Full Tugas KGD ICU-dikonversi
Full Tugas KGD ICU-dikonversi
DISUSUN OLEH :
Disusun oleh :
HARIYANTO WISNU MURTI
2011040109
B. Etiologi
a. Coronary Arteri Disease : aterosklerosis, arthritis, trauma pada koroner, penyempitan
arteri koroner karena spasme atau desekting aorta dan arteri koroner.
b. Coronary Arteri Emboli : infective endokarditis, cardia myxoma, cardiopulmona
bypass surgery, arteriography koroner.
c. Kelainan congenital : anomali arteri koronaria.
d. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miocard : tirotoksikosis, hipotensi
kronis, keracunan karbon monoksida, spenosis atau insufisiensi aorta.
e. Gangguan Hematologi : anemia, polisitemia vera, hypercoagulabity, thrombosis,
trombositosis dan DIC. (Wajan Juni Udjianti. 2013. Hal 82)
Adapun faktor resiko yang menyebabkan terjadinya Miokard Infark dan dapat
diubah adalah :
a. Mayor
yaitu Merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan pola
makan (diit tinggi lemak dan tinggi kalori).
b. Minor
yaitu Stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) dan inaktifitas
fisik.
D. Patofisiologi
Pasien yang menderita AMI mengalami aterosklerosis koroner. Pembentukan
thrombus terjadi paling sering pada area lesi aterosklerosis sehingga menghambat aliran
darah ke jaringan miokardium. Rupture plak dinyakini menjadi mekanisme pemicu untuk
perkembangan thrombus pada sebagian besar pasien dengan IM. Faktor resiko
kardiovaskular memainkan peran dalam kerusakan endothelial yang menimbulkan
disfungsi endotelia. Disfungsi endothelium berperan pada aktivasi respons inflamasi dan
pembentk plak aterosklerosis ketika plak mengalami ruptur, thrombus terbentuk pada
area tersebut sehingga dapat menghambat aliran darah yang kemudian menimbulkan IM
(Sudoyo, 2015).
Kerusakan ireversibel pada miokardium dapat mulai terjadi sejak 20 sampai 40
menit setelah gangguan aliran darah, akan tetapi proses dinamis infark mungkin tidak
selesai selama beberapa jam. Perubahan sel terkait IM dapat diikuti dengan
perkembangan ekstensi infark (nekrosis miokardium baru), ekspansi infark (penipisan
dan dilatasi zona infark yang tidak seimbang), atau remodeling ventrikel (penipisan dan
dilatasi ventrikel yang tidak seimbang) (Sudoyo, 2015).
E. Pathway
Aterosklerosis
Trombosis
Pola
Timbunan asam nyeri Integritas membran sel berubah
nafas
laktat meningkat
tidak
efektif Resiko penuruna n curah jantung
Fatique Cemas Kontraktilitas
turun
Intoleransi
aktifitas
Kegagalan
COP pompa jantung
G. Pemeriksaaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Ketika sel miokardium rusak oleh infark, berada biokimia dilepaskan kedalam aliran
darah dan dapat di deteksi oleh pemeriksaan laboratorium. Menurut (Sudoyo, 2015)
yaitu:
1) Creatinin kinase (CK)
2) Mioglobin protein
3) Troponin protein
b. Pemeriksaan Kardiogram
EKG dapat digunakan untuk mendeteksi pola iskemia, cidera, dan infark.
H. Penatalaksanaan
a. Istirahat total
b. Penanganan nyeri, dapat berupa terapi farmakologi yaitu: morfin 2,5-5 mg IV atau
Petidin 25-50 mg IM.
c. Membatasi ukuran infark myocardium
1) Anti koagulan.
2) Anti trombolitik
3) Antilipemik
4) Vasodilator perifer
d. Pemberian Oksigen 2-4 liter/menit
e. Diet jantung bentuk MII
f. Pasang infus RL untuk persiapan pemberian obat intravena. ( Arif Muttaqin, 2012
hal. 79 )
a) Airways
Wheezing
b) Breathing
Ronchi
c) Circulation
Takikardi
TD meningkat / menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
b) Sirkulasi
Warna : pucat/ sianosis / kulit abu-abu kuku datar pada membran mukosa
dan bibir.
c) Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala :
Tanda :
Sianosis
1. Nyeri akut agent cidera iskhemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner
DAFTAR PUSTAKA
“ SDH”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KE-4
KASUS A1
Sdr.Z (18 tahun) dibawa ke IGD RSMS dengan penurunan kesadaran karena kecelakaan motor,
Hasil pengkajian fisik didapatkan tidak ada obstruksi jalan nafas, RR: 26 x/menit, TD:137/87
mmHg, N:102x/menit S:38,4⁰C, CRT<3 detik, akral hangat, GCS E2V4M6. Terdapat benjolan
pada bagian temporalis, perdarahan keluar dari lubang telinga, tidak ada jejas. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit kronis dan alergi. Pemeriksan CT- scan didapatkan terdapat SDH
pada region frontotemporal region kanan.
PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway
Look (I) Tidak terdapat adanya gangguan jalan nafas, tidak batuk dan tidak
terdapat adanya sekret, tidak ada obstruksi jalan nafas.
Breathing
Look (I) Pasien sesak nafas , pernafasan cepat dan dangkal, pergerakan dinding
dada simetris, RR: 26x/menit, terdapat benjolan di bagian temporalis
Listen (A) Bunyi jantung terdengar lub dup (s1=s2), Td: 137/87 mmHg
Listen (P) Di perkusi terdengar redup
Feel (P) Suhu : 38,4 Nadi : 104x/menit teraba kuat, akral teraba hangat, CRT <
3dtk.
Disability Penuruanan kesadaran (Apatis)
GCS : 12
E2 (Respon saat ada rangsang nyeri)
V4 (Pasien kebingunan atau percakapan tidak lancar)
M6 (Melakukan gerakan ketika diperintahkan)
diameter 3mm
Exposure
Tidak terdapat jejas atau luka
B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non Trauma)
K : Terdapat perdarahan keluar dari lubang telinga hasil CT-Scan terdapat SDH pada region
frontotemporal region kanan.
M : keluarga pasien mengatakan pasien terakhir makan 2 jam yang lalu sebelum ke Rs
P : keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama
A : keluarga Pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan
K : Sdr.Z (18 tahun) dibawa ke IGD RSMS dengan penurunan kesadaran karena kecelakaan
motor, Hasil pengkajian fisik didapatkan tidak ada obstruksi jalan nafas, RR: 26 x/menit,
TD:137/87 mmHg, N:102x/menit S:38,4⁰C, CRT<3 detik, akral hangat, GCS E2V4M6.
Terdapat benjolan pada bagian temporalis, perdarahan keluar dari lubang telinga, tidak ada jejas.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis dan alergi. Pemeriksan CT- scan didapatkan
terdapat SDH pada region frontotemporal region kanan.
C. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan jaringan perfusi serebral b.d Trauma
2. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
Analisa Data
Iskemia
hipoksia
Perubahan
jaringan serebral
Kesadaran 1 5 3. Anjurkan
membatasi
aktivitas
Demam 1 5
Ket : 4. Kolaborasi
1:Meningkat pemberian Cairan
2:Cukup meningkat dan obat
3: sedang paracetamol untuk
4: cukup menurun demam
5: menurun
Memonitor Ttv
Respon:
Do: Td: 137/87 mmHg, N:
102x/menit
Tekanan 1 5 1
Mengkolaborasi pemberian cairan intra
serta obat paracetamol kranial
Respon : Kesadaran 1 5 1
Do: pasien telah dilakukan
pemberian paracetamol
S:37,8 Demam 1 5 2
“ Tumor mediastinum”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KE-4
KASUS A6
Tn.M (24 tahun) dibawa ke IGD dengan kesadaran spoor, GCS: E3M2V2, skala nyeri 5 (face
scale), ada sumbatan jalan nafas, secret(+), stridor(+), pasien tampak sesak, dispneu, dipasang
oksigen NRM 10 lpm, ronkhi(+). Hasil TTv: RR: 38x/menit, Nadi:108x/menit, TD: 123/75
mmHg, SpO2:78%, CRT<2 detik, anemi(-), JVP 5+4 cmH2O, akral dingin, gambaran ECG
sinus takikardi. Hasil pemeriksaan USG sebelumnya: tumor sudah mendesak sampai ke karina
dan atrium kanan.
PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway
Look (I) Terdapat sumbatan jalan nafas, terdapat sekret
Breathing
Look (I) Pasien sesak nafas (dyspnea) , pernafasan cepat dan dangkal, pergerakan
dinding dada simetris, terdapat ada penggunaan otot bantu
napas,RR:38x/meni, terpasang oksigen NRM 10 Lpm
Listen (A) Terdengar suara ronkhi
Listen (A) Bunyi jantung terdengar lub dup (s1=s2), Td: 123/75 mmHg
Suhu : 37,7 Nadi : 17x/menit teraba kuat, akral teraba dingin, CRT <
Feel (P) 2dtk.,anemi(-),JVP 5+4 cmH2O
Expouser
Tidak terdapat jejas atau luka, USG sebelumnya: tumor sudah mendesak
ke karina dan atrium kanan
B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non Trauma)
O :keluarga pasien mengatakan pasien sedang mengkonsumsi obat dan pengobatan rutin sejak
bulan januari yang lalu
M : keluarga pasien mengatakan pasien terakhir makan 2 jam yang lalu sebelum ke Rs
P : keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama
A : keluarga Pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan
K : Tn.M (24 tahun) dibawa ke IGD dengan kesadaran spoor, GCS: E3M2V2, skala nyeri 5 (face
scale), ada sumbatan jalan nafas, secret(+), stridor(+), pasien tampak sesak, dispneu, dipasang
oksigen NRM 10 lpm, ronkhi(+). Hasil TTv: RR: 38x/menit, Nadi:108x/menit, TD: 123/75
mmHg, SpO2:78%, CRT<2 detik, anemi(-), JVP 5+4 cmH2O, akral dingin, gambaran ECG
sinus takikardi. Hasil pemeriksaan USG sebelumnya: tumor sudah mendesak sampai ke karina
dan atrium kanan.
C. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan udara ke alveoli
Analisa Data
Terbentuknya
neoplasma
Adanya tumor di
mediastinum
dyspnea
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
frekuensi 4. Kolaborasi
napas 1 5 pemberian
bronkodilator
Ket : jika perlu
1:Meningkat
2:Cukup meningkat
3: sedang
4: cukup menurun
5: menurun
Memonitor Ttv
Respon:
Do: Td: 123/75 mmHg, N:
108x/menit,S: 37,7 Dispnea 1 5 1
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung
Listen : Suara nafas vesikuler
Breathing
Look : Pergerakan dinding dada simetris, pasien terlihat sesak nafas
Feel : Perkusi dada sonor, RR : 28x/menit
Listen : Suara nafas vesikuler
Circulation
Look : CRT < 2 detik, akral dingin
Feel : N: 78x/menit, S : 36,50C, SPO2: 90%
Listen : TD : 140/90mmHg
I. Pengkajian
A. Airway Survey
Airway
Look : Terdapat sumbatan jalan nafas, nafas sesak, dyspnea, ada secret
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : Suara nafas stridor
Breathing
Look : Terpasang Oksigen NRM 10 lpm
Listen : Suara nafas stridor
Feel : RR : 38x/menit
Circulation
Look : CRT < 2 detik, SpO2 : 78 %
Feel : Akral dingin, nadi teraba kuat, N : 108x/menit, S : 360C
Listen : TD : 123/ 75 mmHg
Disability : Kesadaran Sopor, GCS E3 M2 V2
Exposure : Hasil pemeriksaan USG sebelumnya: tumor sudah mendesak ke karina dan
atrium kanan
B. Secondary Survey
Tn. M (24 tahun) dibawa ke IGD dengan keadaan sopor, GCS E3 M2 V2, skala nyeri 5
(face scale), ada sumbatan jalan nafas, secret (+), stridor (+), pasien tampak sesak,
dyspnea, dipasang oksigen NRM 10 lpm, ronkhi (+), sebelumnya pasien tidak
mengkonsumsi obat, pasien sebelum kejadian makan nasi 4 jam yang lalu, pasien tidak
mempunyai riwayat penyakit apapun dan tidak mempunyai riwayat alergi, pasien
mengatakan sesak sudah 3 hari ketika beraktivitas. Hasil TTV : TD : 123/75 mmHg, N :
108x/menit, RR : 38x/menit, S : 360C, gambaran EKG sinus takikardia. Hasil pemeriksaan
USG sebelumnya : tumor sudah mendesak ke karina dan atrium kanan.
