Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pembedahan

2.1.1 Pengetian Pembedahan

Pembedahan adalah prosedur medis invasif yang dilakukan untuk mendiagnosa atau

mengobati sakit, cedera atau kecacatan. Meskipun pembedahan adalah sebuah

pengobatan medis , perawat mempunyai peranan aktif dalam merawat pasien sebelum,

selama, dan setelah pembedahan. Perawatan antardisiplin dan asuhan keperawatan

independen secara bersama-sama mencegah komplikasi dan meningkatkan pemulihan

optimal pasien bedah.

Keperawatan perioperatif adalah bidang praktik spesialisasi, Keperawatan perioperatif

memadukan tiga fase pengalaman bedah : Praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.

Fase praoperatif dimulai saat keputusan bedah dibuat dan berakhir saat pasien dikirim

keruang operasi, Fase intraoperatif dimulai dengan masuknya pasien kedalam kamar

operasi dan berakhir saat masuk ke unit perawatan pascaoperatif (PACU, postanestesia

care unit) atau ruang pemulihan. Fase pascaoperatif dimulai saat pemulihan lengkap

pasien dari intervensi bedah. Meskipun perawat perioperatif bekerja berkolaborasi

dengan profesional lain dari layanan kesehatan untuk mengindentifikasi dan memenuhi

kebutuhan pasien, perawat perioperatif mempunyai tanggung jawab dan akuntabilitas

primer terhadap asuhan keperawatan pasien yang menjalani pembedahan.


2.1.2 Konsep Keperawatan Perioperatif

Periode ini termasuk waktu sebelum pembedahan atau disebut periode praoperasi,

waktu selama prosedur pembedahan dilakukan, atau disebut periode intraoperasi dan

periode setelah pembedahan selesai, atau disebut periode pascaoperasi. Definisi yang

paling luas jangkuannya dari praktik keperawatan perioperatif bermula dari rumah

kemudian pembedahan dan proses penyembuhan, sampai kembali kerumah lagi.

Perawat perioperatif adalah perawat teregistrasi yang menggunakan proses

keperawatan untuk menyusu, merencankan, dan memberikan layanan untuk memenuhi

kebutuhan pasien yang mengalami penurunan kemampuan perawatan diri akibat

prosedur operasi yang dilakukan. Pembedahan dilakukan oleh sekelompok orang dan

peran perawat sebagai anggota tim didefinisikan sesuai kondisi tempat praktik. Oleh

karena itulah, keperawatanh perioperatif lebih bersifat berpusat pada pasein daripada

berorientasi tugas. Perawat perioperatif harus memiliki dan menerapkan pengetauan

anatomi, fisiologi, psikologi, sosiokultural, serta keyakinan dan praktik

agama/kepercayaan. Selain itu perawat juga perlu memahami semua aspek prosedur

pembedahan ysng dilakukan. Perawat perioperatif haruslah mampu berkomunikasi,

mendelegasi, dan menjadi pengawas yang baik supayua mampu memastikan

kebutuhan pasien terpenuhi selama menjalani pembedahan.

Pelayanan keperawatan perioperatif berlangsung sebelum ,saat, dan segera sesudah

prosedur pembedahan. Pada setiap periode pemeiksaan dan intervensi spesifik

dilakukan oleh perawat. Yang bertinadak baik sebagai klinisi mandiri dan juga anggota

tim layanan kesehatan. Tujuan dari keperawatan perioperatif adalah membantu pasien
dan keluarganya dalam menghadapi pembedahan, membantu memfasilitasi pencapaian

hasil yang diharapkan, serta membantu pasein mendapatkan fungsi yang optimal

setelah pembedahan.

