Anda di halaman 1dari 26

RESUME TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

GANGGUAN KONSEP DIRI

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Sri Sumeta Putri 19100022
2. Ririn Merliyanti 19100016
3. Agustina 19100007
4. Adrienne fashihah 19100002
5. Dimas Saputra 19100015
6. Alfina Setiawati 19100017
7. Erra Retta 19100005
8. Alda Silviyana 19100008
9. Ranti Ira Pertiwi 19100012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN AKADEMIK 2020 / 2021
BAB I
PENDAHULUAN

Konsep diri adalah konseptualisasi individu terhadap dirinya sendiri.


Konsep diri secara langsung mempengaruhi harga diri dan perasaan seseorang
tentang dirinya sendiri. Konsep diri dibangun pada saat seseorang dapat berpikir
dan mengenali hal-hal yang dapat mempengaruhinya, dimulai pada saat remaja
hingga usia tua. Data menunjukkan bahwa cara berpikir secara negatif sangat
mempengaruhi pada masa usia lanjut karena intensitas emosional dan perubahan
fisik berhubungan dengan penuaan. (Potter & Perry, 2010).
Individu dengan konsep diri yang positif mampu lebih baik membentuk,
mengembangkan dan mempertahankan hubungan dengan diri sendiri
(interpersonal), melawan penyakit psikologis dan fisik. Individu yang memiliki
konsep diri yang kuat mempunyai kemampuan sangat baik untuk menerima
sesuatu atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi selama hidupnya baik itu
menyangkut dirinya sendiri atau dengan orang lain. Namun apabila terjadi
ketidakseimbangan diantara hal tersebut maka akan terjadi gangguan konsep diri.
Gangguan konsep diri merupakan suatu kondisi dimana individu
mengalami atau berisiko mengalami kondisi perubahan perasaan pikiran atau
pandangan dirinya sendiri yang negatif (Carpenito, 2001). Gangguan konsep diri
merupakan salah satu bentuk masalah kejiwaan yang sering terjadi. Gangguan
konsep diri meliputi gangguan pada: gambaran diri, ideal diri, penampilan peran,
identitas diri dan harga diri.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri (mis; “Saya kuat dalam
matematika”). Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang
kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep
diri memerikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita
terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005)
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. (Stuart and Sudeen, 1998).
Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga
didasarkan bagaimana orang lain memandangnya. Konsep diri sebagai cara
memandang individu terhadap diri secara utuh baik fisik, emosi, intelektual, sosial
dan spiritual. Penting diingat bahwa konsep diri ini bukan pandangan orang lain
pada kita melainkan pandangan kita sendiri atas diri kita yang diukur dengan
standar penilaian orang lain. (Muhith, 2015)

2.2 Dimensi Konsep Diri


Secara umum menurut pendapat para ahli ada 3 dimensi konsep diri,
Calhom dan Acocella (1995) misalnya menyebutkan ke 3 dimensi
tersebut, yakni:
1. Dimensi pengetahuan
2. Dimensi pengharapan
3. Dimensi penilaian
Dimensi konsep diri:
1. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan (kognitif) mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang
diri kita sendiri sebagai pribadi, seperti saya pintar, saya cantik, saya anak baika dan
seterusnya.
2. Dimensi Pengharapan
Dimensi pengharapan yakni pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan ini
merupakan self-ideal atau diri yang dicita-citakan. Cita-cita diri meliputi dambaan,
aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita
inginkan.
3. Dimensi Penilaian
Dimensi ketiga yakni penilaian kita terhadap diri sendiri. Penilaian diri sendiri
merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi.

2.3 Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri merupakan
faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi
dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses
interaksi secara berkesinambungan. Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri
berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan
konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan
mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat
membedakan keduanya. Lebih lanjut Cooley (dalam Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa
konsep diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai, sikap, peran, dan identitas
dalam hubungan interaksi simbolis antara dirinya dan berbagai kelompok primer, misalnya
keluarga. Hubungan tatap muka dalam kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan
balik kepada individu tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Dan dalam
proses perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi dan sekaligus terdistorsi oleh
penilaian dari orang lain (Sarason, 1972). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa proses
pertumbuhan dan perkembangan individu menuju kedewasaan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan asuhnya karena seseorang belajar dari lingkungannya

Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah:


1. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai rasa percaya
diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari
dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau
meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa
menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak
membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta
perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang
lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh
masyarakat.
5. Mampu memperbaiki karena dia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak
disenangi dan berusaha mengubahnya. Dia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri
sebelum menginstrospeksi orang lain dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik
agar diterima di lingkungannya.

Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah kekerendahan
hati dan kekedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal
dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.

Ciri-ciri konsep diri pada anak dan remaja yang memiliki konsep diri negatif adalah:

1. Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah
marah atau naik pitam, hal ini berarti dilihat dari faktor yang mempengaruhi dari individu
tersebut belum dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang
salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga
dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung
menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan
berbagai logika yang keliru.

2. Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun dia mungkin berpura-pura menghindari


pujian, dia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat
orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat
perhatian. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap
orang lain.

3. Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun


dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau
pengakuan pada kelebihan orang lain.

4. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, karena
itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan
kehangatan dan keakraban persahabatan, berarti individu tersebut merasa rendah diri atau
bahkan berperilaku yang tidak disenangi, misalkan membenci, mencela atau bahkan yang
melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan).

5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk
bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Dia akan menganggap tidak akan
berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Menurut Stuart dan Sudeen (1991) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant
Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri),
untuk lebih jelasnya mari kita baca lebih lanjut tentang “Faktor yang mempengaruhi Konsep
Diri” berikut ini:
1. Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir
seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan
kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui
kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama
panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area
tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar
diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan
interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang
dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang
dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Self Perception (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu
terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui
pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang
kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat
berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari
kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.
Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
terganggu.
2.5 Rentang Respon Konsep Diri
Dari rentang respon adaptif sampai respon maladaptif, terdapat lima rentang respons konsep
diri yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan
depersonalisasi. Seorang ahli, Abraham Maslow mengartikan aktualisasi diri sebagai individu
yang telah mencapai seluruh kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara
keseluruhan.
1. Aktualisasi diri merupakan pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan
melatarbelakangi pengalaman nyata yang suskes dan diterima, ditandai dengan
citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realitas, konsep diri yang positif,
harga diri tinggi, penampilan peran yang memuaskan, hubungan interpersonal
yang dalam dan rasa identitas yang jelas.
2. Konsep diri positif merupakan individu yang mempunyai pengalaman positif
dalam beraktivitas diri, tanda dan gejala yang diungkapkan dengan
mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya dan mengungkapkan keinginan
yang tinggi. Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah:
Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Seseorang ini mempunyai
rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah
yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada
jalan keluarnya. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak
sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa
menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak
membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain. Menyadari bahwa setiap
orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak
seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain
sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak disetujui
oleh masyarakat. Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspek-
aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk
mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu
untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.
3. Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri.
Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri yang adaptif dengan
konsep diri yang maladaptif. Tanda dan gejala yang ditunjukkan sperti perasaan
malu terhadap diri sendiri, akibat tindakan penyakit, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, dan merendahkan martabat. Tanda dan gejala yang lain dari harga diri
rendah diantaranya rasa bersalah pada diri sendiri, mengkritik diri sendiri atau
orang lain, menarik diri dari realitas, pandangan diri yang pesimis, perasaan tidak
mampu, perasaan negative pada dirinya sendiri, percaya diri kurang, mudah
tersinggung dan marah berlebihan.
4. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek.
Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan, dan konsistensi
dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Pencapaian identitas
diperlukan untuk hubungan yang intim karena identitas seseorang diekspresikan
dalam berhubungan dengan orang lain. Seksualitas juga merupakan salah satu
identitas. Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi
sepanjang hidup. Kekacauan identitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
dapat dikenal dengan stressor identitas. Biasanya pada masa remaja, identitas
banyak mengalami perubahan, yang meyebabkan ketidakamanan dan ansietas.
Remaja mencoba untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, emosional, dan
mental akibat peningkatan kematangan. Stressor identitas diantaranya kehilangan
pekerjaan, perkosaan, perceraian, kelalaian, konflik dengan orang lain, dan masih
banyak lagi. Identitas masa kanak-kanak dalam kematangan aspek psikososial,
merupakan ciri-ciri masa dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain. Tanda dan gejala yang ditunjukkan yaitu
dengan tidak adanya rasa percaya diri, ketergantungan, sukar membuat keputusan,
masalah daalam hubungan interpersonal, ragu dan proyeksi. Jika seseorang
memiliki perilaku dengan depersonalisasi, berarti orang tersebut telah mengalami
gangguan dalam konsep dirinya. Orang dengan gangguan depersonalisasi
mengalami persepsi yang menyimpang pada identitas, tubuh, dan hidup mereka
yang membuat mereka tidan nyaman, gejala-gejala kemungkinan sementara atau
lama atau berulang untuk beberapa tahun. Orang dengan gangguan tersebut
seringkali mempunyai kesulitan yang sangat besar untuk menggambarkan gejala-
gejala mereka dan bisa merasa takut atau yakin bahwa mereka akan gila.
Gangguan depersonalisasi seringkali hilang tanpa pengobatan. Pengobatan dijamin
hanya jika gangguan tersebut lama, berulang, atau menyebabkan gangguan.
Psikoterapi psikodinamis, terapi perilaku, dan hipnotis telah efektif untuk beberapa
orang. Obat-obat penenang dan antidepresan membantu seseorang dengan
gangguan tersebut.

