Anda di halaman 1dari 40

3

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Karies Gigi

Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak


struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani,
penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus
berbahaya, dan bahkan kematian. Penyakit ini telah dikenal sejak masa lalu,
berbagai bukti telah menunjukkan bahwa penyakit ini telah dikenal sejak zaman
perunggu, zaman besi, dan zaman pertengahan. Peningkatan prevalensi karies
banyak dipengaruhi perubahan dari pola makan. Kini, karies gigi telah menjadi
penyakit yang tersebar di seluruh dunia.

Ada beberapa cara untuk mengelompokkan karies gigi. Walaupun apa yang


terlihat dapat berbeda, faktor-faktor risiko dan perkembangan karies hampir
serupa. Mula-mula, lokasi terjadinya karies dapat tampak seperti daerah berkapur
namun berkembang menjad lubang coklat. Walaupun karies mungkin dapat saja
dilihat dengan mata telanjang, kadang-kadang diperlukan bantuan radiografi untuk
mengamati daerah-daerah pada gigi dan menetapkan seberapa jauh penyakit itu
merusak gigi.

Lubang gigi disebabkan oleh beberapa tipe dari bakteri penghasil asam yang dapat


merusak karena reaksi fermentasi karbohidrattermasuk sukrosa, fruktosa,
dan glukosa. Asam yang diproduksi tersebut memengaruhi mineral gigi sehingga
menjadi sensitif pada pH rendah. Sebuah gigi akan
mengalami demineralisasi dan remineralisasi. Ketika pH turun menjadi di bawah
5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini
menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang luluh dan membuat lubang pada
gigi.

Bergantung pada seberapa besarnya tingkat kerusakan gigi, sebuah perawatan


dapat dilakukan. Perawatan dapat berupa penyembuhan gigi untuk
4

mengembalikan bentuk, fungsi, dan estetika. Walaupun demikian, belum


diketahui cara untuk meregenerasi secara besar-besaran struktur gigi, sehingga
organisasi kesehatan gigi terus menjalankan penyuluhan untuk mencegah
kerusakan gigi, misalnya dengan menjaga kesehatan gigi dan makanan.

Epidemiologi

Diperkirakan bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan
sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies. Prevalensi karies tertinggi
terdapat di Asia dan Amerika Latin. Prevalensi terendah terdapat
di Afrika. Di Amerika Serikat, karies gigi merupakan penyakit kronis anak-anak
yang sering terjadi dan tingkatnya 5 kali lebih tinggi dari asma. Karies merupakan
penyebab patologi primer atas penanggalan gigi pada anak-anak. Antara 29%
hingga 59% orang dewasa dengan usia lebih dari limapuluh tahun mengalami
karies.

Jumlah kasus karies menurun di berbagai negara berkembang, karena adanya


peningkatan kesadaran atas kesehatan gigi dan tindakan pencegahan dengan terapi
florida.

Klasifikasi

Karies gigi dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi, tingkat laju perkembangan,


dan jaringan keras yang terkena.

-Lokasi

Secara umum, ada dua tipe karies gigi bila dibedakan lokasinya, yaitu karies yang
ditemukan di permukaan halus dan karies di celah atau fisura gigi.

-Karies celah dan fisura

Celah dan fisura adalah tanda anatomis gigi. Fisura terbentuk saat perkembangan
alur, dan tidak sepenuhnya menyatu, dan membuat suatu turunan atau depresio
yang khas pada strutkur permukaan email. Tempat ini mudah sekali menjadi
lokasi karies gigi. Celah yang ada daerah pipi atau bukal ditemukan di gigi
geraham.
5

Karies celah dan fisura kadang-kadang sulit dideteksi. Semakin berkembangnya


proses perlubangan akrena karies, email atau enamel terdekat berlubang semakin
dalam. Ketika karies telah mencapai dentin pada pertemuan enamel dengan
dental, lubang akan menyebar secara lateral. Di dentin, proses perlubangan akan
mengikuti pola segitiga ke arah pulpa gigi.

-Karies permukaan halus

Ada tiga macam karies permukaan halus. Karies proksimal, atau dikenal juga
sebagai karies interproksimal, terbentuk pada permukaan halus antara batas
gigi. Karies akar terbentuk pada permukaan akar gigi. Tipe ketiga karies
permukaan halus ini terbentuk pada permukaan lainnya.

Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi. Tipe ini kadang tidak
dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah eksplorer gigi. Karies
proksimal ini memerlukan pemeriksaan radiografi.

Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi dan biasanya terbentuk ketika
permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini tidak
akan berkembang karena tidak dapat terpapar oleh plak bakteri. Permukaan akar
lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel atau email
karena sementumnya demineraliasi pada pH 6,7, di mana lebih tinggi dari
enamel. Karies akar lebih sering ditemukan di permukaan fasial, permukaan
interproksimal, dan permukaan lingual. Gigi geraham atas merupakan lokasi
tersering dari karies akar.

Deskripsi umum lainnya

Di samping pengelompokan diatas, lesi karies dapat dikelompokkan sesuai


lokasinya di permukaan tertentu pada gigi. Karies pada permukaan gigi yang
dekat dengan permukaan pipi atau bibir disebut "karies fasial", dan karies yang
lebih dekat ke arah lidah disebut "karies lingual". Karies fasial dapat dibagi lagi
menjadi bukal (dekat pipi) dan labial (dekat bibir). Karies lingual juga dapat
disebut palatal bila ditemukan di permukaan lingual dari gigi pada rahang atas
6

(maksila) dan dekat dengan pallatum durum atau bagian langit-langit mulut yang


keras.

Laju penyakit

Laju karies dapat membagi karies menjadi karies akut dan kronis. Karies


rekuren berarti karies yang terjadi pada bekas karies terdahulu.

Jaringan keras yang terpengaruh

Berdasarkan pada jaringan keras yang terpengaruh, karies dapat dibedakan


menjadi karies yang memengaruhi enamel, dentin, atau sementum. Pada awal
perkembangannya, karies mungkin hanya memengaruhi enamel. Namun ketika
karies semakin luas, dapat memengaruhi dentin. Sementum adalah jaringan keras
yang melapisi akar gigi, maka sementum dapat terkena bila akar gigi terbuka.

Karies di dekat leher gigi disebut karies servikal.

Penyebab

Ada empat hal utama yang berpengaruh pada karies: permukaan gigi, bakteri
kariogenik (penyebab karies), karbohidrat yang difermentasikan, dan waktu.

-Gigi

Ada penyakit dan gangguan tertentu pada gigi yang dapat mempertinggi faktor
risiko terkena karies. Amelogenesis imperfekta, yang timbul pada 1 dari 718
hingga 14.000 orang, ada penyakit di mana enamel tidak terbentuk
sempurna. Dentinogenesis imperfekta adalah ketidaksempurnaan pembentukan
dentin. Pada kebanyakan kasus, gangguan ini bukanlah penyebab utama dari
karies.

Anatomi gigi juga berpengaruh pada pembentukan karies. Celah atau alur yang
dalam pada gigi dapat menjadi lokasi perkembangan karies. Karies juga sering
terjadi pada tempat yang sering terselip sisa makanan.

-Bakteri
7

Mulut merupakan tempat berkembanganya banyak bakteri, namun hanya sedikit


bakteri penyebab karies, yaitu Streptococcus mutansdan Lactobacilli di
antaranya. Khusus untuk karies akar, bakteri yang sering ditemukan
adalah Lactobacillus acidophilus, Actinomyces viscosus, Nocardia spp.,
dan Streptococcus mutans. Contoh bakteri dapat diambil pada plak.