Keperawatan Intraoperatif adalah tindakan keperawatan selama fase intraoperasi

berfokus pada kondisi emosional dan juga faktor fisik seperti keamanan,posisi tubuh,

menjaga asepsis dan mengontrol kondisi ruang bedah. Pengkajian praoperasi

membantu perawat merencanakan intervensi selama fase ini. Perawat tetap bertindak

sebagai penjaga pasien, mengatisipasi komplikasi yang mungkin terjadi. Bila dokter

bedah fokus melakukan tindakan bedah, tim anestesi fokus pada pernafasan dan

memepertahankan stabilitas fisiologis, perawat bertanggung jawab dengan semua

aktivitas lain yang berlangsung di ruang operasi.

Tim pembedahan adalah sekelompok tenaga kesehatan profesional yang terlatih dan

mengatur keselamatan pasein. Meskipun setiap prosedur bedah berbedah-bedah satu

sama lain , beberapa orang tertentu pasti selalu ada, seperti dokter bedah, dokter

anestesi, perawat dan tim penyedia baju operasi. Dokter bedah mengetuai tim

pembedahan dan mengambil keputusan terkait prosedur bedah. Tergantung prosedur

bedah yang dilakukan, dokter bedah lain atau perawat terdaftar yang menjalani

pendidikan dan latihan tambahan dapat bertindak sebagai asisten pertama (registered

nurse assistant,RNFA), dokter anestesi atau certified registered nurse anesthetist

(CRNA) memberikan anestesi, meredakan nyeri dan membuat pasein rileks dengan
obat. Perawat yang diruang bedah adalah perawat yang terdaftar (registerd nuse,Rn) dn

angota inti dari tim pembedahan.

Perawat sikulasi adalah salah satu perawat perioperatif yang utama karna perawat ini

memeriksa pasein sebelum operasi, merencanakan tindakan keperawatan yang optimal

selama operasi, mengkordinasikan semua personil di ruang operasi, memonitor

personil yang tidak berlisensi dan memonitor cost compliance yang berhubungan

dengan prosedur di ruang operasi .Selain merawat langsung pasien, sirkulator memiliki

aktivitas spesifik selama pembedahan yaitu:

- Memastikan semua peralatan berfungsi dengan baik

- Menjamin alat yang dipakai steril dan juga penyedian barang

- Mempersiapkan kulit

- Memonitor ruangan dan tim dari pelanggaran teknik steril

- \Membantu tim anestesi dengan induksi dan monitoring fisiologis

- Mengkordinasikan dengan departemen lain jika diperlukan seperti Patologi dan

radiologi

- Mencatat perawatan yang diberikan

- Meminimalisasi percakapan selama operasi

Perawat Scrub adalah perawat RN atau surgical technician (ST) dapat melakukan

peran petugas Scrub (instrumen). Tugasnya adalah mempersiapkan semua perlatan

yang diperlukan untuk prosedur, semua peralatan yang dibutukan steril,

mempertahankan kondisi steril, mengurus peralatan dan persediannya selama operasi,

dan membersihkan bila operasi telah selesai. Selama pembedahan petugas scrub harus
menghitung secara akurat jumlah spons, jarum dan peralatan di area steril dan

menghitung peralatan yang sama bersama dengan perawat sirkulator sebelum dan

setelah opeasi.

RFNA (Registerd Nurse First Assistant) adalah perawat perioperatif yang telah

menjalani pendidikan khusus tambahan. RFNA bekerja dengan dokter bedah utama

selama operasi. Peranya terpisah dengan area pembedahan, menggunakan instrumen

untuk memegang jaringan, memberikan hemostatik dan menjahit.

CRNA (Certifed Risgistered Nurse Anesthetist) adalah perawat yang bertugas khusus

memasukan obat anestesi, agar dapat mengikuti program CRNA, seseorang harus

memiliki gelar sarjana sains di bidang keperawatan atau bidang lain yang sesuai

ditambah 1-2 tahun pengalaman bekerja di ICU dan pelayanan akut, perawat ini

bekerja dibawah arahan dokter anestesi.

