A. Definisi
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002
dalam www.ilmukeperawatan.com).
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003 dalam www.trinoval.web.id). Diabetes
mellitus adalah penyakit dimana penderita tidak bisa mengontrol kadar gula dalam
tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga
mengganggu system kerja tubuh secara keseluruhan (FKUI, 2001 dalam
www.trinoval.web.id).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan
tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak terdapatnya
pembentukan insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis diabetic.
Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular
kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan
dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan
penyakit vaskuler perifer.(brunner and suddarth, 2002: 109).
B. Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut ini merupakan
beberapa penyebabdari penyakit diabetes mellitus:
D. Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu
efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol
pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium,
dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat
yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
b. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskular.Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh
faktor – factor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya
KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting
untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik
juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh
darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu.
Manifestasi gangguan
Pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di
malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam )
serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.
E. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan teraupetik pada setiap jenis diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas klien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi
5. Pendidikan (keperawatan medical bedah, brunner and suddarth, 2002: 1226)
a. Penatalaksanaan Diet/Perencanaan Makanan(Meal planning)
Pada consensus perkumpulan endokrinologi Indonesia(PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat(60-70%), protein (10-15%), lemak (20-25%),.
Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75%
juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk golongan ekonomi rendah.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut,
dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan
kolestrol <300mg/hari. Jumlah kandungan serat kurang lebih 25 g/hari,
diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi.
Pemanis dapat digunakan secukupnya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih
0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (continous, Rhtmical, Interval, Progresiv,
endurance training). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang seling antara gerak cepat dan
lambat, berangsur angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara
bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan
pilihan adlah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75%-85%
denyut nadi maksimal.Denyut nadi maksimal dapat dihitung dengan
menggunakan formula berikut:
DNM= 220 – umur (dalam tahun) Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan
jasmani ini adalah jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu
yang pas, harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia,
harus selalu membawa permen, dan memeriksa kaki setelah berolahraga.
c. Obat berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani
yang teratur tapi kadar glukosa darah masih belum baik, dipertimbangkan
pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan)
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Sulfonylurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan rangsangan insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa
2) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan normal adalah metformin. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk(IMT>30) sebagai obat tunggal. Pada
pasien dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi dengan obat
golongan sulfonylurea.
3) Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukos.
4) Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitifitas insulin, sehingga bias mengatasi
masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini belum
beredar di Indonesia.
HIPERTENSI
A. DEFINISI HIPERTENSI
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah peningkatan tekanan darah didalam arteri.
Arteri adalah pembuluh darah yang mengangkut darah dari jantung dan dialirkan ke seluruh
jaringan dan organ tubuh. Tekanan darah tinggi (hipertensi) bukan berarti emosi yang
berlebihan, walaupun emosi dan stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara
waktu.
Seseorang dikatakan terkena hipertensi mempunyai tekanan dara sistolik ≥140mmHg
dan tekanan darah diastoltik ≥90mmHg. Seseorang dikatakan terkena hipertensi tidak hanya
dengan 1 kali pengukuran, tetapi 2 kali atau lebih pada waktu yang berbeda. Waktu yang
paling baik saat melakukan tekanan darah adalah saat istirahat dan dalam keadaan duduk atau
berbaring. Klasifikasi tekanan darah menurut WHO
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90
Hipertensi sistolik 140-160 <90
perbatasan
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko untuk terjadinya stroke, serangan
jantung,gagal jantung, dan merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kronis.
Sejalan dengan bertambahnya usia hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah. Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun, sedangkan tekanan darah
diastolic terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,kemudian berkurang secara
perlahan/bahkan menurun drastis.
B. GEJALA HIPERTENSI
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala. Meskipun
demikian secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan hipertensi (padahal sebenarnya tidak). Gejala yang di maksud adalah sakit
kepala,pendarahan dari hidung,pusing,wajah kemerahan dan kelelahan .
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati bisa timbul gejala berikut :
- Sakit kepala
- Kelelahan
- Mual
- Muntah
- Sesak nafas
- Gelisah
- Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak,mata,jantung dan ginjal
Kadang penderita hipertensi berat penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopoti hipertensif yang memerlukan
penanganan segera.
C. PENYEBAB HIPERTENSI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi primer/esensial adalah hipertensi yang tidak atau belum di ketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopaik. Tedapat 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi
seperti genetik,lingkungan,hiperativitis susunan simpatis,system renin-angiotensis,defek
dalam ekskresi Na,peningkatan Na dan Ca intraselular,dan factor-faktor yang meningkatkan
risiko,seperti obesitas, alcohol,merokok serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder . Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti
penggunaan estrogen,penyakit ginjal,hipertensi vascular renal,hiperaldosteronisme primer,dan
sindrom cushing,feokromositomo,koarktasio aorta, hipertensi yang berhubung dengan
kehamilan, dan lain-lain.
D. PENGOBATAN HIPERTENSI
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga
isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk
mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang
berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
a. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga
pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda.
Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non
farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih
baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan
asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak
dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada
pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak
3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol
6. Perbanyak maknan yg mengandung kalsium,kalium dan magnesium
7. Perbanyak makanan yg mengandung serat
8. Menjaga berat badan
9. Hindari kebiasaan minum kopi berlebihan
b. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini.
Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
- Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
- Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja
pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
- Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis
betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia
(kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat
bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan
saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
- Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek
samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan
pusing.
- Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin
timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
- Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan
Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan
muntah.
- Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk
dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sakit kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta
menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa
ditekan.
Berikut adalah 13 cara alami tanpa obat yang jitu untuk menurunkan tekanan
darah seperti:
1. Biasakan berjalan kaki
Pasien hipertensi yang membiasakan diri berjalan dapat menurunkan tekanan darahnya
dengan cepat sebanyak sekitar 6 mmHg sampai 8 mmHg. Berjalan akan membuat jantung
lebih banyak menggunakan oksigen dengan lebih efisien, sehingga tidak berupaya keras
memompa darah.
Lakukan latihan kardio sedikitnya 30 menit setiap hari dalam seminggu. Cobalah
tingkatkan kecepatan atau jaraknya sehingga membuat badan tetap langsing.
2. Tarik napas panjang
Pernapasan yang lambat dan melakukan meditasi seperti qigong, yoga dan tai chi akan
menurunkan hormon stres kortisol yang dapat mengangkat renin, enzim dari ginjal yang
meningkatkan tekanan darah.
Lakukan latihan pernapasan selama 5 menit di pagi dan malam hari. Tarik napas
dalam-dalam dan perluas perut. Buang napas dan lepaskan semua ketegangan.
3. Pilih produk kaya kalium
Kandungan kalium yang banyak terdapat dalam buah dan sayuran merupakan bagian
penting dalam program penurunan tekanan darah. Usahakan untuk mendapatkan asupan
kalium dari 2.000 sampai 4.000 mg per hari," kata Linda Van Horn, PhD, RD, profesor
kedokteran preventif di Northwestern University Feinberg School of Medical.
Sumber makanan yang kaya kalium antara lain ubi jalar, tomat, jus jeruk, kentang, pisang,
kacang merah, kacang polong, melon, semangka dan buah-buahan kering seperti kismis.
4. Batasi konsumsi garam
Orang yang memiliki riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi lebih besar
kemungkinannya memiliki tekanan darah tinggi, terutama yang sensitif terhadap garam atau
sodium. Tapi karena tidak ada cara untuk mengetahui apakah seseorang sensitif terhadap
sodium, maka setiap orang harus mengurangi asupan sodiumnya," kata Eva Obarzanek, PhD,
ahli gizi penelitian di National Heart, Lung, dan Darah Institute.
Batasi penggunaan garam adalah 1.500 mg per hari. Sedangkan setengah sendok teh
garam mengandung sekitar 1.200 mg sodium. Perhatikan juga kadar garam atau sodium dalam
makanan olahan, sebab di situlah sebagian besar asal muasal sodium dalam makanan. Bumbui
makanan dengan rempah-rempah, jamu, lemon, dan jangan ditambahi garam.
5. Makan cokelat hitam
Coklat hitam mengandung flavanol yang membuat pembuluh darah menjadi lebih
elastis. Dalam sebuah penelitian, 18% pasien yang makan cokelat hitam setiap hari mengalami
penurunan tekanan darah. Ada baiknya memakan 1/2 ons cokelat hitam setiap hari-hari.
Pastikan coklat hitam yang dimakan mengandung setidaknya 70% kakao.
6. Minum suplemen
Dalam kajian dari 12 penelitian, para peneliti menemukan bahwa koenzim Q10
mengurangi tekanan darah hingga 10 mmHg sampai 17 mmHg. Antioksidan diperlukan untuk
memproduksi energi dan melebarkan pembuluh darah. Konsultasikan dengan dokter tentang
pemakaian suplemen 60 mg sampai 100 mg untuk 3 kali sehari.
7. Minum sedikit saja alkohol
Menurut kajian dari 15 penelitian, semakin sedikit minum alkohol, semakin sedikit
tekanan darah yang dapat diturunkan. Sebuah penelitian di rumah sakit Boston's Brigham and
Women menemukan bahwa minum alkohol dalam taraf ringan, yaitu seperempat sampai
setengah minuman per hari untuk wanita, dapat mengurangi tekanan darah lebih banyak
daripada yang tidak minum setiap hari.
Yang dimaksud satu minuman adalah 12 ons bir, atau 5 ons anggur atau 1,5 ons
alkohol. Penelitian lain juga menemukan bahwa minum satu gelas sehari pada wanita dan dua
gelas sehari untuk pria dapat menurunkan risiko penyakit jantung.
"Dalam jumlah tinggi, alkohol jelas merugikan. Tapi konsumsi alkohol dalam taraf
sedang adalah pelindung jantung, jika diminum dalam porsi yang cukup," kata Obarzanek.
8. Minum kopi tanpa kafein
Para ilmuwan telah lama memperdebatkan efek kafein terhadap tekanan darah.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kafein tidak mempengaruhi tekanan darah, tapi
suatu penelitian dari Duke University Medical Center menemukan bahwa konsumsi kafein
500 mg atau sekitar tiga 8 ons cangkir kopi, dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 4
mmHg. Efeknya berlangsung hingga menjelang tidur.
"Kafein dapat meningkatkan tekanan darah dengan mengencangkan pembuluh darah
dan mempembesar efek stres. Ketika sedang stres, jantung memompa darah lebih banyak dan
meningkatkan tekanan darah. Dan kafein akan memperkuat efek itu," kata sang peneliti Jim
Lane, PhD, profesor riset di Duke University.
