Anda di halaman 1dari 255

LAPORAN PORTO FOLIO

STASE KEPERAWATAN GADAR KRITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Kegawatdaruratan dan Kritis

DISUSUN OLEH :

HARIYANTO WISNU MURTI


2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

AKUT MIOKARD INFARK

Disusun oleh :
HARIYANTO WISNU MURTI
2011040109

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
A. Definisi
Akut miokard infak (AMI) merupakan gangguan aliran darah kejantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah
terjadi sumbaan korone akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah
disekitarnya. Daerah otot disekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung,
dikatakan mengalami infark. (Guyton, 2015).

B. Etiologi
a. Coronary Arteri Disease : aterosklerosis, arthritis, trauma pada koroner, penyempitan
arteri koroner karena spasme atau desekting aorta dan arteri koroner.
b. Coronary Arteri Emboli : infective endokarditis, cardia myxoma, cardiopulmona
bypass surgery, arteriography koroner.
c. Kelainan congenital : anomali arteri koronaria.
d. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miocard : tirotoksikosis, hipotensi
kronis, keracunan karbon monoksida, spenosis atau insufisiensi aorta.
e. Gangguan Hematologi : anemia, polisitemia vera, hypercoagulabity, thrombosis,
trombositosis dan DIC. (Wajan Juni Udjianti. 2013. Hal 82)
Adapun faktor resiko yang menyebabkan terjadinya Miokard Infark dan dapat
diubah adalah :
a. Mayor
yaitu Merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan pola
makan (diit tinggi lemak dan tinggi kalori).
b. Minor
yaitu Stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) dan inaktifitas
fisik.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala infark miokard menurut Sudoyo, Dkk (2015) yaitu:
a. Nyeri dada substernum yang terasa berat, menekan seperti di remas-remas dan
terkadang menjalar ke leher, rahang, epigastrium, bahu atau lengan kiri, atau rasa
tidak enak di dada.
b. Nadi biasanya cepat dan lemah
c. Diaforesi
d. Nyeri dada retrosternal. Seperti: diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas, atau
ditindih barang besar
e. Mual-muntah, yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat.
f. Sesak, dispnue
g. Pusing, dan lemah
h. Diaphoresis
i. Kulit dingin dan lembab, Pucat
j. Pengeluaran urine berkurang karena penurunan aliran darah gijal serta
peningkatan aldosterol dan ADH.
k. Aritmia Cardiac
l. Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung
m. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas (Nugroho, 2011).

D. Patofisiologi
Pasien yang menderita AMI mengalami aterosklerosis koroner. Pembentukan
thrombus terjadi paling sering pada area lesi aterosklerosis sehingga menghambat aliran
darah ke jaringan miokardium. Rupture plak dinyakini menjadi mekanisme pemicu untuk
perkembangan thrombus pada sebagian besar pasien dengan IM. Faktor resiko
kardiovaskular memainkan peran dalam kerusakan endothelial yang menimbulkan
disfungsi endotelia. Disfungsi endothelium berperan pada aktivasi respons inflamasi dan
pembentk plak aterosklerosis ketika plak mengalami ruptur, thrombus terbentuk pada
area tersebut sehingga dapat menghambat aliran darah yang kemudian menimbulkan IM
(Sudoyo, 2015).
Kerusakan ireversibel pada miokardium dapat mulai terjadi sejak 20 sampai 40
menit setelah gangguan aliran darah, akan tetapi proses dinamis infark mungkin tidak
selesai selama beberapa jam. Perubahan sel terkait IM dapat diikuti dengan
perkembangan ekstensi infark (nekrosis miokardium baru), ekspansi infark (penipisan
dan dilatasi zona infark yang tidak seimbang), atau remodeling ventrikel (penipisan dan
dilatasi ventrikel yang tidak seimbang) (Sudoyo, 2015).

E. Pathway

Aterosklerosis

Trombosis

Aliran darah ke jantung

Oksigen dan nutrisi turun

Jaringan Miocard Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Supply Oksigen ke Miocard turun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Pola
Timbunan asam nyeri Integritas membran sel berubah
nafas
laktat meningkat
tidak
efektif Resiko penuruna n curah jantung
Fatique Cemas Kontraktilitas
turun

Intoleransi
aktifitas

Kegagalan
COP pompa jantung

Gangguan Gagal jantung


perfusi
jaringan
Resiko kelebihan volume
cairan
F. Komplikasi
Komplikasi infark miokard akut menurut (Sudoyo, 2015) yaitu:
a. Komplikasi vaskuler
1) Iskemia berulang
2) Infark berulang
b. Komplikasi miokardium
1) Disfungsi sistolik
2) Disfungsi diastolic
3) Gagal jantung kongestif
4) Hipotensi / syok kardiogenik
5) Infark ventrikel kanan
6) Dilatasi kavitas ventrikel

G. Pemeriksaaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Ketika sel miokardium rusak oleh infark, berada biokimia dilepaskan kedalam aliran
darah dan dapat di deteksi oleh pemeriksaan laboratorium. Menurut (Sudoyo, 2015)
yaitu:
1) Creatinin kinase (CK)
2) Mioglobin protein
3) Troponin protein
b. Pemeriksaan Kardiogram
EKG dapat digunakan untuk mendeteksi pola iskemia, cidera, dan infark.

H. Penatalaksanaan
a. Istirahat total
b. Penanganan nyeri, dapat berupa terapi farmakologi yaitu: morfin 2,5-5 mg IV atau
Petidin 25-50 mg IM.
c. Membatasi ukuran infark myocardium
1) Anti koagulan.
2) Anti trombolitik
3) Antilipemik
4) Vasodilator perifer
d. Pemberian Oksigen 2-4 liter/menit
e. Diet jantung bentuk MII
f. Pasang infus RL untuk persiapan pemberian obat intravena. ( Arif Muttaqin, 2012
hal. 79 )

I. Asuhan Keperawatan Akut Miokard Infark (AMI)


1. Pengkajian Primer AMI

a) Airways

 Sumbatan atau penumpukan secret

 Wheezing

b) Breathing

 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

 RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

 Ronchi

 Ekspansi dada tidak penuh

 Penggunaan otot bantu nafas

c) Circulation

 Nadi lemah , tidak teratur

 Takikardi

 TD meningkat / menurun

 Edema

 Gelisah

 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis

 Output urine menurun

2. Pengkajian Sekunder AMI


a) Aktifitas
 Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap,
jadwal olah raga tidak teratur.
 Tanda : Takikardi,dispnea pada istirahat / aktifitas

b) Sirkulasi

 Gejala : Riwayat AMI sebelumnya, masalah TD, DM.

 Tanda : TD dapat normal atau naik/turun.

 Nadi dapat normal, penuh / tak kuat atau lemah

 Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra S3 / S4 mungkin menunjukkan


gagal jantung / penurunan kontraktilitas ventrikel.

