Anda di halaman 1dari 29

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi adalah kondisi medis saat seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal menurut World Health

Organization hipertensi bila peningkatan tekanan darah istirahat

yang menetap yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg

dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHG ( Zulfi, 2001).

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya di definisikan

sebagai hipertensi esensial atau sering disebut hipertensi primer

untuk membedakannya dengan hipertensi karena sebab-sebab yang

diketahui yaitu hipertensi sekunder. Menurut The Seventh Report

of The Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evalution and Treatment of High Blood Pressure klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok

normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan 2 (Yogiantoro,

2008).

Selain itu hipertensi emergensi (krisis) dikarakteristikan

dengan peningkatan tekanann darah mencapai > 180/120 dengan

disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Contoh organ yang

terlibat anataranya otak, mata, jantung, dan ginjal . Sedangkan

7
8

hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah mencapai

>180/120 namun tanpa disertai adanya keterlibatan kerusakan

organ. ( Yogiantoro, 2008)

JNC 8 mengkAlsifikasikan hipertensi untuk usia ≥ 18

tahun, klasifikasi hipertensi tersebut dapat kita lihat pada table

berikut

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi untuk Usia ≥ 18 tahun.

(Sumber : James PA,2014)

Tabel 2.2 Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari European


Socuety of Hypertension (ESH)

(Sumber : James PA,2014)


9

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dibagi menjadi 2

golongan, yaitu :

a. Hipertensi Primer

Merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya,

disebut juga hipertensi idiopatik. Ini merupakan tipe paling

umm danmencakup 95% dariluas kasus hipertensi. Hipertensi

primer biasanya timbul pada umur 30-50tahun

b. Hipertensi Sekunder

Peningkatan tekanan darah akibat penyakit tertentu dengan

penyebab diketahui mencakup 5% dari kasus hipertensi vascular

renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,

feokrimositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan

dengan kehamilan, dan lain-lain (Mansjoer, 2005).

3. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I

converting enzyme (ACE) . ACE memegang peran fisiologis

penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandungn

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh

hormone, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi

angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah


10

yang memiliki peranan kunci dalam menaikan tekanan darah

melauli dua aksi utama. (Leonardo S, 2011).

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone

antidiuretic (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus

(kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolaritas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang di eksresikan ke luar tubuh (antidiuresis),

sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk

mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya,

volume darah meningkat yang pada akhrinya akan meningkatkan

tekan darah . (Leonardo S, 2011).

4. Gejala Klinis

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita

hipertensi mungkin tidak menunjukan gejala selama bertahun-

tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit

sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Sebagian besar

tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul

setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala

saat terjaga, kadang disertai mual dan muntah akibat tekanan darah

intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina yang

disebabkan hipertensi, ayunan langkah tidak mantap karena

kerusakan susunan saraf, nokturia akibat peningkatan aliran darag


11

ginjal dan filtrasi glomerulus, edema dependen yang disebabkan

peningkatan tekanan kapiler. (Corwin, 2001).

Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya

gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung.

Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga

berdengung, rasa berat ditekuk, sukar tidur, mata, berkungang-

kunang, dan pusing. (Mansjoer,2005).

5. Faktor Resiko

Secara umum, faktor resiko terjadinya hipertensi yang

teridentifikasi, antara lain :

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Riwayat hipertensi pada keluarga (keturunan)

Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika

salah satu dari orang tua mempunyai hipertensi maka

anaknya mempunyai 25% kemungkinan menderita hipertensi.

Jika kedua orang tua mempunyai hipertensi, kemungkinan

anaknya menderita hipertensi 60%. Riwayat keluarga (orang

tua, kakek, nenek, dan saudara kandung) yang menunjukkan

adanya tekanan darah yang tinggi merupakan faktor risiko

paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di

masa yang akan datang (Sheps, 2005).