Lane kemudian merekomendasikan untuk mengganti kopi biasa dengan kopi tanpa
kafein untuk melindungi jantung. Sebagai perbandingan, 8 ons kopi biasa mengandung 100
sampai 125 mg. Dalam jumlah yang sama, teh mengandung 50 mg kafein dan cola sekitar 40
mg kafein.
9. Minum teh herbal
Dalam sebuah penelitian oleh Tufts University, peserta yang meminum 3 cangkir teh
hibiscus setiap hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 7 poin dalam rata-rata 6
minggu. Hasil ini setara dengan obat resep. Peserta yang meminum minuman plasebo hanya
mengalami penurunan tekanan darah sebesar satu poin.
Bahan fitokimia dalam hibiscus atau kembang sepatu nampaknya dapat banyak
mengurangi tekanan darah tinggi. Dalam teh herbal, banyak terkandung kembang sepatu.
Lihatlah campuran bahan-bahan yang terkandung dalam produk teh, dan pilihlah produk yang
banyak mengandung kembang sepatu dalam setiap porsinya.
10. Kurangi lembur
Bekerja lebih dari 41 jam setiap minggu di kantor akan meningkatkan risiko hipertensi
sebesar 15%, demikian menurut penelitian oleh University of California, Irvine terhadap
24.205 orang warga California.
Sebabnya, kerja lembur membuat tubuh jarang berolahraga dan makan sehat.
Usahakan menyelesaikan pekerjaan pada jam yang tepat sehingga dapat mengunjungi pusat
kebugaran atau lebih sering memasak makanan sehat.
11. Bersantai dengan musik
Untuk menurunkan tekanan darah, disamping dibantu oleh obat, juga bisa dibantu
dengan merubah gaya hidup. Menurut para peneliti di University of Florence di Italia, lagu-
lagu yang tepat dapat membantu menurunkan tekanan darah.
Peneliti meminta 28 orang dewasa yang sudah mengggunakan pil hipertensi
mendengarkan musik klasik, Celtic, atau musik India selama 30 menit setiap hari sambil
bernapas perlahan-lahan. Setelah seminggu, para peserta rata-rata mengalami penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 3,2 poin. Sebulan kemudian, angkanya turun sebanyak 4,4 poin.
12. Mengatasi ngorok saat tidur
Dengkuran yang kencang adalah salah satu gejala utama sleep apnea obstruktif (OSA).
Peneliti dari Universitas Alabama menemukan bahwa penderita apnea tidur banyak memiliki
kadar aldosteron yang tinggi, hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah. Bahkan,
diperkirakan bahwa separuh dari semua orang yang mengalami sleep apnea memiliki tekanan
darah tinggi.
Penderita apnea tidur biasanya mengalami banyak gangguan tidur yang berpotensi
mengganggu pernapasan dan mengancam nyawa saat tertidur. Selain mendengkur dengan
keras, kelelahan yang berlebihan di siang hari dan sakit kepala pada pagi hari juga adalah
pertanda apnea tidur.
Jika memiliki tekanan darah tinggi, tanyakan kepada dokter apakah apnea tidurnya
dapat disembuhkan. Mengobati apnea tidur dapat menurunkan kadar aldosteron dan
memperbaiki tekanan darah tinggi.
12. Banyak makan kedelai
penelitian yang dimuat Journal of American Heart Association menemukan untuk
pertama kalinya bahwa mengganti karbohidrat olahan dengan makanan kaya protein kedelai
atau susu, seperti susu rendah lemak, dapat menurunkan tekanan darah sistolik penderita
hipertensi atau prehipertensi
2.3. Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah
renal dan ganggun fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung
dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat
tumor, bekuan darah atau ginjal, obstryksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika
kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen,
peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal
ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
a. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Stadium oliguria.
Volume urine 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia
biasanyaringan kecualibila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal
jntung/dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gejala nokturia (akibat
kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala mulai timbul sebagai respon
terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita
biasanya tidak terrlalu memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih
waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700ml atau penderita
terbangun untuk berkemihbeberapa kali pada waktu malam hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan
malam hari adalah 3:1 atau 4:1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi
juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria
akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3
liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengn faal ginjal
diantara 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala
kekurangan farahm tekanan darah nakan naik, terjadi kelebihan, aktifitas
penderita mulai terganggu.
c. Stadium III
Semua gejala semua sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-
gejal yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang
tidur, kejang-kejang dan akhrirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma.
Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai
GFR nya 10% dari kadaaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-
10ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat mencolok sehingga penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan hemeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang dari 500ml/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleksperubahan biokimia dab
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal/dialisis.
2.4. Manifestasi Klinis
a. Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan
gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
b. Peningkatan BUN, creatinin
c. Kelebihan volume cairan
d. Oedem anasarka
e. Hiperkalemia
f. Serum calsium menurun, phospat meningkat
g. Asidosis metabolik
h. Anemia
i. Letargi
j. Mual persisten, muntah dan diare
k. Nafas berbau urea
l. Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot
dan kejang.