 Murmur, bila ada menunjukkan gagal katub/disfungsi otot papiler

 Friksi dicurigai perikarditis

 Irama jantung : dapat teratur/tidak teratur

 Edema : distensi vena jugular, edema dependen / perifer, edema


umum krekels mungkin ada dengan gagal jantung

 Warna : pucat/ sianosis / kulit abu-abu kuku datar pada membran mukosa
dan bibir.

c) Nyeri / ketidaknyamanan

 Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak

 Lokasi : tipikal pada dada anterior, subternal, prekordia, dapat


menyerang ke tangan, rahang wajah.

 Kualitas : menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti


dapat dilihat.

 Intensitas : biasanya pada skala 1-5.


d) Pernafasan

Gejala :

 Dyspnea dengan / tanpa kerja, dyspnea nokturnal

 Batuk dengan / tanpa sputum

 Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis

Tanda :

 Peningkatan frekuensi pernafasan

 Sianosis

 Bunyi nafas : bersih/krekels

 Sputum : bersih, merah muda kental

J. Diagnosa Keperawatan Akut Miokard Infark (AMI) dan Intervensi

1. Nyeri akut agent cidera iskhemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, kecemasan

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan


dan suplai oksigen.

4. Cemas berhubungan dengan nyeri yang diantisipasi dengan kematian.

5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan. gangguan mekanisme regulasi

DAFTAR PUSTAKA

Bluechek,M.Gloria, dkk. (2016). Nursing Interventios Classification (NIC).Yogyakarta :


ELSEVER
Corwin,E.J. (2015). Buku saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Herdman,H. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi Edisi 10.Jakarta: EGC
Moerhead,Sue, dkk. (2016).Nursing Outcomes Classification (NOC). Yogyakarta : ELSEVER.
Muttaqin, Arif. (2012).Asuhan Keperawatan Klien dengan Ganggguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Santosa, S. (2015). Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Cermin Dunia kedokteran
Setiadi. (2014). Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudoyo, S., dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Jakarta: Interna
Publishing
Udjianti, Wajan Juni. (2013). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ SDH”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KE-4

Nama Mahasiswa : Hariyanto Wisnu Murti Nama Pasien : Sdr. Z

Nim : 2011040109 Usia : 18 tahun

Hari/tanggal : Senin,1 februari 2021 Dx. Medis : SDH

KASUS A1

Sdr.Z (18 tahun) dibawa ke IGD RSMS dengan penurunan kesadaran karena kecelakaan motor,
Hasil pengkajian fisik didapatkan tidak ada obstruksi jalan nafas, RR: 26 x/menit, TD:137/87
mmHg, N:102x/menit S:38,4⁰C, CRT<3 detik, akral hangat, GCS E2V4M6. Terdapat benjolan
pada bagian temporalis, perdarahan keluar dari lubang telinga, tidak ada jejas. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit kronis dan alergi. Pemeriksan CT- scan didapatkan terdapat SDH
pada region frontotemporal region kanan.

PENGKAJIAN

A. Primary Survey

Airway
Look (I) Tidak terdapat adanya gangguan jalan nafas, tidak batuk dan tidak
terdapat adanya sekret, tidak ada obstruksi jalan nafas.

Listen (A) Tidak terdengar suara gurgling,snoring,stidor

Feel (P) Hembusan nafas terasa dipunggung tangan

Breathing
Look (I) Pasien sesak nafas , pernafasan cepat dan dangkal, pergerakan dinding
dada simetris, RR: 26x/menit, terdapat benjolan di bagian temporalis

Listen (A) Terdengar suara nafas vesikuler

Listen (P) Terdengar perkusi dada sonor

Feel (P) Terasa hembusan nafas, tidak ada krepitasi


Circulation
Look (I) Pasien terlihat pucat, lemas, tidak ada sianosis, terdapat perdarahan
Keluar dari lubang telinga

Listen (A) Bunyi jantung terdengar lub dup (s1=s2), Td: 137/87 mmHg
Listen (P) Di perkusi terdengar redup

Feel (P) Suhu : 38,4 Nadi : 104x/menit teraba kuat, akral teraba hangat, CRT <
3dtk.
Disability Penuruanan kesadaran (Apatis)
GCS : 12
E2 (Respon saat ada rangsang nyeri)
V4 (Pasien kebingunan atau percakapan tidak lancar)
M6 (Melakukan gerakan ketika diperintahkan)
diameter 3mm

Exposure
Tidak terdapat jejas atau luka

B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non Trauma)

K : Terdapat perdarahan keluar dari lubang telinga hasil CT-Scan terdapat SDH pada region
frontotemporal region kanan.

O : keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan

M : keluarga pasien mengatakan pasien terakhir makan 2 jam yang lalu sebelum ke Rs

P : keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama

A : keluarga Pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan

K : Sdr.Z (18 tahun) dibawa ke IGD RSMS dengan penurunan kesadaran karena kecelakaan
motor, Hasil pengkajian fisik didapatkan tidak ada obstruksi jalan nafas, RR: 26 x/menit,
TD:137/87 mmHg, N:102x/menit S:38,4⁰C, CRT<3 detik, akral hangat, GCS E2V4M6.
Terdapat benjolan pada bagian temporalis, perdarahan keluar dari lubang telinga, tidak ada jejas.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis dan alergi. Pemeriksan CT- scan didapatkan
terdapat SDH pada region frontotemporal region kanan.

C. Asuhan Keperawatan

 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan jaringan perfusi serebral b.d Trauma
2. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
 Analisa Data

NO Analisa Data Diagnosa keperawatan Pathway

Gangguan jaringan Trauma kepala


1. Ds : perfusi serebral b.d
Pasien mengalami penurunan trauma Ekstra kranial
kesadaran
Do:
Terdapat benjolan pada bagian Terputusnya
temporalis, perdarahan keluar Komunitas
dari lubang telinga, Pemeriksan jaringan
CT- scan didapatkan terdapat
SDH pada region
frontotemporal region kanan. gangguan suplai
Td: 137/87 mmHg, N: darah ke otak
102x/menit,S: 38,4,

Iskemia

hipoksia

Perubahan
jaringan serebral

 Rencana tindakan keperawatan

Tgl Diagnosa keperawatan SLKI SIKI


dan
waktu
Senin Gangguan jaringan Setelah dilakukan tindakan Manajemen
01-02- perfusi serebral b.d keperawatan diharapkan Perdarahan:
2021 Trauma masalah teratasi dengan kriteria
Jam hasil: 1.Monitor tekanan
13.00 Indikator A T darah dan
Wib hemodinamik
Tekanan 1 5
intra 2. Posisikan pasien
kranial headp up 30⁰

Kesadaran 1 5 3. Anjurkan
membatasi
aktivitas
Demam 1 5

Ket : 4. Kolaborasi
1:Meningkat pemberian Cairan
2:Cukup meningkat dan obat
3: sedang paracetamol untuk
4: cukup menurun demam
5: menurun

