Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis (TB) paru selanjutnya disebut TBC merupakan penyakit

infeksi saluran pernapasan bawah. Penyakit ini disebabkan oleh

mycobaceterium tuberculosis, yang di tularkan melalui inhalasi percikan

ludah (droplet), dari satu individu ke individu lain dan membentuk kolonisasi

di bronkiolus atau alveolus. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh

banyaknya kuman yang dikeluarkan oleh paru-paru. Setiap pasien dengan

penyakit TB paru dapat menginfeksi rata - rata 15 – 20 orang lainnya.

Penularan penyakit TB paru terjadi berhubungan dengan perilaku

pencegahan penderita TB paru yang kurang, seperti minum obat teratur,

kontrol dokter, buang sputum/lendir, tutup mulut saat batuk, dan lain-lain

( Kemenkes RI, 2010).

Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi

perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan,

insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis

diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta

kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara

dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan

10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015). Indonesia menempati

peringkat kedua negara dengan beban TB tertinggi di dunia. WHO pada

tahun 2013 menyatakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan
jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk di antaranya

adalah 160.000 orang wanita dengan HIV positif (Kemenkes RI, 2014).

Jumlah kasus baru TB Paru BTA positif di Indonesia pada tahun 2015

diketahui jumlahnya adalah 196.310 kasus baru dengan tiga provinsi

terbanyak yaitu Jawa Barat (33.460), Jawa Tengah (20.446) dan Jawa Timur

(23.703), (Kemenkes RI, 2016). Pada tahun 2015 Jawa Timur (22.244)

menjadi tertinggi ke dua setelah Jawa Barat (31,469) kasus (Dinkes Jawa

Tengah, 2016).

Data terakhir dinas kesehatan Jawa Tengah menyebutkan, di Jawa

Tengah pada tahun 2015 kasus TB BTA positif sebesar 115,17 per 100.000

penduduk , penemuan kasus BTA positif pada tahun 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan tahun 2014 yaitu 55,99 per 100.000 penduduk.

Kota dengan CNR tuberkulosis BTA positif di Sukoharjo sebesar 66,6 per

100.000 penduduk lebih tinggi dari kota kelaten sebesar 65,6 per 100.000

penduduk dan Boyolali sebesar 52,19 per 100.000 penduduk (Dinkes Jateng,

2016).

Data yang didapatkan bahwa lebih dari 55% pasien TB MDR paru

belum terdiagnosis atau mendapatkan pengobatan yang benar

(Depkes,2016). Tindakan pencegahan dan penanganan sudah dilakukan

semenjak tahun 2000-2016, namun kejadian penyakit Tuberkulosis tidak

menurun. Alternatif tindakan pendampingan seperti dukungan keluarga,

pengawas minum obat dan jadwal kunjungan rutin kerumah tidak dapat

mengoptimalkan program untuk penanggulangan tuberkulosis (Prayogi,

2014). Pengoptimalan dalam meningkatkan kesehatan dari klien yang sakit


memerlukan bantuan dan dukungan dari warga sekitar baik keluarga atau

petugas medis.

TB paru merupakan penyakit yang sangat cepat ditularkan. Perilaku

keluarga dalam pencegahan TB paru sangat berperan penting dalam

mengurangi resiko penularan TB paru. Meningkatnya penderita TB Paru di

Indonesia disebabkan oleh perilaku hidup yang tidak sehat. Hasil survey di

Indonesia oleh Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan (P2MPL) salah satu penyebab tingginya anka kejadian TB Paru

di sebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan (Kemenkes, 2015).

Pelayanan DOTS (Directly Observed Treatment Short-course).

DOOTS adalah salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat mengenai TB paru melalui penyuluhan sesuai dengan budaya

setempat, mengenai TB paru pada masyarakat miskin, memberdayakan

masyarakat dan pasien TB paru, serta menyediakan akses dan standar

pelayanan yang diperlukan bagi seluruh pasien TB paru.

Faktor pengetahuan, sikap dan perilaku mempunyai pengaruh besar

terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat dan berperan

penting dalam menentukan keberhasilan suatu program penanggulangan

penyakit dan pencegahan penularannya termasuk penyakit tuberkulosis.

Menurut hasil penelitian Simak bahwa masyarakat yang memiliki

pengetahuan yang rendah mempunyai risiko tertular tuberkulosis sebesar 2,5

kali lebih banyak dari orang yang berpengetahuan tinggi, untuk sikap yang

kurang 3,1 kali lebih besar berpeluang tertular dari orang yang memiliki sikap

yang baik.
Hal ini memberikan gambaran bahwa masih banyak penderita TB

Paru yang ditemukan di masyarakat. Kemungkinan penularan telah terjadi di

unit terkecil masyarakat yaitu di tingkat keluarga. Hingga tahun 2010

pengembangan pelaksanaan strategi DOTS yang mana salah satunya

adalah PMO atau pengawas menelan obat yang selain dilakukan oleh

petugas kesehatan juga dilakukan oleh anggota keluarga penderita TB Paru,

peran keluarga tentu sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan

penyakit TB Paru termasuk halnya dalam perawatan dan pengawasan.

