Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan
dan kesejahteraan manusia. Gizi yang baik terlihat jika terdapat
keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan mental dari
orang tersebut. Keadaan gizi atau status gizi merupakan gambaran apa
yang di konsumsi dalam jangka waktu cukup lama. Keadaan gizi dapat
berupa gizi kurang, baik atau normal maupun gizi lebih, status gizi yang
kurang dapat mengakibatkan terjadinya stunting (Sofyaningsih, 2011).
Stunting yakni keadaan tinggi badan yang di bawah standar pada umur
tertentu yang akhirnya memperbesar risiko seseorang terkena penyakit tidak
menular seperti diabetes, hipertensi, obesitas, dan stroke, di usia dini
(Inayah, 2012). Menurut Allen (2011) stunting yang terjadi pada masa anak
merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian, penurunan
kemampuan kognitif, dan penurunan perkembangan motorik yang rendah
serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang. Stunting disebabkan oleh dua
faktor yaitu langsung dan tidak langsung. Salah satu faktor penyebab
langsung kejadian stunting adalah pemberian ASI Eksklusif (UNICEF
INDONESIA, 2012).
Menurut ahmad (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya stunting, antara lain : berat badan saat lahir, asupan gizi balita ,
pemberian ASI, riwayat penyakit infeksi, pengetahuan gizi ibu, pendapatan
keluarga, dan jarak kelahiran.
Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat
menghambat perkembangan fisik dan mental anak. dan meningkatkan risiko
terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan peningkatan
risiko penyakit degeneratif di masa mendatang (Kartikawati, 2011).
Prevalensi Kejadian stunting menurut World Health Assembly (WHA)
tahun 2012 mengungkapkan lebih dari 165 juta (25%) anak yang berumur
dibawah lima tahun mengalami stunting dan 90% lebih berada di negara
berkembang. Secara demografi menurut United Nations Children’s Fund
(UNICEF) tahun 2012 kejadian stunting tertinggi di daerah pedesaan (40%)
dibandingkan di perkotaan 33%. World Health Organization (WHO)
menunjukan batas besaran masalah stunting secara global sebesar 20%, hal
tersebut menjadikan hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah
kesehatan masyarakat berupa stunting (WHO, 2010).
Indonesia termasuk dalam 5 negara dengan angka balita stunting
tertinggi yaitu ada 7,5 juta balita (UNICEF, 2013). Indonesia menempati
peringkat pertama prevalensi stunting dari South-East Asia Regions yaitu
36,4% berdasarkan data Child Malnutrition Estimate tahun 2013 jauh diatas
Filipina 30,3%, Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%)
(Millennium Challenga Account Indonesia, 2014).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
prevalensi pendek secara nasional adalah 37,2%, yang berarti terjadi
peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%)
(Kemenkes, 2013).
Prevalensi stunting di Jawa Tengah mencapai 33,9%, Tahun 2011
prevalensi stunting pada balita di Semarang sebesar 20,66% dengan
kejadian tertinggi di Kecamatan Semarang Timur (40,16%).9 Dari hasil
pengukuran tinggi badan yang dilakukan pada 238 balita di tiga kelurahan di
Kecamatan Semarang Timur, ditemukan 82 balita stunting (pendek) (DinKes
Kota Semarang, 2011).
Stunting dapat dicegah dengan beberpa hal seperti memberikan ASI
Esklusif, memberikan makanan yang bergizi sesuai kebutuhan tubuh,
membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, untuk
menyeimbangkan antara pengeluaran energi dan pemasukan zat gizi
kedalam tubuh, dan memantau tumbuh kembang anak secara teratur.
(Millennium Challenga Account Indonesia, 2014).
Stunting erat kaitannya dengan pola pemberian makanan terutama pada
2 tahun pertama kehidupan, yaitu air susu ibu (ASI) dan makanan
pendamping (MP-ASI) yang dapat mempengaruhi status gizi balita.
Proverawati (2010) menyebutkan ASI mengandung growth faktor yang
melindungi bayi terhadap infeksi dan juga merangsang pertumbuhan bayi
yang normal. Status menyusui juga merupakan faktor risiko terhadap
kejadian stunting (Taufiqurrahman, 2009). Perilaku ibu dalam pemberian ASI
Eksklusif memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks PB/U, dimana
48 dari 51 anak stunting tidak mendapatkan ASI Eksklusif (Oktavia, 2011).
Manfaat dari ASI Eksklusif ini sendiri sangat banyak mulai dari
peningkatan kekebalan tubuh, pemenuhan kebutuhan gizi, murah, mudah,
bersih, higienis serta dapat meningkatkan jalinan atau ikatan batin antara ibu
dan anak. Penelitian yang dilakukan di Kota Banda Aceh menyatakan bahwa
kejadian stunting disebabkan oleh rendahnya pendapatan keluarga,
pemberian ASI yang tidak Eksklusif, pemberian MP ASI yang kurang baik,
imunisasi yang tidak lengkap dengan faktor yang paling dominan
pengaruhnya adalah pemberian ASI yang tidak Eksklusif (Al-Rahmad dkk,
2013).
Hal serupa dinyatakan pula oleh Arifin (2012) dengan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh berat badan
saat lahir, asupan gizi balita, pemberian ASI, pemberian MP-ASI, riwayat
penyakit infeksi, pengetahuan gizi ibu balita, pendapatan keluarga, dan jarak
antar kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian ASI
Eksklusif, memberikan makanan pendamping ASI yang baik dan bersih,
kepada bayi serta melakukan pemeriksaan kesehatan bayi mengetahui
riwayat penyakit sehingga dapat memberikan penanganan tepat dapat
menurunkan kemungkinan kejadian stunting pada balita.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anshori (2013) menyatakan bahwa
anak dengan riwayat penyakit infeksi seperti ISPA berisiko 4 kali lebih besar
untuk mengalami stunting (p=0,023) dibandingkan dengan anak yang tidak
memiliki riwayat penyakit infeksi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Welasasih (2012) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa sebagian besar kelompok balita stunting sering menderita sakit
sebanyak 14 orang (53,8%), sedangkan pada kelompok balita normal
sebagian besar jarang yang mengalami sakit yaitu sebanyak 21 orang
(80,8%). Berdasarkan uji Chi-Square didapatkan p = 0,021 (p < α), artinya
ada hubungan yang bermakna antara frekuensi sakit dengan status gizi
balita stunting.
Peneliti melakukan studi awal penelitian dengan melakukan wawancara
kepada 10 orang ibu yang mempunyai balita, wawancara dilakukan pada
tanggal 20-25 desember 2019, dari wawancara yang dilakukan ada
sebanyak 8 balita yang tidak mendapatkan ASI secara Eksklusif dan ada
sebanyak 6 dari 10 balita mengalami penyakit seperti ispa dan pneuomonia.
Dari 10 balita tersebut dilakukan pengukuran Z-score dengan menggunakan
TB/U dan didapatkan ada sebanyak 6 balita yang mengalami stunting.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengambil
judul “Hubungan Tingkat Riwayat Pemberian ASI, Riwayat Pemberian
Makanan Tambahan dan Riwayat Penyakit dengan Angka Kejadian Stunting
di Desa Gabusan Kecamatan Jati Kabupaten Blora”.