-Karbohidrat yang dapat difermentasikan

Bakteri pada mulut seseorang akan mengubah glukosa, fruktosa, dan sukrosa
menjadi asam laktat melalui sebuah proses glikolisisyang disebut fermentasi. Bila
asam ini mengenai gigi dapat menyebabkan demineralisasi. Proses sebaliknya,
remineralisasi dapat terjadi bila pH telah dinetralkan. Mineral yang diperlukan
gigi tersedia pada air liur dan pasta gigi berflorida dan cairan pencuci mulut.
Karies lanjut dapat ditahan pada tingkat ini. Bila demineralisasi terus berlanjut,
maka akan terjadi proses pelubangan.

-Waktu

Tingkat frekuensi gigi terkena dengan lingkungan yang kariogenik dapat


memengaruhi perkembangan karies. Setelah seseorang mengonsumsi makanan
mengandung gula, maka bakteri pada mulut dapat memetabolisme gula menjadi
asam dan menurunkan pH. PH dapat menjadi normal karena dinetralkan oleh air
liur dan proses sebelumnya telah melarutkan mineral gigi. Demineralisasi dapat
terjadi setelah 2 jam.

-Faktor lainnya

Selain empat faktor di atas, terdapat faktor lain yang dapat meningkatkan karies.

Air liur dapat menjadi penyeimbangan lingkungan asam pada mulut. Terdapat
keadaan di mana air liur mengalami gangguan produksi, seperti pada sindrom
Sjögren, diabetes mellitus, diabetes insipidus, dan sarkoidosis.

Obat-obatan seperti antihistamin dan antidepresan dapat memengaruhi produksi


air liur. Terapi radiasi pada kepala dan leher dapat merusak sel pada kelenjar liur.
8

Penggunaan tembakau juga dapat mempertinggi risiko karies. Tembakau adalah


faktor yang signifikan pada penyakit periodontis, seperti dapat
menyusutkan gusi. Dengan gusi yang menyusut, maka permukaan gigi akan
terbuka. Sementum pada akar gigi akan lebih mudah mengalami demineralisasi.

Karies botol susu atau karies kanak-kanak adalah pola lubang yang ditemukan di
anak-anak pada gigi susu. Gigi yang sering terkena adalah gigi depan di rahang
atas, namun kesemua giginya dapat terkena juga. Sebutan "karies botol susu"
karena karies ini sering muncul pada anak-anak yang tidur dengan cairan yang
manis (misalnya susu) dengan botolnya. Sering pula disebabkan oleh seringnya
pemberian makan pada anak-anak dengan cairan manis.

Ada juga karies yang merajalela atau karies yang menjalar ke semua gigi. Tipe
karies ini sering ditemukan pada pasien dengan xerostomia, kebersihan mulut
yang buruk, pengonsumsi gula yang tinggi, dan pengguna metamfetamin karena
obat ini membuat mulut kering. Bila karies yang parah ini merupakan hasil karena
radiasi kepala dan leher, ini mungkin sebuah karies yang dipengaruhi radiasi.

Tanda dan gejala

Seseorang sering tidak menyadari bahwa ia menderita karies sampai penyakit


berkembang lama. Tanda awal dari lesi karies adalah sebuah daerah yang tampak
berkapur di permukaan gigi yang menandakan adanya demineralisasi. Daerah ini
dapat menjadi tampak coklat dan membentuk lubang. Proses tersebut dapat
kembali ke asal atau reversibel, namun ketika lubang sudah terbentuk maka
struktur yang rusak tidak dapat diregenerasi. Sebuah lesi tampak coklat dan
mengkilat dapat menandakan karies. Daerah coklat pucat menandakan adanya
karies yang aktif.

Bila enamel dan dentin sudah mulai rusak, lubang semakin tampak. Daerah yang
terkena akan berubah warna dan menjadi lunak ketika disentuh. Karies kemudian
menjalar ke sarafgigi, terbuka, dan akan terasa nyeri. Nyeri dapat bertambah hebat
dengan panas, suhu yang dindin, dan makanan atau minuman yang manis. Karies
gigi dapat menyebabkan napas tak sedap dan pengecapan yang buruk.  Dalam
9

kasus yang lebih lanjut, infeksi dapat menyebar dari gigi ke jaringan lainnya
sehingga menjadi berbahaya.

Diagnosis

Diagnosis pertama memerlukan inspeksi atau pengamatan pada semua permukaan


gigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi, dan eksplorer.
Radiografi gigi dapat membantu diagnosis, terutama pada kasus karies
interproksimal. Karies yang besar dapat langsung diamati dengan mata telanjang.
Karies yang tidak ekstensif dibantu dulu dengan menemukan daerah lunak
pada gigi dengan eksplorer.

Teknik yang umum digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum
berlubang adalah dengan tiupan udara melalui permukaan yang disangka, untuk
membuang embun, dan mengganti peralatan optik. Hal ini akan membentuk
sebuah efek "halo" dengan mata biasa. Transiluminasi serat optik
direkomendasikan untuk mendiagnosis karies kecil.

Perawatan

Struktur gigi yang rusak tidak dapat sembuh sempurna, walaupun remineralisasi
pada karies yang sangat kecil dapat timbul bila kebersihan dapat
dipertahankan. Untuk lesi yang kecil, florida topikal dapat digunakan untuk
merangsang remineralisasi. Untuk lesi yang besar dapat diberikan perawatan
khusus. Perawatan ini bertujuan untuk menjaga struktur lainnya dan mencegah
perusakan lebih lanjut.

Secara umum, pengobatan lebih awal akan lebih nyaman dan murah dibandingkan
perawatan lanjut karena lubang yang lebih buruk. Anestesi lokal, oksida nitro,
atau obat lainnya dapat meredam nyeri. Pembuangan bor dapat membuang
struktur yang sudah berlubang. Sebuah alat seperti sendok dapat membersihkan
lubang dengan baik. Ketika lubang sudah dibersihkan, maka diperlukan sebuah
teknik penyembuhan untuk mengembalikan fungsi dan keadaan estetikanya.
10

Material untuk penyembuhan meliputi amalgam, resin untuk gigi, porselin,


dan emas. Resin dan porselin dapat digunakan untuk menyamakan warna dengan
gigi asal dan lebih sering digunakan. Bila bahan di atas tidak dapat digunakan,
maka diperlukan zat crown yang terbutat dari emas, porselin atau porselin yang
dicampur logam.

Pada kasus tertentu, diperlukan terapi kanal akar pada gigi. Terapi kanal gigi atau


terapi endodontik, direkomendasikan bila pulpa telah mati karena infeksi atau
trauma. Saat terapi, pulpa, termasuk saraf dan pembuluh darahnya, dibuang.
Bekas gigi akan diberikan material seperti karet yang disebut gutta
percha. Pencabutan atau ekstraksi gigi juga menjadi pilihan perawatan karies, bila
gigi tersebut telah hancur karena proses pelubangan.

Pencegahan

-Kebersihan mulut

Kebersihan perorangan terdiri dari pembersihan gigi yang baik. Kebersihan mulut


yang baik diperluklan untuk meminimalisir agen penyebab penyakit mulut dan
membuang plak gigi. Plak tersebut mengandung bakteri. Karies dapat dicegah
dengan pembersihan dan pemeriksaan gigi teratur.

