Anda di halaman 1dari 4

Efektifitas Pemberian lidokain 2% intratrakea pada tindakan ekstubasi post operatif

tonsilektomi di IBS RS Kertha Usada Buleleng

Pengantar
Tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi sudah lama dilakukan dan salah satu
prosedur pembedahan yang paling sering dilakukan pada kelompok usia anak di seluruh
dunia. Intubasi dengan pipa endotrakea menjadi bagian yang rutin dalam pelaksanaan
anestesi umum. Intubasi bukan merupakan prosedur yang tanpa komplikasi Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa komplikasi ekstubasi 7,4% lebih tinggi dibanding dengan intubasi. Dari
laporan Australian Incident Monitoring Study (AIMS) pada 4000 kasus awal, terdapat 189
kasus laringospasme (4,725 %); 145 (77%) secara klinis jelas dan mudah didiagnosis,
sedangkan 23% sisanya pada mulanya oleh ahli anestesi diperkirakan sebagai obstruksi jalan
nafas non laringospasme (27 kasus, 14%), muntah/regurgitasi (9 kasus, 5%) atau desaturasi
(7 kasus, 4%). Pada penelitian lain disebutkan, kejadian laringospasme pada ekstubasi sadar
pada operasi tonsilektomi dan adenoidektomi 21 – 26 %. Selain itu, dapat juga terjadi
Insidensi batuk pada ekstubasi sadar pada operasi nasal dan sinus paranasal, yaitu sebesar 38
- 96%.
Penelitian Diachun CD, dkk (2001)mengenai efektivitas dari lidokain topikal
menggunakan ETT LITA dengan menyemprotkan 2 mg/kgBB lidokain 4% sebelum
ekstubasi dan dapat menekan batuk saat ekstubasi namun dengan kadar puncak serum plasma
lidokain ˂1,63 µg/mL (rata–rata 0,43 µg/mL). Hal ini menunjukkan efek lokal penyemprotan
lidokain pada daerah mukosa laringotrakea tidak tergantung dari kadar konsentrasi serum.
Kemudian penelitian dari Lai Fam, dkk.(2015) meneliti insiden nyeri tenggorokan, batuk,
suara serak, agitasi menurun secara signifikan dan menunjukkan bahwa lidokain intracuff
yang dialkalin dan non-alkalinisasi dapat mencegah dan mengurangi fenomena munculnya
yang berhubungan dengan POST dan postintubasi.
Berdasarkan penelitian diatas maka pada kesempatan ini saya mencoba untuk
menggunakan lidokain 2% intratrakea pada pasien dilakuakn tindakan tonsilektomi dengan
general anestesi dan nantinya sebelum dilakukan ekstubasi untuk mencapai smooth
emergence techniques dengan melakukan deep extubation dibantu dengan pemberian
lidokain 2% 2 mg/kgBB intratrakeal 10 menit sebelum dilakukan ekstubasi.