12

2. Umur

Hipertensi merupakan penyakit multifactorial yang

munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan

bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan

meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan

mengalami penebalan karena adanya penumpukan zat

kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan

berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Peningkatan

umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada

usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas

simpatik.

b.Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Merokok

Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang

terdapat dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan

spesies lainnya yang sistesisnya bersifat adiktif dapat

mengakibatka ketergantungan. Komponen ini paling banyak

dijumpai di dalam rokok. Nikotin yang terkandung di dalam

asap rokok antara 0,5-3ng, dan semuanya diserap, sehingga di

dalam cairan darah satau plasma antara 40-50ng/ml. Nikotin

merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan pada dosis

tinggi bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistoloik


13

maupun diastolic, denyut jantung bertambah, kontraksi otot

jantung, seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran

darah pada coroner meningkat dan vasokonstriksi pada

pembuluh darah perifer. Zat ini hanya ada dalam tembakau,

sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat.

Nikotin ini dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan

tekanan darah, menyempitkan pembuluh darah perifer karena

dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh

darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding

pembuluh darah (aterosklerosis) dan menyebabkan ketagihan

serta ketergantungan pada pemakainya (Depkes RI, 2013).

Produk lain dari asap rokok adalah karbon monoksida. Gas

karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak

memiliki bau yang dihasilkan oleh pembakaran yang tidak

sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas karbon

monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen

dalam transport maupun penggunaanya. Gas CO yang

dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, sedangkan

CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400

ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar

karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%.

Selain zat diatas, Tar merupakan bagian partikel rokok

sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan yang


14

merupakan senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang

bersifat karsinogenik. Dengan adanya kandungan tar yang

beracun ini, sebagian dapat merusak sel paru karena tar akan

menempel pada jalan nafas dan paru0paru sehingga

mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap,

tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat asap

rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk

endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran

pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara

3-40mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok

bekisar 24-45mg. sedangkan bagi rokok yang menggunakan

filter dapat mengalami penurunan 5-15mg. walaupun rokok

diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-

paru, ketika pada saat merokok hirupannya dalam-dalam,

menghisap berkalikali dan jumlah rokok yang digunakan

bertambah banyak (Mangendai, 2017).

2. Stress

Stres bisa bersifat fisik maupun mental, yang menimbulkan

ketegangan lebih cepat, kelenjar seperti tiroid dan adrenalin

juga akan bereaksi dengan meningkatkan pengeluaran

hormone dan kebutuhan otak terhadap darah akan meningkat

dan pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan

darah yang mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat.


15

Stress akan meningkatkan resisten pembuluh darah perifer

dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Stres dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,

ekonomi dan karakteristik personal. Hal tersebut dapat

memicu pengeluaran katekolamin yang dapat menyebabkan

prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, sehingga akan

mempermudah terjadunya aterosklerosis (Widyastuti, 2006).

3. Obesitas

Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi.

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk

mengukur status gizi seseorang. Curah jantung dan sirkulasi

volum darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi

dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas

tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas

saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang

rendah (Yogianotoro, 2013).

Perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara

kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya

resisten insulin dan hiperinsulinemia, aktivitas saraf simoatis

dan system renin-angiotensin, dan perubahan fisik pad

aginjal. Peningkatan konsumsi energy juga meningkatkan

insulin plasma, dimana natriuretic potensial menyebabkan


16

terjadinya reabsorbsi natrium dan peningkatan tekanan darah

secara terus menerus (Widyastuti, 2006).

Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30%

memiliki berat badan lebih. Kelebihan berat badan

meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular.

Semakin berat badan meningkatkan risiko terjadinya penyakit

kardiovaskular. Semakin besar massa tubuh, makin banyak

darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen

dan makanan ke jaringan tubuh. Volum darah yang beredar

melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga

memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri sehingga

tekanan darah meningkat. Seseorang yang gemuk lebih

mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada

usia 30 tahun mempunyai risiko terserang hipertensi 7 kakli

lipat dibandingkan dengan wnaita yang langsing dengan usia

yang sama (Sugondo, 2008).

4. Konsumsi Garam

Asupan garam berlebig mempengaruhi system renin

angiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan

darah. Produksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara

lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan dalam proses

konversi angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan sekresi

aldosterone yang mengakibatkan menyimpan garam dalam


17

air. Keadaan ini yang berperan pada timbulnya hipertensi

(Yogiantoro, 2008).

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh,

karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga

akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada

seseorang yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang

per harinya ditemukan tekanan darah darah rata-rata rendah,

sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram per hari tekanan

darahnya rata-rata tinggi.