-Pengaturan makanan

Untuk kesehatan gigi, pengaturan konsumsi gula penting diperhatikan. Gula yang


tersisa pada mulut dapat memproduksi asam oleh bakteri. Pengonsumsian permen
karet dengan xilitol dapat melindungi gigi. Permen ini telah popler
di Finlandia. Efek ini mungkin disebabkan ketidakmampuan bakteri
memetabolisme xilitol.

-Tindakan pencegahan lainnya

Terapi florida dapat menjadi pilihan untuk mencengah karies. Cara ini telah
terbukti menurunkan kasus karies gigi. Florida dapat membuat enbamel resisten
terhadap karies. Florida sering ditambahkan pada pasta gigi dan cairan pembersih
mulut.
11

Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa pemberian radiasi laser intensitas


rendah dengan laser ion argon dapat mencengah karies enamel dan lesi daerah
bercak putih. Sedang dikembangkan pula, vaksin untuk melawan bakteri karies.
Pada 2004, vaksin ini telah berhasil diujicobakan pada hewan, dan uji coba klinis
pada manusia pada Mei 2006.

II.2 Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat


meluas dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka menganggap
penyakit ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Seperti karies gigi,
penyakit periodontal juga lambat perkembangannya dan apabila tidak
dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi. Namun studi epidemiologi
menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah dengan pembersihan plak
dengan sikat gigi teratur serta menyingkirkan karang gigi apabila ada.
Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu
gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal
yang ringan, dengan tanda klinis gingiva berwarna merah, membengkak dan
mudah berdarah. Gingivitis yang tidak dirawat akan menyebabkan
kerusakan tulang pendukung gigi atau disebut periodontitis. Sejalan dengan
waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan berkembang kemudian
toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva sehingga merusak
jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada gigi dan
membentuk saku (poket) yang akan bertambah dalam sehingga makin
banyak tulang dan jaringan pendukung yang rusak. Bila penyakit ini
berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan
longgar dan lepas dengan sendirinya. Penyakit periodontal merupakan salah
satu penyakit gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi yang tinggi di
Indonesia. Bahkan di Amerika dan Jepang, perhatian dokter gigi mulai
beralih lebih kepada penegakan diagnosis penyakit periodontal daripada
karies.
12

Periodontitis adalah suatu penyakit peradangan jaringan


pendukung gigi yang disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu,
yang mengakibatkan penghancuran progresif ligamentum periodontal dan
tulang alveolar, dengan pembentukan poket, resesi, atau keduanya.5)
Periodontitis menunjukkan lesi inflamasi gingiva serta rusaknya ligamentum
periodontal dan tulang alveolar. Hal ini menyebabkan kehilangan tulang dan
migrasi apikal dari epitelium junctional, mengakibatkan pembentukan poket
periodontal.10) Infeksi periodontal dimulai oleh invasi oral patogen spesifik
( bakteri aerob dan bakteri anaerob ) yang berkolonisasi pada biofilm plak
gigi pada permukaan akar gigi.
Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak sehingga
penyakit periodontal sering juga disebut penyakit plak. Plak gigi adalah
suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan. Diperkirakan bahwa 1mm plak gigi dengan berat 1mg
mengandung 200 juta sel mikroorganisme.
Lokasi dan laju pembentukan plak adalah bervariasi di antara
individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral
hygiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju
aliran saliva.
Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada
beberapa faktor yang menjadi faktor resiko penyakit periodontal. Faktor ini
bisa berada di dalam mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap host.
Banya faktor penyebab terjadinya penyakit periodontal berikut akan dibahas
satu per satu.
1. Higiene oral (oral hygiene)
Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit periodontal
dihubungkan dengan kondisi oral hygiene yang buruk. Loe, et al.
melaporkan bahwa pada individu yang mempunyai gingiva sehat akan
segera mengalami gingivitis bila tidak melakukan pembersihan rongga
mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan pemeliharaan
13

kebersihan mulut maka keradangan akan hilang dalam waktu 1 minggu.


Semua penelitian yang dilakukan menunjukkan pentingnya
melakukan kontrol plak bila tidak ingin terjadi kerusakan pada jaringan
periodontal. Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada
permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak
dalam suatu matrik interseluler jika seseorang melalaikan kebersihan
gigi dan mulutnya.
Faktor lokal yang sering disebut sebagai faktor etiologi dalam
penyakit periodontal, antara lain adalah bakteri dalam plak, kalkulus,
materi alba, dan debris makanan. Di antara faktor-faktor tersebut yang
terpenting adalah plak gigi. Semua faktor lokal tersebut diakibatkan
karena kurangnya memelihara kebersihan gigi dan mulut. Loe dkk
(1965) mengadakan penelitian mengenai proses terjadinya gingivitis
pada pasien-pasien dengan gingiva sehat. Mereka meminta para pasien
ini mengabaikan kebersihan gigi dan mulut dan menelti perubahan-
perubahan yang terjadi pada mikroflora plak.
Penelitian ini menunjukkanadanya hubungan yang erat antara plak
dan gingivitis. Gejalak klinis gingivitismulai terlihat 10-21 hari setelah
prosedur pembersihan mulut dihentikan. Secara klinis juga terbukti
bahwa mulut yang berpenyakit periodontal selalu memperlihatkan
adanya penimbunan plak yang jauh lebih banyak dari mulut yang sehat.
Dengan penelitian kuantitatif ditunjukkan bahwa jumlah plakdalam
kalkulus di dalam mulut yang berpenyakit periodontal adalah kurang
dari10 kali lebih banyak daripada di dalam mulut yang sehat.
Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang
terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus merupakan
plak terkalsifikasi. Jenis kalkulus di klasifikasikan sebagai supragingiva
dan subgingiva berdasarkan relasinya dengan gingival margin. Kalkulus
supragingiva ialah kalkulus yang melekat pada permukaan mahkota gigi
mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Kalkulus ini
berwarna putih kekuning-kuningan atau bahkan kecoklat-coklatan.
14

Konsistensi kalkulus ini seperti batu tanah liat dan mudah


dilepaskan dari permukaan gigi dengan skeler. Pembentukan kalkulus
tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah plak di dalam mulut,tetapi juga
dipengaruhi oleh saliva. Saliva dari kelenjar saliva mengalir melalui
permukaan fasial molar atas melalui ductus Stensen sedangakn orifisium
ductus Wharton’s dan ductus Bhartolin kosong pada permukaan lingual
insisivus bawah dari masing-masing kelenjar submaxillary dan
sublingual.
2. Umur
Dari beberapa penelitian yang dilakukan, mengenai perbandingan
perkembangan gingivitis antara orang dewasa dan orang tua
menunjukkan perkembangan gingivitis lebih cepat pada kelompok orang
tua (65-80 tahun) menunjukkan terjadi penyusutan jaringan ikat, terjadi
peningkatan aliran gingival crevicular fluid (GCF) dan terjadi
peningkatan gingival indeks.13
Seiring dengan pertambahan usia, gigi geligi menjadi memanjang
hal ini menunjukkan bahwa usia dipastikan berhubungan dengan
hilangnya perlekatan pada jaringan ikat. Namun, penelitian ini juga
menunjukkan bahwa pada gigi geligi yang memanjang sangat berpotensi
mengalami kerusakan. meliputi periodontitis, trauma mekanik yang
kronis yang disebabkan cara menyikat gigi, dan kerusakan dari faktor
iatrogenik yang disebabkan oleh restorasi yang kurang baik atau
perawatan scalling and root planing yang berulang-ulang.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sedikit
kaitan antara umur dengan kerusakan jaringan periodontal. Namum
disamping itubeberapa studi melaporkan bahwa faktor genetik
berpengaruh terhadap kerentanan terjadinya penyakit periodontal.
3. Penyakit sistemik
Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes melitus (DM)
dan penyakit sistemik lainnya. Insiden DM dilaporkan cukup tinggi di
beberapa negara yang artinya berdampak negatif bagi kesehatan rongga
15