2.2 Posisi Pembedahan

Perawatan Intraoperatif adalah perawat sebagai advokat pasien selama operasi dengan

memonitor beberapa aspek dari perawatan pasein. Perawat mengimplementasikan

perawatan secara individual yang didesain untuk setiap pasein, termasuk posisi yang

tepat. Perawat perioperatif mengerti beberapa posisi operasi dan juga perubahan

fisiologis yang dapat terjadi ketika pasein ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor yang

penting yang dipertimbangkan untuk memposisikan pasein dimeja operasi adalah temapt

operasi, umur dan ukuran pasein, tipe anestesi yang dipakai, nyeri yang dirasakan oleh
pasein jika bergerak seperti yang dikarnakan artritis, posisi tidak boleh menghalangi

respirasi dan sirkulasi, Intervensi termasuk menyediakan peralatan yang dapat

mengakomodasi pasein gemuk, mengatur meja operasi untuk menahan berat badan

berlebih, menyiapkan lapisan tambahan untuk menjaga pernyatuan kulit.

Pemberian posisi adalah suatu kebutuhan utama yang menyokong keamanan

pembedahan, hal ini dilakukan secara nyata jika untuk melihat konsekuensi buruk dari

tindakan rutin yang tidak tepat. Perawat perioperatif perlu mengkaji dan memikirkan

kembali berbagai perinsip pemeberian posisi dengan melakukan latihan perubahan

posisi bedah secara mandiri dengan latihan tersebut ia dapat merasakan dan mengetahui

efek suatu posisi terhadap berbagai bagian tubuh, otot, sendi dan tonjolan tulang.

Mempersiapkan pasien untuk pembedahan mencangkup posisi pasien di meja operasi.

Posisi yang tidak tepat juga menyebabkan kerusakan fungsi sensori dan motorik, yang

menyebabkan kerusakan syaraf. Tekanan pada pembuluh darah perifer dapat

mengurangi aliran balik vena ke jantung dan secara negatif mempengaruhi tekanan

darah pasien. Selain itu oksigenasi darah dapat berkurang jika pasien tidak diposisikan

dengan benar untuk meningkatkan ekspansi paru. Perhatikan bahwa tendon dan ligamen

dapat mengalami perenggangan berlebihan karena pemosisisan yang tidak tepat

(Clayton, 2008).
Beberapa posisi pembedahan yang umum , antara lain :

1. Dorsal rekumben (supine) digunakan untuk banyak pembedahan abdomen serta

untuk beberapa pembedahan thorax dan pembedahan ekstremitas.

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi pembedahan Dorsal rekumben

(supine) ini dapat menyebabkan tekanan berlebihan pada penonjolan tulang

posterior,misalkan belakang kepala, skapula, sacrum, dan tumit. Beri bantalan pada

daerah ini dengan bahan yang lembut, untuk menghindari kompresi pda pembuluh

darah dan sirkulasi melambat, pastikan bahwa lutut tidak ditekuk. Pemakaian

trochanter roll atau bantalan lain untuk menghindari rotasi internal atau eksternal

panggul dan bahu.

2. Posisi semi – duduk digunakan untuk pembedahan pada area tiroid dan leher.

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi pembedahan semi-duduk ini dapat

menyebabkan hipotensi postural dan pengumpulan vena di tungkai. Ini dapat

meningkatkan kerusakan kulit di bokong, cedera syaraf skiatika mungkin terjadi.

Kaji apakah ada hipotensi pastikan bahwa lutut tidak ditekuk dengan tajam,

gunakan bantalan lembut untuk mencegah kompresi syaraf.

3. Posisi Prone digunakan untuk Fungsi tulang belakang

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi prone ini menyebabkan tekanan pada

wajah, dada, lutut, paha, pergelangan kaki anterior dan jari kaki. Beri bantalan pada

penonjolan tulang dan sangga kaki di bawah pergelangan kaki, untuk meningkatkan

fungsi pernafasan optimum, tinggikan dada dan perut pasien dan sangga dengan
bantalan, Abrasi kornea dapat terjadi jika mata tidak ditutup atau tidak dibantali

dengan cukup.