Laporan kasus
Seorang laki-laki berusia 9 tahun, 30 kg dengan diagnosa tonsillitis kronis dilakukan
tindakan tonsilektomi. TD 120/80; nadi 82x/menit; suhu 36,8 C; RR 18x/menit, dari
pemeriksaan region oral saat buka mulut 3 jari pasien, pada pharing hiperemis (-) ,
pembesaran tonsil T3/T3, detritus +/+, dilakukan tindakan tonsilektomi dengan general
anestesi dan dilakukan intubasi dengan pipa endotrakeal. Pemeriksaan darah lengkap
hemoglobin 15,4 g/dL; leukosit 8230/uL; hematokrit 45%; trombosit 343.000/uL; BT 3’00”;
CT 2’00”; seroimunologi Antigen SARS CoV-2 negatif. Kesan anestesi laki-laki 9 tahun
menderita Tonsilitis Kronik dengan ASA I. Sampai di ruang persiapan kamar operasi
dilakukan pencatatan identitas kembali, kemudian dilakukan pemasangan infus dengan cairan
kristaloid, kecepatan pemberian sesuai kebutuhan cairan pemeliharaan sesuai berat badan
pasien. Setelah itu pasien dibawa ke ruang operasi, kemudian dipindahkan ke meja operasi.
Pasang monitor tekanan darah non invasif, EKG, pulse oxymetry, dilakukan pencatatan hasil
didapatkan tanda vital TD 120/80; nadi 85x/menit; respirasi 20x/menit; SpO2 99%.
Anestesi dimulai pukul 15.15 wita dan operasi dimulai pukul 15.25 wita. Pasien diberikan
premedikasi midazolam 0,05 mg/kgbb, ondansentron 0,15 mg/kgbb, suplemen analgesia
dengan fentanyl dosis 2 mcg/kgbb dan induksi propofol 2,5 mg/kgbb serta fasilitas intubasi
dengan obat pelumpuh otot vecuronium bromide dosis 0,1 mg/kgbb.
Pasien dilakukan intubasi pemasangan pipa endotrakea ukuran 6.0 dengan kedalaman16cm
(jarak sampai bibir) dengan membandingkan hingga suara napas terdengar sama pada kedua
lapang paru, selama operasi anestesi di pelihara dengan O 2 : N2O (50:50), sevoflurane 1-2%
setelah dilakukan induksi tanda vital pasien tampak stabil dengan Tensi 120/70 ; nadi
90x/menit; respirasi 20x/menit; SpO2 100%. Dexametason 0,1 mg/KgBB intravena diberikan
sesaat setelah pemberian propofol.
Diberikan asam tranexamat 20 mg/KgBB iv durante operasi dikarenakan tampak ada
oozing yang sulit diberhentikan oleh operator, setelah prosedur pengangkatan tonsil
dilakukan kurang lebih 10 menit akan berakhirnya operasi lidokain 2% 2mg/kgBB diberikan
secara intratrakeal, saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas
normal, cairan durante operasi RL 250 ml, Setelah operasi selesai, agen anestesia dihentikan,
pasien dipertahankan nafas spontan dengan oksigen 100%, Sebelum dilakukan ekstubasi,
lakukan pembersihan daerah laring menggunakan negative – pressure suction unit. Daerah
laring harus bisa dinilai secara visual sudah bebas dari adanya secret dan darah setelah itu
akan dilakukan ekstubasi secara deep extubation yang sebelum sudah diberikan lidokain 2%
2mg/kgBB intratrakeal. Pasien tidak mengalami batuk maupun muntah saat setelah dilakukan
ekstubasi. Operasi selesai pukul 16.00 wita dengan tanda vital tensi 130/80; nadi 85x/menit;
respirasi 24x/menit; SpO2 100% kemudian pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, setelah
dilakukan observasi di ruang recovery selama 45 menit. Selama di ruang recovery pasien
mengeluhkan rasa tidak nyaman di tenggorokan. Pasien tenang di ruang recovery dengan
pendampingan dari orang tua pasien.