mulut. Penderita DM lebih rentan terhadap infeksi terutama pada


penderita diabetes yang tidak terkontrol. Bila dilakukan skeling pada
penderita diabetes tanpa tindakan profilaksis dapat menyebabkan
timbulnya abses periodontal.
4. Kebiasaan
Salah satu penyebab penyakit periodontal yang berkaitan dengan
kebiasaan ialah merokok. Peningkatan prevalensi dengan kerusakan
jaringan periodontal berhubungan dengan kebiasaan merokok dimana
terjadi interaksi bakteri yang menghasilkan kerusakan jaringan
periodontal yang lebih agresif. Ketidakseimbangan antara bakteri
dengan respon jaringan periodontal bisa disebabkan karena perubahan
komposisi plak subgingiva yang disertai dengan peningkatan jumlah dan
virulensi dari organisme patogen.
5. Faktor Intraorgenik
Faktor iatrogenik dari penumpatan atau protesa terutama adalah berupa
lokasi tepi tambalan, spasi antara tepi tambalan dan gigi yang tidak
dipresparasi, kontur tambalan, oklusi, materi tambalan, prosedur
penambalan, desain protesa lepasan. Tepi tambalan yang overhang
menyebabkan keseimbangan ekologi bakteri berubah dan menghambat
jalan atau pencapaian pembuangan akumulasi plak. Lokasi tepi tambalan
terhadap tepi gingiva serta kekasaran di area subgingival, mahkota dan
tambalan yang terlalu cembung, kontur permukaan oklusal seperti ridge
dan groove yang tidak baik menyebabkan plak mudah terbentuk dan
tertahan, atau bolus makanan terarah langsung ke proksimal sehingga
sebagai contoh terjadi impaksi makanan.
6. Faktor Genetik
Telah banyak diketahui bahwa kerentanan terhadap penyakit
periodontal berbeda antara kelompok ras atau etnis tertentu misalnya di
Amerika, orang Afrika-Amerika memiliki lebih banyak penyakit
periodontal daripada orang ras Kaukasian meskipun perbedaan ini bisa
disebabkan dari faktor lingkungan, namun hal ini bisa disebabkan
16

perbedaan susunan genetik dari ras atau etnis tertentu. Proses terjadinya
periodontitis berhubungan didalam satu keluarga.
Dasar dari persamaan ini baik karena memiliki lingkungan atau
gen yang sama atau keduanya telah diteliti dalam beberapa penelitian.
Dan didapatkan kesimpulan bahwa selain pada susunan genetik yang
sama, persamaan dalam keluarga disebabkan karena adat dan
lingkungan yang sama. Hubungan saudara kandung dalam penelitian ini,
kaitannya dengan jaringan periodontal tidak bisa ditolak
7. Faktor Tingat Pendidikan dan Ekonomi
Tingkat pendidikan serta ekonomi seseorang berperan dalam terinfeski
penyakit ini. Orang yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dan
ditunjang dengan kondisi perekonomian yang baik akan lebih sering
melakukan pemeriksaan diri dibandingkan yang ekonominya kurang dan
tingkat pendidikannya kurang.

II.3 Survey Epidemiologi


Survei Epidemiologi adalah kegiatan/metode pengumpulan informasi yang
berasal dari populasi dan sampel yang dilakukan biasanya dengan menyebarkan
kuesioner atau wawancara. Survei ini diadakan untuk mendapatkan gambaran
tentang penyebaran penyakit atau cirri-ciri penyakit yang ada pada masyarakat
atau hal lain yang berhubungan dengan penyakit tersebut.

Kegunaan dari survey ini adalah :

 Mendapatkan diagnosis status kesehatan masyarakat


 Menjelaskan etiologi dan Riwayat Alamiah Penyakit
 Memberikan Kontribusi pada evaluasi upaya Kesehatan
17

II.4 Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan yang terus menerus berupa pengumpulan


data, analisis dan interpretasi data kesehatan yang digunakan untuk perencanaan,
implementasi dan evaluasi aktivitas kesehatan,  dan kemudian diseminasi
sehingga langkah efektif pencegahan penyakit bisa dilakukan. (WHO)

Tujuan surveilans :

Memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga


penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons
pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan khusus surveilans:

 Surveilans adalah  penting bagi praktisi epidemiologi  karena digunakan


untuk :
 Menemukan kasus kluster atau isolasi
 Menilai kejadian kasus kesehatan sekaligus trennya
 Mengukur factor kausal penyakit
 Memonitor keefektifan dan mengevaluasi program pencegahan, strategi
intervensi dan perubahan kebijakan kesehatan
 Perencanaan dan menyediakan pelayanan ksesehatan.
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2)
Surveilans aktif. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan
menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah
dan mudah untuk dilakukan. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif
dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung
under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
18

formal.Selainitu,tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah,


karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala


kelapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,
puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru
penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi
laporan kasus indeks.  Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans
pasif, sebab dilakukan oleh petugas  yang memang dipekerjakan untuk
menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat
mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan
lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif.

Dari definisi-definisi diatas dapat diambil kesimpulan perbedaan dari 2


istilah-istilah diatas adalah

sebagai berikut :

 
Perbedaan Survei Epid Surveilans Epid

 Waktu Episodik/Sewaktu Kontinyu


Penyedia Informasi
yang tepat waktu
Salah satu metode terhadap masalah
Fungsi pengumpulan data kesehatan
Pengumpulan, analisis,
Dengan interpretasi dan
Langkah pelaksanaan kuesioner/wawancara diseminasi
Bagian dari surveilans
dan penyelidikan Mencakup survey dan
Lingkup wabah penyelidikan wabah
19

II. 5 Skrining

Skrining atau penapisan adalah penggunaan tes atau metode diagnosis lain untuk
mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit atau kondisi tertentu sebelum
menyebabkan gejala apapun. Untuk banyak penyakit (misalnya, kanker)
pengobatan dini mengarahkan hasil yang lebih baik. Tujuan skrining adalah
menemukan penyakit ini sehingga pengobatan dapat dimulai sedini mungkin.