B. Rumusan Masalah
Stunting erat kaitannya dengan pola pemberian makanan terutama pada
2 tahun pertama kehidupan, yaitu air susu ibu (ASI) dan makanan
pendamping (MP-ASI) yang dapat mempengaruhi status gizi balita.
Proverawati (2010) menyebutkan ASI mengandung growth faktor yang
melindungi bayi terhadap infeksi dan juga merangsang pertumbuhan bayi
yang normal. Status menyusui juga merupakan faktor risiko terhadap
kejadian stunting (Taufiqurrahman, 2009).
Penelitian yang dilakukan di Kota Banda Aceh menyatakan bahwa
kejadian stunting disebabkan oleh rendahnya pendapatan keluarga,
pemberian ASI yang tidak Eksklusif, pemberian MP ASI yang kurang baik,
imunisasi yang tidak lengkap dengan faktor yang paling dominan
pengaruhnya adalah pemberian ASI yang tidak Eksklusif (Al-Rahmad dkk,
2013).
“Hubungan Tingkat Riwayat Pemberian ASI, Riwayat Pemberian
Makanan Tambahan dan Riwayat Penyakit dengan Angka Kejadian Stunting
di Desa Gabusan Kecamatan Jati Kabupaten Blora”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Hubungan Tingkat Riwayat Pemberian ASI, Riwayat
Pemberian Makanan Tambahan dan Riwayat Penyakit dengan Angka
Kejadian Stunting di Desa Gabusan Kecamatan Jati Kabupaten Blora.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan Riwayat Pemberian ASI dengan Angka
Kejadian Stunting di Desa Gabusan Kecamatan Jati Kabupaten Blora
b. Mengetahui hubungan Riwayat Pemberian Makanan Tambahan
dengan Angka Kejadian Stunting di Desa Gabusan Kecamatan Jati
Kabupaten Blora
c. Menganalisis hubungan Riwayat Penyakit dengan Angka Kejadian
Stunting di Desa Gabusan Kecamatan Jati Kabupaten Blora