2.6 Penyebab gangguan konsep diri


Menurut “Stuart & sundeen, 1995”. Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan gangguan
konsep diri antara lain :
1. Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi konsep diri
yang telah terbentuk sejak lahir. Sikap positif yang ditunjukkan oleh orang tua, maka
akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positf. Sedangkan sikap negative
yang ditunjukkan oleh orang tua, akan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak
cukup berhargauntuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai.
2. Kegagalan
Kegagalan yang terus-menerus dialami seringkali akan menimbulkan pertanyaan
kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebab terletak
pada kelemahan diri sendiri. Kegagalan sering membuat seseorang merasa dirinya
tidak berguna.
3. Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang cenderung
lebih negative dalam memandang dan merespon segala sesuatu termasuk dalam
menilai diri sendiri.
4. Kritik internal
Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk menyadarkan seseorang
akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik diri sendiri sering berfungsi sebagai
regulator atau rambu-rambu dalam bertindak atau berprilaku. Agar keberadaan kita
dapat diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi diri dengan baik.
5. Merubah diri
Terkadang diri kita sendiri yang menyebabkan persoalan akan bertambah rumit
dengan berfikir yang tidak-tidak (negative) terhadap suatu keadaan atau terhadap diri
kita sendiri. Namun dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalami
perubahan kearah yang lebih positif.

2.7 Pembagian Konsep Diri


Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut di kemukakan
oleh Stuart and Sundeen (2006), yang terdiri dari :

1. Citra Tubuh ( Body Image )


Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap
ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi
tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman
baru setiap individu (Stuart and Sundeen , 2006). Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian
tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan
mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan ( Keliat , 2005 ).

Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang
dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Citra tubuh adalah sikap,
presepsi keyakinan, dan pengetahuan individu terhadap tubuhnya baik sadar maupun tak
sadar. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya
akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri
(Keliat, 2005). Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan
memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses
dalam kehidupan. Banyak faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti,
munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri.
Stresor-stresor tersebut dapat berupa:
a. Operasi.
Seperti: mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri.
Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain-lain.
b. Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tadak mengkui atau
asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
c. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.
Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa, klien mempersiapkan penampilan dan
pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
d. Tergantung pada mesin.
Seperti: klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar
mendapatkan informasi umpan balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai
gangguan.
e. Perubahan tubuh.
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan
pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya
dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati
perubahan tubuh yang tidak ideal.
f. Umpan balik interpersonal yang negatif.
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat
membuat seseorang menarik diri.
g. Standard sosial budaya
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan
keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada
gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.

2. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan
standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen, 2006). Standart
dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan di inginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita,
nilai- nilai yang ingin di capai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin
dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita– cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial
(keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa
kanak–kanak yang di pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan
keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di bentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman (Keliat, 2005).