2.5. Penatalaksanaan
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Perikarditis memperbaiki
abnormalitas biokimia menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas, menghilangkan kecendrungan perdarahan, dan membantu
penyembuhan luka.
b. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium >5,5mEq/L, SI: 5,5
mmol/L), perubahan EKG ( tinggi puncak golombang T rendah atau sangat tinggi),
dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (nutrium polistiren sultfona [kayexalatel]), secara
oral atau melalui retensi enema.
2.6. Komplikasi
a. Hiperkalemia
b. Hipertensi
c. Anemia
d. Asidosis metabolik
e. Kejang
f. perikarditis
b. Tanda :
Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.
Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).
4. Makanan/Cairan
a. Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan
(dehidrasi), mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati penggunaan diuretik.
b. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban. edema (Umum, bagian
bawah).
5. Neurosensori
a. Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur. kram otot/kejang, sindrom “kaki
Gelisah”.
b. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit/
asama basa, kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.
6. Nyeri / Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.
7. Pernafasan
a. Gejala : nafas pendek
b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas
amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda ( edema paru)
8. Keamanan
a. Gejala : adanya reaksi transfusi
b. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus,
kulit kering.
9. Penyuluhan/Pembelajaran:
Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu
urianrius, malignansi., riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), Obat
nefrotik penggunaan berulang Contoh : aminoglikosida, amfoterisisn,
B,anestetik vasodilator, Tes diagnostik dengan media kontras radiografik,
kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran perkemihan, sepsis gram
negatif, trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedra listrik, autoimunDM,
gagal jantung/hati.
OITITIS MEDIA AKUT
Definisi
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).
Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Mansjoer,Arif,2001). Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tube eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat
pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan otitis media supuratif (=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media
musinosa, otitis media efusi/OME). Pembagian tersebut dapat di lihat pada gambar berikut:
Otitis media
Kronik
Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronik, yaitu otitis media
supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronik (OMSK/OMP).
Begitu juga otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma =
aerotitis) dan otitis media serosa kronik. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti
otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media
yang lain ialah otitis media adhesive.
Otitis media serosa adalah kelainan umum berupa cairan streril di telinga tengah
dibelakang membran timpani yang utuh yang menyebabkan tuli konduktif
2.3 Etiologi
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media
yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu,
sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga akan terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal :
sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada anak-
anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media
akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar,
dan letaknya agak horisontal.
3. Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri
piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli,
Pneumococcus vulgaris.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring.
Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah
oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody.
Otitis media akut (OMA) terjadi karena factor pertahanan tubuh ini terganggu.
Sumbatan tuba eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi
tuba eustachius terganggu, pencegahan infasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas atas.
Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.
2.4 Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA) yang diebabkan
oleh bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati tuba eustachius. Ketika bakteri
memasuki tuba eustachius maka dapat menyebabkan infeksi dan terjadi pembengkakan,
peradangan pada saluran tersebut. Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius
menyebabkan stimulasi kelenjar minyak untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di
belakang membran timpani. Jika sekret bertambah banyak maka akan menyumbat saluran
eustachius, sehingga pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang osikel
(maleus, incus, stapes) yang menghubungkan telinga bagian dalam tidak dapat bergerak bebas.
Selain mengalami gangguan pendengaran, klien juga akan mengalami nyeri pada telinga.
Otitis media akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulan dapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila faktor higiene kurang diperhatikan,
terapi yang terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan adanya daya tahan tubuh yang kurang
baik.
Komplikasi
1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secara benar dan
adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah termasuk ke otak,
namun ini jarang terjadi setelah adanya pemberian antibiotik.
2. Mastoiditis
3. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
4. Keseimbangan tubuh terganggu
5. Peradangan otak kejang
2.9 Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat
ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Manfaat audiometri
1) Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
2) Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
3) Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak
b. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran
tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
c. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran
tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan
garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal.
Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika
telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi
ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama
mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
d. Test Swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)
dengan probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya
osteo temporale
2.10 Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya OMA pada
anak antara lain:
Pencegahan terjadinya ISPA pada bayi dan anak-anak
Pemberian ASI minimal selama enam bulan
Hindari pemberian susu botol ketika anak dalam keadaan berbaring
Hindari pajanan terhadap asap rokok
STROKE
1. DEFINISI STROKE
2. EPIDEMIOLOGI
3. ETIOLOGI STROKE
Sroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis
sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaaan di
bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
- Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut; lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis, merupakan
tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
- Hiperkoagulasi pada Polisitema. Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
- Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis temporalis,
poliarteritis nodosa.
- Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
- Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
b. Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak,
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
- Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark
miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endokarditis oleh bakteri dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endokardium. Sumber di jantung fibrilasi atrium
(tersering), infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup
jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
- Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis,
arteri vertrebralis distal.
- Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Hemoragik. Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang
subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak
yang paling umum terjadi:
- Aneurisma berry, biasanya defek congenital
- Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
- Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
- Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalam dan
degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
- Hipertensi yang parah
- Henti jantung paru
- Curah jantung turun akibat aritmia.
e. Hipoksia lokal. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
- Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
(Muttaqin, 2011)
MIGREN
a) Definisi Migren Menurut International Headache Society, 2013, migren adalah nyeri
kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperberat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan fonofobia. Konsep klasik
mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak dengan manifestasi nyeri kepala
unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum yang terjadi mendadak disertai
mual atau muntah.Konsep tersebut telah diperluas oleh The Research Group On
Migraine and Headache of The World Federation Of Neurology. Migren merupakan
gangguan bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-
ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya bervariasi.Nyeri kepala umumnya
unilateral, disertai anoreksia, mual, dan muntah.Dalam beberapa kasus migren ini
didahului oleh gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati. Definisi migren yang
lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai nyeri kepala (Ad Hoc Comittee on
Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala unilateral berulang-ulang
dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan biasanya
berhubungan dengan tidak suka makan dan terkadang dengan mual dan muntah.
