Anda di halaman 1dari 9

MATI OTAK

PENDAHULUAN
Salah satu akibat dari semakin berkembangnya ilmu kedokteran terutama dalam
hal resusitasi dan alat-alat penopang kehidupan adalah semakin sering dijumpai penderita
yang otaknya sudah mati tetapi jantungnya masih tetap berdenyut. Teknologi modern
memungkinkan fungsi-fungsi vital penderita tersebut terkontrol secara adekuat, sehingga
dapat berfungsi terus selama beberapa minggu bahkan beberapa bulan, sekalipun otaknya
sudah mati. Akibatnya konsep kematian secara tradisional yang beranggapan bahwa mati
adalah berhentinya fungsi respirasi dan fungsi jantungmenjadi tidak memadai lagi.
Kenyataan ini membawa dampak yang besar terhadap keluarga penderita baik secara
psikologis maupun sosioekonomi, serta turut mempengaruhi program donor organ tubuh.
Penetapan suatu kriteria mati otak (brain death) yang akurat dan diterima secara luas
dapat membantu mengatasi masalah tersebut, karena memungkinkan dilakukannya
penghentian alat-alat penopang kehidupan yang dipergunakan, termasuk bila ditinjau dari
aspek yuridisnya. Hal ini akan mengurangi penderitaan penderita dan keluarganya,
memungkinkan penggunaan fasilitas perawatan intensif secara lebih rasional, dan secara
radikal akan mengbah harapan hidup ribuan penderita kerusakan organ tubuh yang berat,
yang sangat membutuhkan donasi dan tranplantasi organ.
Sayangnya hingga saat ini belum ada satu kriteriapun yang telah diterima seluruh
dunia. Beberapa institusi maupun komite telah mengeluarkan kriterianya masing-masing,
tetapi belum satupun yang berlaku secara universal. Karena keputusan untuk menetapkan
seorang telah mati atau belum membawa implikasi yang sangat luas, pengetahuan
mengenai konsep mati harus dikuasai secara mendalam oleh seorang dokter, khususnya
bagi ahli neurologi dan intensifis.

DEFENISI
Resusitasi mutakhir telah membawa perubahan-perubahan pada definisi kematian.
Mati klinis adalah henti nafas dan henti jantung dengan semua aktivitas otak terhenti
secara irreversibel. Mati biologis selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan

1
resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis
meruapakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi
nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati
yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 2 jam tanpa sirkulasi dan akhirnya kulit yang
belum menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari. Henti jantung berarti penghentian
tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh. Mati jantung
di diagnosis bila telah ada asistol listrik membandel selama paling sedikit 30 menit ,
walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal. Mati serebral (kematian
kortek) adalah kerusakan irreversibel serebrum, terutama neokortek. Mati otak adalah
mati serebral ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebrum, otak
tengah dan batang otak. Mati sosial (status vegetatif , sindrom apalika) merupakan
kerusakan otak berat irreversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif,
tetapi mempunyai EEG aktif dan beberapa reflek utuh.
Pada tahun 1968, the 22nd World Medical Assembly di Sydney menyatakan bahwa
“Mati adalah suatu proses gradual tingkat seluler, dimana kemampuan tiap-tiap jaringan
untuk bertahan terhadap terhentinya asupan oksigen bervariasi. Tetapi secara klinis, mati
tidak tergantung pada tiap-tiap sel tersebut melainkan tergantung pada keadaan
seseorang secara utuh. Jadi matinya sel-sel organ tubuh tersebut tidak sepenting
ketentuan bahwa proses tersebut terjadi secara irreversible sekalipun telah diberikan
berbagai teknik resusitasi”.
Di Amerika Serikat, the American Bar Association, the American Medical
Association, the National Medical Conference of Comissioners of Uniform State Laws,
dan the President’s Comission for the Study of Ethical Problemin Medicine telah
mengajukan suatu statute yang berjudul “ Uniform Determination of Death Act” untuk
memperoleh defenisi kematian yang lebih standar. Menurut statuta ini :

Defenisi Mati-Penentuan mati


1. Seseorang yang mengalami:
a. berhentinya secara irreversibel fungsi pernafasan dan fungsi sirkulasi:
atau
b. berhentinya secara irreversibel seluruh fungsi otak, termasuk batang otak

2
disebut mati
2. Penentuan mati harus dibuat berdasarkan standar medis 1989.