Menurut Ana Keliat (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan
untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.
d. Kebutuhan yang realistis.
e. Keinginan untuk menghindari kegagalan.
f. Perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan
ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi
dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 2005).

3. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan
posisinya di masyarakat (Keliat, 2005). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang
tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih
oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi
merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di
masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan
kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 2005). Stress peran
terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu
banyak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di
lakukan menurut Stuart and sundeen, 2006 adalah :
a. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
b. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.
c. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
e. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran.

Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh
beberapan faktor, yaitu:
a. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang
peran yang diharapkan.
b. Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.
c. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
d. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan.

Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang


sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya
disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa
bagian, seperti:
a. Transisi Perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan
harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini
dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
b. Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang
berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi
orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan
ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
c. Transisi Sehat Sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan
berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen
konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat
di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah
persepsi klien terhadap ancaman.

4. Identitas
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang
merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh
(Stuart and Sudeen, 1991). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan
yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan
berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri
dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-
kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri.

Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat, 2005). Identitas jenis kelamin
berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak
dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis
kelamin tersebut.

Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan:
1) Memandang dirinya secara unik.
2) Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain.
3) Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat
mengontrol diri.
4) Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri

Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti:
a. Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain.
b. Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya.
Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku
secara harmonis.
c. Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan
sosialnya.
d. Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan dating.
e. Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan (Meler dikutip Stuart
and Sudeen, 1991)

5. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa
jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 2006). Frekuensi pencapaian tujuan
akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering
gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 2005).
Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut.

Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah.
Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima
oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang
buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri.
Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasi
yang telah berlangsung lama) dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung
(nyata atau tidak nyata).

2.8 Masalah Keperawatan Gangguan Konsep Diri


Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan
perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif. Gangguan konsep diri dapat
juga disebabkan adanya stresor. (Muhith, 2015) & (Potter & Perry, 2005)
Masalah keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu
1. Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh
perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang sering
kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri akibat
adanya persepsi yang negatif terhadap tubuhnya secara fisik. (Muhith, 2015)

Perubahan penampilan (ukuran dan bentuk), seperti amputasi atau perubahan penampilan
wajah merupakan stresor yang sangat jelas mempengarui citra tubuh. Mastektomi, kolostomi,
dan ileostomy dapat mengubah penampilan dan fungsi tubuh, meski perubahan tersebut tidak
tampak ketika individu yang bersangkutan mengenakan pakaian. Meskipun tidak terlihat oleh
orang lain, perubahan tubuh ini mempunyai efek signifikan pada individu. (Potter & Perry,
2005)

Klien dengan gangguan citra tubuh mempresepsikan saat ini dia mengalami sesuatu
kekurangan dalam menjaga integritas tubuhnya dimana dia merasa ada yang kurang dalam
hal integritas tubuhnya sehingga ketika berhubungan dengan lingkungan sosial merasa ada
yang kurang dalam struktur tubuhnya. Persepsi yang negatif akan struktur tubuhnya ini
menjadikan dia malu berhubungan dengan orang lain. (Muhith, 2015)
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh:
a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan terjadi.
c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
d. Persepsi negatif pada tubuh.
e. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
f. Mengungkapkan keputusasaan.
g. Mengungkapkan ketakutan. (Muhith, 2015)

2. Gangguan Ideal Diri


Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai, tidak realistis, ideal
diri yang samar, dan tidak jelas serta cenderung menuntut. Pada klien yang dirawat di rumah
sakit umunya ideal dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan
yang terlalu tinggi dan sukar di capai. (Muhith, 2015)

Tanda dan gejala gangguan ideal diri:


a. Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, misal saya tidak bisa ikut ujian karena
sakit, saya tidak bisa lagi jadi peragawati karena bekas luka operasi di wajah saya, kaki saya
yang dioperasi membuat saya tidak bisa lagi main bola.

b. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misal saya pasti bisa sembuh pada hal
prognosa penyakitnya buruk; setelah sehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya
mengakibatkan tidak mungkin lagi sekolah. (Muhith, 2015)

3. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh
penyakit, proses menua, putus seklah, putus hubungan kerja. Peran membentuk pola perilaku
yang diterima secara sosial yang berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai
kelompok sosial. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)
Sepanjang hidup seseorang menjalani berbagai perubahan peran. Perubahan normal yang
berkaitan dengan pertumbuhan dan maturasi mengakibatkan transisi perkembangan.