K : sesak nafas 3 hari
O : tidak sedang mengkonsumsi obat
M : makan nasi 4 jam yang lalu
P : pasien tidak mempunyai riwayat penyakit apapun
A : tidak mempunyai riwayat penyakit alergi
K : ketika beraktivitas
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi (D.0003)
III. Rencana Keperawatan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
08 Gangguan Setelah dilakukan tindaka Pemantauan
Februari Pertukaran Gas b.d keperawatan selama 1x24 jam Respirasi (I.01014)
2021 ketidakseimbangan pasien diharapkan gangguan Observasi :
13.30 WIB ventilasi perfusi pertukaran gas dapat teratasi - Monitor adanya
(D.0003) dengan kriteria hasil : produksi sputum
- Monitor adanya
Pertukaran Gas (L.01003) sumbatan jalan
Indikator Awal Target nafas
Tingkat 2 4 - Auskultasi bunyi
Kesadaran nafas
Dyspnea 2 4 - Monitor saturasi
Bunyi napas 2 4 oksigen
Keterangan : - Monitor
1. Menurun frekuensi, irama,
2. Cukup menurun kedalaman, dan
3. Sedang upaya napas
4. Cukup meningkat Terapeutik :
5. Meningkat - Pemberikan
oksigen
Indikator Awal Target Kolaborasi :
Takikardia 2 4
- Pemberian
Keterangan :
mukolitik
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
ARDS
Disusun oleh :
HARIYANTO WISNU MURTI
2011040109
A. DEFENISI
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress
syndrome - ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya
akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal ini ditandai
dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru
yang menurun, dan infiltrat difus bilateral pada radiografi dada (Udobi et al, 2003).
Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner
yang menyebabkan gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh
meningkatnya permeabilitas membran alveolokapiler. Cairan terakumulasi
dalam interstisium paru-paru dan ruang alveolar. ARDS parah bisa
menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal, tetapi pasien
yang sembuh mungkin hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau
tidak sama sekali (Farid, 2006).
B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya akut respiratori distres sindrom ialah
Syok sepsis , hemoragis, kardiogenik dan analfilatik
Trauma ; kontusio pulmonal dan non pulmonal
Infeksi : pneumonia dan tuberculosis
Koagulasi intravaskuler diseminata
Emboli lemak
Aspirasi kandungan lambung yang sangat asam
Menghirup agen beracun, asap dan nitrogen oksida dan atau bahan korosif
Pankreatitis
Toksisitas oksigen
Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika
Sindrom sepsis tampaknya menjadi faktor resiko paling umum, tetapi
secara keseluruhan risiko akan meningkat secara multifaktor. Transfusi darah
merupakan risiko independen faktor. Usia lanjut dan rokok berhubungan dengan
peningkatan risiko ARDS,
sementara konsumsi alkohol tampaknya tidak memiliki pengaruh. Sebuah studi menunjukkan
bahwa kematian akibat ARDS pertahun mengalami penurunan, tetapi pria dan orang kulit
hitam memiliki angka kematian lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dan groups. ras
lainnya (Udobi et al, 2003).
Tabel 1 Kondisi Klinis yang berkaitan dengan kejadian ARDS
C. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal nafas akut yang
merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non kardiak. Edema ini disebabkan
oleh karena adanya peningkatan permeabilitas membrane kapiler sebagai akibat dari
kerusakan alveolar yang difus. Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag,
neutrofil, dan beberapa sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus, yang
kemudian akan menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses inflamasi, yang pada
akhirnya dapat memperburuk fungsi pertukaran gas yang ada. Pada keadaan ini membrane
hialin (hialinisasi) juga terbentuk dalam alveoli (Amin & Purwoto,2007)
Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yaitu fase
eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.
1. Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien ARDS,
muncul lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama
pasien dengan factor risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler
alveolar dan pneumosit tipe I, mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar
untuk menahan cairan dan makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik
padat membrane hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan
interselular melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler
terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga membesar
dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane basal. Lebih lanjut lagi
kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh
akumulasi sel-sel radang, debris selular, protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak,
menimbulkan penurunan aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan
diperburuk dengan adanya oklusi mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari
kemampuan perfusi darah menuju ke daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010)
Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas (shunting)
interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut hiperkarbia, disertai dengan
peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas
pada pasien. Secara radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase
awal perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang
melibatkan setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru (Udobi et al, 2003).
2. Fase Proliferatif
Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative yang
terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase proliferatif ditandai dengan
organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang tetap berat dan solid, dan secara
mikroskopik integritas arsitektur paru-paru menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak
dan ada progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas
dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang interstisial
menjadi nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel darah
merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk
menutupi epitel permukaan yang gundul dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I.
Fibroblas menjadi jelas dalam ruang interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil
dari proses ini adalah penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin
dan puing-puing sel digantikan oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah ruang
intra-alveolar, tetapi juga terjadi di dalam interstitium (Levy et al, 2007).
3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)
Fase terakhir dari perkembangan ARDS aBdEalRahS IfHasAe NfibJrAoLtiAc
NyaNngAhFaAnSyaTaIkDaAn K EFEKTI
dialami oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-3 atau ke-4 penyakit.
Pada fase ini, edema alveolar dan eksudat inflamasi yang terlihat pada fase awal
penyakit akan mengalami perubahan meGnuAjuNGfiGbrUoAsisN dPuEkRtaTl
UdKanARinAteNrstGisAiaSl yang
intensif. Struktural asiner akan mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan
O 2 ME N U R U N , C O 2 ME N U R U N
terjad in ya p er u ba h an m i rip e m fi s em a dengan
munculnya bula-bula yang besar.
DYSPNEA, CYIANOCIS
Fibroproliferasi intimal juga akan terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang
pada akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan
hipertensi pulmoner. Pada akhirnya konsekuensi fisiologis yang muncul dari perubahan
perubahan yang terjadi ini adalah adanya peningkatan resiko dari pneumothoraks,
reduksi dari komplians paru, dan peningkatan dari ruang mati (dead space) pulmoner
(Price & Wilson, 2002)
D. MANIFESTASI KLINIS
ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal
pada paru. Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan gejala klinis ARDS yang jelas.
Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan
yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas
pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen.
Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing
(Farid, 2006).
Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat
rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya
memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-
batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal (Ware et al,2000).
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas
paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi
ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di
sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat
(Farid, 2006)
E. KOMPLIKASI
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis
pernapasan. Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolik yang
dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat terjadi (Harman, 2011).
Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan meningkat, tekanan
parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat. Pasien dengan ventilasi mekanik
untuk ARDS dapat dikondisikan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk
mencapai tujuan volume tidal yang rendah yang bertujuan menghindari cedera paru-paru
terkait ventilator (Harman, 2011).
Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang
mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut
(Harman, 2011).
a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat dicatat.
Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi
intravaskular diseminata (DIC). Faktor von Willebrand (vWF) dapat meningkat
pada pasien beresiko untuk ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel.
b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam perjalanan
ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus diawasi secara ketat.
c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera hepatoseluler
atau kolestasis.
d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang
meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.
2. Radiologi
Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal dapat terlihat sejak
dini pada radiograf dada. Pada paien dengan onset tidak langsung pada paru, radiograf
awal mungkin tidak spesifik atau mirip dengan gagal jantung kongestif dengan efusi
ringan. Setelah itu, edema paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus. Seiring
dengan perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral
difus menjadi jelas.Komplikasi seperti pneumotoraks dan pneumomediastinum
mungkin tidak jelas dan sulit ditemuakn, terutama pada radiografi portabel dan dalam
menghadapi kalsifikasi paru difus. Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel
dengan temuan radiografi. Dengan resolusi penyakit, gambaran radiografi akhirnya
kembali normal (udobi et al, 2003)
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi
1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi
1. Inhalasi NO2 (nitric oxide) memberi efek vasodilatasi selektif pada area
paru yan terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan
tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi
arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat yang refrakter
2. Kortikosteroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten,
pada atau sekitar hari ke 7 ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih
menunggu hasil studi multi senter RCT besar yang sedang berlangsung.
3. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesisleukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
Non-farmakologi
1. Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator,
mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
2. Pembatasan cairan. pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :
Kebutuhan perfusi organ yang optimal
Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan tekanan
hidrostatik intravascular mendorong akumulasi cairan di alveolus.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Airway :
DS : Pasien mengeluh sesak nafas
DO: Terlihat pasien kesulitan bernafas, mungkin terjadi crakles, ronchi, dan suara
nafas bronkhial.
2. Breathing:
DS : pasien mengeluh sesak nafas
DO: pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu
pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun
kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi
crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area
konsolidasi. Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan
fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi.
Sputum encer, berbusa.
3. Circulation :
DS: pasien mengeluh sesak nafas
DO:Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi
terjadi pada stadium lanjut (shock). Heart rate : takikardi biasa terjadi. Bunyi
jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi.
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal. Kulit dan
membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
4. Blood
DS : -
DO: Kulit terlihat sianosis, hipotensi, Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ), Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi, Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi,
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini, Asidosis respiratori /
metabolik terjadi pada tahap lanjut
5. Brain
DS : pasien mengeluh kepala terasa sakit
DO : terjadi penurunan kesadaran mental.
6. Bladder
DS : -
DO : -
7. Bowel
DS : pasien mengeluh mual, dan kehilangan nafsu makan.
DO : hilang atau melemahnya bising usus, perubahan atau penurunan berat badan.
8. Bone
DS : -
DO : terdapat sianosis pada kulit dan kuku.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya tahanan jalan
nafas (edema interstisisial).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Kehilangan surfaktan menyebabkan
kolaps alveoli
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau kecatatan,
perubahan peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Interven
Masalah Hasil si
Kolaborasi
Perfusi jaringan NOC : NIC :
kardiopulmonal tidak
Ca Monitor nyeri
efektif b/d gangguan
rdiac pump dada (durasi, intensitas
afinitas Hb oksigen, dan faktor-faktor
Effectivene
penurunan konsentrasi Hb, ss presipitasi)
Hipervolemia, Circulation Observasi perubahan
Hipoventilasi, gangguan status ECG
transport O2, gangguan Tissue Auskultasi
Prefusion: suara jantungdan paru
aliran arteri dan vena Monitor irama dan
cardiac,
jumlah
periferal denyut jantung
DS: Vital Sign
- Statusl Monitor
Setelah dilakukan asuhan angka PT, PTdan lit
Nyeri dada
- Sesak selama………ketidakefek AT
- nafas DO tifan perfusi jaringan Monitor elektro
- AGD abnormal kardiopulmonal teratasi (potassium
- Aritmia dengan kriteria hasil: dan
- Bronko spasme magnesium)
Kapilare refill > 3 dtk airan Tekanan
- Retraksi dada
systole dan Monitor status c
- Penggunaan otot-otot diastole dalam Evaluasi
tambahan rentang yang oedem perifer dandenyut
diharapkan nadi atan
Monitor peningkn
CVP dalam kelelahan dan kecemasa
batas normal
Nadi Instruksika
perifer kuat dan n pada pasienuntuk
simetris tidak mengejan
selama BAB
Tidak ada Jelaskan pembatasan
oedem perifer intake
dan asites
Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat
diagnosis, tindakan
prognosis
Libatkan keluarga
untuk mendampingi
klien
Instruksikan pada
pasien untuk
menggunakan tehnik
relaksasi
Dengarkan dengan
penuh perhatian
Identifikasi
tingkat kecemasan
Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan kecemasan
Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
Kelola pemberian
obat anti
cemas:........