Di Inggris, the United Kingdom Medical Royal Colleges and their Faculties (1976
dan 1979) menyatakan “Mati adalah hilangnya secara ireversibel kapasitas kesadaran
yang dikombinasikan dengan hilangnya secara ireversibel kapasitas untuk bernafas”.
Di Indonesia, sebetulnya belum ada definisi mati menurut hukum, dan penentuan
mati ini diserahkan sepenuhnya kepada ahli kedokteran. Walaupun begitu, Pemerintah
Republik Indonesia pernah mengeluarkan peraturan mengenai hal ini. Menurut Peraturan
Pemerintah RI No 18 th 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis
serta tranplantasi alat atau jaringan tubuh manusia, meninggal dunia adalah keadaan
insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan
dan denyut jantung seseorang telah berhenti. Pernyataan IDI tentang mati sesuai dengan
Hasil Lokakarya Tentang Mati yang diselenggarakan oleh IDI-PKGDI tahun 1985,
menyebutkan bahwa manusia dinyatakan mati jika batang otaknya tidak berfungsi lagi.
Pernyataan IDI tersebut juga mengusulkan perubahan dan penambahan pada PP no 18 th
1981 tersebut.

PATOFISIOLOGI
Sejak lama telah diketahui bahwa suatu lesi akut di batang otak yang melibatkan
daerah tegmentum paramedian secara bilateral dapat menyebabkan terjadinya koma yang
berkepanjangan akibat rusaknya daerah kritis dari ARAS. Cedera kepala, perdarahan
serebralmaupun anoksia akut dapat menimbulkan terjadinya edem serebri dan peninggian
tekanan intra kranial. Efek ini diperberat lagi dengan terjadinya pergeseran struktur
intrakranial, baik berupa perluasan edema ke arah bawah maupun pergeseran diensefalon
dan batang otak ke arah kaudal yang mengakibatkan cabang-cabang arteri perforantes
pontis yang berasal dari arteri basilaris teregang dan terjadi perdarahan sekunder dari
daerah yang dialirinya, atau batang otak dapat mengalami kompresi oleh herniasi unkus
ke arah tentorium.
Selanjutnya , tekanan yang terjadi pada level foramen magnum dapat merusak
batang otak. Aliran darah vena menjadi terhambat dan keadaan iskemik semakin berat,

3
sehingga sehingga terjadilah kematian batang otak. Secara patologis, pada mati batang
otak terlihat adanya nekrosis dan edema yang luas dari batang otak tanpa adanya reaksi
inflamasi. Apapun penyebabnya, pada akhirnya mati otak merupakan akibat dari nekrosis
dan edema serebral yang luas, herniasi, peninggian tekanan intra kranial dan terhentinya
aliran darah ke otak secara total.
Henti jantung dan henti nafas lebih jarang menimbulkan mati batang otak dan
lebih sering mengakibatkan terjadinya persistent vegetatif state. Lesi primer di batang
otak jarang menyebabkan kerusakan fungsi batang otak secara total, kecuali terjadi lesi
primer yang luas.