Transisi tersebut antara lain:


a. Transisi situasi, terjadi ketika orangtua, pasangan hidup, atau teman dekat meninggal
atau orang pindah rumah, menikah, bercerai, atau ganti pekerjaan.
b. Transisi sehat-sakit adalah gerakan dari keadaan yang sehat atau sejahtera kea rah
sakit atau sebaliknya.

Perubahan fungsi peran atau bahkan berhentinya fungsi peran yang biasa dilakukan tersebut
menyebabkan seseorang harus menyesuaikan dengan suasana baru sesuai dengan peran
pengganti yang didapatkan atau seseorang harus mampu menyesuaikan dengan kondisi yang
dialami setelah kehilangan fungsi peran yang biasa dilakukan.

Masing-masing dari transisi ini dapat mengancam konsep diri yang mengakbatkan konflik
peran, ambiguitas peran, atau ketegangan peran. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)
a) Konflik Peran
Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran. Jika seseorang diharuskan
untuk secara bersamaan menerima dua peran atau lebih yang tidak konsisten, berlawanan,
atau sangat eksklusif, maka dapat terjadi konflik peran. Terdapat tiga jenis dasar konflik
peran yaitu interpersonal, antar-peran, dan peran personal. Konflik interpersonal terjadi
ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan yang berlawanan atau tidak cocok secara
individu dalam peran tertentu. Konflik antar-peran terjadi ketika tekanan atau harapan yang
berkaitan dengan satu peran melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan. Konflik
personal terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. (Potter & Perry,
2005)

b) Ambiguitas Peran
Ambiguitas peran mencakup harapan peran yang tidak jelas. Ketika terdapat ketidakjelasan
harapan, maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana harus
melakukannya, atau keduanya. Ambiguitas peran sering terjadi pada masa remaja. Remaja
mendapat tekanan dari orang tua, teman sebaya, dan media untuk menerima peran seperti
orang dewasa, namun tetap dalam peran sebagai anak yang tergantung. (Potter & Perry,
2005)
c) Ketegangan Peran
Ketegangan peran merupakan gabungan dari konflik peran dan ambiguitas. Ketegangan peran
dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat atau
tidak sesuai dengan peran. Kelebihan beban peran terjadi ketika individu tidak dapat
memutuskan tekanan mana yang harus dipatuhi karena jumlah tuntutan yang banyak dan
konflik prioritas. Jika individu tidak mampu beradaptasi dengan stresor tersebut, kesehatan
mereka juga akan beresiko terganggu. (Potter & Perry, 2005)

Tanda dan gejala gangguan peran:


a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran.
b. Ketidakpuasan peran.
c. Kegagalan menjalankan peran yang baru.
d. Ketegangan menjalani peran yang baru.
e. Kurang tanggung jawab.
f. .Apatis / bosan / jenuh dan putus asa. (Muhith, 2015)

4. Gangguan Identitas
Gangguan identitas adalah kekaburan atau ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh
dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
(Muhith, 2015)

Identitas dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup. Masa remaja adalah waktu banyak terjadi
prubahan, yang menyebabkan ketidakamanan dan ansietas. Remaja mencoba menyesuaikan
diri dengan perubahan fisik, emosional, dan mental akibat peningkatan kematangan.
Seseorang yang lebih dewasa biasanya mempunyai identitas yang lebih stabil dan karenanya
konsep diri berkembang lebih kuat. (Potter & Perry, 2005)