5. Aktivitas Fisik (olahraga)

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita

diabetes mellitus dan hipertensi karena meningkatkan risiko

kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga

cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih

tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras

pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung

harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan

pada arteri sehingga tekanan darah meningkat (Sheps,

2005).

Aktivitas fisik atau olahraga banyak dihubungkan

dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena

olahraga isotonic dan teratur dapat menurunkan tekanan

darah pada penderita hipertensi dan melatih otot jantung


18

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan

pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu

(Beevers, 2002).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium

rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan

menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau

mencari penyebab hipertensi. Biasanya dilakukan pemeriksaan

urinalisis secara mikroskopis (sedimen urin) untuk mengetahui

fungsi ginjal, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah

puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat

dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein

24jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah

dipakai untuk menilai fungsi ginjal. Pemeriksaan yang lebih tepat

adalah pemeriksaan Creatini Clearance Test (CTC). Selain itu

pemeriksaan aldosterone primer pada pasien hipertensi

(Yugiantoro, 2008).
19

7. Komplikasi

a. Stroke

Stroke dapat terjadi akibat embolus yang terlepas dari

pembuluh selain otak yang terpajan terkena darah tinggi. Stroke

dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang mendarahi

otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah

ke area otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran

darah ke area otak yang diperdarahi berkurang (Corwin,2001).

b. Infark miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang

arterisklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke

miokardiun atau apabila terbentuk trombus yang menghambat

aliran darah melewati pembuluh darah. (Corwin,2001).

c. Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kegagalan progresif akibat

tekanan darah tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan

rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu

nefron yang dapat terngganggu dan berlanjut menjadi hipoksik

atau kematian. (Corwin,2001).


20

d. Ensepalopati

Ensepalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi

maligna. Tekanan yang sangat tinggi padakelainan ini

menyebabkan kelainan kapiler dan mendorong cairan ke ruang

iterstisial diseluruh susunan saraf pusat. (Corwin,2001).

e. Kejang

kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang

baru lahir mungkin memiliki berat lahir kecil akibat fungsi

placenta tidak adekuat, kemudian dapat dialami hipoksi dan

asidosis jika ibu kejang selama atau sebelum proses persalinan.

(Corwin,2001).

8. Penatalaksanaan

a. Non farmakologi

Pengobatan hipertensi tidak hanya mengutamakan pemberian

obat-obat antihipertensi terapi juga harus disertai perubahan

pola hidup diantaranya menghentikan kebiasaan merokok,

menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih,

asupan garam lemak, latihan fisik serta meningkatkan konsumsi

buah dan sayur.

Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah

antara lain:
21

1. Makan Gizi Seimbang

Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah

pada pasien hipertensi. Dianjurkan untuk makan buah dan

sayur 5 porsi per-hari, karena cukup mengandung kalium

yang dapat menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4

mmHg dan tekanan darah diastolik (TTD) 2,5mmHg. Asupan

natrium hendaknya dibatasi <100 mmol (2g)/hari serata

dengan 5g (satu sendok teh kecil) garam dapur, cara ini

berhasil menurunkan 3,7 mmHg dan TTD 2 mmHg. Bagi

pasien hipertensi, asupan natrium dibatasi lebih rendah lagi,

menjadi 1,5 g/hari atau 3,5 – 4 g garam/hari. Walaupun tidak

semua hipertensi sensitif terhadap natrium, namun pembatasan

asupan natrium dapat membantu terapi farmakologi

menurunkan tekanan darah an menurunkan risiko penyakit

kardioserebrovaskuler. (Depkes RI, 2013).


22

Tabel 2.3 Pedoman Gizi Seimbang

Garam Natrium Klorida Buah-buahan dan sayuran

- Batasi garam <5gram (1 sendok - 5 porsi (400-500 gram0 buah-

teh)per hari buahan dan sayuran per hari

- Kurangi garam saat memasak (1 porsi setara dengan 1 buah

- Membatasi makanan olahan dan jeruk apel, mangga, pisang

cepat saji atau 3 sendok makan sayur

yang sudahi dimasak)


Makanan berlemak Ikan

- Batasi daging berlemak, lemak - Makan ikan sedikitnya tiga kali

susu dan minyak goreng (1,5-3 perminggu

sendok makan perhari) - Utamakan ikan berminyak

- Ganti sawi/minyak kelapa seperti tuna, makarel, salmon

dengan zaitun, kedelai, jagung,

lobak atau minyak sunflower

- Ganti daging lainnya dengan

ayam (tanpa kulit)


(Sumber: Depkes RI, 2013)

2. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih

Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh

terhdap tekanan darahnya.oleh karena itu, manajeman berat

badan sngat penting dalam pencegahan dan kontrol hipertensi.

Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi terlalu

banyak dilaporkan . upayakan untuk menurunkan berat badan


23

sehingga mencapai IMT normal 18,5-22,9 kg/m2 , lingkar

pinggang <90 cm untuk laki-laki atau <80cm untuk

perempuan. (Depkes RI, 2013)

3. Meningkatkan aktivitas fisik

Orang yang aktivitasnya rendah beresiko terkena hipertensi

30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitasfisik

antara 30-45 menit sebanyak lebih dari 3x perhari penting

sebagai pencegahan primer dari hipertensi. Aktivitas fisik

yang cukup dan teratur membuat jantung lebih kuat. Hal

tersebut berperan pda penurunan total peripher resistance yang

bermanffat dalam menurunkan tekanan darah. Melakukan

aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik sekitar

5-10mmHg. Berolahraga seperti senan aerobik atau jalan cepat

selama 30-45 menit lima kali per-minggu, dapat menurunkan

TDS 4mmHG dan TTD 2,5mmHg. Berbagai cara relaksasi

seperti meditasi, yoga, atau hipnosis dapat mengontrol sistem

syaraf, sehingga menurunkan tekanan darah. (Depkes RI,

2013)

4. Menurunkan konsumsi kafein dan alcohol

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga

mengalirkan labih banyak pada setiap detiknya. Sementara

konsumsi alkohol lebih drai 2-3 gelas setiap detiknya.

Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas setiap hari


24

meningkata resiko hipertensi. Mengurangi alkohol selama 1

s/d 4 minggu padan oenderita hipertensi yang biasa minum

alkohol, akan menurunkan TDS rerata 3,8mmHg. Selain itu

juga penderita disarankan untuk mulai mengganti persediaan

alkohol dengan jus buah atau buah-buahan untuk mengalihkan

perhatian penderita dari konsumsi alkohol. (Depkes RI, 2013).

b. Farmakoterapi hipertensi

Rekomendasi JNC 8 berbeda dengan rekomendasi JNC 7 yang

dikeluarkan sebelumnya, terkait perubahan dalam tatalaksana

terapi farmakologi dan klasifikasi tekanan darah yang lebih

spesifik dibandingkan JNC 7. Pedoman tatalaksana hipertensi

menurut JNC 8 dibuat berdasarkan laporan dari anggota panel

yang ditunjuk, antara lain Paul A James MD, Suzanne Oparil

MD, dan Barry L Carter PharmD. Rekomendasi yang diusulkan

adalah sebagai berikut:

Rekomendasi 1

Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi

farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg

dan diastolik ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan

tekanan darah sistolik menjadi < 150 mmHg dan diastolik

menjadi < 90 mmHg. (Rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi

A).
25

Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, bila terapi

farmakologi menghasilkan penurunan tekanan darah sitolik yang

lebih rendah dari target (misalnya < 140 mmHg) dan pasien

dapat mentoleransi dengan baik, tanpa efek samping terhadap

kesehatan dan kualitas hidup, maka terapi tersebut tidak perlu

disesuaikan lagi (Opini ahli, tingkat rekomendasi E).

Rekomendasi 2

Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi

dimulai ketika tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target

penurunan tekanan darahnya adalah < 90 mmHg. (Untuk umur

30 – 59 tahun, rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A)

(Untuk umur 18 – 29 tahun, opini ahli, tingkat rekomendasi E).

Rekomendasi 3

Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi

dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target

terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140

mmHg (Opini ahli, rekomendasi E).

Rekomendasi 4

Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit

ginjal kronik, terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah

sistoliknya ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya ≥ 90

mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik


26

menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli,

tingkat rekomendasi E)

Rekomendasi 5

Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita diabetes,

terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥

140 mmHg atau diatoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah

menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan

diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)

Rekomendasi 6

Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk

yang menderita diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya

termasuk diuretika tipe tiazida, penghambat saluran kalsium,

penghambat enzim ACE, atau penghambat reseptor angiotensin.

(Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).

Rekomendasi 7

Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang

menderita diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya

termasuk diuretika tipe tiazida atau penghambat saluran

kalsium. (Untuk populasi kulit hitam secara umum: rekomendasi

sedang, tingkat rekomendasi B) (Untuk ras kulit hitam dengan

diabetes: rekomendasi lemah, tingkat rekomendasi C)

Rekomendasi 8
27

Pada populasi berumur ≥ tahun dengan penyakit ginjal kronik,

terapi antihipertensi awal atau tambahan hendaknya temasuk

penghambat enzim ACE atau penghambat reseptor angiotensin

untuk memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini berlaku bagi semua

pasien penderita penyakit ginjal kronik tanpa melihat ras atau

status diabetes. (Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).

Rekomendasi 9

Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan

menjaga target tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak

tercapai dalam waktu sebulan terapi, naikkan dosis obat awal

atau tambahkan obat kedua dari kelompok obat hipertensi pada

rekomendasi 6 (diuretika tipe tiazida, penghambat saluran

kalsium, penghambat enzim ACE, dan penghambat reseptor

angiotensin). Penilaian terhadap tekanan darah hendaknya tetap

dilakukan, sesuaikan regimen terapi sampai target tekanan darah

tercapai. Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan terapi

oleh 2 jenis obat, tambahkan obat ketiga dari kelompok obat

yang tersedia. Jangan menggunakan obat golongan penghambat

ACE dan penghambat reseptor angiotensin bersama-sama pada

satu pasien.

Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat

antihipertensi yang tersedia pada rekomendasi 6 oleh karena

kontra indikasi atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3


28

macam obat, maka obat antihipertensi dari kelompok yang lain

dapat digunakan. Pertimbangkan untuk merujuk pasien ke

spesialis hipertensi (James PA, 2014).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Anti

Hipertensi.

1. Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis,

yang secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-

laki dan perempuan (Rostyaningsih, 2013). Jenis kelamin berkaitan

dengan peran kehidupan dan perilaku yang berbeda antara laki-laki

dan perempuan dalam masyarakat. Dalam hal menjaga kesehatan,

biasanya kaum perempuan lebih memperhatikan kesehatanya

dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan pola perilaku sakit juga

dipengaruhi oleh jenis kelamin, perempuan lebih sering

mengobatkan dirinya dibandingkan dengan laki-laki (Notoatmodjo,

2010).

Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak

menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74

tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang

menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur ≥ 60 tahun),

prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 % (Muchid, 2006:2).

Penelitian yang dilakukan oleh Alphonce (2012) menunjukan jenis


29

kelamin berhubungan dengan tingkat kepatuhan pengobatan

hipertensi.

2. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, diselenggarakan dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia (UU RI no. 20 tahun 2003: 1).

Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupanya yang dapat digunakan untuk mendapatkaninformasi

sehingga meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan

seseorang, maka akan memudahkan seseorang menerima

informasisehingga meningkatkan kualitas hidupdan menambah

luas pengetahuan. Pengetahuan yang baik akan berdampak pada

penggunaan komunikasi secara efektif (A. Aziz Alimul Hidayat,

2005)

Menurut penelitian yang dilakukan Ekarini (2011) dan

Mubin dkk (2010) menunjukan tingkat pendidikan berhubungan

dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani

pengobatan. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang


30

tinggi sebagian besar memiliki kepatuhan dalam menjalani

pengobatan.

3. Pengetahuan

Pendidikan adalah kegiatan atau proses pembelajaran untuk

mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga

sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri (Notoatmodjo, 2010).

Responden berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan responden yang

tingkat pendidikanya rendah.

Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan dari

informasi yang kita peroleh dari orang lain maupun buku (WHO,

1988). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek

tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,

2007).

4. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang

paling dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa

senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari

keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan

kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya

dengan lebih baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang


31

diberikan oleh keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya.

Dukungan dapat ditunjukkan melalui sikap yaitu dengan

mengingatkan waktu minum obat, waktu istirahat, waktu kontrol

serta menyiapkan obat yang harus diminum oleh pasien.

5. Peran Petugas Kesehatan

Dukungan dari tenaga kesehatan profesional merupakan

faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan.