Dari hasil survey Dinas Kesehatan kabupaten Kudus jumlah kasus TB

Paru di Kabupaten Kudus tahun 2016 mengalami peningkatan. Jumlah

keseluruhan TB paru pada tahun 2016 sebesar 955 jiwa dari 100.000

penduduk melonjak menjadi 1.351 kasus pada 2017, hingga triwulan kedua

2018, ditemukan 767 kasus TBC di Kabupaten Kudus. Sedangkan di RS

Kumala Siwi Kudus terjadi kenaikan jumlah pasien dengan kasus TBC dari

tahun 2018 (109 kasus) mengalami kenaikan sampai bulan November 2019

sebanyak 195 kasus.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap 10

paisen di RS Kumala Siwi Kudus di dapatkan hasil sebanyak 6 pasien yang

masih kurang mengenal penyakit TB Paru seperti pengertian TB Paru, tanda

dan gejala TB Paru, cara penularan TB Paru dan cara pencegahan TB Paru,

sedangka 4 pasien sudah mengenal dan mengetahui tentang pengertian TB

Paru, tanda dan gejala TB Paru, cara penularan TB Paru dan cara

pencegahan TB Paru melalui informasi dari koran, televisi, dan tenaga

kesehatan.
Berdasarkan Fenomena Dari Latar Belakang Diatas Peneliti Tertarik

Mengambil judul Penelitian “Pengaruh Edukasi Peer Group Terhadap

Kemampuan Pencegahan Penularan Pasien Tuberculosis (TBC) di RS

Kumala Siwi Kudus”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan berbagai penjelasan yang diatas, maka penelitian ini

yaitu “Apakah Pengaruh Edukasi Peer Group Terhadap Kemampuan

Pencegahan Penularan Pasien Tuberculosis (TBC) di RS Kumala Siwi

Kudus”

C. Pertanyaan Penelitian

1. Mengidentifikasi Edukasi Peer Group?

2. Mengidentifikasi Pencegahan Penularan Pasien Tuberculosis di RS

Kumala Siwi Kudus?

3. Menganalisa Pengaruh Edukasi Peer Group Terhadap Kemampuan

Pencegahan Penularan Pasien Tuberculosis (TBC)?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh edukasi peer group terhadap kemampuan

pencegahan penularan pasien tuberculosis (TBC) di RS Kumala Siwi

Kudus.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi edukasi peer group


b. Mengidentifikasi pencegahan penularan pasien tuberculosis di RS

Kumala Siwi Kudus.

c. Menganalisa pengaruh edukasi peer group terhadap kemampuan

pencegahan penularan pasien tuberculosis (TBC) di RS Kumala Siwi

Kudus.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi

mengenai pengaruh edukasi peer group terhadap kemampuan

pencegahan penularan pasien tuberculosis (TBC) khususnya di RS

Kumala Siwi Kudus.

2. Bagi Stikes Muhammadiyah Kudus

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi

penelitian selanjutnya dan berguna bagi pengembangan ilmu

keperawatan di masa depan.

3. Bagi RS Kumala Siwi Kudus

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pendidikan

kesehatan bagi bidan atau perawat yang ada di RS Kumala Siwi

Kudus dalam pemberian pelayanan pasien TBC.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian yang sejenis dengan judul “Pengaruh Edukasi Peer Group

Terhadap Kemampuan Pencegahan Penularan Pasien Tuberculosis (TBC) di


RS Kumala Siwi Kudus” belum pernah di teliti sebelumnya. Adapun

penelitian sejenis yang pernah diteliti adalah sebagai berikut :

Table 1.1
Keaslian Penelitian
Metode
Penelitian Judul Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Alfid Tri Efektivitas Peer cross sectional Peer Terdapat
Afandi Group Support population group support perbedaan
(2016) Terhadap based study dapat dari segi
Kualitas Hidup meningkatkan variabel
Klien kualitas hidup terikat dan
Tuberkulosis klien TB dan tempat
Paru Dan dapat penelitian
Penyakit Kronik disarankan
sebagai
salah satu
variasi
intervensi
keperawatan
dalam
mengendalikan
tuberkulosis
paru
Saflin Pengetahuan observasional ada perbedaan Terdapat
Agustina Dan Tindakan analitik - Case perilaku meliputi perbedaan
et al.,2008 Pencegahan Control pengetahuan dari segi
Penularan dan variable
Penyakit tindakan bebas dan
Tuberkulosa Paru pencegahan tempat
Pada Keluarga penularan penelitian
Kontak Serumah penyakit TB
Paru pada
keluarga kontak
serumah.

G. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang lingkup waktu

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni 2020.

2. Ruang lingkup tempat

Tempat penelitian ini adalah. di RS Kumala Siwi Kudus

3. Ruang lingkup materi

Masalah yang dikaji adalah mengenai Pengaruh Edukasi Peer Group

Terhadap Kemampuan Pencegahan Penularan Pasien Tuberculosis

(TBC) di RS Kumala Siwi Kudus.

Anda mungkin juga menyukai