Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

SIROSIS HEPATIS

Oleh:
Muhamad Valdi Prasetia, S.Ked 04052822022042
Nadia Fernanda Berendhuysen, S.Ked 04054822022101

Pembimbing:
dr. Nur Riviati, Sp.PD, KGer

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Sirosis Hepatis”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nur Riviati, Sp.PD, KGer
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Februari 2021

Penulis

2
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

SIROSIS HEPATIS

Oleh :

Muhamad Valdi Prasetia


Nadia Fernanda Berendhuysen

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.

Palembang, Februari 2021

dr. Nur Riviati, Sp.PD, KGer

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................15
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

4
1

BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri abdomen merupakan salah satu tantangan diagnostik yang paling


penting bagi dokter mana pun dan penafsiran serta pengelolaannya yang benar
membutuhkan pendekatan sistematis yang tepat dan terkadang tindakan segera.
Nyeri abdomen bagian atas dapat ditemukan di epigastrium, kuadran kanan,
ataupun kiri. Penyebab nyeri abdomen bagian atas dapat bersifat jinak, ganas,
ataupun mengancam jiwa.1,2
Nyeri kuadran kanan atas merupakan salah satu gejala nyeri abdomen yang
cukup sering terjadi dan mempunyai banyak kemungkinan penyakit yang
mendasari. Salah satu penyakit yang mempunyai gejala nyeri kuadran kanan atas
ialah abses hepar. Abses hepar merupakan bentuk infeksi pada hepar yang
disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang
bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel
inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hepar.1,3
Abses hepar dapat berbentuk soliter atau multipel yang mungkin timbul dari
penyebaran bakteri secara hematogen atau dari penyebaran lokal dari tempat
infeksi yang berdekatan di dalam rongga peritoneum. 9 Mayoritas abses ini
dikategorikan ke dalam piogenik atau amuba, meskipun sebagian kecil disebabkan
oleh parasit dan jamur. Kebanyakan infeksi amuba disebabkan oleh Entamoeba
histolytica. Abses piogenik biasanya polimikroba, tetapi beberapa organisme
terlihat lebih umum di dalamnya, seperti E. coli, Klebsiella, Streptococcus,
Staphylococcus, dan bakteri anaerob.5 Abses hepar amuba adalah penyebab
paling umum dari abses hepar di seluruh dunia sedangkan abses hepar piogenik
lebih sering terjadi di daerah barat.8
Dalam sebuah studi dari 540 abses intraabdominal, abses hepar merupakan
13% dari jumlah total atau 48% dari semua abses viseral. Tingkat kejadian abses
hepar per tahunnya adalah sekitar 2,3 kasus per 100.000 orang. Laki-laki lebih
2

sering terkena daripada perempuan. Usia berperan sebagai faktor risiko dalam
jenis abses yang berkembang. Orang berusia 40-60 tahun lebih rentan terkena
abses hati yang tidak diakibatkan oleh trauma.5
Melihat diagnosis banding abses hepar yang cukup banyak dan tingkat
kejadian abses hepar yang masih tergolong banyak per tahunnya, diperlukan
pembahasan mengenai abses hepar yang komprehensif agar dapat ditangani
dengan tatalaksana yang tepat. Mulai dari mencari penyebab yang mendasari
terlebih dahulu karena abses hepar mempunyai dua klasifikasi sesuai etiologinya
yaitu abses hepar piogenik dan abses hepar amuba. Abses hepar berada di tingkat
kemampuan 3A dalam SKDI yang berarti lulusan dokter umum mampu membuat
diagnosis klinik, memberikan terapi pendahuluan, menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya serta mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan. Oleh karena itu, pada laporan kasus ini penulis
akan membahas lebih lanjut mengenai etiologi abses hepar hingga tatalaksana
yang perlu dilakukan sebagai dokter umum.
3

BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Nn. RA
b Tanggal Lahir : 31 Desember 1997
c Umur : 23 tahun
d Jenis Kelamin : Perempuan
e Alamat : Dusun I, OKI
f Pekerjaan : Mahasiswi
g Agama : Islam
h Bangsa : Indonesia
i Suku Bangsa : Sumatera
j MRS : 13 April 2021
k No. RM : 0001197456