 Implementasi dan Evaluasi

Tgl Implementasi & respon Evaluasi Paraf


dan
waktu
Jam : 13.00 wib Jam : 14.00 wib
Senin, Memonitor tekanan darah dan S: Pasien masih mengalami
01-02- parameter hemodinamik penurunan kesadaran
2021 Respon: O:
Jam Ds: - Pasien masih mengalami
13.00 Do: tekanan darah 137/87 mmHg penurunan kesadaran, perdarahan
wib Memposisikan head up 30⁰ telah terhenti, Rr: 25x/menit
Respon : Pasien terpasang O2 sebanyak 10
Do: pasien dalam posisi head up Lpm
30⁰ Pasien dalam posisi head up 30⁰
Pasien telah diberikan terapi obat
Memberikan terapi oksigen paracetamol
Respon : A: Masalah pola napas tidak wisnu
Do: pasien telah diberikan terapi efektif belum teratasi
O2 sebanyak 10 Lpm Indikator A T A

Memonitor Ttv
Respon:
Do: Td: 137/87 mmHg, N:
102x/menit
Tekanan 1 5 1
Mengkolaborasi pemberian cairan intra
serta obat paracetamol kranial
Respon : Kesadaran 1 5 1
Do: pasien telah dilakukan
pemberian paracetamol

S:37,8 Demam 1 5 2

P: Lanjutkan intervensi pasien


dipindahkan keruang rawat.
- Monitor KU dan TTV
- Monitor pola nafas
- Monitor . tekanan intra kranial
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ Tumor mediastinum”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KE-4

Nama Mahasiswa : Hariyanto Wisnu Murti Nama Pasien : Tn.M

Nim : 2011040109 Usia : 24 tahun

Hari/tanggal : Selasa,2 februari 2021 Dx. Medis : Tumor Mediastinum

KASUS A6

Tn.M (24 tahun) dibawa ke IGD dengan kesadaran spoor, GCS: E3M2V2, skala nyeri 5 (face
scale), ada sumbatan jalan nafas, secret(+), stridor(+), pasien tampak sesak, dispneu, dipasang
oksigen NRM 10 lpm, ronkhi(+). Hasil TTv: RR: 38x/menit, Nadi:108x/menit, TD: 123/75
mmHg, SpO2:78%, CRT<2 detik, anemi(-), JVP 5+4 cmH2O, akral dingin, gambaran ECG
sinus takikardi. Hasil pemeriksaan USG sebelumnya: tumor sudah mendesak sampai ke karina
dan atrium kanan.

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi


AGD:
pH 7,25 mmHg 7,3 5-74,5 Menurun
pCO2 83 mmHg 35-45 Meningkat
pO2 63,7 mEq/L 80-100 Menurun
HCO3 34,3 mmol/L 22-26 Meningkat
TCO2 69,7 mmol/L 25-29 Meningkat
BE 3,6 (-2)-(+3) Meningkat
Hematologi: 14,1 g/dl 13,5-17,5 Normal
Hb 4,97 Juta/ul 4,5-6,5 Normal
Eritrosit leukosit 10.000 /mm3 4.500-13.000 Normal
Trombosit 500.000 Mm3 150-450.000 meningkat
Kimia klinik
Ureum 26 37⁰C 15-50 Normal
Kreatinin 0,67 Mg/dl 0,57-0,87 Normal
GDS 119 g/dl <140 Normal
Natrium 138 mg/dl 135-145 Normal
Kalium 4,5 mg/dl 3,6-5,5 Normal
Kalsium 4,81 mEg/dl 4,7-5,2 Normal

PENGKAJIAN

A. Primary Survey

Airway
Look (I) Terdapat sumbatan jalan nafas, terdapat sekret

Listen (A) Terdengar suara stridor

Feel (P) Hembusan nafas terasa dipunggung tangan

Breathing
Look (I) Pasien sesak nafas (dyspnea) , pernafasan cepat dan dangkal, pergerakan
dinding dada simetris, terdapat ada penggunaan otot bantu
napas,RR:38x/meni, terpasang oksigen NRM 10 Lpm
Listen (A) Terdengar suara ronkhi

Listen (P) Terdengar perkusi dada sonor

Feel (P) Terasa hembusan nafas, tidak ada krepitasi


Circulation
Look (I) Pasien terlihat pucat, lemas, tidak ada sianosis, tidak ada perdarahan
SpO2 : 78% .

Listen (A) Bunyi jantung terdengar lub dup (s1=s2), Td: 123/75 mmHg

Listen (P) Di perkusi terdengar redup

Suhu : 37,7 Nadi : 17x/menit teraba kuat, akral teraba dingin, CRT <
Feel (P) 2dtk.,anemi(-),JVP 5+4 cmH2O

penuruanan kesadaran (sopor)


Disability GCS : 7
E3 (membuka mata saat diberi respon suara)
V2 (Hanya mengerang)
M2 (extensi abnormal)

Expouser
Tidak terdapat jejas atau luka, USG sebelumnya: tumor sudah mendesak
ke karina dan atrium kanan

B. Secondary Survey dengan KOMPAK (Trauma) & Keluhan Utama (Non Trauma)

K :Pasien terdapat sumbatan jalan nafas, pasien sesak nafas

O :keluarga pasien mengatakan pasien sedang mengkonsumsi obat dan pengobatan rutin sejak
bulan januari yang lalu
M : keluarga pasien mengatakan pasien terakhir makan 2 jam yang lalu sebelum ke Rs

P : keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama

A : keluarga Pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan

K : Tn.M (24 tahun) dibawa ke IGD dengan kesadaran spoor, GCS: E3M2V2, skala nyeri 5 (face
scale), ada sumbatan jalan nafas, secret(+), stridor(+), pasien tampak sesak, dispneu, dipasang
oksigen NRM 10 lpm, ronkhi(+). Hasil TTv: RR: 38x/menit, Nadi:108x/menit, TD: 123/75
mmHg, SpO2:78%, CRT<2 detik, anemi(-), JVP 5+4 cmH2O, akral dingin, gambaran ECG
sinus takikardi. Hasil pemeriksaan USG sebelumnya: tumor sudah mendesak sampai ke karina
dan atrium kanan.

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi


AGD:
pH 7,25 mmHg 7,3 5-74,5 Menurun
pCO2 83 mmHg 35-45 Meningkat
pO2 63,7 mEq/L 80-100 Menurun
HCO3 34,3 mmol/L 22-26 Meningkat
TCO2 69,7 mmol/L 25-29 Meningkat
BE 3,6 (-2)-(+3) Meningkat
Hematologi: 14,1 g/dl 13,5-17,5 Normal
Hb 4,97 Juta/ul 4,5-6,5 Normal
Eritrosit leukosit 10.000 /mm3 4.500-13.000 Normal
Trombosit 500.000 Mm3 150-450.000 Meningkat
Kimia klinik
Ureum 26 37⁰C 15-50 Normal
Kreatinin 0,67 Mg/dl 0,57-0,87 Normal
GDS 119 g/dl <140 Normal
Natrium 138 mg/dl 135-145 Normal
Kalium 4,5 mg/dl 3,6-5,5 Normal
Kalsium 4,81 mEg/dl 4,7-5,2 Normal

C. Asuhan Keperawatan

 Diagnosa Keperawatan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan udara ke alveoli
 Analisa Data