4. Posisi Dada lateral, digunakan untuk beberapa pembedahan toraks, serta

penggantian panggul

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi Dada lateral ini dapat menyebabkan

tekanan berlebihan pada penonjolan tulang di sisi pasien diposisikan. Pastikan

bantalan dan penyangga memadai, khususnya pada lengan sebelah bawah, berat

lengan atas dapat menyebabkan cedera saraf perioneal di tungkai sebelah bawah,

dengan demikian kedua tungkai harus dibantali.

5. Posisi Litotomi, digunakan untuk pembedahan ginekologi, perineal atau rektal.

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi Litotomi ini menyebabkan

peneurunan 18% (dari posisi berdiri) kapasitas vital paru. Pantau pernafasan dan

kaji apakah ada hipoksia dan dispnea. Posisi litotomi dapat menyebabkan kerusakan

sendi, kerusakan syaraf peroneal, dan kerusakanpembuluh darah perifer. Untuk

menghindari cedera, pastikan bantalan yang memadai dan tempatkan tungkai di

pijakan kaki secara bersamaan.

6. Posisi jackknife, digunakan untuk pembedahan protologi, misalnya pengangkatan

hemoroid dan beberapa pembedahan tulang belakang.

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi Jackknife ini menyebabkan penurunan

12% (dari posisi berdiri) kapasitas vital paru. Pantau pernapasan dan kaji apakah
ada hipoksia dan dispnea, pada posisi ini tekanan terbesar dirasakan di lengkungan

meja. Dengan demikian pasien disangga dengan bantalan dibagian lipat paha dan

lutut, serta pergelangan kaki. Bantalan pada dada dan lutut membantu mencegah

tekanan pada telinga, leher, dan saraf lengan atas.

2.3 Pressure Ulcer Ruang Operasi

Pressure ulcer adalah lesi pada kulit yang terjadi diatas tonjolan tulang (Conner &

Clack,1993). Setiap lesi akibat tekanan terus menerus yang menyebabkan kerusakan

jaringan dibawahnya disebut sebagai pressure ulcer (AHCPR,1992). Pessure ulcer

mungkin awalnya terbentuk di kamar operasi, namun kondisi ini tidak terdeteksi sampai

beberapa waktu, karena mungkin kerusakan kulit tidak langsung terjadi setelah

pembedahan. Dengan demikian adanya pendapat bahwa kamar operasi sebagai

penyebabnya sering diabaikan. Pressure ulcer yang diperoleh dikamar operasi adalah

hasil akhir yang merugikan dan mungkin sulit diindentifikasi, tetapi harus diatasi demi

kepentingan pasein.

Pressure Ulcer yang didapatkan di kamar operasi mungkin tidak tampak sebagai ulkus

tekanan yang khas, ulkus ini berawal dari eretema yang tidak memucat dan berlanjut

menjadi erosi dangkal sampai ulkus dalam, kecuali apabila dilakukan intervensi yang

efektif. Pressure ulcer yang didapatkan di kamar operasi mula mula mungkin tampak

sebagai lesi mirip memar ditas tonjolan tulang yang dengan cepat berkembang menjadi

ulkus dan nekrosis jaringan.


Etiologinya yang cukup khas pada pasein bedah adalah tekanan pada kulit (sewaktu

ditempat tidur operasi) menimbulkan gaya terbesar pada jaringan dibawah tulang,

dengan demikian kulit mungkin utuh sampai tahap akhir perkembangan ulkus. Tanda

dipermukaan kulit mungkin hanya tampak sedikit, sedangkan kerusakan ekstensif terjadi

dibagian dalam. Selain itu otot dan jaringan bagian dalam lebih peka terhadap tekanan

dibandingkan dengan kulit sehingga lebih rentan mengalami nekrosis. Tekanan

eksternal yang lebih besar dari tekanan kapiler dan tekanan arteriolar menggangu aliran

darah dalam bantalan kapiler, Ketika tekanan diberikan pada kulit diatas penonjolan

tulang selama 2 jam, iskemia dan hipoksia jaringan akibat tekanan eksternal

menyebabkan kerusakan ireversibel. Misalkan keteika tubuh dalam posisi tengkurap

berat badan memberi terkanan pada kulit yang tonjolan tulang .