A. ANAMNESIS (Autoanamnesis 23 April 2021)


Keluhan Utama: Perut semakin membesar sejak 2 minggu SMRS
Keluhan Tambahan: Muntah darah, badan kuning, dan badan lemas.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
+ 8 bulan SMRS, pasien mengeluh sering demam. Demam dirasakan tidak
begitu tinggi, namun pasien tidak pernah mengukur suhu. Demam hilang timbul,
sering kali saat malam hari. Pasien juga mengeluh badan lemas. Sakit kepala, sakit
tenggorrokan, batuk, pilek, sesak napas, dan nyeri perut disangkal. BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Pasien belum berobat karena merasa keluhan yang dirasakan
hanya karena kelelahan.
+ 4 bulan SMRS, pasien mengalami muntah darah segar,s ebanyak + 1
gelas belimbing, frekuensi 1x/hari. Badan semakin lemas dan pucat ada. Keluhan
kuning pada kulit dan bagian putih mata disangkal. Pelebaran dan penonjolan
pembuluh darah disekitar perut disangkal. Pasien kemudian berobat ke RS,
4

dirawat selama 2 minggu, dan didiagnosis menderita sirosis hepatis. Setelah


dipulangkan dari RS, pasien diberikan obat tenofovir, propranolol, dan
phytomenadione untuk diminum setiap hari, pasien rutin minum obat.
+ 3 bulan SMRS, pasien mengeluhkan BAB hitam dengan konsistensi cair,
frekuensi 2x/hari, berwarna hitam seperti ampas kopi sebanyak + 2 gelas
belimbing. Pasien melakukan control ke RS untuk dilakukan pemeriksaan
endoskopi. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya varises esofagus.
+ 2 bulan SMRS, pada awal bulan Februari, muntah darah bertambah berat
yaitu 7x/hari, sebanyak total 1/3 ember kecil. Pasien Kembali dirawat untuk yang
ketiga kali. Pada akhir bulan, pasien kembali dirawat untuk yang ketiga kali. Pada
akhir bulan, pasien kembali dirawat di RS karena muntah darah semakin
memberat yaitu 9x/hari, total + ½ ember kecil. Keluhan BAB hitam belum ada
perbaikan. Pasien mendapat transfuse 4 kantong darah dan dirawat selama 1
minggu.
+ 1 bulan SMRS, keluhan muntah darah berkurang menjadi 1x/hari,
sebanyak 1 gelas belimbing, pasien juga merasa kuning pada kulit dan mata, serta
penurunan nafsu makan dan berat badan. Kemudian pasien kembali di rawat RS.
Pasien sebelumnya rutin mrlskuksn kontrol setiap bulan (total 4x kontrol) dan
rutin minum obat.
+ 2 minggu SMRS, pasien mengeluh perut smeakin membesar. Pasien
juga merasakan sakit pinggang saat duduk. Pasien juga merasakan kulit dan mata
semakin kuning. Muntah darah dan BAB hitam tidak ada perbaikan. Badan
semakin lemas dan pucat ada. Pasien juga mengeluh kakinya bengak. Bengkak
pada mata dan wajah di pagi hari disangkal. Sesak napas dan nyeri dada
disangkal.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat hepatitis disangkal
5

Riwayat penyakit dalam keluarga:


Riwayat sirosis hati pada ibu dan 2 kakak perempuan.
Riwayat sakit kuning pada kakak laki-laki.
Riwayat darah tinggi dan kencing manis dalam keluarga disangkal.
Riwayat sakit ginjal dalam keluarga disangkal.