NO Analisa Data Diagnosa keperawatan Pathway

Bersihan jalan nafas Etiologi


1. Ds : tidak efek berhubungan (virus bakteri)
Pasien sesak dengan sekresi yang
Do: tertahan Adanya zat yang
Terdapat sumbatan jalan nafas, bersifat initiliation
terdengar bunyi stridor, numyi
ronkhi pada paru
RR:38x/menit Memicu
terbentuknya sel
tumor

Terbentuknya
neoplasma

Adanya tumor di
mediastinum

Obstruksi jalan nafas

dyspnea

Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas

 Rencana tindakan keperawatan

Tgl Diagnosa keperawatan SLKI SIKI


dan
waktu
selasa Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan
02-02- tidak efektif b.d keperawatan diharapkan nafas
2021 hipersekresi jalan nafas masalah pola napas efektif
Jam dengan kriteria hasil: 1.Monitor adanya
15.00 Pola nafas retensi sputum
Wib Indikator A T
2. Posisikan semi
Dispnea 1 5 fowler 45

Pengunaan 3. Berikan teknik


otot bantu 1 5 batuk efektif
nafas

frekuensi 4. Kolaborasi
napas 1 5 pemberian
bronkodilator
Ket : jika perlu
1:Meningkat
2:Cukup meningkat
3: sedang
4: cukup menurun
5: menurun

 Implementasi dan Evaluasi

Tgl Implementasi & respon Evaluasi Paraf


dan
waktu
Jam : 15.43 wib Jam : 16.00 wib
Minggu Memonitor retensi sputum Respon: S: Pasien masih terdapat
, 07-02- Ds: pasien sesak sekret O: terlihat sekret keluar
2021 Do: Rr: 38x/menit, pasien dyspnea Pasien dyspnea pernapasan cepat
Jam pernafasan cepat dan dangkal dan dangkal, Rr: 38x/menit
15.00 Pasien terpasang O2 sebanyak 10
wib Memposisikan semi fowler 45 Lpm
Respon : Pasien dalam posisi semi fowler
Do: pasien dalam posisi semi Pasien telah diberikan terapi
fowler batuk efektif
A: Masalah bersihan jalan nafas
Memberikan terapi oksigen tidak efektif belum teratasi
Respon : Indikator A T A Wisn
Do: pasien telah diberikan terapi u
O2 sebanyak 10 Lpm

Memonitor Ttv
Respon:
Do: Td: 123/75 mmHg, N:
108x/menit,S: 37,7 Dispnea 1 5 1

Mengkolaborasi pemberian stridor


bronkodilator jika perlu 1 5 1
Respon : frekuensi
Do: pasien telah dilakukan napas
pemberian terapi batuk efektif
1 5 1

P: Lanjutkan intervensi pasien


dipindahkan keruang rawat.
- Monitor KU dan TTV
- Monitor pola nafas
- Berikan terapi oksigen
- Lanjutkan terapi pemberian obat
RESUME KGD KE-10 KARDIOVASKULAR
Seorang pria berusia Tn. E 39 tahun dengan riwayat merokok dan hyperlipidemia datang ke IGD
dengan nyeri dada. Pasien mengeluh nyeri dada di sebelah kiri yang menjalar ke kerongkongan
dan lengan kiri, nyeri terasa seperti tertimpa benda berat, skala 7, nyeri hilang timbul, nyeri tidak
berkurang saat istirahat, diaphoresis, mual dan muntah. Tidak ada kelainan di bagian abdomen.
Hasil pemeriksaan EKG 12 lead; terdapat ST Elevasi pada anterolateral dan dicurigai sudah
terjadi selama 72 jam karena pasien sudah mengalami nyeri dada sejak 3 hari yang lalu sebelum
masuk ke IGD. Hasil pengkajian didapatkan TD : 140/90mmHg, RR = 28x/menit, SPO 2 = 90%,
N: 78x/menit, CRT < 2 detik, akral dingin, S : 36,50C, kesadaran : Composmentis GCS :
E4M5V6, akral dingin
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. E
NIM : 2011040109 Usia : 39 Tahun
Hari/ Tanggal : Jum’at, 12 Februari 2021 Dx. Medis : Kardiovaskuler

I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung
Listen : Suara nafas vesikuler
Breathing
Look : Pergerakan dinding dada simetris, pasien terlihat sesak nafas
Feel : Perkusi dada sonor, RR : 28x/menit
Listen : Suara nafas vesikuler
Circulation
Look : CRT < 2 detik, akral dingin
Feel : N: 78x/menit, S : 36,50C, SPO2: 90%
Listen : TD : 140/90mmHg

Disability : Kesadaran Composmentis GCS : E4M5V6


Exposure : Tidak ada jejas, tidak ada luka, tidak ada decubitus
B. Secondary Survey
K : nyeri dada di sebelah kiri yang menjalar ke kerongkongan dan lengan kiri
O : Tidak mengkonsumsi obat
M : Makan nasi 7 jam yang lalu
P : nyeri dirasakan sudah terjadi sejak 72
jam A : tidak mempunyai alergi
K : nyeri tidak berkurang saat istirahat
Pengkajian Nyeri :
P : Kardiovaskuler
Q : Seperti tertimpa benda berat
R : dada sebelah kiri menjalar ke kerongkongan dan lengan
kiri S : 7
T : hilang timbul
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Nyeri Akut b.d agen cedera fisiologis (D.0077)
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
12 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Februari agen cedera keperawatan selama 1x24 jam (I.08238)
2021 fisiologis nyeri akut dapat teratasi dengan Observasi :
15.00 (D.0077) kriteria hasil : - Identifikasi lokasi,
WIB karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas,
Indikator Awal Target intensitasi nyeri
Keluhan 4 1 - Mengidentifikasi
nyeri skala nyeri
Meringis 4 1 Terapeutik :
Diaforesis 3 1 - Berikan teknik non
Mual 3 1 farmakologis yaitu
Muntah 3 1 teknik relaksasi
Keterangan : nafas dalam
1. Meningkat - Fasilitasi istirahat
2. Cukup meningkat dan tidur
3. Sedang Edukasi
4. Cukup menurun - Anjurkan
5. Menurun memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
Indikator Awal Target
- Kolaborasi
Pola napas 3 5 pemberian nalgetik
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