A.    Pengertian Screening


Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit
yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang
dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit
dengan orang yang mungkin tidak menderita.
Latar belakang sehingga screening ini dilakukan yaitu karena hal berikut ini:
1.    Banyaknya kejadain penomena gunung es (Ice Berg Phenomen).
2.    sebagai langkah pencegahan khususnya Early diagnosis dan prompt
treatment.
3.    Banyaknya penyakit yang tanpa gejala klinis.
4.    Penderita mencari pengobatan setelah studi lanjut.
5.    Penderita tanpa gjl mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.
B.    Tujuan Screening
"    Mengetahui diagnosis sedini mungkin agar cepat terapi nya
"    Mencegah meluasnya penyakit
"    Mendidik masyarakat melakukan general check up
"    Memberi gambaran kepada tenaga kesehatan tentang suatu penyakit (waspada
mulai dini)
"    Memperoleh data epidemiologis, untuk peneliti dan klinisi
C.    Bentuk  Screening
"    Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu
"    Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria
tertentu, contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada
20

wanita yang sudah menikah


"    Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis
penyakit 
"    Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu
jenis penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas
D.    Syarat screening
1.    masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting (morbiditas & mortalitas )
2.    Prevalensi penyakit cukup tinggi, kalau prevalensi rendah nilai pred +, rendah
3.    Harus ada cara skrining yang cocok (sederhana, murah & aman)
4.    Harus ada fasilitas Dx dan pengobatan yang efektif untuk kasus yang positif
5.    Faham riwayat alamiah penyakit 

E.    Kriteria Program Screening


"    Penyakit yang dipilih merupakan masalah kesehatan prioritas
"    Tersedia obat potensial untuk terapi nya
"    Tersedia fasilitas dan biaya untuk diagnosis dan terapinya nya
"    Penyakit lama dan dapat dideteksi dengan test khusus
"    Screeningnya memenuhi syarat sensitivitas dan spesivisitas
"    Teknik dan cara screening harus dapat diterima oleh masyarakat
"    Sifat perjalanan penyakit dapat diketahui dengan pasti
"    Ada SOP tentang penyakit tersebut
"    Biaya screening harus seimbang (lebih rendah) dengan resiko biaya bila tanpa
screening
"    Penemuan kasus terus menerus

F.    Pelaksanaan screening


Proses pelaksanaan sceening adalah :
Tahap 1 : melalukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap
mempunyai resiko tinggi menderita penyakit. 
"    Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.
"    Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap 2 
21

Tahap 2 : pemeriksaan diagnostik


"    Hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan. 
"    Hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan pemeriksaan ulang
secara periodik).

Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit


yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang
dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit
dengan orang yang mungkin tidak menderita.
Latar belakang sehingga screening ini dilakukan yaitu karena hal berikut ini:
"    Banyaknya kejadain penomena gunung es (Ice Berg Phenomen).
"    sebagai langkah pencegahan khususnya Early diagnosis dan prompt treatment.
"    Banyaknya penyakit yang tanpa gejala klinis.
"    Penderita mencari pengobatan setelah studi lanjut.
"    Penderita tanpa gjl mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.

II. 6 Langkah-langkah Survey Epidemiologi

TEKNIK PENGUMPULAN DATA KUANTITATIF

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting dan berbagai sumber
dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya data dapat dikumpulkan pada
setting alamiah (natural seting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, di
rumah dengan berbagai responden, dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya,
maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sekunder.
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data pada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen. Selanjutnya kalau dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,
maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview, kuesioner
(angket), observasi (Sugiyono, 2006: 137)
22

1. Interview (Wawancara)

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin


melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/ kecil.

Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh
peneliti dalam menggunakan teknik interview dan juga kuesioner adalah sebagai
berikut:

Bahwa subjek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri

Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya

Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti


kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si peneliti.

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan


dapat dilakukan dengan tatap muka maupun lewat telepon.

1. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti


atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan
diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah
menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
alternatif jawabannya pun sudah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini
setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya.

Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen sebagai pedoman


untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu
23

seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu
pelaksanaan wawancara berjalan lancar. Adapun contoh wawancara terstruktur
tentang tanggapan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah:

1) Bagaiamanakah tanggapan Bapak/Ibuk terhadap pelayanan pendidikan di


kabupaten ini?

a) Sangat bagus

b) Bagus

c) Tidak bagus

d) Sangat tidak bagus

2) Bagaiamanakah tanggapan Bapak/Ibuk terhadap pelayanan bidang kesehatan di


kabupaten ini?

a) Sangat bagus

b) Bagus

c) Tidak bagus

d) Sangat tidak bagus

2. Wawancara tidak terstruktur

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Adapun contohnya
adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibuk terhadap kebijakan
pemerintah tentang impor gula saat ini?dan bagaimana dampaknya terhadap
pedagang dan petani”.
24

Wawancara tidak terstruktur sering digunakan dalam penelitian pendahuluan


malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Pada
penelitian pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang
berbagai isu atau permasalahan yang ada pada objek, sehingga peneliti dapat
menentukan secara pasti permasalahan atau variabel apa yang harus diteliti.

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data
apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang
diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari
responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan
berikutnya yang lebih terarah pada satu tujuan.

Dalam melakukan wawancara maka pewawancara harus memperhatikan tentang


situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat kapan dan dimana
harus melakukan wawancara.

2. Kuesioner

Kuesioner merupakan alat teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien
bila peneliti tahu pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden(Iskandar, 2008: 77).

Uma sekaran (1992) dalam Sugiyono mengungkapkan beberapa prinsip penulisan


angket yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip penulisan angket

1) Isi dan tujuan pertanyaan, yang dimaksud disini adalah isi pertanyaan tersebut
merupakan bentuk pengukuran atau bukan. Kalau berbentuk pengukuran, maka
dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus ada skala
25

pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang


diteliti.

2) Bahasa yang digunakan, bahasa yang digunakan dalam penulisan angket harus
disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden.

3) Tipe dan bentuk pertanyaan, tipe pertanyaan dalam angket dapat berupa
terbuka atau tertutup, (dalam wawancara bisa terstruktur dan tidak terstruktur),
dan bentuknya dapat menggunakan kalimat positif dan negatif.

4) Pertanyaan tidak mendua

5) Tidak menanyakan yang sudah lupa

6) Pertanyaan tidak menggiring, artinya usahakan pertanyaan tidak menggiring


pada jawaban yang baik saja atau yang jelek saja.

7) Panjang pertanyaan, pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang,


sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi.

8) Urutan pertanyaan, urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum
menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju hal yang sulit

Prinsip pengukuran, angket yang diberikan kepada responden adalah merupakan


instrumen penelitian, yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan di teliti.
Oleh karena itu instrumen angket tersebut harus daapat digunakan untuk
mendapatkan data yang valid dan reliabel variabel yang diukur.

Penampilan fisik angket, penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data
akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket.
26

II. 7 Langkah-Langkah Surveilans Epidemiologi :

1. Pengumpulan Data Surveilans Epidemiologi

Pengumpulan Data adalah pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit,


puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di
lapangan, laporan masyarakat, dan petugas kesehatan lain.

Survei khusus, dan pencatatan jumlah populasi berisiko terhadap penyakit yang
sedang diamati. Tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara
dan pemeriksaan.

Tujuan pengumpulan data adalah menentukan kelompok high risk. Menentukan


jenis dan karakteristik (penyebabnya).Menentukan reservoir Transmisi Pencatatan
kejadian penyakit; dan KLB

A. Sumber Data Surveilans

Salah satu system pengumpulan data yang dilakukan secara terus menerusdalam
epidemiologi dikenal dengan surveilans. Sebagai sumber datasurveilans, WHO
merekomendasikan 10 macam sumber data yang dapatdipakai :

1. Data mortaliatas
2. Data morbiditas
3. Data pemeriksaan laboratorium
4. Laporan penyakit
5. Penyelidikan peristiwa penyakit
6. Laporan wabah
7. Laporan penyelidikan wabah
8. Survey penyakit, vector dan reservoir
9. Pengunaan obat, vaksin dan serum
10. Demografi dan lingkungan
27

B. Macam-macam sumber data menurut (Kepmenkes RI


No.1116/Menkes/SK/VIII/2003):
1. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
danmasyarakat
2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatanserta laporan
kantor pemerintah dan masyarakat
3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukandan
masyarakat
4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dangeofisika
5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatandan
masyarakat
6. Data kondisi lingkungan
7. Laporan wabah
8. Laporan penyelidikan wabah/KLB
9. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
10. Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya
11. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperolehdari
unit pelayanan kesehatan dan masyarakat
12. Laporan kondisi pangan

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam surveilans, data dikumpul melalui sistem pelaporan yang ada. Berdasarkan
keperluannya, pengumpulan data untuk surveilans dibedakan menurut sumber
data yaitu primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan secara langsung dari
penderita di lokasi dan sarana kejadian penyakit.