Riwayat sosial ekonomi dan kebiasaan:


Riwayat sosial ekonomi baik
Riwayat merokok disangkal
Riwayat minum minuman keras disangkal

B. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 23 April 2021)


1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
a. Sensorium : Compos mentis
b. Tekanan darah : 110/70mmHg
c. Nadi : 62 kali/menit
d. Laju pernapasan : 20 kali/menit, reguler
e. Temperatur : 36,8oC
f. Berat badan : 43 kg
g. Tinggi badan : 162 cm
h. IMT : 16,4 kg/m2
i. Status gizi : Underweight

2. Keadaan Spesifik
a. Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
b. Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),
pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+), penurunan ketajaman
penglihatan (-), lensa keruh (-)
6

c. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-),
epistaksis (-)
d. Mulut
Bibir pucat (+), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T1/T1,
faring hiperemis (-)
e. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-),
nyeri tekan mastoid (-)
f. Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
g. Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
● Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
● Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
● Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
● Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
● Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
● Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
● Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula
sinistra
● Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen
Inspeksi : Cembung, caput medusae (+), skar (-), striae (-)
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai
7

Perkusi : Redup seluruh kuadran, shifting dullness (-), nyeri


ketok CVA (-/-)
Palpasi : Tegang, nyeri tekan (-), undulasi (+), hepar dan
lien sulit dinilai, ginjal sulit dinilai.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Ekstremitas : Akral hangat, pucat (+), edema tungkai (+/+), CRT
>2 detik, nyeri (-), pitting edema (+).

3. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (16 Februari 2021)
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 9,8 g/dL 11,48-15,40
Leukosit (WBC) 6,25 103/mm3 4,73 – 10,89
Eritrosit (RBC) 3,32 106/mm3 4,00 – 5,70
Hematokrit 30 % 35-45
Trombosit (PLT) 172 103/uL 189-436
MCV 90,1 fL 85-95
MCH 30 Pg 28-32
MCHC 33 g/dL 33-35
RDW 22,70 % 11-15
Hitung Jenis: 0/2/65/25/8 % 0-1/1-6/50-
Basofil/Eosinofil/Netr 70/20-40/2-8
ofil/Limfosit/Monosit
Immunologis Hepatitis
HBsAg Non-reaktif mg/dL Non-reaktif
Anti-HCV Non-reaktif mg/dL Non-reaktif
Hati
AST/SGOT 183 U/L 0-32
ALT/SGPT 49 U/L 0-31
Albumin 2,8 g/dL 35-50
Bilirubin total 16,20 mg/dl 0,1-1
Bilirubin direk 12 mg/dl 0-0,2
Bilirubin indirek 4,20 mg/dl <0,8
Ginjal
Ureum 17 Mg/dL 16,6 - 48,5
Kreatinin 0,52 Mg/dL 0,50 - 0,90
Elektrolit
Natrium (Na) 136 mEq/L 135 – 155
8

Kalium (K) 3,9 mEq/L 3,5-5,5

4. Pemeriksaan Radiologis
USG Abdomen (12-04-2021)
Kesan: Sirosis hepatis, asites.

5. Diagnosis Kerja
- Sirosis hepatis dekompensata + asites massif + pecah varises esofagus

6. Diagnosis Banding

7. Tatalaksana
1. Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis kepada
pasien dan keluarga
- Diet tinggi kalori, rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
2. Farmakologi
- Somatostatin
- Vasopressin
- Tenofovir 800mg PO (1x1)
- Metoclopramide 10mg PO (3x1)
- Spironolactone 100 mg PO (2x1)
- Furosemid 1x40 mg PO (3x1)

8. Rencana Pemeriksaan
- USG abdomen
- CT-Scan Abdomen
- Fibroscan (bila asites sudah berkurang)
9

- IGRA (Interferon Gamma Release Assays) dan ADA (Adenosine


Deaminase)

9. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad malam
b. Quo ad functionam : dubia ad malam
c. Quo ad sanationam : dubia ad malam

10. Follow Up
FU (18 Februari 2021)
S: Perut membesar sejak 3 hari SMRS.
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70mmHg
Heart rate : 80 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
Temperature : 36,5oC
Berat badan : 36 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 24 kg/m2
Status gizi : Underweight
VAS : 4 / 10
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+), penurunan ketajaman penglihatan (-),
lensa keruh (-)
10

Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 86 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (+), nyeri ketok CVA (-/-)
11

Palpasi : Lemas, nyeri tekan regio kanan atas (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, nyeri tekan (-), ballotement test (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), edema pretibial (+), CRT >2
detik, nyeri (-).