IV. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu
12 1. Mengidentfikasi, S:
Februari lokasi, karakteristik, - Pasien mengatakan nyeri sedikit
2021 durasi, frekuensi, berkurang
15.05 kualitas, intensitas - Pasien mengatakan skala nyeri 5
WIB nyeri - Pasien mengatakan lebih merasa
S : Pasien nyaman Wisnu
mengatakan nyeri - Pasien mengatakan sudah banyak
sedikit berkurang istirahat
O : P : - Pasien mengatakan tidak sesak
Kardiovaskuler, Q : O :
Seperti ditusuk- - P : Kardiovaskuler, Q : Seperti
tusuk, R : Dada ditusuk- tusuk, R : Dada sebelah kiri
sebelah kiri menjalar menjalar ke kerongkongan dan lengan
ke kerongkongan dan kiri, S : 5, T : Hilang timbul
lengan kiri, S : 5, T : - Pasien terlihat memegang dadanya
Hilang timbul saat nyeri
Pasien terlihat - Pasien terlihat meringis
memegang dadanya - Pasien terlihat mengikuti teknik
ketika nyeri relaksasi nafas dalam
Pasien terlihat - Pasien terlihat terbaring di tempat
meringis tidur
2. Mengidentifikasi - TTV :
skala nyeri TD : 130/ 90 mmHg
S : Pasien RR : 20x/menit
mengatakan skala N : 80x/menit
nyeri 5 S : 36,50C
3. Memberikan teknik A : Masalah teratasi sebagian
non farmakologi Indikator Awal Target Akhir
yaitu teknik relaksasi Keluhan nyeri 4 1 3
nafas dalam Meringis 3 1 3
S : Pasien Diaphoresis 3 1 2
mengatakan lebih Mual 3 1 1
merasa nyaman Muntah 3 1 1
O : Pasien terlihat
mengikuti teknik Indikator Awal Target Akhir
relaksasi nafas dalam Pola nafas 3 5 5
4. Memfasilitasi
istirahat dan tidur P : Lanjutkan Intervensi
S : Pasien - Identifikasi lokal, karakteristik,
mengatakan sudah durasi, freksuensi, kualitas,
banyak beristirahat intensitas nyeri
O : Pasien terlihat - Mengidentifikasi skala nyeri
terbaring di tempat - Berikan teknik non farmakologis
tidur yaitu teknik relaksasi nafas dalam
5. Menganjurkan - Fasilitasi istirahat dan tidur
memonitor nyeri - Anjurkan memonitor nyeri secara
secara mandiri mandiri
S : Pasien - Kolaborasi pemberian nalgetik
mengatakan nyeri
dada sebelah kiri
menjalar ke
kerongkongan dan
lengan kiri
6. Memberikan oksigen
nasal kanul 4 lpm
S : Pasien
mengatakan nyaman
dan tidak sesak
O : RR : 20x/menit
7. Berkolaborasi
pemberian analgetik
S : Pasien
mengatakan nyeri
sedikit berkurang
O : Terinjeksi obat
ketorolac 30 mg,
pemberian obat oral
aspilet 80 mg,
pemberian ISDN
2mg/ jam
8. Pemberian obat anti
emetik yaitu injeksi
ranitidine 50 mg/ 2
ml
RESUME KGD PERNAFASAN
Tn. M (24 tahun) dibawa ke IGD dengan keadaan sopor, GCS E3 M2 V2, skala nyeri 5 (face
scale), ada sumbatan jalan nafas, secret (+), stridor (+), pasien tampak sesak, dyspnea, dipasang
oksigen NRM 10 lpm, ronkhi (+). Hasil TTV RR : 38x/menit, N : 108x/menit, TD : 123/ 75
mmHg, Spo2: 78%, CRT < 2 detik, JVP 5+4 cm H2O, akral dingin, gambaran EKG sinus
takikardi. Hasil pemeriksaan USG sebelumnya: tumor sudah mendesak ke karina dan atrium
kanan
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama : hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. M
NIM : 2011040109 Usia : 24 Tahun
Hari/ Tanggal : 08 Februari 2021 Dx. Medis : Pernafasan

I. Pengkajian
A. Airway Survey
Airway
Look : Terdapat sumbatan jalan nafas, nafas sesak, dyspnea, ada secret
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : Suara nafas stridor
Breathing
Look : Terpasang Oksigen NRM 10 lpm
Listen : Suara nafas stridor
Feel : RR : 38x/menit
Circulation
Look : CRT < 2 detik, SpO2 : 78 %
Feel : Akral dingin, nadi teraba kuat, N : 108x/menit, S : 360C
Listen : TD : 123/ 75 mmHg
Disability : Kesadaran Sopor, GCS E3 M2 V2
Exposure : Hasil pemeriksaan USG sebelumnya: tumor sudah mendesak ke karina dan
atrium kanan
B. Secondary Survey
Tn. M (24 tahun) dibawa ke IGD dengan keadaan sopor, GCS E3 M2 V2, skala nyeri 5
(face scale), ada sumbatan jalan nafas, secret (+), stridor (+), pasien tampak sesak,
dyspnea, dipasang oksigen NRM 10 lpm, ronkhi (+), sebelumnya pasien tidak
mengkonsumsi obat, pasien sebelum kejadian makan nasi 4 jam yang lalu, pasien tidak
mempunyai riwayat penyakit apapun dan tidak mempunyai riwayat alergi, pasien
mengatakan sesak sudah 3 hari ketika beraktivitas. Hasil TTV : TD : 123/75 mmHg, N :
108x/menit, RR : 38x/menit, S : 360C, gambaran EKG sinus takikardia. Hasil pemeriksaan
USG sebelumnya : tumor sudah mendesak ke karina dan atrium kanan.
K : sesak nafas 3 hari
O : tidak sedang mengkonsumsi obat
M : makan nasi 4 jam yang lalu
P : pasien tidak mempunyai riwayat penyakit apapun
A : tidak mempunyai riwayat penyakit alergi
K : ketika beraktivitas
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi (D.0003)
III. Rencana Keperawatan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
08 Gangguan Setelah dilakukan tindaka Pemantauan
Februari Pertukaran Gas b.d keperawatan selama 1x24 jam Respirasi (I.01014)
2021 ketidakseimbangan pasien diharapkan gangguan Observasi :
13.30 WIB ventilasi perfusi pertukaran gas dapat teratasi - Monitor adanya
(D.0003) dengan kriteria hasil : produksi sputum
- Monitor adanya
Pertukaran Gas (L.01003) sumbatan jalan
Indikator Awal Target nafas
Tingkat 2 4 - Auskultasi bunyi
Kesadaran nafas
Dyspnea 2 4 - Monitor saturasi
Bunyi napas 2 4 oksigen
Keterangan : - Monitor
1. Menurun frekuensi, irama,
2. Cukup menurun kedalaman, dan
3. Sedang upaya napas
4. Cukup meningkat Terapeutik :
5. Meningkat - Pemberikan
oksigen
Indikator Awal Target Kolaborasi :
Takikardia 2 4
- Pemberian
Keterangan :
mukolitik
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