Waktu timbulnya ulkus di tempat tidur operasi, apabila waktunya kurang dari 8 jam

pasien mengalami tekanan tanpa nekrosis, apabila 8 sampai 9 jam ,17 %

memperlihatkan nekrosis, Apabila 9 jam samapai 10 jam ,67% memeperlihatkan

nekrosis dan 100% dari mereka yang berada ditempat tidur ruang operasi lebih dari 10

jam memperlihatkan nekrosis. Pressure ulcer yang didapat pasein dikamar operasi

berbeda dengan ulkus yang biasa dialami pasein non bedah, baik itu bentuk maupun

perkembanganya, Pendapat ini juga diperkuat oleh studi kasus yang dilakukan oleh

Vermillion (1990). Luka tekan tertutup yang dilaporkan oleh Shea pada tahun 1975,

timbul karena tekanan berkepanjangan ditempat tidur kamar operasi disertai stress

geseran. Tekanan kapiler di atas 32 mmHg cukup untuk menimbulkan nekrosis pada

pasein immobil dan tidak sadar jika lamanya melebihi 2 jam , Bagian yang pertama
kali mengalami kerusakan adalaha otot, karena tekanan terbesar terdapat diatas tulang,

kemudian kerusakan jaringan subkutis dan ulkus berkembang ke arah lapisan dermis

dan epidermis disebelah luar. Tekanan secara progresif berkurang arah perifer, akhirnya

kulit robek sehingga dasar luka tampak.

Faktor Ekstrinsik antara lain Tekanan, terutama sekali bila tekanan tersebut terjadi

dalam jangka waktu lama yang menyebabkan jaringan mengalami iskemik (Lestari,

2010). Tekanan pada bagian tubuh tertentu dalam jangka waktu lama mengakibatkan

gangguan aliran oksigen kejaringan , jika tekanan berkurang aliran darah ke area

tersebut meningkat dan periode singkat hiperemia reaktif terjadi tanpa kerusakan

permanen, namun jika tekanan berlanjut trombosit mengalami agregasi di sel endotelial

di sekitar kapiler dan membentuk mikrotrombi. Mikrotrombi ini mengganggu aliran

darah sehingga mengakibatkan iskemia dan hipoksia jaringan, pada akhirnya sel dan

jaringan dari area tekanan yang berdekatan dan area di sekitarnya mati dan menjadi

nekrotik. Pergeseran atau pergesekan, kekuatan geser terjadi ketika satu lapisan jaringan

terdorong kelapisan jaringan lain, peregangan dan penekukan pembuluh darah

menyebabkan cedera dan trombosis. Pasien tirah baring di rumah sakit dikaitkan dengan

kekuatan geser ketika kepala tempat tidur ditinggikan dan torso didorong ke bawah ke

arah kaki tempat tidur. Kelembaban, kondisi kulit pasien yang sering mengalami lembab

akan mengkotribusi kulit menjadi maserasi kemudian dengan adanya gesekan dan

pergeseran, memudahkan kulit mengalami kerusakan .


Faktor Intrinsik antara lain Usia, dapat mempengaruhi terjadinya luka tekan, usia lanjut

mudah sekali untuk terjadi luka tekan. Hal ini karena pada usia lanjut terjadi perubahan

kualitas kulit dimana adanya penurunan elastisitas, dan kurangnya sirkulasi pada dermis.

Temperatur, kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperatur akan

mempengaruhi pada tempeatur jarinagn, setiap terjadi peningkatan metabolisme akan

menaikan 1 derajat celsius dalam temperatur jaringan. Eningkatan temperatur ini akan

beresiko terhadap iskemik jaringan. Nutrisi, merupakan faktor yang dapat mengkotribusi

terjadinya luka tekan, sebagian besar dari hasil penelitian mengatakan adanya hubungan

yang bermakna pada klien yang mengalami luka tekan dengan malnutrisi, individu

dengan tingkat serum albumin yang rendah dapat mempengaruhi perkembangan

terjadinya luka tekan.

