar zat aktif dalam masing-
masing supositoria.
Prosedur : diambil tidak kurang dari 30 supositoria. Penentuan kadar
dilakukan terhadap 10 supositoria satu per satu.
3. Uji keseragaman bobot (BP 2001, A250)
Tujuan : uji ini dilakukan untuk menjamin supositoria yang dihasilkan
mempunyai bobot yang seragam.
Prosedur : ditimbang masing-masing supositoria sebanyak 20 buah, diambil
secara acak. Ditentukan bobot rata-rata.
4. Uji waktu hancur (BP 2001, A235)
Tujuan : uji ini menentukan waktu supositoria melunak atau hancur saat
ditempatkan dalam medium cair.
Prosedur : supositoria yang diuji adalah 3 buah. Tiap supositoria dimasukkan
ke dalam cakram silinder dalam gelas kimia 5L yang dipasang dalam set alat
yang suhunya dijaga 37oC. Setiap 10 menit sekali dari awal supositoria
dimasukkan, dilakukan pemutaran cakram tanpa mengeluarkan supositoria
dari cairan sampai hancur seluruhnya.
5. Uji kekerasan (BP 2002, A334)
Tujuan : uji ini untuk mengukur kerapuhan supositoria, menjamin ketahanan
supositoria terhadap gaya mekanik pada proses, pengemasan dan
penghantaran dan menjaga bentuk sediaan tetap sebelum digunakan.
Prosedur : supositoria diletakkan di atas alat pengukur kekerasan lalu di
atasnya diletakkan lempeng pemberat berupa cincin seberat 600 g. Kemudian
setiap menitnya ditambahkan cincin pemberat seberat 200 g sampai
supositoria terlihat hancur. Jika supositoria telah hancur, maka kekerasan
supositoria sebanding dengan (600+200n) g, dimana n = jumlah cincin
pemberat.
Jika hancur antara
 0-20 detik : beban tidak dihitung
 20-40 detik : beban ditambah setengah beban
 40-60 detik : beban ditambahkan penuh
6. Uji titik leleh
Tujuan : uji ini dilakukan untuk mengetahui suhu pelelehan sediaan
supositoria.
Prosedur : supositoria ditentukan titik lelehnya dengan alat uji titik leleh
supositoria. Sebuah supositoria dimasukkan ke dalam cangkang logam yang
berlubang di tengah dan ditempatkan dalam tabung ukuran diameter 1,3 cm
dan panjang 10 cm. Selanjutnya tabung tersebut diisi dengan air. Termometer
disimpan dalam tangas air, lalu diperhatikan suhu dan waktu dari mulai
supositoria meleleh sampai meleleh sempurna. Pengamatan diawali pada
suhu 25oC lalu setiap menit dinaikkan 1oC sampai supositoria meleleh.
7. Uji penetrasi
Tujuan : uji ini dilakukan untuk mengontrol kualitas supositoria atau
mengukur stabilitas fisik terhadap waktu.
Prosedur : supositoria ditempatkan dalam suatu chamber yang dicelupkan
dalam penangas 37oC. Permukaan atas supositoria ditempatkan suatu tungkai
yang akan menembus supositoria setelah meleleh. Waktu yang diperlukan
tungkai untuk menembus supositoria dihitung.

Daftar Pustaka

-------. 2007. British Pharmacopeia Volume III. London : The Stationery


Office.

-------. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.
-------. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Ansel, H, C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia.


Jakarta

Murtini, Gloria., Yetri Elisa. 2018. Bahan Ajar Farmasi. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Lachman, L., et al.1986. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
ed., New York: Marcel Dekker. halaman 697

Lund, Walter. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th Ed. London : The
Pharmaceutical Press.

Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, dan Paul J. Weller. 2016. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London : Pharmaceutical Press.

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi 5. Universitas Gajah


Mada.Yogyakarta
LAMPIRAN

FORMAT LAPORAN

I. LAPORAN SEMENTARA Berisi :

1. Data Preformulasi a. Bahan Aktif b. Bahan Pembantu

2. Formula

3. AnalisiS Formula

4. Perhitungan dan Penimbangan

5. Cara Kerja

6.Evaluasi ( cara melakukan dan persyaratan )

7. Pelaporan Hasil Praktikum, Tabulasi hasil evaluasi dibanding persyaratan.

II. LAPORAN RESMI

1. PENDAHULUAN / TEORI DASAR

2. DATA PREFORMULASI

3. FORMULA

4. ANALISI FORMULA

5. PERHITUNGAN / PENIMBANGAN

6. CARA KERJA

7. EVALUASI (cara melakukan dan persyaratan)

8. TABULASI DATA

9. PEMBAHASAN
10. KESIMPULAN

11. PUSTAKA

LAMPIRAN

A. Contoh Perhitungan

Zat aktif 300 mg


Amylum 10 %
Muc. Amyli 10 % q.s
Laktosa q.s

Amylum 5%
Mg. stearat 1%
Talk 2%

Dibuat 1000 tablet @ 450 mg

Bobot seluruhnya : 1000 x 450 mg = 450 g


Komponen granulat : 92/100 x 450 g = 414 g

Penimbangan

Zat aktif : 1000 x 300 mg = 30 gr

Amylum : 10/100 x 450 g = 45 g

Muc. Amilum 10% adalah kandungan amilum 10% dalam mucilage. Jika dibuat 150
gr mucilage, maka amilum yang ditimnbang 15 g.