IV. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal / Implementasi dan Respon Evaluasi Paraf
Waktu
08 1. Memonitor adanya S :- Wisnu
Februari produksi sekret O:
2021 Respon : masih ada - Sekret sudah berkurang
13.40 secret namun sudah - Terpasang NRM 10 lpm
WIB berkurang - Bunyi nafas stridor
2. Memonitor adanya - SpO2 : 78%, N : 108x/menit
sumbatan jalan nafas - Pasien terlihat sesak
Respon : pasien masih - RR : 38x/menit
ada sumbatan jalan A : Masalah belum teratasi
nafas, namun secret Indikator Awal Target Akhir
sudah berkurang Tingkat 2 4 2
3. Mengauskultasi bunyi Kesadaran
nafas Dyspnea 2 4 2
Respon : bunyi nafas Bunyi napas 2 4 2
stridor
4. Memonitor saturasi Indikator Awal Target Akhir
oksigen Takikardia 2 4 2
Respon : SpO2: 78%, P : Intervensi dilanjutkan
N : 108x/menit - Pemantauan respirasi
5. Memonitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya nafas
Respon : pasien
nampak sesak, RR :
38x/menit
6. Pemberian Oksigen
Respon : Pasien
terpasang oksigen
NRM 10 lpm
7. Memberikan mukolitik
Respon : untuk
mengencerkan dahak
RESUME KGD PENCERNAAN
Tn. B (50 Tahun) dibawa ke IGD dengan kesadaran somnolen, GCS : E2 M3 V2, Tekanan Darah
70/ palpasi, Nadi : 145x/menit, Suhu : 36,10C, Saturasi Oksigen : 76%, akral dingin, CRT
memanjang (> 2 detik), RR : 11x/menit, suara nafas : stridor. Hasil pengkajian dengan
keluarganya didapatkan bahwa satu tahun yang lalu pasien didiagnosa Ca Ractosigmoid post
kolostomi dan sudah menjalani kemoterapi 6 siklus.
Data Tambahan : keluarga pasien mengatakan pasien 2 hari mengeluh lemas secara tiba- tiba dan
1 jam sebelum dibawa ke IGD pasien mengalami pingsan. Pupil isokor terhadap rangsang
cahaya.
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. B
NIM :2011040109 Usia : 50 Tahun
Hari/ Tanggal : Selasa/ 09 Februari 2021 Dx. Medis : Pencernaan
I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : Suara nafas stridor
Breathing
Look : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung
Feel : RR : 11x/menit
Listen : Suara nafas stridor
Circulation
Look : CRT memanjang > 2 detik, SpO2 : 76%
Feel : Akral dingin, N : 145x/menit, S : 36,10C
Listen : TD : 70/ 50 mmHg
Disability : kesadaran somnolen, GCS : E2 M3 V2
Exposure : Tidak terdapat jejas/ luka, satu tahun yang lalu pasien didiagnosa Ca
Rectosigmoid post kolostomi dan sudah menjalani terapi 6 siklus
B. Secondary Survey
Tn. B (50 Tahun) dating ke IGD dengan kesadaran somnolen, GCS : E2 M3 V2, keluarga
pasien mengatakan pasien 2 hari mengeluh lemas secara tiba- tiba dan 1 jam sebelum
dibawa ke IGD pasien mengalami pingsan Tekanan Darah 70/ palpasi, Nadi : 145x/menit,
Suhu : 36,10C, Saturasi Oksigen : 76%, akral dingin, CRT memanjang (> 2 detik), RR :
11x/menit, suara nafas : stridor. Hasil pengkajian dengan keluarganya didapatkan bahwa
satu tahun yang lalu pasien didiagnosa Ca Rectosigmoid post kolostomi dan sudah
menjalani terapi 6 siklus. Sebelumnya pasien sedang tidak mengkonsumsi obat, sebelum
kejadian pasien makan nasi 7 jam yang lalu, tidak mempunyai riwayat alergi. keluarga
pasien mengatakan pasien 2 hari mengeluh lemas secara tiba- tiba dan 1 jam sebelum
dibawa ke IGD pasien mengalami pingsan
K : pingsan 1 jam
O : Tidak sedang mengkonsumsi obat
M : makan nasi 7 jam yang lalu
P : pasien mempunyai riwayat Ca Rectosigmoid
A : tidak mempunyai alergi
K : secara tiba- tiba
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Resiko Syok b.d Hipoksemia (D.0039)
III. Tindakan Keperawatan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
09 Februari Resiko Syok b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok (I.
2021 Hipoksemia keperawatan selama 1 x 24 jam 02068)
14.40 WIB (D.0039) diharapakan resiko syok dapat Observasi :
teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor
kardiopulmonal
Tingkat Syok (L. 03032) (frekuensi dan
Indikator Awal Target kekuatan nadi,
Tingkat 2 4 frekuensi nafas,
kesadaran TD, MAP)
Keterangan : - Monitor status
1. Menurun cairan (masukan
2. Cukup menurun dan haluaran,
3. Sedang turgor kulit, CRT)
4. Cukup meningkat - Monitor tingkat
5. Meningkat kesadaran dan
respon pupil
Indikator Awal Target Terapeutik :
Akral dingin 4 2 - Pasang jalur iv
Keterangan : - Pasang kateter
1. Meningkat urine untuk menilai
2. Cukup meningkat produksi urin
3. Sedang Edukasi :
4. Cukup menurun - Anjurkan
5. Menurun memperbanyak
asupan cairan oral
Indikator Awal Target Kolaborasi :
Tekanan darah 2 4 - Kolaborasi
sistolik pemberian IV, jika
Tekanan darah 2 4 perlu
diastolic
Frekuensi nadi 2 4
Frekunsi nafas 2 4
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
IV. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal/ Implementasi dan Respon Evaluasi Paraf
Waktu
09 - Memonitor S: Wisnu
Februari kardiopulmonal - Keluarga pasien mengatakan sudah
2021 (frekuensi dan paham tentang asupan cairan oral
14.45 WIB kekuatan nadi, O :
frekuensi nafas, TD, - Kesadaran somnolen, GCS : E2 M3
MAP) V2
Respon : N : - Pasien terlihat terpasang infus di
120x/menit, RR : tangan sebelah kiri
16x/menit, TD : 90/50 - Pasien terlihat terpasang kateter
mmHg TTV : TD : 90/50 mmHg, N :
- Memonitor status 120xmenit, RR : 16x/menit, S : 360C
cairan (masukan dan A : Masalah belum teratasi
haluaran, turgor kulit, Indikator Awal Target Akhir
CRT) Tingkat 2 4 2
Respon : CRT > 2 kesadaran
detik
- Memonitor tingkat Indikator Awal Target Akhir
kesadaran dan respon Akral dingin 4 2 4
pupil
Respon : kesadaran Indikator Awal Target Akhir
somnolen, GCS : E2 Tekanan 2 4 3
M3 V2 darah sistolik
- Memasang jalur iv Tekanan 2 4 2
Respon : pasien terlihat darah diastolic
terpasang infus Frekuensi 2 4 2
- Memasang kateter nadi
urine untuk menilai Frekunsi nafas 2 4 3
produksi urin P : Intervensi dilanjutkan
Respon : pasien terlihat - Monitor kardiopulmonal
sudah terpasang kateter - Monitor status cairan
- Menganjurkan - Monitor tingkat kesadaran dan
memperbanyak asupan respon pupil
cairan oral - Anjurkan memperbanyak asupan
Respon : Keluarga cairan oral
sudah paham tentang - Pemberian antiinflamasi
asupan cairan oral
- Kolaborasi pemberian
IV
Respon : Pasien
terlihat terpasang infus
di tangan sebelah kiri
- Pemberian
antiinflamasi
Respon : obat
antiinflamasi sudah
diberikan
LAPORAN PENDAHULUAN

ARDS

Disusun oleh :
HARIYANTO WISNU MURTI
2011040109

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
BAB I

A. DEFENISI
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress
syndrome - ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya
akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal ini ditandai
dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru
yang menurun, dan infiltrat difus bilateral pada radiografi dada (Udobi et al, 2003).
Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner
yang menyebabkan gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh
meningkatnya permeabilitas membran alveolokapiler. Cairan terakumulasi
dalam interstisium paru-paru dan ruang alveolar. ARDS parah bisa
menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal, tetapi pasien
yang sembuh mungkin hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau
tidak sama sekali (Farid, 2006).