DAFTAR PUSTAKA
Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). ‘Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)’ Dalam :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI
Farid (2006). Acute Respiratory Distress Syndrome. Maj Farm vol 4 (12).
2013
Ware LB, Matthay MA.(2000) The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med vol
“ STEMI”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD STEMI
Tn. D 55 tahun dengan stemi, pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri dada
sejak tadi pagi sekitar jam 3 pagi nyeri tidak berkurang saat istirahat keluar keringat dingin nyeri
tembus ke punggung pasien memiliki riwayat stroke dan riwayat perdarahan skala nyeri hilang
timbul 7 seperti tertimpa beban berat di dada kiri tembus ke punggung, jalan nafas paten tidak
ada sumbatan, vesikuler, RR; 26 x/m TD; 140/90 mmHg, N; 104 x/m, S; 36,2 , CRT<2 detik
GCS E4M5V6 pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5 untuk kolaborasi pemberian analgetik
Data Tambahan :, pasien terlihat meringis menahan kesakitan dan mmegang dada sebelah kiri
yang sakithasil laboratorium : hemoglobin 15 g/dL, leukosit 12400 u/l, hematokrit 45,2%, ureum
13 mg/dL, 0,5 mg/dL, 34 U/L, troponin T 0,45 mg/dL. Hasil Interpretasi EKG : sinus aritmia.
FORMAT RESUME KEGAWAT DARURATAN
Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. D
NIM : 2011040109 Usia : 55 Tahun
Hari/ Tanggal : Senin, 15 Februari 2020 Dx. Medis : STEMI
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Feel : Suara nafas vesikuler
Listen : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Breathing
Look : Tidak terlihat otot bantu pernafasan
Listen : Suara nafas vesikuler
Feel : RR : 24x/menit
Circulation
Look : Tidak terdapat sainosis, CRT < 2 detik, S : 36,20C
Feel : Turgor kulit baik, akral dingin, N : 104x/menit, nadi teraba kuat
Listen : TD : 140/90 mmHg
Disability : Kesadaran Composmentis, GCS E4M5V6, pupil isokor, respon cahaya
positif
Exposure : Tidak ada luka, tidak ada jejas, tidak ada decubitus
B. Secondary Survey
Tn. D 55 tahun dengan stemi, pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada sejak tadi pagi sekitar jam 3 pagi nyeri tidak berkurang saat istirahat keluar
keringat dingin nyeri tembus ke punggung pasien memiliki riwayat stroke dan riwayat
perdarahan skala nyeri hilang timbul 7 seperti tertimpa beban berat di dada kiri tembus
ke punggung. Sebelumnya pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat dan makan
nasi 4 jam yang lalu. pasien mengatakan tidak mempunyai alergi. Hasil pengkajian
tanda- tanda vital didapatkan :
TD; 140/90 mmHg, RR : 24x/menit, N; 104 x/m, S; 36,20C
K : Nyeri dada sebelah kiri tidak berkurang saat istirahat
O : Tidak mengkonsumsi obat
M : Makan nasi 4 jam yang lalu
P : Pasien mengatakan nyeri dirasakan sejak tadi pagi
A : Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi
K : nyeri tidak berkurang saat beristirahat
Pengkajian nyeri :
P : STEMI
Q : Seperti tertimpa beban berat
R : nyeri dada seblah kiri tembus ke punggung
S:7
T : Hilang timbul
“ PPOK”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD PPOK
Tn C, 40 tahun pasien PPOK pasien datang ke IGD mengeluh sesak sejak 2 hari yang lalu, batuk
berdahak, tidak nafsu makan riwayat sesak nafas dan sering berulang pasien tidak bisa
mengeluarkan dahaknya, tidak terdapat sumbatan jalan nafas batuk berdahak, ronkhi (+), RR :
28x/menit, nafas cepat, TD 130/90mmHg, N : 102x/menit, S : 360C, akaral hangat hasil
pengkajian ke GCS = E4M5V6,Composmentis, kekuatan otot 5/5/5/5, CRT < 2 detik, tidak ada
sianosis, pupil isokor, respon terhadap cahaya positif terapinya diberikan Oksigen Nasal Kanul 4
LPM, infus RL 20 TPM, Injeksi Ceftriaxone 2x 1 gram, injeksi ranitidine 2x ampul, methyl
prednisolone 2x62,5mg dan combivent respule 8 jam
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Tidak terdapat sumbatan jalan nafas
Feel : Suara nafas ronkhi
Listen : Hembusan nafas terasa di punggung
Breathing
Look : Tidak terlihat otot bantu pernafasan, pasien terlihat sesak, nafas cepat
Feel : RR : 28x/menit
Listen : Suara nafas ronkhi
Circulation
Look : Tidak terdapat sianosis, CRT < 2 detik
Feel : Turgor kulit baik, akral hangat, nadi teraba kuat, N : 102x/menit
Listen : TD : 130/90 mmHg
Disability : Kesadaran Composmentis, GCS E4M5V6, pupil isokor, respon pupil
terhadap cahaya positif
B. Secondary Survey
Tn. C 40 Tahun pasien PPOK pasien datang ke IGD mengeluh sesak sejak 2 hari yang
lalu, batuk berdahak, tidak nafsu makan riwayat sesak nafas dan sering berulang, pasien
tidak bisa mengeluarkan dahaknya, tidak terdapat sumbatan jalan nafas batuk berdahak,
ronkhi (+). Sebelumnya pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat dan makan nasi 7
jam yang lalu. pasien mengatakan tidak mempunyai alergi. hasil pengkajian didapatkan
TD 130/90mmHg, N : 102x/menit, RR : 28x/menit, S : 36 0C, akral hangat, nafas cepat,
hasil pengkajian ke GCS = E4M5V6,Composmentis, kekuatan otot 5/5/5/5, CRT < 2
detik, tidak ada sianosis, pupil isokor, respon terhadap cahaya positif terapinya diberikan
Oksigen Nasal Kanul 4 LPM, infus RL 20 TPM, Injeksi Ceftriaxone 2x 1 gram, injeksi
ranitidine 2x ampul, methyl prednisolone 2x62,5mg dan combivent respule 8 jam
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Bersihan jalan nafas b.d hipersekresi jalan nafas
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
16 Februari Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan
2021 nafas tidak selama 1x24 jam bersihan jalan Napas (I. 01011)
11.00 WIB efektif b.d nafas tidak efektif dapat teratasi Observasi :
hipersekresi dengan kriteri hasil : - Monitor pola napas
spasme jalan (frekuensi,
nafas (D.0149) Bersihan Jalan Nafas kedalaman, usaha
(L.01001) napas)
Indikator Awal Target - Monitor bunyi
Batuk efektif 1 5 napas tambahan
Produksi 2 5 (mis.gurgling,
sputum mengi, wheezing,
Dispnea 3 5 ronkhi kering)
Frekuensi 3 5 - Monitor sputum
napas (jumlah, warna,
Keterangan : aroma)
1. Menurun Terapeutik :
2. Cukup menurun - Posisikan semi
3. Sedang fower atau fowler
4. Cukup meningkat - Berikan minum
5. Meningkat hangat
- Lakukan fisioterapi
dada
- Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15
detik
- Berikan Oksigen
Edukasi :
- Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik
IV. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu
16 Februari - Memonitor pola S : Wisnu
2021 napas (frekuensi, - Pasien mengatakan nyaman setelah
11.05 WIB kedalaman, usaha diberikan posisikan semi fowler
napas) - Pasien mengatakan dahaknya sedikit
DO : RR : keluar
20x/menit - Pasien mengatakan sudah tidak sesak
- Memonitor bunyi O :
napas tambahan - Bunyi nafas ronkhi
(mis.gurgling, - Jumlah setengah pot sputum, warna
mengi, wheezing, putih kekuningan
ronkhi kering) - Pasien terlihat diposisikan semi
DO : bunyi nafas fowler
ronkhi - Pasien terlihat mengikuti anjuran
- Memonitor sputum fisioterapi dada dan batuk efektif
(jumlah, warna, - Pasien terlihat dahaknya keluar saat
aroma) dilakukan penghisapan lendir
DO : jumlah
A : Masalah teratasi sebagian
setengah pot
Indikator Awal Target Akhir
sputum, warna putih
kekuningan Batuk efektif 1 5 3
Terapeutik : Produksi 2 5 3
- Posisikan semi sputum
fower atau fowler Dispnea 3 5 5
DS : pasien Frekuensi 3 5 5
mengatakan nyaman napas
setelah diberikan
posisi semi fowler P : Lanjutkan intervensi
DO : pasien terlihat - Memonitor pola nafas
di posisikan semi - Memonitor bunyi nafas tambahan
fowler - Memonitor sputum
- Memberikan minum - Memberikan minum hangat
hangat - Melakukan fisioterapi dada
DS : Pasien - Mengajarkan batuk efektif
mengatakan - Berkolaborasi pemberian obat
merasakan bronkodilator
dahaknya sedikit
keluar
DO : pasien terlihat
meminum air hangat
- Melakukan
fisioterapi dada
DS : Pasien
mengatakan sudah
bisa mengeluarkan
dahak
DO : Pasien terlihat
mengikuti
fisioterapi dada
- Melakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
DO : Pasien terlihat
dahaknya keluar
saat dilakukan
penghisapan
- Memberikan
Oksigen
DS : Pasien
mengatakan sudah
tidak sesak
DO : terpasang
Oksigen 4 lpm
Edukasi :
- Ajarkan teknik
batuk efektif
DS : Pasien
mengatakan sudah
bisa melakukan
batuk efektif
DO : Pasien terlihat
mengikuti batuk
efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik
DO :
infus RL 20 TPM,
Injeksi Ceftriaxone
2x 1 gram, injeksi
ranitidine 2x ampul,
methyl
prednisolone
2x62,5mg dan
combivent respule 8
jam
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
“ UAP”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD UAP
Tn. N usia 50 Tahun mengeluh nyeri dada berat seperti tertindih sejak pagi hari jam 10.00 WIB
hilang timbul skala 6 dan menetap sampai maghrib nyeri sampai keluar keringat dingin lemas
dan nyeri kepala yang mempunyai riwayat CHF, pasien terlihat meringis hari terakhir kontrol di
rumah sakit pasien diberikan obat nitrokaf 2x2,5 mg dan centrum 1x3mg, bisoprolol 1,5mg, hasil
pengkajian RR : 25x/menit, irama nafas cepat pergerakan dengan dada simetris, suara nafas
vesikuler, TD : 165/100 mmHg, nadi : 102x/menit, S: 36 0C, GCS : E4M3V6, pupil isokor,
kekuatan otot 5/5/5/5, SPO2 : 95%, EKG : Sinus Takikardi, CRT < 2 detik, akral teraba dingin,
Pupil isokor uk. 3 mm, reflex terhadap cahaya baik
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Tidak ada obstruksi jalan nafas
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : Tidak terdengar gurgling, snoring, dan stridor
Breathing
Look : Tidak ada jejas, retraksi dinding dada simetris, terlihat pasien sesak,
pernafasan irregular RR 25x/menit
Listen : Suara nafas vesikuler, terdengar suara sonor
Feel : Tidak ada krepitasi
Circulation
Look : Terlihat tidak ada sianosis, SPO2 : 95%
Feel : Suhu : 360C, N : 102x/menit, CRT < 2 detik, akaral teraba dingin
Listen : TD : 140/80 mmHg, irama jantung regular, bunyi jantung lup dup (S1=S2)
: Kesadaran apatis
Disability E4 : Buka mata spontan
V3 : Hanya bisa mengeluarkan kata- kata, bukan berupa kalimat
M6 : Melakukan gerakan sesuai arahan
Pupil isokor uk. 3 mm, reflex terhadap cahaya baik, kekuatan otot 5/5/5/5
B. Secondary Survey
K : Pasien mengatakan nyeri dada sampai keluar keringat dingin lemas dan nyeri kepala
O : Pasien sedang diberikan obat analgetik
M : Pasien terakhir makan 1 jam yang lalu
P : Pasien memiliki riwayat CHF
A : Pasien tidak memiliki riwayat alergi
K : pasien datang dengan kasus Unstable Angina Pektoris mengeluh nyeri dada berat
seperti tertindih sejak pagi hari jam 10.00 WIB hilang timbul skala 6 dan menetap
sampai maghrib nyeri sampai keluar keringat dingin lemas dan nyeri kepala yang
mempunyai riwayat CHF, pasien terlihat meringis
Pengkajian Nyeri :
P : Nyeri karena UAP
Q : Seperti tertindih
R : Bagian dada dan kepala
S:6
T : Hilang timbul sampai menetap
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis (iskemik dan
penurunan suplai oksigen ke otot jaringan miokard) (D.0077)
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
17 Februari Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
2021 agen cedera keperawatan selama 1x24 jam (I.08238)
16.45 WIB fisiologis diharapkan nyeri akut dapat Observasi :
(D.0077) teratasi dengan kriteria hasil : - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas,
Indikator Awal Target intensitas nyeri
Keluhan 2 5 - Identifikasi skala
nyeri nyeri
Meringis 2 5 Terapeutik
Tekanan 3 5 - Berikan teknik non
Darah farmakologis untuk
Keterangan : mengurangi rasa
1. Meningkat nyeri
2. Cukup meningkat - Fasilitasi istirahat
3. Sedang dan tidur
4. Cukup menurun Edukasi
5. Menurun - Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian analgetik
“ STROKE”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD STROKE
Tn. O usia 50 tahun dengan diagnose stroke,keluarga mengatakan pasien terjatuh dari kursi dan
sesak nafas pasien hipertensi sejak lama tidak rutin control 3 bulan yang lalu keluarga
mengatakan tangan dan kaki pasien tidak bisa digerakan dan pasien tidak bisa bicara, tidak ada
sumbatan jalan nafas. Hasil pengkajian RR : 24x/menit, nafas vesikuler, irama nafas cepat,
pergerakan dengan dada simetris suara nafas vesikuler, TD : 165/105 mmHg, N : 102x/menit,
CRT < 2 detik, akral hangat, S : 360C, tidak ada sianosis, SPO 2 95% hasil pemeriksaan GCS