Bingung identitas terjadi karena seseorang tidak mempertahankan identitas personal yang
jelas, konsisten, terus sadar. Kebingungan identitas dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan
jika seseorang tidak mampu beradaptasi dengan stresor identitas. Dalam stress yang ekstrem
seorang individu dapat mengalami depresonalisasi, yaitu suatu keadaan dimana realitas
eksternal dan internal atau perbedaan antara diri dan orag lai tidak dapat ditetapkan. (Potter &
Perry, 2005)
Persepsi-persepsi dalam gangguan identitas antara lain (Muhith, 2015):
1. Persepsi psikologis
a. Bagaimana watak saya sebenarnya?
b. Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
c. Apa yang dapat sangat mencemaskan saya?
2. Persepsi social
a. Bagaimana orang lain memandang saya?
b. Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih?
c. Apakah mereka membenci atau menyukai saya?
3. Persepsi fisik
a. Bagaimana pandangan saya terhadap penampilan saya?
b. Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
c. Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

1. Gangguan Harga Diri


Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri identik dengan harga diri yang
rendah. Orang dengan harga diri rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami
depresi dan ansietas. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)

Banyak stresor yang mempengaruhi harga diri seseorang (bayi, usia bermain, prasekolah, dan
remaja) seperti ketidakmampuan memenuhi harapan orangtua, kritik yang tajam, hukuman
yang tidak konsisten, persaingan antar saudara sekandung, dan kekalahan berulang dapat
menurunkan nilai diri. Stresor yang mempengaruhi harga diri orang dewasa mencakup
ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam berhubungan. (Potter & Perry, 2005)

Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang mempengaruhi gangguan harga diri,
seperti:
a. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua
menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan
akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak
mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau
penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri,
memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang
terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.

b. Ideal diri tidak realistis.


Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan
berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita-cita yang terlalu
tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.

c. Gangguan fisik dan mental


Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.

d. Sistim keluarga yang tidak berfungsi


Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak
dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak
harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah
tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di
lingkungannya.

e. Pengalaman traumatik yang berulang


Misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual. Penganiayaan yang dialami dapat berupa
penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu
merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma
umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu.
Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.

Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara:
a) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba.
Contoh: harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara
tiba-tiba).

b) Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama.


Contoh: sebelum sakit atau sebelum dirawat seseorang telah memiliki cara berpikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
(Muhith, 2015)

Tanda dan gejala gangguan harga diri:


a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit.
Misalnya maludan sedih karena rambut jadi botak setelah dapat terapi sinar pada penderita
kanker.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke
rumah sakit, menyalahkan atau mengejek diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan
tidak tahu apa-apa.
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang
lain dan lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif
tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah dan disertai harapan yang suram mungkin
klien ingin mengakhiri keidupan. (Muhith, 2015)
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Pada Konsep Diri


a. Pengkajian konsep diri
b. Faktor predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati
serta bersifatsubjektif dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan
harga diri yang rendah, keracuan identitas, dan deporsonalisasi.
2. Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja,
dan harapan peran kultural.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dalam struktur sosial.

c. Stresor pencetus
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran :
a) Transisi peran perkembangan
b) Transisi peran situasi
c) Transisi peran sehat /sakit

d. Sumber-sumber koping
Setiap orang mempunyai kelebihan personal sebagai sumber koping, meliputi :
1. Aktifitas olahraga dan aktifitas lain diluar rumah
2. Hobby dan kerajinan tangan
3. Seni yang ekspresif
4. Kesehatan dan perawan diri
5. Pekerjaan atau posisi
6. Bakat tertentu
7. Kecerdasan
8. Imajinasi dan kreativitas
9. Hubungan interpersonal
d. Mekanisme koping
1. Pertahanan koping dalam jangka pendek
2. Pertahanan koping jangka panjang
3. Mekanisme pertahanan ego

Untuk mengetahui persepsi seseorang tentang dirinya, maka orang tersebut wajib bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Persepsi psikologi:
1. Bagaimana watak saya sebenarnya?
2. Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
3. Apakah yang sangat mencemaskan saya?

b. Persepsi sosial:
1. Bagaimana orang lain memandang saya?
2. Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih?
3. Apakah mereka membenci atau menyukai saya?

c. Persepsi fisik:
1. Bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya?
2. Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
3. Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

Pendekatan dan pertanyaan dalam pengkajian sesuai dengan faktor yang dikaji:
1. Identitas: dapatkah anda menjelaskan siapa diri anda pada orang lain: karakteristik dan
kekuatan?
a. Body image:
1. Dapatkah anda menjelaskan keadaan tubuh anda kepada saya?
2. Apa yang paling anda sukai dari tubuh anda?
3. Apakah ada bagian dari tubuh anda yang ingin anda ubah?