Data sekunder dikumpulkan dari sumber data laporan rutin yangada atau sumber
khusus tambahan lain sesuai variabel yang diperlukan. Surveilans secara rutin
sering menggunakan cara ini. Ada data tersier yaitu data yang diambil dari hasil
kajian, analisis data atau makalah yang telah dipublikasikan. Besarnya sumber
28

data sangat tergantung pada populasi, yaitu data yang diambil dari semua
penduduk merupakan data yang diamati atau yang berisiko terkena penyakit
(reference population) di suatu wilayah dimana penyakit terjadi (desa, kecamatan,
kebupaten, provinsi atau negara). Sistem surveilans rutin di kabupaten
menggunakan cara ini melaluilaporan sarana kesehatan (Puskesmas) yang
menjangkau seluruh wilayah kabupaten. Dalam survei khusus, cara ini jarang
dilakukan karena mahal dan membutuhkan waktu lama. Untuk data sampel, yaitu
data yang diambil darisebagian penduduk atau sebagian puskesmas yang dianggap
mewakiliseluruh penduduk atau wilayah dimana kejadian penyakit berlangsung
atau berisiko terkena penyakit. Dalam survei khusus cara ini sering
dilakukankarena lebih cepat dan murah. Bila menggunakan sampel, pemilihan
sampel basanya dilakukan mengikuti ketentuan statistik. Pertama, perlu
menentukanunit sampel yang akan dipilih yaitu sampel perorangan atau
kelompok(kluster ), sehingga langkah selanjutnya dapat membuat daftar unit
sampelsecara berurutan, dan menetapkan besar atau jumlah sampel. Besar sampel
ditentukan oleh populasi penduduk yang akan diwakilidan perkiraan besarnya
prevalensi dari penyakit yang dipantau. Umumnya makin besar jumlah sampel,
makin baik informasi yang dihasilkan tentang penduduk yang diwakilinya.
Bandingkan besar sampel dan ketepatan hasil (lebar range prevalensi yang
dihasilkan) pada tabel tertentu. Kemudian unitsampel dipilih sesuai jumlah yang
ditentukan, yang bisa dilakukan secara acak (random), sistematik (pilihan
berselang seling) atau kombinasi caratersebut. Cara ini memberikan sampel yang
dapat mewakili semua populasiyang diamati.Kadang-kadang sampel terpaksa
dipilih sesuai kepentingan pengamatan (selektif, purposive), biasanya bila
penyakit sangat jarang terjadi. Cara ini mewakili populasi yang diamati. Sampel
dapat berganti setiap waktu dan setiap pengamatan, atau dapat berupa sampel
tetap untuk diikuti terus selama periode pengamatan(sentinel,kohort)Data dapat
dikumpulkan sesaat, yaitu data tentang kejadian penyakit atau kematian yang
dikumpul pada tempat dan saat kejadian penyakit sedang berlangsung (cross
sectional ). Data penyakit sesaat tersebut (prevalens) dapat dikumpul dalam suatu
periode waktu yang singkat (misalnya 1 hari, disebut point prevalence) atau
29

periode yang lebih panjang (minggu, bula, tahun, disebut period prevalence).Data
kejadian diwaktu lalu, yaitu data yang dikumpul tentang kejadian penyakit atau
kematian yang sudah terjadi pada waktu lalu (restrospective).

Untuk mencari faktor risiko penyebab penyakit atau kematian sedangkan data
kejadian di waktu mendatang, yaitu data yang dikumpul tentang kejadian penyakit
atau kematian yang sedang berlangsung dan akan terjadi pada waktu mendatang
yang periodenya telah ditetapkan sebelumnya( prospective). Tujuannya adalah
memantau besarnya pengaruh suatu factor risiko atau intervensi program tertentu
timbulnya penyakit atau kematian. Sifat kejadian penyakit yang dipantau
berdasarkan data kasus lama, yaitu penderita yang sudah menderita sakit (dan saat
ini masih sakit,sudah sembuh atau sudah meninggal) sejak sebelum pengumpulan
data dilakukan. Penemuan kasus lama dapat dipakai untuk menilai efektivitas
pengobatan, pelaksanaan pengobatan standar, resistensi, adanya pengaruh faktor
risiko lingkungan dan perilaku sehingga sakit berlangsung lama. Sedangkan kasus
baru, yaitu penderita yang baru menderita sakit pada saat peiode pengumpulan
data dilakukan selanjutnya cara penemuan kasus baru,terutama bila terjadi dalam
waktu singkat. Dipakai untuk menilai adanya KLB atau wabah di suatu tempat,
yang memerlukan tindak lanjut.

D. Alat pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data surveilans diperlukan alat bantu yang harus disiapkan
lebih dulu. Alat bantu pengumpulan data dapat berupa daftar register penderita,
kuesioner, formulir, tabel atau cheklist yang memuat variabel yang berkaitan
dengan penyakit yang diamati. Alat bantu baku disediakan untuk pengumpulan
data rutin. Pada KLB/ wabah perlu dibuatkan alat bantu baru tentang faktor
penyebab dan faktor risiko penularan yang berkaitan dengan penyakit pada
KLB/wabah tersebut. Pengumpulan data membutuhkan serangkaian kegiatan
pengelolaan tersendiri oleh tim surveilans meliputi perencanaan kegiatan,
pengorganisasian, pembiayaan dan penjadwalan, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi hasil pengumpulan data. Pengumpulan data pada Surveilans Epidemilogi
30

Terpadu pada unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyimpulkan


data dari :

1. Laporan bulanan Puskesmas (form 4, STP.Plus)

2. Laporan bulanan rumah sakit (form 5a dan 5b, STP.RS)

3. Laporan bulanan laboratorium (form 6a. STP.Lab 1 dan form 6b.STP.Lab 2)

4. Laporan mingguan PWS-KLB (form 3. PWS-KLB)

Pada Puskesmas dan rumah sakit sentinel melaporkan laporan bulanan dari
pelayanan kesehatan swasta.

Praktik pengumpulan data dari laporan puskesmas, meringkas dalam bentuk tabel.
Dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan tujuan dari pengumpulan data
adalah menentukan kelompok/golongan populasi yang berisiko (umur, sex,
bangsa, pekerjaan dan lainnya), menentukan jenis agent dan karakteristiknya,
menentukan reservoir infeksi, memastikan penyebab trasmisi, dan mencatat
kejadian penyakit.