E4M5V6, konjungtiva anemi, pupil isokor, respon cahaya baik, irama jantung regular, bunyi
jantung lub dup, kekuatan otot 1/5/1/5 kelemahan ekstremitas bagian kanan atas dan bawah dan
tidak bisa digerakkan saat ini diberikan oksigen, pasien terlihat terbaring di tempat tidur
FORMAT RESUME KEGAWAT DARURATAN
Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. O
NIM : 20110401109 Usia : 50 Tahun
Hari/ Tanggal : Kamis, 18 Februari 2021 Diagnosa Medis: Stroke
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Tidak ada sumbatan jalan nafas
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : terdengar gurgling, snoring, dan stridor
Breathing
Look : Tidak ada jejas, retraksi dinding dada simetris, terlihat pasien sesak,
pernafasan irregular RR 24x/menit, terlihat terpasang oksigen
Feel : Tidak ada krepitasi
Listen : Suara nafas vesikuler, terdengar suara sonor
Circulation
Look : Terlihat tidak ada sianosis, SPO2 : 95%
Feel : Suhu : 360C, N : 102x/menit, CRT < 2 detik, akral hangat
Listen : TD :165/105 mmHg, irama jantung regular, bunyi jantung lub dup
Disability : Kesadaran Composmentis
E4 : Buka mata spontan
M6 : Bergerak mengikuti perintah
V5 : Orientasi baik
Pupil isokor, reflex terhadap cahay (+)
Kekuatan otot 1/5/1/5 kelemahan ekstremitas bagian kanan atas dan
bawah dan tidak bisa digerakkan
B. Secondary Survey
K : Keluarga mengatakan pasien terjatuh dari kursi dan sesak nafas pasien hipertensi
sejak lama tidak rutin control 3 bulan yang lalu keluarga mengatakan tangan dan
kaki pasien tidak bisa digerakan dan pasien tidak bisa bicara
O : Keluarga mengatakan pasien tidak mengkonsumsi obat
M : Keluarga mengatakan pasien makan 5 jam yang lalu
P : Keluarga mengatakan pasien mempunyai riwayat hipertensi
A : Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki alergi
K : Tn. O usia 50 tahun dengan diagnose stroke,keluarga mengatakan pasien terjatuh
dari kursi dan sesak nafas pasien hipertensi sejak lama tidak rutin control 3 bulan
yang lalu keluarga mengatakan tangan dan kaki pasien tidak bisa digerakan dan
pasien tidak bisa bicara, tidak ada sumbatan jalan nafas. Hasil pengkajian RR :
24x/menit, nafas vesikuler, irama nafas cepat, pergerakan dengan dada simetris
suara nafas vesikuler, TD : 165/105 mmHg, N : 102x/menit, CRT < 2 detik, akral
hangat, S : 360C, tidak ada sianosis, SPO2 95% hasil pemeriksaan GCS
E4M5V6, konjungtiva anemi, pupil isokor, respon cahaya baik, irama jantung
regular, bunyi jantung lub dup, kekuatan otot 1/5/1/5 kelemahan ekstremitas
bagian kanan atas dan bawah dan tidak bisa digerakkan saat ini diberikan
oksigen
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Gangguan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot
(D.0054)
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
18 Februari Gangguan Setelah dilakukan tindakan Teknik Latihan
2021 Mobilitas Fisik keperawatan selama 1x24 jam Penguatan Otot
09.00 WIB b.d Penurunan gangguan mobilitas fisik dapat (I.05184)
Kekuatan Otot teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
(D.0054)) - Kaji kekuatan otot
Mobilitas Fisik (L.05042) pasien
Indikator Awal Target - Pantau daerah
Pergerakan 1 5 yang tertekan
ekstremitas adanya decubitus,
Kekuatan otot 1 5 edema, warna dan
Rentang gerak 1 5 gangguan
(ROM) sirkulasi
Terapeutik
- Bantu keluarga
melakukan
masase pada
daerah yang
tertekan
- Ubah posisi
pasien
Edukasi
- Ajarkan ROM
pada keluarga
Kolaborasi
- Kolaborasi
dengan fisioterapi
“ TB RIWAYAT B20”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD TB RIWAYAT B20
Pasien Tn. A TB dengan riwayat HIV AIDS usia 30 Tahun pasien mengeluh sesak nafas setiap
hari, pasien sering batuk, tidak terdapat dahak, respirasi 28x/menit,pasien terpasang oksigen RM
8 lpm, RR : 28x/menit, irama nafas cepat, pergerakan dinding dada simetris, suara nafas
wheezing. TD : 130/80mmHg, N : 91x/menit, CRT : < 2 detik, akral hangat, GCS :E4 M6 V5,
konjungtiva anemis, pupil isokor, sclera anikterik, kekuatan otot normal, pasien diberikan terapi
nebulizer
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Tidak terdapat secret
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : Suara nafas wheezing
Breathing
Look : Pasien terlihat sesak nafas, nafas cepat, terlihat menggunakan RM
8lpm
Listen : Suara nafas wheezing
Feel : Perkusi dada sonor
Circulation
Look : CRT < 2 detik
Feel : Nadi : 90x/menit, S : 36,70C, Saturasi Oksigen : 90%
Listen : TD : 130/80 mmHg
B. Secondary Survey
K : Pasien mengatakan sesak nafas setiap hari
O : pasien sedang diberikan nebulizer
M : Pasien terakhir makan 4 jam
P :Pasien memiliki riwayat B20
A : Pasien tidak memiliki riwayat alergi
K : pasien mengeluh sesak nafas setiap hari, pasien sering batuk, tidak terdapat
dahak, respirasi 28x/menit
II. Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (D.0005)
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
19 Februari Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan
2021 efektif b.d keperawatan selama 1x24 Napas (L.01011)
14.00 WIB hambatan upaya jam diharapkan pola nafas Observasi :
nafas (D.0005) teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor pola napas.
- Monitor bunyi napas
Pola Napas (L. 01004) tambahan.
Indikator A T Terapeutik :
Dispnea 3 5 - Posisikan pasien
Frekuensi nafas 3 5 semi fowler.
- Berikan oksigen.
Keterangan : Edukasi :
1. Memburuk - Ajarkan teknik non
2. Cukup memburuk farmakologi untuk
3. Sedang mengatasi sesak
4. Cukup membaik napas.
5. Membaik Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
A. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single,
Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah.
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.Hemorragi ini
biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka
tembak ,cidera tumpul.
Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya
diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh
darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom
bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16
kasus cidera.
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral
hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.
B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok.
C. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial
kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatif aseluler korona
radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria perforating kecil yang meninggalkan
arteria serebral media dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai
arteria lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien
hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga rupturnya
menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang
dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan
mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat
datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh
kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini
karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%.
Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda
khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan
gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat
ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah.
Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena.
Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 45-75
tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang
mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet kurang
dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko
terjadinya PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata pada
ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada pons. Karenanya
kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta
frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%,
talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan
adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia disebabkan
oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada
aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria
lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS
kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau
tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan,
sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik yang
tersering menimbulkan perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan defisit
neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung pada
derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik
dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor
terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober
superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot
ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter
lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis
buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.
D. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal
itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada
orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya
disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali
mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau
menjadi pusing.
Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual,
muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan
detik sampai menit.
Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya
hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat
timbul segera atau secara lambat
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra
kranium.
E. Penatalaksanaan Medis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic.
Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami
tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan
besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak
sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan
antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika
orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka
bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet
3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma
segar yang dibekukan)
4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang
membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam
tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena
operasi itu sendiri bisa merusak otak.
Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah
sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik
dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya
yang menunjang.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan refleks
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
- CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
- MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
- Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
- Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
- Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot
3. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
4. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.
C. Intervensi Keperawatan
. Memberitahu
maksud dan
tujuan
tindakan yang
dilakukan
. Menutup
gorden
. Melakukan
PH sambil
mengajari
keluarga
. Observasi
tindakan yang
dilakukan
. Beri HE
pentingnya
perawatan diri
D. Evaluasi
1. Tidak terjadi gangguan mobilisasi fisik
2. Tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas
3. Tidak terjadi gangguan nyaman nyeri
4. Tidak terjadi gangguan defisit perawatan diri.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Edisi
3, EGC, Jakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Saraf
Indonesia, Surabaya.
.
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
“ ICH”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD ICH
Tn. N, Usia 54 tahun, pasien diantar keluarganya ke IGD hari Jumat tanggal 14 Februari 2020
dengan penurunan kesadaran sopor dengan GCS E2M2V2, pasien mengalami nyeri kepala
muntah susah bicara dan mengalami kelemahan anggota gerak. Pemeriksaan tanda- tanda vital
ditemukan RR 26x/menit, nafas cepat, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, TD
140/80 mmHg, N = 100x/menit, S = 370C, CRT : < 2 detik, pupil isokor saat dirangsang cahaya
positif, kekuatan otot 5/2/5/2, akral hangat, terapi diberikan sedasi dan antikonvulsan.