b. Self esteem:
1. Dapatkah anda katakan apa yang membuat anda puas?
2. Ingin jadi siapakah anda?
3. Siapa dan apa yang menjadi harapan anda?
4. Apakah harapan itu realistis?
5. Signifikan apa respon anda, saat anda tidak merasa dicintai dan tidak dihargai?
6. Siapakah yang paling penting bagi anda?
7. Kompetensi: apa perasaan anda mengenai kemampuan dalam mengerjakan sesuatu untuk
kepentingan hidup anda?
8. Virtue: pada tingkatan mana anda merasa nyaman terhadap jalan hidup bila dihubungkan
dengan standar moral yang dianut?
9. Power: pada tingkatan mana anda perlu harus mengontrol apa yang terjadi dalam hidup
anda? Apa yang anda rasakan?

c. Role performance:
1. Apa yang anda rasakan mengenai kemampuan anda untuk melakukan segala sesuatu
sesuai peran anda? Apakah peran saat ini membuat anda puas?
2. Gangguan konsep diri.
3. Mekanisme koping jangka pendek (krisis identitas).
4. Kesempatan lari sementara dari krisis.
5. Kesempatan mengganti identitas.
6. Kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri (identitas yang kabur).
7. Arti dari kehidupan.

2. Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian seluruh konsep diri, dapat disimpulkan masalah keperawatan yaitu:
1. Gangguan harga diri : harga diri rendah situasional atau kronik
2. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh
3. Keputusasaan berhubungan dengan harga diri rendah
4. Gangguan harga diri ; harga diri rendah berhubungan dengan ideal diri tidak realistis
5. Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Intervensi keperawatan
Fokus tindakan adalah pada tingkat penilaian kognitif pada kehidupan yang terdiri dari
persepsi, keyakinan, dan kepribadian. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan nya juga hal
yang penting. Setelah mengevaluasi penilaian kognitif dan kesadaran perasaan, lainnya dari
masalah dan kemudian merubah perilaku.
Prinsip asuhan yang diberikan adalah pemecahan masalah yang terlihat dari kemajuan klien
meningkatkan tingkat berikutnya, meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya,
meluruh ancaman dari sikap perawat terhadap klien, dan membantu klien memperluas dan
menerima semua aspek kepribadiannya.
1. Tindakan penerimaan yang tidak kaku dengarkan klien
2. Dorong klien mendiskusikan pikiran dan perasaannya
3. Beri respon yang tidak menghakimi
4. Tunjukkan bahwa kalian adalah individu yang berharga yang bertanggung jawab terhadap
dirinya dan dapat membantu dirinya sendiri
BAB III
KESIMPULAN

Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga didasarkan
bagaimana orang lain memandangnya. Konsep diri sebagai cara memandang individu
terhadap diri secara utuh baik fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Penting di ingat
bahwa konsep diri ini bukan pandangan orang lain pada kita melainkan pandangan kita
sendiri atas diri kita yang diukur dengan standar penilaian orang lain. (Muhith, 2015).

Secara umum menurut pendapat para ahli ada 3 dimensi konsep diri, Calhom dan Acocella
(1995) misalnya menyebutkan ke 3 dimensi tersebut yakni dimensi pengetahuan, dimensi
pengharapan dan dimensi penilaian.

Menurut Stuart dan Sudeen (1991) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant
Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri.

Dari rentang respon adatif sampai respon maladatif, terdapat lima rentang respons konsep diri
yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan
depersonalisasi.

Menurut “Stuart & sundeen, 1995”. Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan gangguan
konsep diri yaitu pola asuh orang tua, kegagalan, depresi, kritik internal dan merubah diri

Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan
perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yangnegatif. Gangguan konsep diri dapat
juga disebabkan adanya stresor. (Muhith, 2015) & (Potter & Perry, 2005)

Masalah keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu gangguan
citra tubuh, gangguan ideal diri, gangguan peran, gangguan identitas dan gangguan harga diri

Anda mungkin juga menyukai