E. Waktu Pengumpulan Data

Waktu pengumpulan data pada sistem surveilans meliputi :

1. Rutin bulanan. Laporan yang berkaitan dengan perencanaan dan evaluasi


program dari sumber data yang dilakukan oleh Puskesmas yaitu SP2TP(Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas)
2. Rutin harian dan mingguan. Laporan tersebut berkaitan dengan Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD) dari kejadian Luar Biasa (KLB)
3. Insidensitil adalah laporan sewaktu-waktu seperti laporan W1 untuk
Kejadian Luar Biasa (KLB)
4. Laporan berdasarkan hasil survei.
31

Pengolahan Data Surveilans Epidemiologi

Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metodeilmiah,


karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan maknayang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah
dikumpulkan perlu dipecah-pecahkan dalam kelompok-kelompok, diadakan
kategorisasi, dilakukan manipulasi serta diperas sedemikian rupa sehingga data
tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk
menguji hipotesa atau pertanyaan penelitian. Mengadakan manipulasi terhadap
data mentah berarti mengubah data mentah tersebut dari bentuk awalnya menjadi
suatu bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan-hubungan
antara fenomena.

Beberapa tingkatan kegiatan perlu dilakukan, antara lain memeriksa data mentah
sekali lagi, membuatnya dalam bentuk tabel yang berguna, baik secara manual
ataupun dengan menggunakan komputer. Setelah data disusun dalam kelompok-
kelompok serta hubungan-hubungan yang terjadi dianalisa, perlu pula dibuat
penafsiran-penafsiran terhadap hubungan antara fenomena yang terjadi dan
membandingkannya dengan fenomena-fenomena lain di luar penelitian tersebut.
Berdasarkan pengolahan data tersebut, perlu dianalisis dan dilakukan penarikan
kesimpulan hasil penelitian.

Pengolahan data secara sederhana diartikan sebagai proses mengartikan data-data


lapangan sesuai dengan tujuan, rancangan, dan sifat penelitian. Misalnya dalam
rancangan penelitian kuantitatif, maka angka-angka yang diperoleh melalui alat
pengumpul data tersebut harus diolah secara kuantitatif, baik melalui pengolahan
statistik inferensial maupun statistik deskriptif.

Lain halnya dalam rancangan penelitian kualitatif, maka pengolahan data


menggunakan teknik nonstatitistik, mengingat data-data lapangan diperoleh dalam
bentuk narasi atau kata-kata, bukan angka-angka. Mengingat data lapangan
32

disajikan dalam bentuk narasi kata-kata, maka pengolahan datanya tidak bisa
dikuantifikasikan.

Perbedaan ini harus dipahami oleh peneliti atau siapapun yang melakukan
penelitian, sehingga penyajian data dan analisis kesimpulan penelitian relevan
dengan sifat atau jenis data dan prosedur pengolahan data yang akan digunakan.

Makna penelitian yang diperoleh dalam pengolahan data, tidak sampai menjawab
pada analisis “kemengapaan” tentang makna-makna yang diperoleh. Misalnya
dalam rancangan penelitian kuantitatif, maka angka-angka yang diperoleh melalui
alat pengumpul data tersebut harus diolah secara kuantitatif, baik melalui
pengolahan statistik inferensial maupun statistik deskriptif.

1. Jenis Dataa
a. Data kualitatif
Data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik berwujud pertanyaan
atau berupa kata-kata.
b. Data kuantitatif
Data kuantitaif merupakan data yang dihasilkan dari pengukuran,dapat berupa
bilangan bulat atau desimal. Berbeda dengan data kualitatif, data kuantitatif
hasilnya dinyatakan dalam kuantitas numerik terhadap ciri tertentu yang disebut
variabel, misalnya jumlah bakteri yang terdapat dalam sampel air.

2. Pengolahan Data

a. Penyusunan data

Data yang sudah ada perlu dikumpulkan semua agar mudah untuk mengecek
apakah semua data yang dibutuhkan sudah terekapsemua. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian.
33

Penyusunan data harus dipilih data yang ada hubungannya dengan penelitian, dan
benar-benar otentik. Adapun data yang diambil melalui wawancara harus
dipisahkan antara pendapat responden dan pendapat interviwer.

b. Klasifikasi data

Klasifikasi data merupakan usaha menggolongkan, mengelompokkan,dan


memilah data berdasarkan pada klasifikasi tertentu yang telahdibuat dan
ditentukan oleh peneliti. Keuntungan klasifikasi data iniadalah untuk
memudahkan pengujian hipotesis.

c. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Jenis
data akan menentukan apakah peneliti akan menggunakan teknik kualitatif atau
kuantitatif. Data kualitatif diolah dengan menggunakan teknikstatistika baik
statistika non parametrik maupun statistika parametrik.

d. Interpretasi hasil pengolahan data

Tahap ini menerangkan setelah peneliti menyelesaikan analisisdatanya dengan


cermat. Kemudian langkah selanjutnya penelitimenginterpretasikan hasil analisis
akhirnya peneliti menarik suatukesimpulan yang berisikan intisari dari seluruh
rangkaian kegiatan penelitian dan membuat rekomendasinya.

Menginterpretasikan hasil analisis perlu diperhatikan hal-hal antara lain:


interpretasi tidak melenceng dari hasil analisis, interpretasi harus masih dalam
batas kerangka penelitian, dan secara etis peneliti rela mengemukakan kesulitan
dan hambatan-hambatan sewaktu dalam penelitian.

3. Pengolahan Data Penelitian Secara Kualitatif dan Kuantitatif

a. Pengolahan Data Kualitatif


34

Pengolahan data kualitatif dalam penelitian akan melalui tiga kegiatan analisis
yakni sebagai berikut.

i. Reduksi Data Reduksi

Data dapat diartikan sebagai suatu proses pemilihan data, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan data, pengabstrakan data, dan transformasi dat kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dalam kegiatan reduksi data
dilakukan pemilahan-pemilahan tentang: bagian data yang perlu diberi kode,
bagian data yang harus dibuang, dan pola yang harus dilakukan peringkasan. Jadi
dalam kegiatan reduksidata dilakukan: penajaman data, penggolongan data,
pengarahan data, pembuangan data yang tidak perlu, pengorganisasian data untuk
bahan menarik kesimpulan. Kegiatan reduksi data ini dapat dilakukan melalui:
seleksi data yang ketat, pembuatan ringkasan, dan menggolongkan data menjadi
suatu pola yanglebih luas dan mudah dipahami.

ii. Penyajian Data

Penyajian data dapat dijadikan sebagai kumpulan informasi yang tersusun


sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian yang sering digunakan adalah dalam bentuk
naratif, bentuk matriks, grafik, dan bagan.

b. Pengolahan Data Kuantitatif

i. Mengelompokkan Data

Ada dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif tidak
memerlukan perhitungan matematis. Sebaliknya, data kuantitatif memerlukan
adanya perhitungan secara matematis. Oleh sebab itu, data kuantitatif perlu diolah
dan dianalisis antara lain dengan statistik. Untuk mengolah dan menganalisis data,
ada dua macam statistik, yaitu statistic deskriptif dan statistik inferensial.
35

Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel penelitian melalui


pengukuran. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis dan membuat
generalisasi.

ii. Kegiatan Awal dalam Mengelompokkan Data

Agar data dapat dikelompokkan secara baik, perlu dilakukan kegiatan awal
sebagai berikut :

Editing , yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar
pertanyaan, kartu atau buku register.

Coding , yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang terkumpul di
setiap instrumen penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan dalam
penganalisisan dan penafsiran data.