Data tambahan : Keluarga Tn. N mengatakan, Tn. N saat akan menyeberang dijalan depan
rumah, pasien ditabrak sepeda motor dari arah kiri kemudian pasien terjatuh dengan kepala
kanan membentur aspal. Pemeriksaan CT Scan terdapat terdapat perdarahan intracranial
hematoma di kepala sebelah kanan
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : suara nafas vesikuler
Feel : hembusan nafas terasa di punggung tangan
Breathing
Look : Tidak ada jejas, pergerakan dinding dada simetris, nafas cepat
Listen : Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, paru saat di perkusi
terdapat bunyi sonor, RR : 26X/menit
Feel : Tidak ada krepitas/ fraktur
Circulation
Look : Tidak ada sianosis
Listen : TD : 140/80 mmHg
Feel : Akral hangat N : 100x/menit S : 370C CRT :
< 2 detik
“ HIPOGLIKEMIA”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD HIPOGLIKEMIA
Ny. L , 36 tahun, pasien datang ke IGD dengan penurunan kesdaran, sebelumnya pasien
mengeluh lemas tampak sedikit sesak nafas respirasi 25x/menit pasien mempunyai riwayat
penyakit DM. Hasil KGD : 66 g/dl, keluarga pasien mengatakan pasien tidak nafsu makan hasil
pemeriksaan TTV, RR : 25x/menit, irama nafas regular, pergerakan dinding dada simetris,
vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, TD = 150/70 mmHg, Nadi : 101x/menit, 370C, CRT :
< 2 detik, GCS E3 M4 V3, delirium pupil isokor saat dirangsang cahaya +, kekuatan otot 5/5/5/5
I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
1. Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : Suara naafas vesikuler
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
2. Breathing
Look : Tidak ada jejas, pergerakan dinding dada simetris, nafas sedikit cepat
Listen : Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
Feel : Irama nafas regular, RR : 25x/menit
3. Circulation
Look : Tidak terdapat sianosis, CRT < 2 detik
Listen : Tekanan Darah 150/70 mmHg
Feel : Akral teraba hangat, Nadi : 101x/menit, nadi teraba kuat
“ PPOK”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD PPOK
Tn. C, usia 87 tahun dengan PPOK, pasien dating ke IGD rumah sakit dengan keluhan sesak
nafas memberat sejak 1 bulan terakhir mual munta (-), nyeri dada (-), jalan nafas paten irama
nafas tidak teratur, ada retraksi dinding dada, RR 28x/menit, akral hangat tidak ada sianosis, TD
120/80 mmHg, N : 90x/menit, CRT < 2 detik, S : 360C, Kesadaran : CM, pupil isokor 2 mili efek
cahaya (+), kekuatan otot 5/5/5/5. Terapi yang telah diberikan oksigen NK 4 lpm, infus RL 20
tpm, injeksi ceftriaxone 2 x1 gram, injeksi ranitidine 2 ampul, methylprednisolone 2 x 62,5 mg,
combivent respule 8 jam
I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Feel : Suara nafas wheezing
Breathing
Look : Ada retraksi dinding dada
Listen : Suara nafas wheezing
Feel : Respirasi :28x/menit , irama nafas tidak teratur
Circulation
Look : Tidak terdapat sianosis, CRT < 2 detik, S : 360C
Listen : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Feel : Akral hangat, Nadi : 90x/menit, nadi teraba kuat
“ CKD”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD CKD
Tn. D, usia 52 tahun pasien anemia dengan CKD, pasien datang ke IGD rumah sakit rujukan dari
rumah sakit A dengan keluhan sesak nafas dua hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat,
pucat lemas mual. Pasien mengatakan belum pernah cuci darah berapi yang sudah diberikan
oksigen 3 L/m, NaCl 0,9 10 TPM furosemid 3X1 ampul, terapi asam folat 3x1 tablet, transfusi
PRC 2 kolf. Suara nafas wheezing, ada retraksi dinding dada, 28 x/m, TD: 155/95 mmHg, Nadi:
65 kali /m, CRT; < 2 detik, turgor kulit baik , S: 36, kesadaran compos mentis GCS E5 M4V6
diameter isokor diameter (2mm) respon cahaya positif kekuatan otot 5/5/5/5
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : Suara nafas wheezing
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Breathing
Look : Tn. D terlihat menggunakan oksigen 3 l/menit, tidak ada jejas, ada retraksi
dinding dada
Listen : Suara nafas wheezing, saat di perkusi pekak, RR : 28x/menit
Feel : Tidak ada krepitas/ fraktur
Circulation
Look : Konjungtiva anemis, tidak ada sianosis
Listen : TD : 155/95 mmHg, SPO2: 87%
Feel : turgor kulit baik, berkeringat, N : 65x/menit, S : 360C, CRT < 2 detik
Disability
Kesadaran Composmentis dengan GCS E4 M4 V6, Pupil isokor dengan diameter 2 mm,
pupil terhadap respon cahaya positif
Exposure
Tidak ada jejas, tidak ada luka
B. Secondary Survey
Tn. D datang ke IGD rumah sakit rujukan dari rumah sakit A dengan keluhan sesak
nafas dua hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat, pucat lemas mual,
sebelumnya pasien mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter, sebelumnya pasien juga
makan nasi ± 6 jam yang lalu, pasien mempunyai riwayat anemia dan CKD, pasien
mengatakan sesak dirasakan 2 hari dan sesaknya dirasakan secara tiba- tiba tidak
mempunyai alergi. Dari pemeriksaan hasil TTV didapatkan : TD : 155/95 mmHg, N :
65x/menit, RR : 28x/menit, S : 360C, SPO2 : 87%
K : sesak nafas dua hari
O : mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter
M : makan nasi 6 jam yang lalu
P : pasien mengatakan mempunyai riwayat anemia dan CKD
A : tidak mempunyai alergi
K : pasien mengatakan sesak yang memberat
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Pola Nafas Tidak efektif (D.0005)
III. Perencanaan Keperawatan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
04 Februari Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
2021 Efektif (D.0005) selama 1x24 jam diharapkan pola nafas Observasi :
09.00 WIB tidak efektif dapat teratasi dengan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
kriteri hasil : kedalaman, usaha nafas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis,
Pola Nafas (L.01004) gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Indikator Awal Target kering)
Dispnea 3 1 Terapeutik :
3. Posisikan semi fowler- fowler
Keterangan: 4. Berikan oksigen jika perlu
1. Meningkat Edukasi :
2. Cukup meningkat 5. Anjurkan asupan cairan 2000ml/
3. Sedang hari, jika tidak kontraindikasi
4. Cukup menurun
5. Menurun
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor pola nafas
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Posisi semi fowler atau fowler
- Berikan oksigen
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
“ CHEPALGIA”
Disusun Oleh :
Nim : 2011040109
2021
RESUME KGD CEPHALGIA
Tn. G, usia 45 tahun dengan cephalgia kronik, pasien dating ke IGD RS dengan keluhan sakit
kepala berulang sejak 1 bulan dari kepala seperti di tusuk- tusuk berat jika dibawa aktivitas dan
berkembang saat istirahat nyeri kepala dengan skala 6 secara hilang timbul, namun nyeri dirasa
memberat dua hari ini, pasien pernah pingsan, sakit sudah dialami selama 2 tahun. Hasil
pengkajian irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak terlihat otot bantu pernafasan, RR :
24x/menit, akral hangat, tidak ada sianosis, TD : 138/ 83 mmHg, N : 81x/menit, CRT < 2 detik,
tidak ada perdarahan, lembab, turgor kulit baik, tidak ada decubitus. Suhu : 36,20C, GCS
E4M5V6, pupil isokor, respon cahaya positif, kekuatan otot 5/5/5/5. Terapi ketorolac 1x3 ampul,
ranitidine 3x1 ampul, infus RL 12 tpm.
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. G
NIM : 2011040109 Usia : 45 Tahun
Hari/ Tanggal : Jum’at, 05 Februari 2021 Dx. Medis : Cephalgia
I. Pengkajian
A. Primary Survey
1. Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Feel : Suara naafs vesikuler
2. Breathing
Look : Tidak terlihat otot bantu pernafasan
Listen : Suara nafas vesikuler
Feel : RR : 24x/menit, irama nafas teratur
3. Circulation
Look : Tidak terdapat sianosis, CRT < 2 detik, S : 36,20C, tidak terdapat
perdarahan
Listen : TD : 138/83 mmHg
Feel : Turgor kulit baik, akral hangat, lembab, N : 81x/menit, nadi teraba kuat
SOEKARJO
Disusun Oleh :
2011040109
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
TAHUN 2020/2021
(H) DEFINISI
(I) ETIOLOGI
1. Penyakit ginjal
a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.
b. Dyslipidemia.
c. SLE.
e. Preeklamsi.
f. Obat-obatan.
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sisem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir.
Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muantah
dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran,
ketidak mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2006) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2011) adalah sebagai berikut:
1. Sistem Kardiovaskuler
Edema periorbital
2. Sistem Dermatologi
Pruritus
Ekimosis
3. Sistem Pulmoner
a. Krekles
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kusmaul
4. Sistem Gastrointestinal
Perdarahan saluran GI
5. Sistem Muscouloskeletal
Kram otot
Fraktur tulang
6. Sistem integumen
2. Pruritis
4. Ekimosis
7. Sistem reproduksi
Amenore
Atrofi testis
(K) PATOFISIOLOGI
Patofisiologi GGK pada awalnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada
diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga
terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular
sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu
akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada
glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga
menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan
perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan
filtrasi (NIDDK, 2016).
Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi
spesifik dan membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen,
antibodi, dan sistem komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu
proses inflamasi dalam glomerulus. Endapan kompleks imun akan
mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack Complex
yang menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2009).
Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada
nefron yang masih sehat sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan
nefron. Namun, proses kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya
diikuti oleh proses maladaptif berupa nekrosis nefron yang tersisa
(Isselbacher dkk, 2012). Proses tersebut akan menyebabkan penurunan
fungsi nefron secara progresif.
Selain itu, aktivitas dari renin-angiotensinaldosteron juga
berkontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas dari
nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan karena aktivitas renin-
angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011). Pada pasien GGK,
terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini
disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel
(Isselbacher dkk, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis
air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi
hipertensi (Tortora, 2011).
Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan
merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal
mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari
hipertensi (Saad, 2014). Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak
substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin,
contohnya seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison, 2012).
Penurunan kadar protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena
terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan dapat
berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure, 2013).
Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam
hal ini. Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke
ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron sehingga
terjadi peningkatan aliran darah (Tortora, 2011). Gagal ginjal kronik
menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin
merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi
dan proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan
terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia
(Harrison, 2012).
(L) PATHWAY
Infeksi vaskuler zat tosik
GFR turun
GGK
eritropoitin
Infeksi
edema paru
Preload naik
Gastritis beban jantung naik
Ketidakefektifan p
Hipertrofi ventrikel kiri nafas
Mual payah jantung
Bendungan atrium kiri
Kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan Tekanan vena pulmonalis
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih.