A:
- Sirosis hepatis dekompensata + asites masif
P:
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- IVFD RL (gtt X/ menit micro)
- Spironolactone 100 mg PO (3x1)
- Furosemid 1x40 mg PO (3x1)
- Transplantasi hati
12

FU (19 Februari 2021)


S: Perut membesar sejak 3 hari SMRS.
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70mmHg
Heart rate : 80 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
Temperature : 36,5oC
Berat badan : 36 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 24 kg/m2
Status gizi : Underweight
VAS : 4 / 10
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+), penurunan ketajaman penglihatan (-),
lensa keruh (-)
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
13

tekan mastoid (-)


Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 86 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan regio kanan atas (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, nyeri tekan (-), ballotement test (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), edema pretibial (+), CRT >2
detik, nyeri (-).

A:
- Sirosis hepatis dekompensata + asites masif
P:
14

Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- IVFD RL (gtt X/ menit micro)
- Spironolactone 100 mg PO (3x1)
- Furosemid 1x40 mg PO (3x1)
- Transplantasi hati
15

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi

Sirosis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya


arsitektur lobulus normal oleh fibrosis, dengan destruksi sel parenkim disertai
dengan regenerasi yang membentuk nodulus.2,5

2.2.2 Epidemiologi

Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita


yang berusia 45 (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker). Diseluruh dunia SH
menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita SH lebih banyak laki-
laki, jika dibandingkan dengan wanita rasionya sekitar 1,6:1. Umur rata-rata
penderitanya terbanyak golongan umur 30 dengan puncaknya sekitar umur 40 - 49
tahun.3
Insidens SH di Amerika diperkirakan 360 per-100.000 penduduk. Penyebab
SH sebagaian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non alkoholik
steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia data prevalensi penderita SH secara
keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama SH adalah
hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka kejadian SH di Indonesia akibat hepatitis
B berkisar antara 21,2-46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7 - 73,9%.3

2.2.3 Etiologi

Penyebab tersering sirosis pada negara barat ialah alkoholik, sedangkan di


Indonesia terutama akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%,
dan virus hepatitis C 30-40% dan sisanya termasuk kelompok virus bukan B dan
C.1 Konsumsi alkohol dan autoimun juga dapat mempengaruhi terjadinya sirosis
hati.3 Penyakit perlemakan hati non alkoholik (NASH) yaitu terdapat lemak dalam
hepatosit (sel-sel hati) dapat menyebabkan komplikasi berupa peradangan atau
16

inflamasi hati atau fibrosis juga dapat menyebabkan terjadinya sirosis kriptogenik
(penyebab tidak diketahui pasti).2

2.2.4 Manifestasi Klinik

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang sering


ditemukan secara tidak sengaja. Gejala sirosis hati terbagi menjadi sirosis hati
kompensata (gejala awal) seperti mudah lelah, lemah, selera makan berkurang,
perut kembung, mual, berat badan menurun, impotensi, testis mengecil,
ginekomastia, hilangnya gairah seksual. Gejala sirosis hati dekompensata terjadi
gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam
subfebris, gangguan pembekuan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus, air kemih warna teh pekat, muntah darah dan/
melena serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi hingga koma.1

Temuan klinis sirosis meliputi:1,2,4


1. Spider telangiektasi atau spider angiomata yaitu suatu lesi vaskuler terdiri
dari arteriola pusat yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini
sering ditemukan pada bahu, dada, punggung, muka dan lengan atas.
Tanda ini bisa juga ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan
ditemukan pada orang sehat.
2. Eritema palmaris yaitu warna merah pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Tanda ini tidak spesifik pada sirosis dansering ditemuka pada
orang hamil, Reumatoid artritis, dan keganasan hematologi.
3. Perubahan kuku Muchrche berupa pita putih horizontal yang dipisahkan
dengan warna kuku. Sering pada hipoalbuminemia dan sindrom nefrotik.
4. Clubbing finger sering pada sirosis bilier. Kontraktur dupuytren akibat
fibrosis fasia palmaris yaitu terjadinya fleksi jari-jari tangan. Tanda ini
juga bisa ditemukan pada alkoholisme dan diabetes.
17