Terkadang didahului oleh gangguan sensorik, motorik, dan kejiwaan.Sering dengan
faktor keturunan. Harsono (2011) mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala
berulang-ulang berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri
kepala, harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointerstinal atau
keduanya.Gejala visual timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri
kepala.Bila tidak ada gangguan visual hanya berupa gangguan gastrointestinal, maka
muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan.
b) Etiologi dan Faktor Resiko Migren Menurut Harsono (2011), sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai gangguan
neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal
vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada
beberapa faktor resiko timbulnya serangan migren yaitu :
1. Perubahan hormonal Beberapa wanita yang menderita migren
merasakan frekuensi serangan akan meningkat saat menstruasi.
Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan serangan migren
saat menstruasi. Istilah ‘menstrual migraine’ sering digunakan
untuk menyebut migren yang terjadi pada wanita saat dua hari
sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Ini terjadi disebabkan
penurunan kadar estrogen.
2. Kafein Kafein terkandung dalam banyak produk makanan
seperti minuman ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam
jumlah yang sedikit akan meningkatkan kewaspadaan dan
tenaga, namun bila diminum dalam dosis yang tinggi akan
menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas dan sakit
kepala.
3. Puasa dan terlambat makan Puasa dapat mencetuskan terjadinya
migren oleh karena saat puasa terjadi pelepasan hormone yang
berhubungan dengan stres dan penurunan kadar gula darah.
4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau
setelah istirahat dari ketegangan. 5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual
yang terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia
normal. Mekanisme ini juga berlaku untuk penderita migren
yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada
manusia normal.
5. Makanan Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat
menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat
dan berdebar-debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar
pada saat perut kosong. Fenomena ini disebut ‘Chinese
Restaurant Syndrome’.Aspartam atau pemanis buatan pada
minuman diet dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus
migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu yang
lama.
6. Banyak tidur atau kurang tidur Gangguan mekanisme tidur
seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering terjaga tengah
malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit
kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan
membantu mengurangi frekuensi timbulnya migren.
7. Faktor herediter
8. Faktor kepribadian
9. Faktor cuaca Polusi udara, temperatur, suhu ruang yang tidak
stabil dipercaya mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap
insidensi terjadinya migren.
c) Patofisiologi migren Patofisiologi migren masih belum jelas, namun ada tiga teori yang
dapat menjelaskan mekanisme terjadinya migren. Teori pertama adalah teori
vaskularyang menyebutkan bahwa pada serangan migren terjadi vasodilatasi arteri
ekstra kranial. Teori kedua adalah teori neurologi yang menyebutkan bahwa migren
adalah akibat perubahan neuronal yang terjadi di area otak yang berbeda dan dimediasi
perubahan sistem neurotransmisi. Teori ini fokus pada fenomena depolarisasi kortikal
yang menyebar yang menyebabkan munculnya aura. Teori ketiga menyebutkan tentang
perubahan vaskular akibat disfungsi neuronal sehingga terjadi vasodilatasi meningeal
(Charles and Brennan, 2011). Berdasarkan gejala klinis migren, terdapat tiga fase
terjadinya migren yaitu pencetus, aura dan nyeri kepala. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pencetus melibatkan batang otak sebagai pembangkit migren dan
mungkin berhubungan dengan channelopathy familial. Setelah itu, aliran darah otak
regional berkurang yang diikuti depresi gelombang penyebaran kortikal. Pada
penderita dengan aliran darah otak yang menurun, maka aura akan muncul. Aliran
darah otak yang berkurang ini akan diikuti oleh vasodilatasi selama munculnya nyeri
kepala, yang mungkin akibat dari perubahan aktivitas neuron yang mensarafi arteri
kranial. Penelitian imunohisto kimiawi mendapatkan adanya neurotransmiter selain
noradrenalin dan asetilkolin yang bersifat vasodilator yaitu 5-HT, vasoactive intestinal
peptide (VIP), nitric oxide (NO), substansi P, neurokinin A dan CGRP. Vasodilatasi
kranial menyebabkan aliran darah yang meningkat setiap kali jantung berdetak
sehingga terjadi pulsasi pada pembuluh darah yang terlibat. Pulsasi tersebut akan
dirasakan oleh reseptor regangan pada dinding vaskular dan menyebabkan peningkatan
sensorik saraf perivaskular (trigeminus) sehingga terjadi nyeri kepala dan gejala lain
(Noseda and Burstein, 2013). Rangsangan trigeminal ini akan mengeluarkan
neuropeptida sehingga vasodilatasi dan aktivitas saraf perivaskular bertambah.
d) Diagnosis Migren Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri
kepala merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan
neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan. Diagnosis Migren Diagnosis
migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri kepala merupakan keluhan
yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan neurologis dan bila ada
biasanya terjadi saat serangan.
e) Pengobatan pencegahan Pengobatan pencegahan diberikan bila terdapat lebih dari 2
kali serangan dalam sebulan. Obat pencegah migren adalah (Kelley, 2012) : a. Beta-
blocker b. Antagonis Ca c. Antiserotonin dan antihistamin d. Antidepresan trisiklik
DECOMPENSASI CORDIS (DC)
2.1 Definisi
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan dimana jantung sebagai pompa tidak
terhadap pemenuhan keuthan metabolik tubuh gagal.Fungsi pompa jantung secara keseluruhan
tidak berjalan normal. Meski demkian, buan berarti jantng tidak dapat bekerja sama sekali,
hanya saja jantung tidak berdetak sebagaimana mestinya. (sutanto, halaman 64).