DISUSUN OLEH:
(2011040109)
IDENTITAS
1. Nama pasien : Ny.E
2. Umur : 45 tahun
3. Alamat : Pasir kidul RT 01/01 Purwokerto barat
4 4
8. Sistem Endokrin
Hipoglikemia Tidak
Hiperglikemia Tidak
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Personal Hygiene Bersih
b. Kebutuhan tidur Terpenuhi 10 jam
c. Nilai BMR: 1260
d. Gangguan konsep diri Tidak
TERAPI
Nama obat Dosis Cara pemberian Indikasi
Ranitidin 2x50 mg Injeksi -
D5% 10 tpm Infus -
Furosemid 3x1 gr Injeksi _
Dexametazone 2x1 amp Injeksi _
Dipenhidramin 2x1 amp Injeksi -
NAC 3x200 mg Inkesi -
TINDAKAN OPERASI: -
1. Analisa Data dan Perumusan Masalah Keperawatan
Tanggal Data Patofisiologi Diagnosa
Keperawatan
23 Ds :Pasien mengatakan Suplai oksigen dan Pola nafas tidak
Februari sesak nafas nyeri pada nutrisi ke jaringan efektif
2021 dada menurun
Do: Pasien terlihat sesak
Merangsang pusat
,pasien terpasang alat
pernafasan
bantu pernafasan. RR:
35x/menit, Peningkatan RR
Hiperventilasi
Gagal Ginjal
↓
Sekresi ADH
meningkat
↓
Retensi air dan
Natrium
↓ Resiko
23 Edema pada wajah ketidakseimbangan
Februari dan tungkai cairan
2021 ↓
Kelebihan
volume cairan
Diagnosa Utama :
Ketidakefektifan pola nafas b.d hambatan upaya nafas
Rasional :
Keluhan utama pasien adalah pasien terlihat sesak nafas. Disertai data
obyektif :
- Pasien terlihat kesulitan bernafas,
- Pasien terpasang NRM 10 lpm,
- Bunyi nafas ronkhi,
- RR 35x/menit.
3. Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny.E Dx Medis : CKD Ruang : ICU
Tgl Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
03/01/ Pola nafas tidak (Pola nafas L.01004) Manajemen jalan nafas (I.01011)
21 efektif Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama - Monitor pola nafas (frekuensi,
D.0005; kategori 2x24 jam, pola nafas kedalaman, usaha nafas)
fisiologis; pasien meningkat dengan - Monitor bunyi nafas
subkategori kriteria hasil : tambahan(ronkhi)
respirasi) Indikator A T Terapeutik:
Frekuensi 1 3 - Posisikan pasien headp up 30⁰
nafas - Berikan oksigen
Kedalaman 2 3 Edukasi: -
nafas Kolaborasi:
Ket : - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
1. Memburuk jika perlu
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
4. CATATAN KEPERAWATAN
Nama Klien : NY. E Dx Medis : CKD Ruang : ICU
Hari
Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan dan Respon Pasien Paraf
/Jam Keperawatan
Senin, Pola nafas tidak Tindakan keperawatan :
22/02/21 efektif - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
13.00 nafas) Wisnu
WIB D.0005; kategori - Monitor bunyi nafas tambahan(whezzing)
fisiologis; - Posisikan pasien head up 30⁰
subkategori - Berikan oksigen
respirasi) - Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu Respon Pasien :
DS : Pasien masih mengatakan sesak
DO : Pasien terlihat kesulitan bernafas, pasien
terpasang NRM 10 lpm, bunyi nafas Whezzing, RR
32x/menit
5, CATATAN PERKEMBANGAN/SOAP
Nama Klien : Ny.E Dx Medis : CKD Ruang : ICU
Hari/ Tanggal/ Jam SOAP Paraf
Dx. Keperawatan
Kedalaman nafas 2 3 2
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan(Whezzing)
- Posisikan pasien headp up 30⁰
- Berikan oksigen
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun oleh :
KELOMPOK 14
1. HARIYANTO WISNU M 2011040109
2. DWIYAN NUR FAIZ 2011040110
3. DITA YUDIASARI 2011040111
4. ENOVA TRIYANAH 2010040112
5. EGIS TRISNASIH 2011040113
Intervensi :
Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nila standar (
GCS)
Pantau TTV
Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )
Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
Auskultasi bunyi napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan bunyi aksesori
yang abnormal
Kolaborasi :
Pantau analisa gas darah
Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan
Berikan oksigenasi
b. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan contoh napas b.d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria penilaian : pasien dapat, dipertahanakan contoh nafas efektif, bebas
sianosis, dengan GDA dalam batas normal
Intervensi
Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi
Anjurkan utuk bernapas dalam, jikalau pasien sadar
Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik,
catat huruf warna, kekentalan dan kekeruhan secret
Pantau pengguanaan obat obatan depresan menyerupai
sedatif Kolaborasi:
Berikan O2 sesuai indikasi
Lakaukan fisioterapi dada jikalau ada indikasi
c. Nyeri ( akut ) / kronis b.d biro pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh lantaran perubahan
posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, sikap berhati hati, gelisah condong keposisi
sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad dirisendiri,
wajah menahan nyeri, perubahna pla tidur, menarik diri secara fisik
Intervensi :
kaji keluhan nyeri
Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis,
menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan
darah.
Anjurkan untuk istirahat denn tenang
Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
Lakukan pemijatan pada tempat kepala / leher / lengan jikalau pasien sanggup
toleransi terhadap sentuhan
Sarankan pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “
saya suka hidup ini “
Kolaborasi :
Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
Berikan antiemetiksesuai indikasi
d. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi ( syok atau defisit neurologis ), ditandai denagg disorientasi, perubaan
respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan contoh komunikasi,
distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses
pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan contoh perilaku
Kriteria penilaian : pasien sanggup dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris
dan proses piker
Kaji kesadaran sensoris menyerupai respon sentuan , panas / dingin, benda
tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian
adanya dilema penglihatan
Observasi repon perilaku
Hilangkan bunyi bising / stimulus ang berlebihan
Berikan stimulus yang berlebihan menyerupai verbal, penghidu, taktil,
pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
konsultasi dengan jago fisioterapi / okupasi
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan TIK, konsekuensi
kemoterapi, radiasi, pembedahan, ( anoreksia, iritasi, penyimpangan rasa mual )
dibuktikan oleh : keluhan masukan makan tidak adekuat, kehilangan sensai
pengecapan, kehilangan minat makan, ketidakmampuan untk mencerna yang
dirasakan / aktual, berat tubuh 20 % atau lebih dibawah tubuh ideal untuk tinggi
dan bentuk tubuh, penurunan penumpukn lemak / masa otot, sariawab, rongga
ekspresi terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.
DISUSUN OLEH:
IDENTITAS
4. Nama pasien : Tn.S
5. Umur : 54 tahun
6. Alamat : Jampangan RT 02/01 Mandiraja Kulon
m. Keluhan pusing: Ya
n. Pupil: Isokor Diameter: 2 mm
o. Tanda PTIK: Muntah proyektil: - Nyeri kepala hebat:
Skala 7
p. Curiga fraktur cervikal Jejas clavikula: - Batle sign: -
Bloody rinorhoe: - Bloody Otorhoe: -
Brill hematome: -
q. Tekanan intrakranal (ICP): - mm
r. Obat neurologi yang diberikan (dosis): -
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
e. Personal Hygiene Bersih
f. Kebutuhan tidur Terpenuhi 10 jam
g. Nilai BMR: 1260
h. Gangguan konsep diri Tidak
TERAPI
Nama obat Dosis Cara pemberian Indikasi
Inf. RL 32 TPM IV Mengganti cairan tubuh
yg hilang
Paracetamol 3x1 gr Infus Untuk mengurangi
nyeri
Ceftazidim 3x1 gr Injeksi Antibiotik yg
digunakan untuk
mengobati infeksi
bakteri
Omeprazole 2x40 mg Injeksi Mengurangi produksi
asam di lambung
Mecobalamin 1x1 amp Injeksi Memperbaiki gangguan
metabolisme asam
nukleat dan protein di
jaringan saraf
DATA FOKUS:
- Terlihat kesadaran menurun
- Terlihat gelisah
- Terlihat sesak nafas
- Suara nafas terdengar rokhi
DATA TAMBAHAN LAIN:
- Terpasang DC
- Terpasang NGT
- Terpasang ETT
23 Kerusakan sel
Februari ↓ Nyeri Akut
2021 Pelepasan mediator
nyeri
↓
Dihantarkan
serabut tipe A
dan tipe C
↓
Medulla spinalis
↓
Sistem aktivasi
reticular
↓
Hipotalamus dan
system limbik
↓
Otak
↓
Persepsi nyeri
↓
Nyeri akut
Diagnosa Utama:
Gangguan ventilasi Spontan b.d otot pernafasan tidak adekuat
Rasional:
Ditandai dengan Pasien terlihat sesak ,pasien terpasang alat bantu, naiknya
respirasi,pCO2 meningka,pO2 menurun,SpO2 menurun
7. Rencana Keperawatan
Nama klien: Tn.S Dx.Medis:SOL, meningioma Ruang: ICU
No Tanggal Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Gangguan Ventilasi ( Respons Ventilasi Mekanik L.01005) Manajemen jalan nafas buatan ( I.
23 februari Spontan 01012)
2021 Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Observasi:
D.0004: selama 2x 24 jam, Respons ventilasi mekanik Monitor posisi selang ETT
Kategori :Fisiologis meningkat dengan kriteria hasil : Monitor tekanan balon ETT
Subkategori Indicator Awal Target setiap 4-8 jam
:Respirasi Kesulitan bernafsan 1 5 Monitor kulit stoma
dengan ventilasi trakeostomi
Sekresi jalan nafas 1 5
Suara nafas tambahan 1 5 Terapeutik:
Respon pasien:
DS: -
DO:
- Masih terlihat kesadaran menurun
- Masih terlihat gelisah
- E2M1VX
- TD 105/75 mmHg
- N: 109x/menit
- RR: 26x/menit
- SPO2: 90%
- PO2: 71.8 L
- PCO2 40,1 mmHg
DIABETES MELITUS
Oleh :
2011040109
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Faktor-faktor resiko :
12. Pathway
insulin insulin
Neropati
Intoleransi Risiko
aktivitas ketidakseim- Paratesia, sensibilitas
nyeri, suhu bangan nutrisi
menurun kurang dari
kebutuhan tubuh
Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
1. Diet
2. Latihan/Olahraga
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
15. Fokus Pemgkajian
a. Demografi
Klien dengan penyakit diabetes melitus (DM) secara umum di
klasifikasikan menjadi 2 yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada klien
DM biasanya dipengaruhi oleh kerusakan sel beta ataupun faktor risiko
lain seperti umur, riwayat keluarga, hipertensi dan obesitas.
b. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum DM biasanya
disebabkan oleh hipertensi. Pada penyakit ini dapat menyebabkan
komplikasi kronis seperti retinopati, neropati dan nefropati.
c. Pengkajian bio-psiko-sosial
d. Aktivitas istirahat
Gejala :
kelelahan ekstrem kelemahan dan malaise, gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
e. Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri dada
(angina) Tanda :
Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah dan halus, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi pada penyakit
tahap akhir, friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi
rasa) pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan
pendarahan.
f. Integritas Ego
Gejala :
Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya. Peran
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
g. Eiminasi
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, Malnutrisi, kembung, diare, konstipasi.
Tanda :
Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berwarna. Oliguria, dapat menjadi anuria.
h. Makanan /
Cairan Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa
metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
pengguanaan diuretik.
Tanda :
Distensi abdomen / asietas, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit. Edem (umum, tergantung). Ulserasi gusi,
pendarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak
subkutan, tampak tak bertenaga.
i. Neorosensasi
Gejala :
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom
Kaki, gelisah ; kebas terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda :
Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketikmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, koma. Kejang, fasikulasi otot,
aktifitas kejang, Rambut tipis, kuku rapuh dan tips.
j. Nyeri /
Kenyamanan Gejala
:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki. Memburuk
pada malam hari.
Tanda :
perilaku berhati-hati dan gelisah.
k. Pernafasan
Gejala :
nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk dengan / tanpa
sputum kental atau banyak.
Tanda :
takiepna, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (Pernafasan
kusmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(edema paru).
l. Pemeriksaan fisik
Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas
nyeri. Kesadaran klien dari compos mentis sampai coma.
Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea,
nadi meningkat dan reguler.
Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan
terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran
hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid
pada leher.
Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-
debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak
simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor
jelek, perut buncit.
Genital.
Kelemahan dalam libido, genitalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik
dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
d. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d manajemen diri
diabetes
b. Intoleransi aktivitas b.d pergerakan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
perilaku patuh diet yang disarankan
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d manajemen diri
diabetes
e. Rencana Tindakan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Risiko Tujuan: Manajemen hiperglikemia
ketidaksta Setelah dilakukan asuhan c. Monitor kadar glukosa
bilan keperawatan selama 3x24 darah, sesuai indikasi
kadar jam diharapkan d. Monitor tanda dan
glukosa kadarglukosa normal gejala hiperglikemi :
darah b.d kembali. poliuria, polidipsi,
manajem NOC : polifagi, kelemahan,
en diri a. Blood glucose, risk letargi, malaise,
diabetes for unstable pandangan kabur atau
b. Diabetes sakit kepala
self e. Berikan isnulin sesuai
management resep
Kriteria Hasil : f. Instruksikan pada
c. Penerimaan: pasien dan keluarga
kondisi kesehatan
d. Kebutuhan perilaku: mengenai manajemen
diet sehat diabetes selama sakit,
e. Dapat termasuk penggunaan
mengontrol gula insulin dan obat oral,
darah monitor asupan cairan,
f. Dapat penggantian
mengontrol stres karbohidrat dan kapan
g. Status nutrisi mencari bantuan
adekuat petugas kesehatan
h. Mengkontrol sesuai kebutuhan
perilaku berat
badan
i. Olahraga teratur
Intolerans Tujuan: Manjaemen energi
i aktivitas Setelah dilakukan asuhan q. Monitor asupan nutrisi
b.d keperawatan selama 3x24 untuk mengetahui
pergeraka jam diharapkan intoleran sumber energi
n aktivitas sehari-hari klien r. Catat waktu dan lama
dapat dilakukan sendiri. istirahat tidur pasien
NOC : s. Anjurkan tidur siang bila
g. Energy conservation perlu
h. Activity tolerance t. Anjurkan aktivitas fisik
i. Selfcare :ADLs sesuai dengan
Kriteria Hasil : kemampuan energi
j. Berpartisipasi dalam pasien.
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanann darah, nadi dan
RR
k. Mampu melakukan
aktivitas sehari
hari
secara mandiri
l. TTV normal
m. Level kelemahan
n. Energy psikomotor
o. Mampu berpindah
dengan atau tanpa
bantuan alat
p. Sirkulasi status baik
Ketidakse Tujuan: Manajemen nutrisi
imbangan Setelah dilakukan asuhan ff. Monitor asupan makan
nutrisi keperawatan selama 3x24 gg.
kurang jam diharapkan nafsu njurkan pasien terkait
dari makan klien meningkat. dengan kebutuhan diet
kebutuha NOC : untuk kondisisakit
n tubuh u. Status nutrisi hh.
b.d v. Status nutrisi : makanan tur diet yang diperlukan
perilaku dan cairan
patuh diet w. Intake
yang x. Nutritional status :
disaranka nutrient intake
n y. Weight control
Kriteria Haasil :
z. Adanya peningkatan BB
sesuai dengan tujuan
aa. BB ideal sesuai
dengan tinggi badan
bb. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
cc. Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
dd. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
ee. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
Risiko Tujuan: Pengajaran : proses
ketidakef Setelah dilakukan asuhan penyakit
ektifan keperawatan selama 3x24 rr. Jelaskan tanda dan
perfusi jam diharapkan sirkulasi gejala yang umum dari
jaringan jaringan kembali stabil penyakit, sesuai
perifer NOC : kebutuhan
b.d ii. Status sirkulasi ss. Review pengetahuan
manajem jj. Tissue perfusion : pasien mengenai
en diri serebral kondisinya
diabetes Kriteria Hasil : tt. Beri informasi kepada
kk. Membuat keputusan keluarga/orang
dengan benar yangpenting bagi
ll. Memproses informasi pasien mengenai
mm. perkembangan pasien,
ekanan sistole dan sesuai kebutuhan
diastole diharapkan uu. Diskusikan perubahan
dalam rentang yang gaya hidup yang
diharapkan mungkin diperlukan
nn. Tidak ada orthostatik untuk mencegah
hipertensi komplikasi dimasa akan
oo. Tidak ada tandatanda datang / mengontrol
peningkatan tekanan proses penyakit
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
pp. Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
qq. Menunjukan perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer, S. C., Bare,B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, F. H. (2010). Brunner and
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th ed.).
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins
DISUSUN OLEH:
Hariyanto Wisnu Murti
(2011040109)
IDENTITAS
7. Nama pasien : Tn.E
8. Umur : 50 tahun
9. Alamat : Bojongsari RT 03/7 Kembaran
p. Abdomen: Datar
Nyeri tekan :tidak
Luka operasi Tidak ada
Jenis operasi: -
Keadaan:-
4 4
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
i. Personal Hygiene Bersih
j. Kebutuhan tidur Terpenuhi 10 jam
k. Nilai BMR: 1260
l. Gangguan konsep diri Tidak
TERAPI
Nama obat Dosis Cara pemberian Indikasi
Inf. NS 8 TPM IV Mengganti cairan tubuh
yg hilang
Paracetamol 3x1 gr Infus Untuk mengurangi
nyeri
Omeprazole 2x40 Mg Injeksi Antibiotik yg
digunakan untuk
mengobati infeksi
bakteri
Omeprazole 2x40 mg IV
Citicholin 2x250 mg IV
Furosemid 3x1 amp IV
Novorapid 8 TPM
Metilprednisolon 2x30 Mg Injeksi
Azitromisin 1x500 Mg Injeksi
DATA FOKUS: Terlihat kesadaran menurun, terlihat gelisah, terlihat sesak nafas
Peningkatan RR
Hiperventilasi
Faktor Resiko
(riwayat DM,HT)
↓
Sel beta pancreas
terganggu
↓
1 Maret Produksi insulin
2021 menurun Resiko
↓ ketidakstabilan
Glikogen kadar glukosa
meningkat darah
↓
Hiperglikemi
↓
Tubuh gagal
meregulasi
hiperglikemi
↓
Resiko
ketidakstabilan
kadar glukosa
darah
Diagnosa Utama:
Pola nafas tidak efektif berhubugan dengan hambatan upaya nafas
Rasional:
Keluhan utama pasien adalah pasien terlihat sesak nafas. Disertai data
obyektif :
- Pasien terlihat kesulitan bernafas,
- Pasien terpasang NRM 10 lpm,
- Bunyi nafas ronkhi,
- RR 22x/menit.
12. Rencana Keperawatan
Nama klien: Tn.E Dx.Medis:Penkes, Dm,HT, stroke Ruang:
HCU
No Tanggal Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Pola nafas tidak (Pola nafas L.01004) Manajemen jalan
1 Maret efektif Setelah dilakukan asuhan nafas (I.01011)
2021 keperawatan selama 2x24 Observasi:
D.0005; jam, pola nafas pasien - Monitor pola nafas
kategori meningkat dengan kriteria (frekuensi,
fisiologis; hasil : kedalaman, usaha
subkategori Indikator A T nafas)
respirasi) Frekuensi 2 5 - Monitor bunyi
nafas nafas
Kedalaman 2 5 tambahan(ronkhi)
nafas Terapeutik:
Ket : - Posisikan pasien
6. Memburuk headp up 30⁰
7. Cukup memburuk - Berikan oksigen
8. Sedang Edukasi: -
9. Cukup membaik Kolaborasi:
Membaik Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
jika perlu
Indikator A T A
Frekuensi nafas 2 5 2
Kedalaman nafas 2 5 2
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan(ronkhi)
- Posisikan pasien headp up 30⁰
- Berikan oksigen
Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu
Indikator A T A
Frekuensi nafas 2 5 3
Kedalaman nafas 2 5 3
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan(ronkhi)
- Posisikan pasien headp up 30⁰
- Berikan oksigen
Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu
LAPORAN PENDAHULUAN
TBC DI HCU
Disusun oleh :
1. HARIYANTO WISNU (2011040109)
2. DWIYAN NUR FAIZ (2011040110)
3. DITA YUDIASARI (2011040111)
4. ENOVA TRIYANAH (2011040112)
5. EGIS TRISNASIH (2011040113)
Priscillia LeMone, K. M. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
pernapasan,
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DI RUANG HCU
“PENURUNAN KESADARAN, TB PARU”
DISUSUN OLEH:
2020/2021
IDENTITAS
4. Nama pasien : Tn.H
5. Umur : 32 tahun
6. Alamat : Kasih RT 05/02 Kertanegara
p. Keluhan pusing: Ya
q. Pupil: Isokor Diameter: 2 mm
r. Tanda PTIK: Muntah proyektil: - Nyeri kepala hebat:
Skala 7
s. Curiga fraktur cervikal Jejas clavikula: - Batle sign: -
Bloody rinorhoe: - Bloody Otorhoe: -
Brill hematome: -
t. Tekanan intrakranal (ICP): - mm
u. Obat neurologi yang diberikan (dosis): -
f. Kekuatan otot 2 2
2 2
g. Kelainan ekstremitas Ya: (√) Tidak:
h. Kelainan tulang belakang Ya: (-) Tidak: (√)
i. Fraktur Ya: (-) Tidak: (√)
j. Traksi/spalk/gips Ya: (-) Tidak: (√)
k. Kompartemen sindrom Ya: (-) Tidak: (√)
l. Kulit Ikterik: (-) Kemerahan: (-) Hiperpigmentasi: (-)
Sianosis: (√)
8. Sistem Endokrin
Hipoglikemia Ya: (-) Tidak (√)
Hiperglikemia Ya: (-) Tidak (√)
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
m. Personal Hygiene
Bersih: (-) Kotor: (√) Bau: (√)
n. Kebutuhan tidur
Terpenuhi: (√) Tidak terpenuhi: (-) Jam : Tak terkaji
o. Nilai BMR: 1.344 kkal
p. Gangguan konsep diri Ya: (-) Tidak: (√)
Wanita : 12.0-16.0
Anak : 10.0-16.0
12.0-24.0
Wanita : 4.0-5.0
ANALISA GAS
DARAH
7.35-7.45 mm Hg
PH (Q) 7.50
75.0-100.0 mm Hg
PO2
(H) 152.5 32.0-45.0 mmolL
PCO2
(L) 17.5
HCO3 ACTUAL
(HCO3) 21.0-28.0 mmolL
(L) 92
27/2- SERO
2021 IMUNOLOGI
(L) 26 500-1500 c/uL
CD4
IgG Anti
Toxoplasma (H)12678.00 Non reactive : <1 IU/mL
Ideteminate : 1-30
Reactive : >=30
TERAPI
Nama obat Dosis Cara Indikasi
pemberian
Ceftriaxone 2x2 gram Intravena Obat antibiotik golongan sefalosporin
yang bekerja dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri atau membunuh
bakteri.
Dexamethasone 3x5 mg Intravena Obat untuk mengatasi peradangan, reaksi
alergi, dan autoimun.
Ranitidine 2x50 mg Intravena Obat yang bekerja untuk menangani
gejala atau penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam lambung.
Metronidazole 3x20 mg Intravena Obat untuk mengatasi infeksi bakteri.
Klinimix 20 tpm Infus Memenuhi kebutuhan cairan tubuh yang
hilang.
Fluconazole 1x200mg Intravena Obat untuk mengobati penyakit akibat
infeksi jamur.
Betadin gargle 2x1 mg Oral Obat kumur untuk membersihkan dan
menjaga kesehatan rongga mulut,
mengobati sariawan dan bau mulut.