5. Ginekomastia akibat peningkatan androstenedione dan estradiol sebagai


akibat sekunder dari sirosis. Selain itu ditemukan juga hilangnya rambut
dada pada laki-laki dan cepat berhentinya menstruasi pada wanita.
6. Hipogonadisme, dengan gejala seperti impotensi, infertilitas, hilangnya
dorongan seksual, dan atrofi testis (mengecilnya buah zakar). Tanda ini
menonjol pada sirosis alkoholik.
7. Ukuran hepar dapat menjadi normal, membesar atau mengecil. Hati teraba
keras dan nodular.
8. Splenomegali sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya non
alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
9. Asites terjadi akibat hipertensi porta dan hypoalbuminemia. Caput medusa
juga sebagai akibat hipertensi porta.
10. Pembengkakan atau penumpukan cairan pada kaki (edema)
11. Vetor hepatikum yaitu bau nafas yang khas disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfit akibat pintasan portosistemik yang berat.
12. Jaundice yaitu menguningnya kulit, mata, dan selaput lendir akibat
hyperbilirubinemia (2-3 mg/dl). Air kemih warnanya gelap seperti air teh.
13. Asterisis bilateral tapi tidak singkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tangan, dorsoflesi tangan
14. Tanda lain yang menyertai diantaranya demam yang tidak tinggi akibat
nekrosis hepar, batu pada vesika velea akibat hemolysis, pembesaran
kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik. Kebingungan atau
keterlambatan dalam berpikir, lemah, warna tinja pucat / tinja menjadi
hitam, kehilangan nafsu makan, mual & muntah darah, mimisan & gusi
berdarah, kehilangan berat badan.10

2.2.5 Patofisiologi

Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik ireversibel pada


parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera
fibrosis), pembentukan nodul degenerarif ukuran mikronodul sampai
18

makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya


jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular berakibat pembentukan vaskular intrahepatik antara
pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatica) dan regenerasi
nodular parenkim hati sisanya.1
Sirosis hepatis pada mulanya  berawal dari kematian sel hepatosit
yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Sebagai respons terhadap
kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan regenerasi
terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis,
hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di
saluran porta,sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada
sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel
mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid
kehilangan fenestrasinya.2
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate
hati. Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit
dan sel Kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utama matriks
ekstraselular (ECM) setelah terjadi cidera pada hepar. Pembentukan ECM
disebabkan adanya pembentuk jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan
sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming
growth factor β (TGF-β) dan tumor necrosis factor α (TNF-α). Deposit
ECM di space of Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu
kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah
pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material
yang seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit akan langsung masuk ke
aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati
masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan
penurunan fungsi hepatoselular.1
19

2.2.6 Diagnosis

Pada stadium kompensata kadang-kadang sulit untuk menegakkan


diagnosis sirosis hepatis. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa
ditegkkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi dan pemeriksaan pencitraan lainnya. Pada stadium
dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan tanda klinis
biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi.1
Baku emas untuk diagnosis sirosis hepatis adalah biopsi hati
melalui perkutan, transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum
halus. Biopsi tidak diperlukan bila secara klinis, pemeriksaan laboratoris,
dan radiologis menunjukkan kecenderungan sirosis hepatis. Walaupun
biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan
dan kematian.1
Diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.3,5

Anamnesis3
1. Perasaan mudah lelah dan berat badan menurun
2. Anoreksia, dispepsia
3. Nyeri abdomen
4. Jaundice, gatal, warna urine lebih gelap dan feses dapat lebih pucat
5. Edema tungkai atau asites
6. Perdarahan: hidung, gusi, kulit, saluran cerna
7. Libido menurun
8. Riwayat: jaundice, hepatitis, obat-obatan hepatotoksik, transfuse darah
9. Kebiasaan minum alkohol
10. Riwayat keluarga: penyakit hati, penyakit autoimun
11. Mencari gejala dan tanda:
 Gejala awal sirosis (kompensata) yaitu perasaan mudah lelah dan
lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
dan berat badan menurun
20

 Gejala lanjut sirosis (dekompensata) yaitu bila terdapat kegagalan


hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam subfebris, perut membesar. Bila terdapat
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
hematemesis melena, ikterus, perubahan siklus haid, serta
perubahan mental. Pada laki-laki dapat terjadi impotensi, buah
dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.