Decompensasi kordis atau disebut juga dengan gagal jantung adalah suatu keadaan
ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh,
meskipun tekanan pengisian vena normal. Definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung
bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ, melainkan suatu sindrom klinis
akibat kelainan jantung yang ditandai dengan suatu bentuk respons hemodinami, renal, neural
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah salah satu tipe kegagalan sirkulasi,
suatu istilah yang juga mencakup hipoperfusi yang diakibatkan oleh kondisi jantung
hemoglobin.Gagal jantung mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh
Jantung berada dalam thorax antara kedua paru-paru dan di belakang sternum dan lebih
menghadap ke kiri daripada ke kanan, tepatnya di dalam rongga dada sebelah depan. Sebelah
kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, pangkalnya terdapat di belakang
kiri antara kosta v dan vii dua jari di bawah papilla mammae.Pada tempat ini teraba adanya
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
dan cacat septum ventrikel.Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
atau hipertensi sistemik.Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau
kardiomiyopati.
Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan
pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi
ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut
diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein
Kondisi-kondisi penyebab gagal jantun secara umum dapat terjadi oleh mekanisme
sebagai berikut :
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner.ini
mengakibatkan otot jantung tidak berfungsi karena terganggunya darah ke otot jantung
Penyebab utama gagal jantung adalah tekanan darh tinggi. Hiperttensi sitmik
regangan otot jantung tetapi bila beban terus-menerus bertambah hingga melampaui
2.4 Klasifikasi
terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan,dan gagal jantung kongestif. Pada gagal
jantung kiri terjadi dyspneu d’effort,fatigue, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal ,batuk,
pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap s3 dan s4, pernapasan
cheyne stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement, anoreksia ,dan kembung.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama
derap atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis
2.5 Patofisiologi
Bila cadangan jantung untuk berespon terhadap stres tidak adekuat dalam memenuhi
kebutuhan metebolik tubuh , maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa,
akibatnya terjadi gagal jantung . Juga pada awal tingkat , disfungsi komponen pompa dapat
mengakibatkan kegagalan. Jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan,
respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting.Semua respon ini
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaaan istirahat. Akan
tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada
keadaaan beraktifitas dengan berlanjutnya gagal jantung , maka konpensasi akan menjadi
Kegaglan jantung dapat di nyatakan sebagai kegagalan sisi kiri atau sisi kanan jantung.
Kegagalan pada salah satu sisi jantung dapat berlanjut dengan kegagalan pada sisi yang lain
dan manifestasi klinis yang sering menampakan kegagalan pemompaan total. Manifestasi
klinis dari gagal jantung kanan adalah: edema, distensi vena, asites, penambahan berat badan,
nokturia, anoreksia, peningkatan tekanan atrium kanan, peningkatan tekanan vena perifer
arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda
1. Ekg untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia,
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan
tekanan pulnonal.
4. Scan jantung untuk tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung untuk mengetahui tekanan abnormal, menunjukan indikasi, dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katup, serta
6. Terapi diuretic, elektrolit mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal.
7. Oksimetri arteri, saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika chf memperburuk
ppom.
8. Agd, gagal ventrikrl kiri ditandai dengan hipoksemia dengan peningkatan tekanan
karbondioksida.
farmakologi, dan
3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
Terapi famakologi:
1. Glikosida jantung.
jantung.efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
2. Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.penggunaan hrs hati –
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
vasodilatasi koroner.
3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila
tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan
Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat
2.8 Pencegahan
Kunci untuk mencegah gagal jantung adalah dengan mengurangi faktor – faktor yang
beresiko. Misalnya dengan mengontrol atau menghilangkan banyak faktor – faktor resiko
penyakit jnatung, tekanan darah tinggi dan penyakit arteri koroner. Hal tersebut bisa teratasi
misalnya dengan melakukan perubahn gaya hidup bersama dengan bantuan obat apapun yang
1. Tidak merokok
2. Mengendalikan kondisi tertentu. Seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan
diabetes.
2.9 Komplikasi
Komplikasi lebih lanjut yag dapat terjadi akibat decompensasi cordis adalah Renjatan
(shock) cardiogenik , dimana ventrikel kiri jugaudah tidak mampu berfungsi lagi . Selain itu
dapat terjadi gagal nafas total akibat perluasan edema paru yang hebat . (soeparman, ilmu
A. Definisi
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari semua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan
adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
A. Etiologi
1) Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi penyempitan jalan
nafas.
2) Adanya pembengkakan membrane bronkhus.