NAC 3x200mg Enteral Obat untuk mengencerkan dahak.
Rifampicin 1x400mg Enteral Antibiotik untuk membunuh bakteri
INH 1x100mg Enteral Obat antibiotik untuk mengatasi TBC.
Vit B6 1x1 gram Enteral Obat untuk mengobati atau mencegah
penyakit anemia dan untuk
perkembangan otak, sistem syaraf dan
kekebalan tubuh.
Cotrimoksazol 1x2gram Enteral Antibiotik untuk mengobati infeksi.
Asam Folat 1x1gram Enteral Obat untuk menjaga imun tubuh.
DATA FOKUS:
- Terlihat tingkat kesadaran menurun
- Terdapat secret
- Terdenfar bunyi nafas tambahan (ronkhi)
- Mukosa bibir kering
- Pesonal hygiene kotor dan bau
- Terdapat stomatitis
- Terdapat jejas di mulut keluar darah berlebih.
TINDAKAN OPERASI:
Tidak ada tindakan operasi
(TIM)
Analisa Data dan Perumusan Masalah Keperawatan
1 Maret
2021 Ds:- Kerusakan sel otak Risiko perfusi
Do:Pasien terlihat ↓ serebral tidak
penurunan kesadaran Gangguan efektif
dengan kesadaran Sopor: autoregulasi
GCS E1M3V2 ↓
TTV: Td: 111/84 Mmhg. O2 menurun
N:112x/menit ↓
Gangguan
metabolisme
↓
Asam laktat
meningkat
↓
Oedem otak
↓
Gangguan perfusi
jaringan cerebral
Defisit
1 Maret
perawatan diri
2021 Ds: TB paru
Do:Pasien tampak lemas ↓
kulit pasien pucat dan Resolusi focus
kering, pasien tampak primer di
kotor, mukosa bibir pasien jaringan paru
kering dan tampak kotor ↓berkurangnya luas
total permukaan
membrane paru
↓
Kafasitas di fuli
paru menurun
suplai O2 keperifer
menurun
↓
Kelemahan dan
kelelahan
↓
Ketidakmampuan
membersihkan diri
↓
Defisit perawatan
diri
6. Daftar Diagnosa Keperawatan (Prioritas)
No Diagnosa Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas: sekret
2 Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d suplai darah ke otak menurun
3 Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler
7. Diagnosa Utama:
Bersihan jalan nafas b.d spasme jalan nafas : sekret
Rasional:
Penurunan bunyi nafas dengan indikasi ronkhi akumulasi sekret/ketidakmampuan
membersihkan jalan nafas sehinngga otot akssori digunakan dan kerja penafasan meningkat
9. Rencana Keperawatan
Nama klien: Tn. H Dx.Medis: TB Paru Ruang: HCU
No. Tanggal Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. 03/03/2021 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam Manajemen jalan napas
efektif b.d spasme jalan diharapkan Bersihan jalan nafas
O:
nafas: sekret tidak efektif teratasi dengan kriteria
- Monitor pola napas
hasil:
- Monitor bunyi napas tambahan
Indikator Awal Target
(ronkhi/gargling)
Produksi sputum 2 5
- Monitor sputum (Jumlah, warna, aroma)
Ronkhi 3 5
T:
Frekuensi nafas 2 5
- Posisikan semi fowler
Pola nafas 2 5 - Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
- Berikan oksigen
E:
- Ajarkan teknik batuk efektif
K: Kolaborasi pemberian bronkodilator,
NAC, INH jika perlu
10. Catatan keperawatan (diagnosa keperawatan utama)
Nama : Tn. H Dx.Medis : TB Paru Ruang : HCU
Hari
Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan dan Respon Pasien Paraf
Tanggal/Jam
3/03/2021 Bersihan jalan nafas tidak Manajemen jalan napas TIM
efektif b.d spasme jalan
- Memonitor pola napas
nafas: sekret
- Memonitor bunyi napas tambahan (ronkhi/gargling)
- Memonitor sputum (Jumlah, warna, aroma)
- Memposisikan semi fowler
- Melakukan fisioterapi dada
- Melakukan suction/ penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Memberikan oksigen NRM 10 lpm
- Melakukan kolaborasi pemberian obat NAC 3x200 g, INH 1 x 100mg
DS: -
DO:
- Masih terlihat kesadaran menurun
- Masih terlihat sesak nafas
- Konsistensi sekret lendir
- Warna sekret kehijauan
- Bau khas
- Tekanan darah 110/85 mmHg
- RR 24x/menit
- SPO2 100%
- MAP 93%
- N: 112x/menit
11. Catatan Perkembangan/SOAP (Diagnosa Utama)
Nama Klien : Tn. H Dx.Medis : TB Paru Ruang : HCU
Hari/Tanggal/Jam/ SOAP Paraf
Diagnosa Keperawatan
Rabu, 3 Maret 2021, Jam S: - TIM
11.30 WIB. O:
Bersihan jalan nafas tidak - Masih terlihat kesadaran menurun
efektif b.d spasme jalan - Masih terlihat sesak nafas
nafas: sekret - Konsistensi sekret lendir
- Warna sekret kehijauan
- Bau khas
- Tekanan darah 111/80 mmHg
- RR 24x/menit
- SPO2 100%
- MAP 73%
- N: 112x/menit
A: Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif belum teratasi
Indikator Awal Target Akhir
Produksi sputum 2 5 4
Ronkhi/Gurgling 3 5 3
Frekuensi nafas 2 5 4
Pola nafas 2 5 3
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan (ronkhi/gargling)
- Monitor sputum (Jumlah, warna, aroma)
- Posisikan semi fowler
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, NAC, INH jika perlu
ANALISIS JURNAL
THE POTENTIAL FOR TREATMENT SHORTNING WITH HIGHER RIFAMPICIN
DOSES : RELATING DRUG EXPOSURE TO TREATMENT RESPONSE IN PATIENTS
WITH PULMONARY TUBERCULOSIS (POTENSI PEMENDEKAN PENGOBATAN
DENGAN DOSIS RIFAMPISIN LEBIH TINGGI : TERKAIT PAPARAN OBAT
DENGAN RESPON PENGOBATAN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU)
DISUSUN OLEH:
(“Potensi Pemendekan Pengobatan Dengan Dosis Rifampisin Lebih Tinggi: Terkait Paparan
Obat dengan Respon Pengobatan pada XX Penderita Tuberkulosis Paru”).
Alamat Jurnal publish:
Infectious Diseases Society of America
Kriteria Pemberian Intervensi
Problem . Sebagai pembunuh penyakit menular terkemuka, tuberkulosis tetap
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kemanjuran
terapi tuberkulosis yang tersedia terbatas, sebagian karena lamanya
pengobatan, yang merupakan hambatan untuk pengendalian
tuberkulosis yang efektif. Model tuberkulosis murine menunjukkan
bahwa efek bakterisidal dan sterilisasi dari rifampisin dapat
ditingkatkan dengan peningkatan dosis, menghasilkan pemendekan
pengobatan yang signifikan. Pada pasien dengan tuberkulosis, dosis
hingga 40 mg / kg setiap hari aman dan dapat ditoleransi dengan
baik selama 14 hari
. Populasi : Penelitian ini menggunakan 336 pasien tuberkulosis paru
(97 dengan data farmakokinetik) yang diobati dengan dosis
rifampisin 10, 20, atau 35 mg / kg.
Intervention Penulis memaparkan penelitian ini melibatkan pasien tuberkulosis
paru yang baru didiagnosis dari 7 lokasi di Tanzania dan Afrika
Selatan.Konsentrasi obat dinilai pada hari ke 28 pada 20 pasien per
lengan, secara berurutan terdaftar dari 2 situs Afrika Selatan dan 2
Tanzania. Dosis pagi diberikan setelah sarapan ringan, dan
pengambilan sampel darah dilakukan dalam waktu 30 menit
sebelum dan sesudah dalam 24 jam setelah pemberian dosis.
Comparation Comparation
1. Jurnal : Efficacy and Safety of High Dose Rifampin in
Pulmonary Tuberculosis A Randomized Controlled Trial
Dalam jurnal ini metode yang digunakan adalah uji klinis
intervensi dan fase kontrol. Pada uji klinis intervensi diberikan dosis
rifampisin pada 10, 15, dan 20mg / kg / hari selama fase intensif.
Hasil penelitian ini pada uji klinis pertama untuk menunjukkan
respon dosis dan paparan dari rifampisin dosis tinggi dalam kondisi
terapi kombinasi. Dosis dan paparan rifampisin yang lebih tinggi
menghasilkan peningkatan kecepatan sterilisasi kultur sputum.
Penelitian ini berdasarkan pada hasil farmakokinetik dari penelitian
ini dan penelitian lain yang menunjukkan bahwa paparan rifampisin
meningkat setidaknya secara proporsional dengan dosis yang lebih
tinggi, dengan secara jelas menunjukkan bahwa tingkat eliminasi
juga terkait dengan rifampisin.
Kesimpulannya, ini adalah uji coba terkontrol pertama untuk
menunjukkan respon dosis dan paparan rifampisin dosis tinggi pada
sterilisasi kultur sputum dalam kondisi terapi kombinasi. Dosis
rifampisin hingga 20 mg / kg / hari aman dibandingkan dengan dosis
standar. Ini temuan mendukung pertimbangan ulang pedoman dosis
standar yang direkomendasikan saat ini dan penyelidikan lanjutan
dari rifampisin dosis tinggi, di atas 20 mg / kg, untuk potensi
pemendekan pengobatan.
2. Komparasi
Tuberkulosis tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
besar dan lamanya pengobatan menghambat pengendalian
tuberkulosis yang efektif. Dosis rifampisin yang lebih tinggi telah
dikaitkan dengan aktivitas bakterisidal yang lebih baik, tetapi dosis
optimal tidak pasti.
Pemberian dosis lebih tinggi > 35 mg / kg bisa jadi lebih
efektif. Mengoptimalkan dosis rifampisin sambil mencegah
toksisitas merupakan prioritas klinis. Kelompok eksperimen lain
pada jurnal pembanding juga menyebutkan bahwa dosis dan paparan
rifampisin yang lebih tinggi menghasilkan peningkatan kecepatan
sterilisasi kultur sputum dan berpotensi dalam pemendekan
pengobatan.
Outcome Hasil penelitian ini menunjukan paparan rifampisin yang lebih tinggi
meningkatkan kemungkinan konversi kultur awal. Tidak ada batas
maksimal efek yang terdeteksi dalam rentang yang diamati. Proporsi
pasien yang diharapkan dengan konversi kultur stabil pada media
cair pada minggu ke 8 diperkirakan meningkat dari 39% (interval
kepercayaan 95%, 37% -41%) menjadi 55% (49% -61%), dengan
area rifampisin di bawah kurva meningkat dari 20 menjadi 175 mg /
L jam (mewakili 10 dan 35 mg / kg, masing-masing). Prediktor lain
dari TSCC adalah jumlah bakteri awal, proporsi hasil kultur tidak
tersedia, dan substitusi etambutol untuk moxifloxacin. Pemberian
dosis lebih tinggi > 35 mg / kg bisa jadi lebih efektif.
Mengoptimalkan dosis rifampisin sambil mencegah toksisitas
merupakan prioritas klinis.
Time of Tinjauan pustaka dari atas jurnal dan jorarticle dilakukan selama 16
frame Minggu dengan artikel yang menggunakan kata kunci rifampisin
dosis tinggi.
Implikasi/ Pada penelitian ini hanya pengobatan Rifampicin saja, tetapi lebih
rekomendasi baik pada pasien yang menggunakan Rifampisin akan menimbulkan
efek samping seperti warna urin, tinja sehingga sebelum pasien
mengkonsumsi obat rifampisin pasien diberikan penjelasan terlebih
dahulu tentang efek mengkonsumsi rifampisin.