Diskusi
Tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi sudah lama dilakukan dan salah satu
prosedur pembedahan yang paling sering dilakukan pada kelompok usia anak di seluruh
dunia. Meskipun prosedur yang umum dilakukan, hal itu menimbulkan tantangan besar bagi
ahli bedah serta ahli anestesi dan dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan
mortalitas secara substansial. Intubasi dengan pipa endotrakea menjadi bagian yang rutin
dalam pelaksanaan anestesi umum. Intubasi bukan merupakan prosedur yang tanpa
komplikasi. Intubasi dengan pipa endotrakheal memicu terjadinya beberapa fenomena atau
yang disebut emergence phenomena (EP), termasuk nyeri tenggorokan postoperasi, batuk, dan
disphonia setelah pembiusan umum. Persentase kemunculan EP berkisar antara 15% sampai
96%.
Ekstubasi halus dapat meningkatkan pencegahan primer dengan mengurangi
batuk/bucking dan aerosolization. Ada beberapa tehnik atau strategi pencegahan untuk POST
(Postoperative sore throat) dan komplikasi saluran napas lainnya Smooth Emergence
Techniques salah satunya dengan bantuan obat-obatan (Lidokain intracuff, lidokain
intravena, lidokain topical. Lidokain adalah salah satu obat yang paling umum digunakan
untuk mencegah POST (Postoperative sore throat), dan kemanjurannya dievaluasi dalam
ulasan Cochrane pada tahun 2009.
Banyak ditemukan komplikasi yang seharusnya bisa dicegah selama proses ekstubasi.
Salah satunya pada laporan kasus ini untuk mencegah terjadinya POST (Postoperative sore
throat), batuk/bucking dan aerosolization dengan pemberian lidokain 2% 2mg/kgbb
intratrakeal 10 menit sebelum dilakukan ekstubasi pipa endotrakeal. Lidokain 1-2 mg/kgBB
menghasilkan konsentrasi plasma 3 mcg/mL yang menghambat refleks batuk. Kelemahannya
yaitu durasi singkat (5-20 menit), sehingga sulit memperoleh efek optimal.
Lidokain dapat melindungi mukosa trakea melalui efek anestesi topikal yang terus
menerus, dan mencegah difusi nitrous oksida ke dalam manset. Pemberian lidokain secara
endotrakeal dapat memberikan efek lokal dan sistemik dalam pencegahan batuk saat
ekstubasi. Lidokain secara lokal berperan sebagai anestetik lokal yang menghambat
penghantaran impuls jalur aferen nervus vagus ke medula oblongata. Efek sistemik, lidokain
dapat memberikan efek antitusif dengan menghambat aktivitas susunan saraf pusat.
Kejadian batuk pada saat proses ekstubasi karena adanya rangsang regang pada trakea
akibat balon pipa ETT dan mukosa trakea yang kontak dengan balon pipa ETT. Rapidly
adapting mechanoreceptors disebut juga sebagai reseptor iritan dengan diameter yang kecil,
serat bermielin dengan lokasi pada saluran napas yang sensitif terhadap batuk yaitu laring dan
karina sensitif terhadap rangsang mekanik. Iritasi pada mukosa dan rangsang regang pada
RARs akan mengaktivasi jalur aferen nerus vagus dan pusat batuk akan diblokade oleh
lidokain yang diberikan secara endotrakeal sehingga menghambat terjadinya batuk.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, kami menyajikan laporan kasus yang terkait dengan pemberian
lidokain intratrakea sebagai tambahan sebagai anestetik lokal yang berefek memblok reseptor
batuk Pemberian lidokain secara intratrakeal sebelum ekstubasi dapat mengurangi kejadian
batuk saat proses ekstubasi pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum

Daftar Pustaka

1. T. Mihara, K. Uchimoto,et.al. 2014. The efficacy of lidocaine to prevent laryngospasm in


children: a systematic review and meta-analysis

2. Tiffany H. Wong, et.al. 2020. Smooth Extubation and Smooth Emergence Techniques: A
Narrative Review

3. Lam F, Lin Y-C, Tsai H-C, Chen T-L, Tam K- W, Chen C-Y. 2015. Effect of Intracuff
Lidocaine on Postoperative Sore Throat and the Emergence Phenomenon: A Systematic
Review and Meta- Analysis of Randomized Controlled Trials

4. Jee D, Park SY. Lidocaine sprayed down the endotracheal tube attennuates the
airwaycirculatory reflexes by local anesthesia during emergence and extubation. Anesth
Analg. 2003;96(1):293−7.
5. Morgan EG, Mikhail MS, Murray MJ. Management airway. Dalam: Morgan EG, Mikhail
MS, Murray MJ, penyunting. Clinical anesthesiology. Edisi ke-4. New York: McGraw-
Hill;2006. Hlm. 91−116.
6. Visvanathan T, Kluger MT, Webb RK, Westhorpe RN, Crisis Management During
Anaesthesia: Laryngospasm, Qual Saf Health Care, 2005, 14:e3
7. Sheta, SA, Abdelhalim AA, Nada E, Evaluation of “No Touch” Extubation Technique on
Airway Related Complications during Emergence from General Anesthesia, Saudi J Anaesth,
2011 AprJun; 5(2): 125-131
8. Widdicombe JG. A brief overview of the mechanisms of cough. Dalam: Chung KF,
Widdicombe JG, Boushey HA, penyunting. Cough: Causes, mechanism and therapy.
Massachusetts: Blackwell Publishing: 2003. hlm.17−25.
9. Diachun CD, Tunink BP, Brock-Utne JG. Suppression of cough during emergence from
general anesthesia: laryngotracheal lidocaine through a modified endotracheal tube. J Clin
Anesth 2001;13:447−57

Anda mungkin juga menyukai