D. Manfaat penelitian
1. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Dapat dijadikan tambahan literatur untuk perpustakaan Universitas
Muhammadiyah kudus tentang Riwayat Pemberian ASI , Riwayat
Pemberian Makanan Tambahan dan Riwayat Penyakit dengan Angka
Kejadian Stunting.
2. Bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah kudus
Dapat dijadikan bahan bacaan untuk meningkatkan pengetahuan
tentang Riwayat Pemberian ASI, Riwayat Pemberian Makanan Tambahan
dan Riwayat Penyakit dengan Angka Kejadian Stunting.
3. Bagi Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat khususnya
orang tua dapat mendapatkan tambahan informasi mengenai Riwayat
Pemberian ASI, Riwayat Pemberian Makanan Tambahan dan Riwayat
Penyakit dengan Angka Kejadian Stunting.
4. Bagi peneliti
Dengan adanya penelitian ini penulis dapat mengaplikasikan ilmu
yang telah didapatkan selama dibangku perkuliahan dan dapat menjadi
sarana sharing ilmu tentang Riwayat Pemberian ASI , Riwayat Pemberian
Makanan Tambahan dan Riwayat Penyakit dengan Angka Kejadian
Stunting.

E. Keaslian penelitian
Keaslian penelitian yang dilakukan penulis berjudul “Hubungan Tingkat
Riwayat Pemberian ASI , Riwayat Pemberian Makanan Tambahan dan
Riwayat Penyakit dengan Angka Kejadian Stunting di Desa Gabusan
Kecamatan Jati Kabupaten Blora” belum pernah dilakukan sebelumnya di
Universitas Muhammadiyah Kudus. Adapun penelitian sejenis yang pernah
dilakukan adalah :
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Peneliti Judul Hasil Perbedaan


Sri Indrawati, Hubungan Balita di desa Karangrejek Kecamatan Penelitian
Warsiti,2016 Pemberian Asi Wonosari Kabupaten Gunung Kidul terdahulu dan
Eksklusif Dengan sebagian besar responden memberikan sekarang
Kejadian Stunting ASI Eksklusif yaitu 86,9%. Balita 2-3 tahun mempunyai
Pada Anak Usia 2-3 di desa Karangrejek Kecamatan Wonosari perbedaan
Tahun Di Desa Kabupaten Gunung Kidul sebagian besar jumlah variabel
Karangrejek responden dalam kategori normal yaitu bebas yang
Wonosari 73,1%. Ada hubungan pemberian ASI lebih banyak
Gunungkidul eksklusif dengan kejadian stunting pada dan tempat
balita 2-3 tahun ρ-value (0,000< 0,05) penelitian yang
berbeda.
Glaudia P. Hubungan Antara Hasil penelitian menunjukkan bahwa 99,0% Penelitian
Gerunga, Riwayat Penyakit anak usia 13-36 bulan memiliki riwayat dahulu dan
2013 Infeksi Dengan penyakit infeksi. Sementara 39,2% anak sekarang
Kejadian Stunting usia 13-36 bulan mengalami stunting, serta memiliki
Pada Anak Usia 13- hasil uji menunjukkan tidak terdapat variabel yang
36 Bulan Di Wilayah hubungan antara riwayat penyakit infeksi berbeda
Kerja Puskesmas dengan kejadian stunting dimana p = 0,392
Tuminting Kota (p > 0,05).
Manado
Nining Yuliani Hubungan Tingkat Berdasarkan analisis bivariat menghasilkan Penelitian
Rohmatun, Pendidikan Ibu Dan p <0,05 dengan nilai signifikansi 0,045 yang terdahulu dan
2014 Pemberian Asi berarti signifikan atau bermakna. Hal ini sekarang
Eksklusif Dengan berarti ada hubungan antara Pemberian mempunyai
Kejadian Stunting ASI eksklusif dengan kejadian stunting perbedaan
Pada Balita Di Desa pada balita di Desa Sidowarno Kecamatan jumlah variabel
Sidowarno Wonosari Kabupaten Klaten. bebas yang
Kecamatan lebih banyak
Wonosari Kabupaten dan tempat
Klaten penelitian yang
berbeda.

F. Ruang Lingkup
1. Lingkup waktu : Proposal penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai
Desember sampai dengan bulan Februari 2019
2. Lingkup tempat : Penelitian ini dilakukan di Desa Gabusan Kabupaten
Blora.
3. Lingkup materi : penelitian ini termasuk dalam lingkup Keperawatan
Anak

Anda mungkin juga menyukai