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya akut respiratori distres sindrom ialah
 Syok sepsis , hemoragis, kardiogenik dan analfilatik
 Trauma ; kontusio pulmonal dan non pulmonal
 Infeksi : pneumonia dan tuberculosis
 Koagulasi intravaskuler diseminata
 Emboli lemak
 Aspirasi kandungan lambung yang sangat asam
 Menghirup agen beracun, asap dan nitrogen oksida dan atau bahan korosif
 Pankreatitis
 Toksisitas oksigen
 Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika
Sindrom sepsis tampaknya menjadi faktor resiko paling umum, tetapi
secara keseluruhan risiko akan meningkat secara multifaktor. Transfusi darah
merupakan risiko independen faktor. Usia lanjut dan rokok berhubungan dengan
peningkatan risiko ARDS,
sementara konsumsi alkohol tampaknya tidak memiliki pengaruh. Sebuah studi menunjukkan
bahwa kematian akibat ARDS pertahun mengalami penurunan, tetapi pria dan orang kulit
hitam memiliki angka kematian lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dan groups. ras
lainnya (Udobi et al, 2003).
Tabel 1 Kondisi Klinis yang berkaitan dengan kejadian ARDS

Cedera paru-paru langsung Cedera paru-paru tidak langsung


 Pneumonia  Sepsis
 Aspirasi gaster  Trauma berat
 Trauma inhalasi  Pankreatitis Akut
 Tenggelam  Bypass kardiopulmonal
 Kontusi paru  Tranfusi massif
 Emboli lemak  Overdosis obat
 Reperfusi edema paru pasca
transplantasi paru-paru atau
embolectomy paru

C. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal nafas akut yang
merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non kardiak. Edema ini disebabkan
oleh karena adanya peningkatan permeabilitas membrane kapiler sebagai akibat dari
kerusakan alveolar yang difus. Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag,
neutrofil, dan beberapa sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus, yang
kemudian akan menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses inflamasi, yang pada
akhirnya dapat memperburuk fungsi pertukaran gas yang ada. Pada keadaan ini membrane
hialin (hialinisasi) juga terbentuk dalam alveoli (Amin & Purwoto,2007)
Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yaitu fase
eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.

Fase-fase patologi ARDS

1. Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien ARDS,
muncul lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama
pasien dengan factor risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler
alveolar dan pneumosit tipe I, mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar
untuk menahan cairan dan makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik
padat membrane hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan
interselular melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler
terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga membesar
dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane basal. Lebih lanjut lagi
kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh
akumulasi sel-sel radang, debris selular, protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak,
menimbulkan penurunan aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan
diperburuk dengan adanya oklusi mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari
kemampuan perfusi darah menuju ke daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010)
Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas (shunting)
interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut hiperkarbia, disertai dengan
peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas
pada pasien. Secara radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase
awal perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang
melibatkan setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru (Udobi et al, 2003).
2. Fase Proliferatif
Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative yang
terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase proliferatif ditandai dengan
organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang tetap berat dan solid, dan secara
mikroskopik integritas arsitektur paru-paru menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak
dan ada progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas
dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang interstisial
menjadi nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel darah
merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk
menutupi epitel permukaan yang gundul dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I.
Fibroblas menjadi jelas dalam ruang interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil
dari proses ini adalah penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin
dan puing-puing sel digantikan oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah ruang
intra-alveolar, tetapi juga terjadi di dalam interstitium (Levy et al, 2007).
3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)
Fase terakhir dari perkembangan ARDS aBdEalRahS IfHasAe NfibJrAoLtiAc

NyaNngAhFaAnSyaTaIkDaAn K EFEKTI

dialami oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-3 atau ke-4 penyakit.
Pada fase ini, edema alveolar dan eksudat inflamasi yang terlihat pada fase awal
penyakit akan mengalami perubahan meGnuAjuNGfiGbrUoAsisN dPuEkRtaTl
UdKanARinAteNrstGisAiaSl yang
intensif. Struktural asiner akan mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan
O 2 ME N U R U N , C O 2 ME N U R U N
terjad in ya p er u ba h an m i rip e m fi s em a dengan
munculnya bula-bula yang besar.
DYSPNEA, CYIANOCIS
Fibroproliferasi intimal juga akan terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang
pada akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan
hipertensi pulmoner. Pada akhirnya konsekuensi fisiologis yang muncul dari perubahan
perubahan yang terjadi ini adalah adanya peningkatan resiko dari pneumothoraks,
reduksi dari komplians paru, dan peningkatan dari ruang mati (dead space) pulmoner
(Price & Wilson, 2002)

D. MANIFESTASI KLINIS
ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal
pada paru. Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan gejala klinis ARDS yang jelas.
Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan
yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas
pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen.
Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing
(Farid, 2006).

Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat
rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya
memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-
batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal (Ware et al,2000).
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas
paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi
ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di
sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat
(Farid, 2006)

E. KOMPLIKASI

Superinfeksi bakteri paru berupa bakteri gram negatif (Klebsiella, Pseudomonas,


dan Proteus spp) serta bakteri gram positif Staphylococcus aureus yang resisten
merupakan penyebab utama meningkatnya mortalitas dan morbiditas akibat ARDS.
Tension pneumothorax juga bisa terjadi akibat pemasangan kateter vena sentral dengan
positive pressure ventilation (PPV) serta positive end-expiratory pressure (PEEP). Pasien
ARDS yang dirawat dengan bantuan ventilasi mekanis akan mengalami penurunan
volume intravaskular serta penekanan curah jantung hingga berakibat penurunan transpor
O2 dan kegagalan organ. Lemah, lesu, tak bergairah, seakan di ambang kematian,
merupakan gejala umum yang dirasakan pasien ARDS (Farid, 2006).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium
Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis
pernapasan. Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolik yang
dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat terjadi (Harman, 2011).
Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan meningkat, tekanan
parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat. Pasien dengan ventilasi mekanik
untuk ARDS dapat dikondisikan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk
mencapai tujuan volume tidal yang rendah yang bertujuan menghindari cedera paru-paru
terkait ventilator (Harman, 2011).
Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang
mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut
(Harman, 2011).
a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat dicatat.
Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi
intravaskular diseminata (DIC). Faktor von Willebrand (vWF) dapat meningkat
pada pasien beresiko untuk ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel.
b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam perjalanan
ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus diawasi secara ketat.
c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera hepatoseluler
atau kolestasis.
d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang
meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.
2. Radiologi
Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal dapat terlihat sejak
dini pada radiograf dada. Pada paien dengan onset tidak langsung pada paru, radiograf
awal mungkin tidak spesifik atau mirip dengan gagal jantung kongestif dengan efusi
ringan. Setelah itu, edema paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus. Seiring
dengan perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral
difus menjadi jelas.Komplikasi seperti pneumotoraks dan pneumomediastinum
mungkin tidak jelas dan sulit ditemuakn, terutama pada radiografi portabel dan dalam
menghadapi kalsifikasi paru difus. Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel
dengan temuan radiografi. Dengan resolusi penyakit, gambaran radiografi akhirnya
kembali normal (udobi et al, 2003)

ARDS menunjukkan perubahan interstisial dan bercak infiltrat


3. Bronkoskopi
Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi
pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral. sampel dapat diperoleh dengan
bronkoskop bronkus subsegmental dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap
setelah meberikan cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA).
Cairan dianalisis untuk diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan
pemeriksaan kuantitatif (Harman, 2011).