Cara membuat mucilage

Jumlah Muc. Amyli yang diperlukan + 1/4 – 1/3 x masa yang akan diikat 1/3 x 414 g
= 138 g (mengandung 13,8 g amylum)
Laktosa = 414 – (300+45+13,8) = 55,2 g

Misalkan : setelah pengeringan diperoleh granul 400 g dengan kadar lembab 2%

Maka granul 0% H2O : 98/100 x 400 g =392 g

Komponen granulat teoritis : 414 g untuk 1000 tablet

Dalam praktek diperoleh tablet : 392/414 x 1000 tab = 947 tab

Komponen yang ditimbang :

Amilum : 5/92 x 400 g = 21,74

Mg stearate : 1/92 x 400 g = 4,35 g

Talk : 2/92 x 400 g =8,70 g

Maka bobot 1 tablet yang akan dicetak = 400 + 21,74 + 4,,35 + 8,70 /947 =469 mg

B. Contoh Formula (kempa langsung)

Zat aktif 100 mg


Amylum 10 %
Mg. Stearat 1%
Glidan 2 % ( jika perlu )
Avicel q.s

Dibuat 1000 tablet @ 350 mg


Bobot seluruhnya : 1000 x 350 mg = 350 g
Amilum : 10/100 x 350 = 35 g
Mg stearate : 1/100 x 350 g = 3,5 g
Talk : 2/100 x 350 g = 7 g
Avicel : 350 –(35 + 3,5 +7) = 304,5 g
Lampiran perhitungan uji disolusi
Penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri dan memberikan serapan sebagai
berikut :

Menit Ke Serapan (A) Pengenceran


5 0,466 10x
10 0,766 10x
15 0,314 50x
30 0,449 50x
60 0,509 50x

Data Konsentrasi terhadap serapan Kurva Kalibrasi

C ( µg/ml) Serapan (A)


3 0,200
4 0,265
6 0,398
8 0,531
10 0,664
12 0,797

Perhitungan :

Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis


sebagai berikut : y = 0,009 + 0,068x
Menit ke 5 = 0,466 = 0,009 + 0,068x
X = 0,466-0,009/0,068 = 6,72 µg/ml x 10 ( pengenceran ) = 6,72 µg/ml

∑ terdisolusi dalam 900 ml = 900 ml x 6,72 µg/ml

= 60480 µg = 60,48 mg
% terdisolusi : 60,48/500 x 100% = 12,1 %

Menit Ke -10
X = 0,776-0,009/0,068 = 11,28 µg/ml x 10 ( pengenceran ) = 112,8µg/ml

∑ terdisolusi dalam 900 ml = 900 ml x 112,8 µg/ml +( 10/900 x60,48 µg )


( faktor koreksi)

= 102,2 mg

% terdisolusi : 102,2/500 x 100% = 20,44 %

Dan seterusnya sampai dengan menit ke 60


Lampiran Perhitungan Suppositoria

Menghitung bilangan pengganti :


a. Tentukan bobot 1 cetakan untuk basis ( buat 3 suppos dicetak 2 )
Misalnya didapat bobot suppositoria untuk basis saja = 2 g
b. Buat campuran 10 % zat aktif dalam basis ( buat 3 suppos dicetak 2 )

Misalnya didapat bobot 2,050 g

Basis saja =2g

Basis + 10 % zat aktif = 2,05 g


10 % zat aktif = 10 % x 2,05 g =0,205 g

90 % basis = 2,05 – 0,205 g = 1,845 g

Jadi dalam basis yang mengisi tempat zat aktif = 2,00 – 1,845 g = 0,155 g

Jadi 155 mg basis 205 mg zat aktif


Misalnya dosis zat aktif 1 suppositoria = 200 mg
Maka 200 mg zat aktif = 200/205 x 155 mg = 151,22 mg
Maka untuk cetakan yang sama jumlah basis yang digunakan untuk 1 cetakan.

= 2,00 g – 0,151 g =1,849 g

Bila dibuat 20 Suppositoria, ditimbang :

Zat aktif = 21 x 200 mg ( dilebihkan 1 suppo ) = 4,2 g Basis

Basis = 21 x 1,849 g = 38,829 g


Lampiran Perhitungan granul effervescent

R/ Asam Tartrat 262 g

Asam Sitrat 162 g

Na. bicarbonat q.s

Diperlukan sejumlah bikarbonat untuk bereaksi dengan semua bagian asam CO 2


Reaksi Kimia :
a. H2C6H5O7. H2O + 3 NaHCO3  Na3C6H5O7 + 4H2O + 3CO2
b. H2C4H4O6 + 2 NaHCO3  Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2CO2

∑ NaHCO3 yang dibutuhkan untuk menetralisir asam sitrat :


162 g asam sitrat/ 210, 13 g mol asam sitrat = X g NaHCO 3 / 3 x 84,01 g mol
NaHCO3
X = 194,3 g
∑ NaHCO3 yang dibutuhkan untuk menetralisir asam tartrat :
262 g as. Tarttrat/150,0 g mol As. Tartrat = X g NaHCO3 /2 X 84,01 g mol NaHCO3
X = 282,1 g
∑ NaHCO3 = 194,3 + 282,1 = 476,49 g

Anda mungkin juga menyukai