3) Terisinya bronkus oleh mokus yang kental
Faktor Predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Faktor Presipitasi
1) Alergen
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stress.
Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan Kerja.
Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita
bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak
otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma
yaitu :
1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien
setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan
mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-
otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.
D. Patofisiologi
Kurang Hipoksemia
Gangguan
pengetahuan Penyempitan jalan nafas pola nafas
Asidosis
Intoleransi aktivitas metabolik
Peningkatan kerja pernafasan
Retensi CO2
Asidosis respiratorik
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam pada
gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia, bronkhiolitis, chronic
persistent bronchitis, emphysema.
F. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan sputum
a. Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen
b. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus
b) Pemeriksaan darah
3) Pemeriksaan Spirometri
G. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas.
2) Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3) Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun
penjelasan penyakit.
B. Klasifikasi
a) Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP):
pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan
rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit
pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari. (Buke, 2009)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi
selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama
penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang
dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya.
Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan
menderita pneumonia (Supandi, 1992)
c) Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain
setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat
pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks
menelan (Buke, 2009)
d) Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid,
kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri,
selain organisme bakteria lain (Buke, 2009)
e) Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada
fibrosis kistik dan bronkietaksis (Buke, 2009)
C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), etiologi pneumonia adalah
a. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat dan
nosokomial. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi pneumonia di
masyarakat dan nosokomial:
Lokasi sumber masyarakat
Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae,
Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae, Anaerob oral (aspirasi), dan
Influenza tipe A dan B.
Lokasi sumber nosokomial
Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, dan Anaerob oral
(aspirasi).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita
gangguan ini bisa memicu pneumonia.
Berikut ini adalah virus yang dapat menyebakan terjadinya pneumonia:
Influenza virus
Adenovirus
Virus respiratory
Syncytial repiratory virus
Pneumonia virus
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum.
Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga
tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda
dengan virus. Pneumonia mikoplasma sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar
dan dewas muda.
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP).
Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan pnuemonia:
Pneumositis karini
Pneumonia pneumosistis
Pneumonia plasma sel
e. Penyebab Lain
Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi, bahan kimia,
dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi radiasi untuk kanker payudara
atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah pengobatan selesai. Pneumonia
kimiawi terjadi setelah mencerna kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.
D. Epidemiologi
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat
dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien
yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang dirawat di rumah
sakit; 25-50% pada pasien ICU (Buke, 2009). Di United States, insidensi untuk penyakit
ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan
kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi
yaitu sekitar 14% (Alberta Medical Association, 2002). Di negara berkembang sekitar 10-
20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian diantara
pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011). Di Indonesia
sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-
50% (Farmacia, 2006).
E. Faktor Resiko
Berikut ini adalah faktor resiko pneumonia menurut Price dan Wilson, 2005:
Usia di atas 65 tahun
Aspirasi sekret orofaringeal
Infeksi pernapasan oleh virus
Sakit yang parah dan akan menyebabkan kelemahan, misalnya diabetes militus dan
uremia
Penyakit pernapasan kronik, misalnya COPD, asma, kistik fibrosis
Kanker, terutama kanker paru
Tirah baring yang lama
Trasektomi atau pemakaian selang endotrakeal
Bedah abdominial dan toraks
Fraktur tulang iga
Pengobatan dengan imunosupresif
AIDS
Riwayat merokok
Alkoholisme
Malnutrisi
Adapun faktor yang umumnya menjadi predisposisi individu terhadap pneumonia,
yaitu sebagai berikut:
Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan menganggu
drainage normal paru. Meninngkatnya resiko pneumonia dapat terjadi pada penyakit
kanker dan penyakit obstruksi paru menahun (PPOM).
Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofil rendah (neutropeni) akan
beresiko pnuemonia.
Individu yang merokok akan beresiko peumonia karena asap rokok menganggu
aktivitas mukosiliaris dan makrofag.
Setiap pasien yang diperbolehkan berbaring secara pasif dalam waktu yang lama,
relatif imobil, dan bernapas dangkal maka akan beresiko terhadap bronkopneumonia.
Setiap individu yang mengalami depresi refleks batuk (karena medikasi, keadaan yang
melemahkan, atau otot-otot pernapasan melemah), telah mengaspirasi benda asing
masuk ke dalam paru selama periode tidak sadar (cedera kepala, anastesia), atau
mekanisme menelan yang abnormal dapat dikatakan hampir pasti beresiko
bronkopenumonia.
Setiap pasien yang dirawat dengan NPO (dipuasakan) atau mereka yang mendapat
antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme (bakteri gram negatif) faring
dan beresiko pneumonia.
Individu yang sering mengalami intoksinasi terutama rentan terhadap pneumonia,
karena alkohol menekan refleks-refleks tubuh, mobilisasi sel darah putih, dan gerakan
siliaris trakeobronkial.
Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami depresi
pernapasan, yang kemudian akan terjadi pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya
mengalami penumonia.
Pasien tidak sadar atau mempunyai refleks batuk yang buruk adalah mereka yang
beresiko terkena pnuemonia akibat penumpukan sekresi atau aspirasi.
Setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapi pernapasan dapat
mengalami penumonia jika peralatan tersebut tidak dibersihkan dengan tepat.