Pemeriksaan Fisik3
1. Status nutrisi, demam, fetor hepatikum, ikterus, pigmentasi, purpura,
clubbing finger, white nails, spider naevi, eritema palmaris, ginekomastia,
atrofi testis, distribusi rambut tubuh, pembesaran kelenjar parotis,
kontraktur dupuytren (dapat ditemukan pada sirosis akibat alkoholisme
namun dapat juga idiopatik), hipogonadisme, asterixis bilateral.
2. Abdomen: asites, pelebaran vena abdomen, ukuran hati bisa
membesar/normal/mengecil, splenomegali
3. Edema perifer
4. Perubahan neurologis: fungsi mental, stupor, tremor

Pemeriksaan Penunjang3
1. Laboratorium
a. Tes biokimia hati
 SGOT/SGPT: dapat meningkat tapi tidak begitu tinggi, biasanya
SGOT lebih meningkat dibandingkan SGPT, dapat pula normal
 Alkali fosfatase: dapat meningkat 2-3x dari batas normal atau
normal
 GGT: dapat meningkat atau normal
 Bilirubin: dapat normal atau meningkat
 Albumin: menurun
 Globulin: meningkat, rasio albumin dan globulin terbalik
 Waktu protrombin: memanjang
21

b. Laboratorium lainnya
Sering terjadi anemia, trombositopenia leukopenia, neutropenia
dikatikan dengan hipersplenisme. Bila terdapat asites, periksa elektrolit,
ureum, kreatinin, timbang setiap hari, ukur volume urin 24 jam dan
ekskresi natrium urin,

2. Pencitraan
 USG: sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan ada
tidaknya massa, pada sirosis lanjut hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, peningkatan ekogenitas parenkim hati, vena
hepatica sempit dan berkelok-kelok.
 Transient Elastography
 CT scan: informasi sama dengan USG, biaya relative mahal
 EEG bila ada perubahan status neurologis

3. Esofagugastroduodenoskopi, skrining varises esofagus


4. Biopsi hati
5. Pemeriksaan AFP untuk skrining hepatoma
6. Mencari etiologi: serologi hepatis (HbsAg, anti HCV), hepatitis autoimun
(ANA, antibodi anti-smoothmuscle), pemeriksaan Fe dan Cu (atas
kecurigaan penyakit Wilson), pemeriksaan α1-antitripsim (atas indikasi
pada pasien yang memiliki riwayat merokok dan mengalami PPOK),
biopsi hati.

2.2.7 Diagnosis Banding

Manifestasi klinis yang mungkin ditemukan pada pasien sirosis hepatis


dapat menyerupai manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien hepatitis kronik
aktif. Hepatitis kronik merupakan suatu sindrom klinis dan patologis yang
disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan
nekrosis pada hati, dimana seromarker virus hepatitis positif pada 2 kali
22

pemeriksaan berjarak ≥ 6 bulan. Dapat ditemukan manifestasi fatigue, malaise,


anoreksia, ikterus persisten dan intermiten. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan hepatomegali, demam subfebris. Bila terjadi komplikasi dapat
ditemukan asites dan ensefalopati.5

2.2.8 Tatalaksana
Sirosis hati secara klinis fungsional dibagi atas:
1. Sirosis hati kompensata
2. Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal

Penanganan sirosis hati kompensata ditujukan pada penyebab hepatitis kronik.