Tabulating (penyusunan data), yaitu pengorganisasian data sedemikian rupa agar


dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.
Proses tabulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode
Tally, menggunakan kartu, dan menggunakan komputer.

iii. Pengolahan Statistik Sederhana

Pengolahan statistik adalah cara mengolah data kuantitatif sehingga data


mempunyai arti. Biasanya pengolahan data dilakukan dengan beberapa macam
teknik, misalnya distribusi frekuensi (sebaran frekuensi) dan ukuran memusat
(mean, median, modus).

c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Sejak langkah awal dalam pengumpulan data, peneliti sudah mulai mencari arti
tentang segala hal yang telah dicatat atau disusun menjadi suatu konfigurasi
tertentu. Pengolahan data kualitatif tidak akan menarik kesimpulan secara tergesa-
36

gesa, tetapi secara bertahap dengan tetap memperhatikan perkembangan perolehan


data.

2. Analisis Deskriptif Data Surveilans Epidemiologi

Analisis Deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji


generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sample.

a. Jenis-Jenis Analisis Deskriptif Data

1. Analisis Data Menurut Waktu

2. Analisis Data Menurut Tempat

3. Analisis Data Menurut Orang

4. Interpretasi secara Deskriptif dan Interferensial

Interpretasi Data merupakan suatu kegiatan yang menggabungkan hasil analisis


dengan pernyataan, kriteria, atau standar tertentu untuk menemukan makna dari
data yang dikumpulkan untuk menjawab permasalahan pembelajaran yang sedang
diperbaiki. Interpretasi data perlu dilakukan peneliti untuk memberikan arti
mengenai bagaimana tindakan yang dilakukan mempengaruhi peserta didik.
Interpretasi data juga penting untuk menantang guru agar mengecek kebenaran
asumsi atau keyakinan yang dimilikinya

a. Teknik Dalam Melakukan Interpretasi Data

1. Menghubungkan data dengan pengalaman diri guru atau peneliti

2. Mengaitkan temuan (data) dengan hasil kajian pustaka atau teori terkait

3. Memperluas analisis dengan mengajukan pertanyaan mengenai penelitian


dan implikasi hasil penelitian

4. Meminta nasihat teman sejawat jika mengalami kesulitan


37

5. Diseminasi Data Surveilans Epiemiologi

Menurut Depkes RI (2003), diseminasi adalah suatu kegiatanyang ditujukan


kepada kelompok target atau individu agar mereka memperoleh informasi,
timbulkesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi tersebut.
Dandiseminasi data Surveilans adalah penyebar luasan informasi, yang baik
harusdapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan
dalammenentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi
program,contohnya:

1. Membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan

2. Membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan

3. Membuat suatu tulisan di majalah rutin

4. Memanfaatkan media internet

Langkah-Langkah Kegiatan Surveilans

1. Perencanaan surveilans

Perencanaan kegiatan surveilans dimulai dengan penetapan tujuan surveilans,


dilanjutkan dengan penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan data, teknik
pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme penyebarluasan informasi.

2. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses


data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologi yang
dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus dan dikumpulkan tepat waktu.
Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari Rumah sakit,
Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari kegiatan survei
(Budioro, 1997).
38

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap


orang-orang yang dianggap penderita malaria atau population at risk melalui
kunjungan rumah (active surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan
laporan sarana pelayanan kesehatan yaitu dari laporan rutin poli umum setiap hari,
laporan bulanan Puskesmas desa dan Puskesmas pembantu, laporan petugas
surveilans di lapangan, laporan harian dari laboratorium dan laporan dari
masyarakat serta petugas kesehatan lain (pasive surveillance). Atau dengan kata
lain, data dikumpulkan dari unit kesehatan sendiri dan dari unit kesehatan yang
paling rendah, misalnya laporan dari Pustu, Posyandu, Barkesra, Poskesdes
(Arias, 2010).

Proses pengumpulan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik.
Secara umum pencatatan di Puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien
dan kegiatan luar gedung. Sedangkan pelaporan dibuat dengan merekapitulasi
data hasil pencatatan dengan menggunakan formulir tertentu, misalnya form W1
Kejadian Luar Biasa (KLB) , form W2 (laporan mingguan) dan lain-lain (Noor,
2000).

3. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan
data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epi info, SPSS,
lotus, excel dan lain-lain (Budioro, 1997).

4. Analisis data

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan


dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-
39

ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui
situasi, estimasi dan prediksi penyakit (Noor, 2000).

Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data


bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau
penurunan, dan mencari hubungan penyebab penyakit malaria dengan faktor
resiko yang berhubungan dengan kejadian malaria (Arias, 2010).

5. Penyebarluasan informasi

Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah.


Dalam rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan
masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang
informatif agar mudah dipahami terutama bagi instansi diluar bidang kesehatan
(Budioro, 1997).

Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang


mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan,
upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan
informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian yang
disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan
pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media internet
yang setiap saat dapat di akses dengan mudah (Depkes RI, 2003).

6. Umpan balik

Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima
laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit
kesehatan yang melakukan laporan dengan tujuan agar yang mengirim laporan
mengetahui bahwa laporannya telah diterima dan sekaligus mengoreksi dan
memberi petunjuk tentang laporan yang diterima. Kemudian mengadakan umpan
balik laporan berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara
40

pemberian umpan balik dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat
pertemuan serta pada saat melakukan pembinaan/suvervisi (Arias, 2010).

Bentuk dari umpan balik bisa berupa ringkasan dari informasi yang dimuat dalam
buletin (news letter) atau surat yang berisi pertanyaan-pertanyaan sehubungan
dengan yang dilaporkan atau berupa kunjungan ke tempat asal laporan untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya. Laporan perlu diperhatikan waktunya agar
terbitnya selalu tepat pada waktunya, selain itu bila mencantumkan laporan yang
diterima dari eselon bawahan, sebaliknya yang dicantumkan adalah tanggal
penerimaan laporan (Depkes RI, 2003).

7. Investigasi penyakit

Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih


dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit malaria. Dengan
investigator membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang
terjadi dalam hal ini adalah penyakit malaria dan bahan untuk pengambilan
sampel di laboratorium. Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian
disimpulkan bahwa benar-benar telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria
yang perlu mengambil tindakan atau sebaliknya (Arias, 2010).

8. Tindakan penanggulangan

Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera pada


penderita yang sakit, melakukan rujukan penderita yang tergolong berat,
melakukan penyuluhan mengenai penyakit malaria kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit atau menghindari penyakit
tersebut, melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai
penularan (Arias, 2010).

9. Evaluasi data sistem surveilans


41

Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk dapat dilakukan


evaluasi manfaat kegiatan surveilans. Sistem dapat berguna apabila memenuhi
salah satu dari pernyataan berikut:

a. Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan dan


mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus.

b. Apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian kasus di


wilayah tersebut.

c. Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya


morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah
tersebut.

d. Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang


berhubungan dengan kasus atau penyakit (Arias, 2010).

f. Indikator surveilans

Indikator surveilans meliputi:

a. Kelengkapan laporan.

b. Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat


dihasilkan.

c. Terdistribusinya berita epidemiologi lokal dan nasional.

d. Pemanfaatan informasi epidemiologi dalam manajemen program kesehatan.

e. Meningkatnya kajian Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) penyakit (Depkes RI,


2003).
42

II. 8 Langkah-langkah Skrining

Proses pelaksanaan sceening adalah :


Tahap 1 : melalukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap
mempunyai resiko tinggi menderita penyakit. 
 Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.
Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap 2
    2. Tahap 2 : pemeriksaan diagnostik
Hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan. 
Hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan pemeriksaan ulang secara
periodik).

Anda mungkin juga menyukai