PROSEDUR DIAGNOSTIK
Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam mendiagnosa mati otak adalah :
1. Tidak adanya fungsi serebral (unreceptivity and unresponsivity).
2. Tidak adanya fungsi batang otak, termasuk pernafasan spontan.
3. Keadaan tersebut irreversibel.
Biasanya ketiganya disertai oleh adanya bukti terjadinya kerusakan pada otak,
seperti trauma kepala, henti jantung, perdarahan serebral dan lain-lain. Untuk dapat
menegakkan mati otak, semua respon serebral terhadap semua jenis rangsang harus
menghilang. Meskipun demikian, aktivitas reflek medula spinalis terhadap rangsang
nyeri, termasuk reflek tendon dan reflek siliospinalis, masih dapat dijumpai selama
beberapa jam atau hari setelah terjadi kematian otak. Gerakan anggota gerak yang tidak
normal, yang disebut Lazarus sign, dapat dijumpai pada penderita mati otak terutama
pada saat dihentikannya ventilator untuk melakukan tes apnoe.
Tahapan penegakan mati otak dilakukan sebagai berikut :
1. Memastikan bahwa beberapa prekondisi tertentu telah terpenuhi.
2. Mengeksklusikan penyebab-penyebab apnoeic coma yang reversible.
3. Hasil pemeriksaan klinis memberikan konfirmasi adanya arefleksia batang
otak dan terjadinya apnoe yang persisten.
Dua prekondisi yang harus dipenuhi adalah :
1. Penderita dalam keadaan apnoeic coma.

4
2. Penyebabnya adalah kerusakan struktural otak berat yang irreversibel, yang
diakibatkan oleh penyakit/gangguan yang dapat menyebabkan terjadinya mati
otak.
Intoksikasi obat-obatan, hipotermia dan gangguan metabolk atau endokrin dapat
menyebabkan hilangnya fungsi batang otak, tetapi bersifat reversibel. Intoksikasi akut
merupakan kondisi paling sering yang harus disingkirkan. Biasanya efek neurologis dari
intoksikasi akut jarang yang berlangsung lebih dari 8 jam. Pada keadaan dimana
kemungkinan terjadinya intoksikasi obat tidak dapat disingkirkan, dianjurkan untuk
menunggu selama 48 – 72 jam.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan bahwa batang otak sudah mati
dapat dilakukan secara klinis dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
Tanda-tanda dari hilangnya fungsi batang otak adalah :
1. Koma.
2. Tidak adanya postur tubuh abnormal seperti posisi dekortikasi atau
deserebrasi.
3. Tidak ada epileptik jerking.
4. Tidak ada reflek batang otak.
5. Tidak ada pernafasan spontan.
Untuk menyatakan bahwa reflek batang otak sudah tidak dijumpai, pada
pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis harus dibuktikan bahwa:
1. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya terang.
2. Tidak ada reflek kornea.
3. Tidak ada reflek vestibulo-okular.
4. Tidak ada respon motorik dari saraf kranialis.
5. Tidak ada respon atau reflek muntah pada perangsangan trakea.
Jarak waktu yang sebaiknya dipenuhi dalam melakukan pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosa mati otak bervariasi. The Harvard ad hoc committee
menganjurkan bahwa tanda-tanda mati otak harus bertahan selama 24 jam tetapi akhir-
akhir ini jangka waktu 6 jam dianggap sudah cukup pada orang dewasa yang tanda-
tandanya jelas dan tidak dicurigai adanya intoksikasi obat-obatan.

5
KRITERIA DIAGNOSTIK
Ada beberapa kriteria diagnostik untuk mati otak yang telah diajukan. Kriteria
diagnostik berikut ini merupakan modifikasi dari kriteria the Quality Standarts
Subcommitte of the American Academy of Neurology, Practice Parameters for
Determining Brain Death in Adults (Summary Statement):
A. Prequisities. Mati otak adalah hilangnya fungsi otak secara klinis dengan
penyebab yang diketahui dan terbukti irreversibel.
1. Bukti klinis dan neuroimaging dari suatu proses akut pada otak dan batang
otak sesuai dengan diagnosa klinis mati otak.
2. Eksklusikan semua kondisi medis yang dapat menyulitkan penilaian
klinis. Tidak boleh ada riwayat penggunaan obat atau kadar obat sedatif
(barbiturat, benzodiazepin atau hipnotik) yang dapat diukur dalam darah.
3. Tidak boleh ada gangguan metabolik yang bermakna (tidak ada gangguan
elektrolit, keseimbangan asam-basa atau endokrin yang berat).
4. Diagnosa mati otak tidak boleh ditegakkan dalam keadaan hipotermi.
Suhu inti tubuh harus 32 o C.
B. Ketiga tanda kardinal mati otak adalah koma, arefleksia batang otak dan apnoe.
1. Koma. Hilangnya respon serebral dan batang otak terhadap rangsang yang
diberikan pada semua ekstremitas (penekanan pangkal kuku dan nervus
supraorbital). Tidak dijumpai posisi dekortikasi maupun deserebrasi.
2. Hilangnya fungsi batang otak
a. Pupil. Reflek cahaya negatif dengan diameter pupil 4 mm atau mengalami
dilatasi sampai 9 mm.
b. Gerakan bola mata.
i. Doll’s eye movement negatif. Pemeriksaan hanya dilakukan
bila terbukti tidak ada fraktur atau instabilitas vertebra
servikalis.
ii. Reflek vestibulo-okular negatif.
c. Sensasi dan respon motorik wajah.
i. Reflek kornea negatif.
ii. Jaw reflek negatif.