Hal ini ditujukan untuk mengurangi progresivitas penyakit sirosis hepatis agar
tidak semakin lanjut dan menurunkan terjadinya risiko karsinoma hepatoselular.
Di Asia Tenggara penyebab yang tersering adalah HBV dan HCV. Untuk HBV
kronis bisa diberikan preparat interferon secara injeksi atau secara oral dengan
preparat analog nukelosida jangka panjang. Preparat nukleosida analog ini juga
bisa diberikan pada sirosis hepatis dekompensata akibat HBD kronis selain
penanganan untuk komplikasinya. Sedangkan untuk sirosis hepatis akibat HCV
kronis bisa diberikan preparat interferon, Namun pada sirosis hepatis
dekompensata pemberian preparat interferon ini tidak direkomendasikan.
23

Tabel 1. Tatalaksana Sirosis Hati dengan Komplikasi1


Komplikasi Terapi Dosis
Asites  Tirah baring
 Diet rendah garam  5,2 gram atau 90
 Obat antidiuretik: diawali mmol/hari
spironolakton, bila respons tidak  Spironolakton: 100-200
adekuat dikombinasi Furosemid mg sekali sehari maks
 400 mg

 Parasintesis bila asites sangat besar  Furosemid: 20-40 mg/


hingga 4-6 liter dan dilindungi hari maks 160 mg/hari
pemberian albumin  8 sampai 10 g IV per
 Restriksi cairan liter cairan parasintesis
(jika > 5 L)

 Direkomendasikan jika
natrium serum kurang
dari 120-125 mmol/L
Ensefalopati  Laktulosa  30-45 ml sirup oral 3-4
Hepatikum kali/hari atau 300 ml
enema sampai 2-4 kali
BAB/hari dan
 Neomisin perbaikan status mental
 4-12 g oral/hari dibagi
tiap 6-8 jam; dapat
ditambahkan pada
pasien refrakter
laktulosa
Varises Propranolol  40-80 mg oral 2
Esofagus Isosorbid mononitrat kali/hari
Saat perdarahan akut diberikan  20 mg oral 2 kali/hari
somatostatin atau okreotid
24

diteruskan skleroterapi atau ligase


endoskopi
Peritonitis Pasien asites dengan jumlah sel
Bakterial PMN > 250/mm3 mendapat
Spontan profilaksis untuk mencegah PBS
dengan sefotaksim dan albumin
Albumin  2 g IV tiap 8 jam
 1,5 g per IV dalam 6
jam, 1 g per kg IV hari
Norfloksasin ke 3
 400 mg oral 2 kali/hari
untuk terapi, 400 mg
oral 2 kali/hari selama
7 hari untuk perdarahan
Trimetrophrim/Sulfamethoxazole gastrointestinal; 400
mg oral per hari untuk
profilaksis
 1 tablet oral/hari untuk
profilaksis, 1 tablet oral
2 kali/hari selama 7
hari untuk perdarahan
gastrointestinal
Sindrom Transjugular intrahepatic portosystemic shunt efektif untuk
Hepatorenal menurunkan hipertensi porta dan memperbaiki HRS serta
(SHR) menurunkan perdarahan gastrointestinal. Boila terapi medis gagal
dipertimbangkan untuk transplantasi hati yang merupakan terapi
definitive.
25

2.2.9 Komplikasi

Komplikasi sirosis hepatis yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis
bakterial spontan, pendarahan varises esofagus, sindroma hepatorenal,
ensefalopati hepatikum, dan kanker hati.
1. Hipertensi Portal
Definisi hipertensi portal adalah peningkatan hepatic venous pressure gradient
(HVPG) lebih dari 5 mmHg. Hipertensi portal merupakan suatu sindroma klinis
yang sering terjadi. Bila gradient tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena
portal dan vena cava inferior) diatas 10-20 mmHg, komplikasi hipertensi portal
dapat terjadi. Hipertensi portal terjadi akibat adanya 1). Peningkatan resistensi
intra hepatik terhadap aliran darah porta akibat adanya nodul degeneratif dan 2).
Peningkatan aliran darah splanchnic sekunder akibat vasodilatasi pada splanchnic
vascular bed.
2. Asites
Penyebab asites yang paling banyak pada sirosis hepatis adalah hipertensi portal,
disamping adanya hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan
disfungsi ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum.
Penanganan asites yaitu tirah baring, diet rendah garam yaitu konsumsi garam 5,2
gram atau 90 mmol/hari. Bila tidak berhasil dapat dikombinasikan dengan
spironolakton 100-200 mg/hari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan adanya
penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa edema dan 1 kg/hari bila ada edema. Bila
pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari, dengan dosis maksimal 160 mg/hari. Parasintesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites sampai 4-6 liter perlu
disertai dengan pemberian albumin.
3. Varises Gastroesofagus
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang paling penting.
Pecahnya varises esofagus (VE) mengakibatkan perdarahan varieses yang
berakibat fatal. Varises ini terdapat pada sekitar 50% penderita sirosis hepatis dan
berhubungan dengan derajat keparahan sirosis hepatis. Pencegahan untuk
26