2.3.1 Stadium Luka pressure ulcer menurut NPUAP (National Pressuure Ulcer

Advisory Panel) dibagi menjadi 4 stadium :

- Stadium 1

Tanda resiko, kulit utuh dengan kemerahan yang tidak memucat di area yang

terlokalisasi, biasanya pada penonjolan tulang. Area tersebut mungkin nyeri,

keras, lunak lenih hangat atau lebih dingin dibandingkan jaringan yang

berdekatan. Mungkin sulit dideteksi pada individu dengan kulit yang gelap.

- Stadium II

Hilangnya ketebalan parsial pada dermis yang tampak sebagai ulkus terbuka yang

dangkal dengan dasar luka merah muda atau merah. Mungkin juga tampak sebagai
lepuh yang utuh atau terbuka, Ulkus mungkin mengkilat atau kering tanpa memar

atau slough (kehilangan jaringan).

- Stadium III

Hilangnya jaringan dengan ketebalan penuh (full thickness). Lemak subkutan

dapat terlihat, teteapi tulang, tendon atau otot tidak terlihat/ Slough mungkin ada,

tetapi tidak mengaburkan kedalaman hilanganya jaringan. Dapat mencangkup

undermining dan tunneling.

- Stadium IV

Hilangnya kulit dengan ketebalan penuh (Full thickness) dengan tulang, tendon

atau otot yang terlihat. Slough atau escar (jaringan mati seperti keropeng)

mungkin terjadi pada beberapa bantalan luka. Sering mencangkup undermining

dan tunelling.

2.4 VCO (Virgin Coconut Oil)

VCO adalah minyak kelapa murni yang dihasilkan dari pengolahan daging buah kelapa

tanpa melakukan pemanasan sehingga mengahasilkan minyak yang jernih, tidak tengik,

terbebas dari radikal bebas akibat pemanasan. Syah (2005) dalam Lucida et al (2008)

menyatakan bahwa VCO mengandung 92% asam lemak jenuh yang terdiri dari 48-53%

asam laurat, 1,5-2,5% asam oleat, asam lemak lainnya 8% asam kapirat, dan 7% asam

kaprat. Kandungan asam lemak terutama asam laurat dan asam oleat dalam VCO dapat

bersifat melembutkan kulit. Siswono (2006) juga menyatakan VCO diyakini baik untuk

kesehatan kulit karena mudah diserap kulit dan mengandung vitamin E. Asam laurat dan

oleat dalam VCO bersifat melembutkan kulit selain itu VCO efektif dan aman
digunakan sebagai moisturizer untuk meningkatkan hidrasi kulit dan mempercepat

penyembuhan pada kulit . VCO mengandung molekul medium chan fatty acids (MCFA)

yang kecil sehingga mudah diabsorbsi oleh permukaan kulit. Penggunaan secara topikal

langsung pada kulit diyakini sebagai cara terbaik untuk mendapatkan manfaat VCO,

cara ini akan mengembalikan elastisitas kulit dengan cepat dan efektif (Coconut-oil-

central,n.d).

2.5 VASELINUM ALBUM (Vaselin Putih)

Vaselin Putih adalah campuran hidrokarbon setengah padat, yang telah diputihkan,

diperoleh dari minyak mineral. Pemerian massa lunak , lengket, bening, putih: sifat ini

tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk. Berflouresensi

lemah, juka jika dicairkan; tidak berbau; tidak berasa. Kelarutan praktis tidak larut

dalam air dan dalam etanol (95%) . Zat organik asing jika dipanaskan , menguap, Uap

tidak berbau tajam. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, khasiat dan penggunaan

zat tambahan.

Anda mungkin juga menyukai