6
iii. Tidak adanya ringisan (grimacing) pada penekanan di pangkal
kuku, supraorbital ridge atau sendi temporomandibular.
d. Respon pharyngeal dan trunkal.
i. Tidak ada respon reflek terhadap stimulasi pharynx dengan
menggunakan spatel lidah.
ii. Tidak ada reflek batuk atau bradiaritmia terhadap bronkial
suctioning.
C. Apnoe. Test apnoe merupakan tes fungsi batang otak yang paling penting.
1. Prerequisities.
a. Suhu inti tubuh harus 32 o C.
b. Tekanan darah sistolik 90 mmHg.
c. Keseimbangan cairan selama 6 jam terakhir positif.
d. P CO2 normal atau 40 mmHg.
e. Ventilasi penderita dengan oksigen murni selama 10 menit.
2. Testing.
a. Pasang pulse oximeter, kemudian hentikan ventilator. Berikan oksigen
100% dengan kecepatan 6 L/menit melalui endotrakeal tube.
b. Pa CO2 akan meningkat tanpa adanya resiko hipoksia yang berbahaya.
c. Perhatikan baik-baik apakah ada gerakan pernafasan.
d. Biarkan keadaan apnoe selama 10 menit.
e. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan P O2 dan P CO2 , lalu pasang
kembali ventilator.
f. Jika tidak ada gerakan pernafasan dan Pa CO2 60 mmHg atau bila apnoe
tetap terjadi sekalipun Pa CO 2 meningkat 20 mmHg dari P CO2 awal
yang normal, maka tes apnoe positif dan sesuai dengan diagnosa mati
otak.
g. Jika dijumpai gerakan pernafasan, tes apnoe negatif dan tidak mendukung
diagnosa mati otak.
h. Pertahankan tekanan darah sistolik minimal 90 mmHg untuk menjamin
perfusi semua organ vital tetap adekuat. Konsekuensinya, bila tekanan
darah sistolik turun sampai 90 mmHg atau lebih rendah, atau bila pulse

7
oximetri mengindikasikan adanya desaturasi dan aritmia jantung,
ventilator harus segera dipasang kembali dan lakukan pemeriksaan gas-gas
darah arterial. Jika Pa CO 2 60 mmHg atau P CO2 meningkat 20 mmHg
dari nilai normal awal, tes apnoe positif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang di bawah ini dapat membantu penegakan
diagnosa mati otak pada beberapa keadaan yang meragukan, walaupun sifatnya tidak
mutlak karena mati otak adalah suatu diagnosa klinis.
1. Elektroensefalografi (EEG)
2. Pemeriksaan untuk membuktikan terhentinya aliran darah ke otak :
a. Contrast medium angiography.
b. Isotop angiography (radionuclide cerebral perfusion scintigraphy).
c. Transcranial doppler flow imaging.
d. Brainstem auditory evoked potential.
e. Metabolic and hormonal markers.
Semua pemeriksaan ini dapat membantu pada keadaan tertentu di mana
pemeriksaan klinis menunjukkan hasil yang meragukan. Tetapi, sekali lagi, karena mati
otak adalah suatu diagnosa klinis, semua pemeriksaan ini bukanlah hal yang mutlak
dilakukan untuk menegakkan diagnosa mati otak.

8
9

Anda mungkin juga menyukai