terjadinya perdarahan varises esofagus adalah dengan pemberian obat golongan


beta blocker (propranolol) maupun ligase varises. Bila sudah terjadi perdarahan
dalam keadaan akut, bisa dilakukan dengan resusitasi dengan cairan
kristaloid/koloid/penggantian produk darah. Untuk menghentikan perdarahan
digunakan preparat vasokonstriktor splanchnic, somatostatin, atau Octreotide.
Octreotide bisa diberikan dengan dosis 50-100 µg/h dengan infus kontinyu.
Setelah itu dilakukan skletorerapi atau ligase varises. Tindakan endoskopi
terapeutik juga dilakukan untuk menghentikan perdarahan berulang. Transjugular
intrahepatic portosistemic (TIPS) dan pembedahan shunt bisa dilakukan namun
sebagai efek samping data terjadi ensefalopati hepatik.
4. Peritonisis Bakterial Spontan
Peritonitis bakterial spontan (SBP) merupakan komplikasi berat dan sering terjadi
pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya fokus
infeksi intraabdominal. Eschericia coli merupakan bakteri usus yang sering
menyebabkan SBP, namun bakteri gram positif seperti Streptococcus viridians,
Staphylococcus amerius bisa ditemukan. Diagnosis SBP ditegakkan apabila pada
sampel cairan asites ditemukan angka sel neutrofil > 250/mm3. Untuk penangan
SBP diberikan antibiotika golongan sefalosporin generasi kedua atau cefotaxim
dengan dosis 2 gram intravena tiap 8 jam selama 5 hari.
5. Ensefalopati Hepatikum
Sekitar 28% penderita sirtosis hepatis dapat mengalami komplikasi ensefalopi
hepatikum (EH). Mekanisme terjadinya ensefalopati hepatikum adalah akibat
hiperamonia, terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic
portalsystemic shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan iuretic. Beberapa
faktor merupakan presipitasi timbulnya ensefalopati hepatikum diantaranya
infeksi, perdarahan, ketidakseimbangan elektrolit, pemberian obat-obat sedatif
dan protein porsi tinggi. Dengan mencegah ataupun menangani faktor-faktor
tersebut, risiko ensefalopati hepatikum dapat diturunkan. Di samping itu,
pemberian laktulosa, neomisim (antibiotika yang tidak diabsorbsi mukosa usus)
cukup efektif mencegah terjadinya ensefalopati hepatikum.
27

6. Sindrom Hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal, yang ditemukan
pada sirosis hepatis lanjut. Sindrom ini sering dijumpai pada penderita sirosis
hepatis dengan asites refrakter. Sindroma Hepatorenal tipe 1 ditandai dengan
gangguan progresi fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin secara bermakna
dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan
peningkatan serum kreatinin. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi
glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin. Tipe 2 ini lebih baik
prognosisnya daripada tipe 1. Penangan SHR yang terbaik adalah dengan
transplantasi hati. Belum banyak penelitian yang menguji efektivitas pemberian
preparat somatostatin, terlipressin. Untuk prevensi terjadinya SHR perlu dicegah
terjadinya hipovolemia pada penderita sirosis hepatis dengan menghentikan
pemberian diuretik, rehidrasi, dan infus albumin.
28

BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. DY datang ke rumah sakit dengan keluhan.


Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum baik dan tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan spesifik abdomen terdapat.
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan pasien menderita. Diagnosis dapat disingkirkan dari keluhan-keluhan
dan pemeriksaan USG abdomen.
Tatalaksana non farmokologi pasien dilakukan tirah baring, edukasi
mengenai penyakit, dan.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Babakhanlou R. Upper Abdominal Pain. InnovAiT Journals; 2018. 0(0): 1-


7.

Anda mungkin juga menyukai