F. Patofisiologi
G. Manifestasi Klinis
Demam dan batuk (awalnya nonproduktif) merupakan gejala umum. Bisa juga
terjadi nyeri dada dan sesak napas. Gambaran sistemik (lebih sering terjadi) di antaranya
adalah nyeri kepala, confusion, myalgia, dan malaise. Pada pemeriksaan fisik bisa
ditemukan tanda-tanda konsolidasi lokal dan ronki kasar (crackles) pada lobus yang
terkena. (Patrick Davey, 2006)
Pada anak-anak, infeksi virus (RSV) dan virus parainfluenzae akan disertai rhinore,
suara serak, dan otitis media. Terdengar ronki kering di seluruh lapangan paru dan disertai
dengan mengi inspirasi dan ekspirasi. Jika disebabkan oleh mycobacterium pneumonia,
maka akan menimbulkan ronki terbatas, dan gejala proses konsolidasi, tetapi pada foto
paru, gambaran prosesnya menyebar. Terkadang juga terdengar bising gesek pelura.
(Darmanto Djojodibroto, 2008)
H. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X dada : mengidentifikyanasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrasi baik menyebar ataupun terlokalisasi, atau penyebaran/perluasan
infiltrate nodul. Selain itu juga dapat menunjukkan efusi pleura, kista udara-cairan,
sampai konsolidasi.
b) Analisis gas darah : untuk mendiagnosis gagal napas,serta menunjukkan hipoksemia
dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
c) LED meningkat
d) Hitung jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang mencapai
30.000/µl
e) Pemeriksaan fungsi paru : volume turun, tekanan jalan napas meningkat, dan
komplain menurun.
f) Pemeriksaan elektrolit : Na dan Cl meningkat.
g) Pemeriksaan bilirubin : terjadi peningkatan bilirubin.
h) Aspirasi/biopsi jaringan paru
i) Kultur sputum : penting untuk koreksi terapi antibiotik. (Misnadiarly, 2008)
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
• Oksigen 1-2 L/menit
• IVFD dekstrose 10%: NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan
• Jumlah cairan sesuai berat badan,kenaikan suhu, status hidrasi
• Jika sesak tidak selalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
• Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
• Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community
base:
• Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 41 kali pemberian
• Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
• Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian
• Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
J. Komplikasi
a. Shock dan gagal napas
Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan kegagalan
pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada pasien usia lanjut).
Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang tidak menerima pengobatan khusus
atau pengobatan yang tidak memadai atau tertunda. Komplikasi ini juga ditemui ketika
organisme penyebab infeksi yang resisten terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta
mempersulit pneumonia.
Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan hemodinamik dan
ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer, menjaga tekanan darah arteri, dan
memberikan oksigenasi yang memadai. Agen vasopressor dapat diberikan secara
intravena dengan infus dan pada tingkat disesuaikan sesuai dengan respon tekanan.
Kortikosteroid dapat diberikan parenteral untuk memerangi shock dan toksisitas pada
pasien yang sangat sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata kematian dari infeksi.
Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Gagal
jantung kongestif, disritmia jantung, perikarditis, miokarditis dan juga komplikasi dari
pneumonia yang dapat menyebabkan shock.
b. Atelektasis dan Efusi pleura
Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat terjadi pada
setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik terjadi pada setidaknya 40%
dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi parapneumonik adalah setiap efusi pleura yang
berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis atau. Setelah efusi
pleura terdeteksi pada dada x-ray, thoracentesis yang dapat dilakukan untuk
mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium untuk analisis. Ada
tiga tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan patogenesis: tidak rumit, rumit, dan
empiema toraks. Sebuah empiema terjadi ketika tebal, cairan purulen terakumulasi
dalam ruang pleura, sering dengan perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off)
daerah di mana infeksi berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk
mengobati infeksi pleura dengan mendirikan drainase yang tepat dari empiema
tersebut. Sterilisasi rongga empiema membutuhkan 4 sampai 6 minggu antibiotik.
Kadang-kadang manajemen bedah diperlukan.
c. Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat besar antibiotik,
seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik. Superinfeksi juga dapat terjadi
pada pasien yang telah menerima berbagai kursus dan jenis antibiotik. Dalam kasus
tersebut, bakteri dapat menjadi resisten terhadap terapi antibiotik. Jika pasien membaik
dan demam berkurang setelah terapi antibiotik awal, tetapi kemudian ada kenaikan
suhu dengan meningkatnya batuk dan bukti bahwa pneumonia telah menyebar,
superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah atau dihentikan sama sekali
dalam beberapa kasus.
K. Pencegahan
Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia:
a. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berat badan lahir rendah, perlu gizi ibu
selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan
ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang
memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
b. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai
umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta
mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan
ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat
ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
c. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang
memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT
(Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4
bulan.
d. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk
mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan
napas cepat/sesak napas.5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah. Untuk
mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara
mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat
lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca
panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang
memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
e. Menjauhkan balita dari penderita batuk
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk.
Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang
lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar
dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran
napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang
selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena
malnutrisi.
f. Mengurangi minum alkohol
Mengurangi minum alkohol dapat membantu dalam mengatasi hidrasi. Hal ini
juga membantu melawan pneumonia. Obat penurun demam, contohnya
acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil) mungkin juga dapat membantu agar
lebih baik.
g. Latihan Nafas
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam
dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia.
(Jeremy, 2005)