Pelayanan yang baik dari petugas dapat menyebabkan berperilaku

positif. Perilaku petugas yang ramah dan segera mengobati pasien

tanpa menunggu lama-lama, serta penderita diberi penjelasan

tentang obat yang diberikan dan pentingnya makan obat yang

teratur.

Peran serta dukungan petugas kesehatan sangatlah besar

bagi penderita, dimana petugas kesehatan adalah pengelola

penderita sebab petugas adalah yang paling sering berinteraksi,

sehingga pemahaman terhadap konsisi fisik maupun psikis menjadi

lebih baik dan dapat mempengaruhi rasa percaya dan menerima

kehadiran petugas kesehatan dapat ditumbuhkan dalam diri

penderita dengan baik (A.Novian, 2013). Selain itu peran petugas

kesehatan (perawat) dalam pelayan kesehatan dapat berfungsi

sebagai comforter atau pemberi rasa nyaman, protector, dan

advocate (pelindung dan pembela), communicator, mediator, dan

rehabilitator.
32

Peran petugas kesehatan juga dapat berfungsi sebagai

konseling kesehatan, dapat dijadikan sebagai tempat bertanya oleh

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk memecahkan

berbagai masalah dalam bidang kesehatan yang dihadapi oleh

masyarakat (Wahid Iqbal Mubarak, 2009:73).

6. Motivasi Pasien Ingin Sembuh

Motivasi berasal dari bahasa latin moreve yang berarti

dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku

(reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata

kebutuhan atau keinginan. Motivasi pada dasarnya merupakan

interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya.

(Notoatmodjo,2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2011) menunjukan

tingkat motivasi berhubungan dengan tingkat kepatuhan klien

hipertensi dalam menjalani pengobatan (p=0,001). Dengan adanya

kebutuhan untuk sembuh maka klien hipertensi akan terdorong

untuk patuh dalam menjalani pengobatan. Motivasi yang tinggi

dapat terbentuk karena adanya hubungan antara kebutuhan,

dorongan dan tujuan. Dengan adanya kebutuhan untuk sembuh,

maka klien hipertensi akan terdorong untuk patuh dalam menjalani

pengobatan, dimana tujuan ini merupakan akhir dari siklus

motivasi.
33

C. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin di ukur.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat disesuaikan

dengan tingkat domain diatas (Notoatmojo, 2007). Tingkat

pengetahuan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah sejauh mana

tingkat pengetahuan responden baik mengenai pengertian, penyebab,

komplikasi, dan cara yang tepat untuk menanganinya. Pada penelitian

ini tingkat pengetahuan akan diukur melalui perhitungan statistic

kuesioner dan diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu tingkat

pengetahuan baik, cukup, kurang.

D. Perilaku Kepatuhan

1. Definisi

Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai

tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan,

mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan

rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan.

Definisi kepatuhan (adherence) menurut Kemenkes adalah

bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas

kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan

segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta

melaksanakannya. Kepatuhan pasien juga dapat diartikan sebagai

sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang


34

diberikan oleh petugas kesehatan. Kepatuhan pasien sangat

diperlukan untuk mencapai keberhasilan sebuah terapi pada pasien

yang mengikuti ketentuan-ketentuan kesehatan professional

(Notoatmojo, 2010).

2. Pengukuran Tingkat Kepatuhan

Keberhasilan pengobatan pasien hipertensi dipengaruhi

oleh peran aktif pasien dan kesediaanya untuk memeriksakan ke

dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta kepatuhan dalam

meminum obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam

mengonsumsi obat dapat diukur menggunakan metode MMAS-8

(Modifed Morisky Adherence Scale). Morisky secara khusus

membuat skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi

obat dengan delapan butir pertanyaan-pertanyaan yang menunjukan

frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum

obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan

dirinya untuk tetap minum obat.

E. Lanjut Usia (Lansia)

1. Definisi

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki

tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang


35

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut

Aging Process atau proses penuaan. Proses penuaan adalah siklus

kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan menurunnya

berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin

rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan

pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain

sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia

sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan,

serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh

pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya

akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara

umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah,

2010).

2. Batasan-batasan usia lanjut

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.

Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Anda mungkin juga menyukai