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi
1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi
1. Inhalasi NO2 (nitric oxide) memberi efek vasodilatasi selektif pada area
paru yan terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan
tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi
arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat yang refrakter
2. Kortikosteroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten,
pada atau sekitar hari ke 7 ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih
menunggu hasil studi multi senter RCT besar yang sedang berlangsung.
3. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesisleukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
Non-farmakologi
1. Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator,
mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
2. Pembatasan cairan. pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :
Kebutuhan perfusi organ yang optimal
Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan tekanan
hidrostatik intravascular mendorong akumulasi cairan di alveolus.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Airway :
DS : Pasien mengeluh sesak nafas
DO: Terlihat pasien kesulitan bernafas, mungkin terjadi crakles, ronchi, dan suara
nafas bronkhial.
2. Breathing:
DS : pasien mengeluh sesak nafas
DO: pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu
pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun
kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi
crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area
konsolidasi. Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan
fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi.
Sputum encer, berbusa.
3. Circulation :
DS: pasien mengeluh sesak nafas
DO:Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi
terjadi pada stadium lanjut (shock). Heart rate : takikardi biasa terjadi. Bunyi
jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi.
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal. Kulit dan
membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
4. Blood
DS : -
DO: Kulit terlihat sianosis, hipotensi, Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ), Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi, Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi,
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini, Asidosis respiratori /
metabolik terjadi pada tahap lanjut
5. Brain
DS : pasien mengeluh kepala terasa sakit
DO : terjadi penurunan kesadaran mental.

6. Bladder
DS : -
DO : -
7. Bowel
DS : pasien mengeluh mual, dan kehilangan nafsu makan.
DO : hilang atau melemahnya bising usus, perubahan atau penurunan berat badan.
8. Bone
DS : -
DO : terdapat sianosis pada kulit dan kuku.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya tahanan jalan
nafas (edema interstisisial).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Kehilangan surfaktan menyebabkan
kolaps alveoli
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau kecatatan,
perubahan peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.

C. RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya tahanan
jalan nafas (edema interstisisial).
Diagnosa Rencana
Keperawatan/ keperawatan
Masalah
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria sil Intervensi
Ha
Bersihan Jalan Nafas
tidak NOC:
efektif berhubungan Pastikan kebutuhan oral / trac heal
dengan: Respiratory status
: suctioning.
Ventilation
- Infeksi, disfungsi
neuromuskular,
hiperplasia dinding Berikan O2 ……l/mnt,
bronkus, alergi jalan Respiratory status : metode………
Airway
nafas, asma, trauma patency
-Obstruksi jalan nafas : Anjurkan pasien untuk istirahat dan
spasme Aspiration
Control napas dalam
jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya Setelah dilakukan Posisikan pasien
mukus, adanya jalan tindakan keperawatan  untuk
nafas buatan, selama memaksimalkan ventilasi
sekresi
…………..pasien Lakukan fisioterapi dada jika perl u
bronkus, adanya menunjukkan keefektifan
eksudat di jalan
Keluarkan sekret dengan batuk
alveolus, adanya benda nafas dibuktikan  atau suction
asing di jalan nafas. dengan kriteria hasil
:
DS:
- Dispn Mendemonstrasikan
eu batuk Auskultasi suara nafas, catat
DO: efektif dan suara nafas adanya suara tambahan
yang
- Penurunan suara
Berikan bronkodilator :
nafas bersih, tidak ada
- Orthopneu sianosis dan dyspneu - ………………………
- Cyanosis
(mampu mengeluarkan
sputum, bernafas - ……………………….
dengan mudah, - ………………………
- Kelainan suara nafas
(rales, tidak ada pursed  Monitor status hemodinamik
lips)
wheezing)
Menunjukkan jalan Berikan pelembab udara Kassa
nafasyang paten (klien
- Kesulitan berbicara basah NaCl Lembab
tidak
- Batuk, tidak efekotif atau merasa tercekik,
tidak ada irama nafas, Berikan antibiotik :
- Produksi sputum frekuensi pernafasan
- Gelisah dalam rentang normal, …………………….
tidak ada suara nafas
abnormal) …………………….
- Perubahan frekuensi dan
irama Mampu  Atur intake untuk cairan
nafa
mengidentifikasikan mengoptimalkan
s dan keseimbangan. Monitor
mencegah faktor respirasi dan status O2
yang
penyebab.  Pertahankan hidrasi yang adekuat
Saturasi O2 untuk mengencerkan sekret
batas dalam
normal  Jelaskan pada pasien dan keluarga
Foto thorak dalam tentang penggunaan peralatan : O2,
batas
Suction, Inhalasi.
normal
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Kehilangan surfaktan menyebabkan
kolaps alveoli
Diagnosa Rencana
keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Interven
Masalah Hasil si
Kolaborasi
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Respiratory Status : Gas Posisikan pasien
è ketidakseimbangan exchange untuk
perfusi ventilasi Keseimbangan asam
Basa, memaksimalkan ventilasi
è perubahan Elektrolit Pasang mayo bila perlu
membran kapiler- Respiratory Status : Lakukan fisioterapi dada jika
alveolar
ventilation perlu Keluarkan sekret dengan
DS:
è sakit kepala ketika bangun Vital Sign batuk atau
è Dyspnoe Status suction
è Gangguan Setelah dilakukan Auskultasi suara nafas, catat
penglihatan DO: tindakan adanya suara tambahan
è Penurunan CO2 keperawatan selama …. Berikan
è Takikardi Gangguan pertukaran bronkodilator ;
è Hiperkapnia pasien
teratasi dengan kriteria -………………….
è
hasi: -
Keletihan Mendemonstrasikan ………………….
è peningkatan ventilasi
Iritabilitas Barikan pelembab
dan oksigenasi yang udara
è Hypoxia adekuat
è kebingungan Memelihara Atur intake untuk cairan
è sianosis kebersihan paru paru mengoptimalkan
è warna kulit abnormal dan bebas dari tanda keseimbangan.
(pucat, kehitaman) tanda distress Monitor respirasi dan status O2
è Hipoksemia pernafasan
è hiperkarbia Mendemonstrasikan Catat pergerakan dada,amati
è AGD abnormal batuk kesimetrisan, penggunaan
è pH arteri abnormal efektif dan suara otot tambahan,
èfrekuensi dan kedalaman nafas yang bersih, retraksi
nafas abnormal tidak ada sianosis dan
dyspneu otot
(mampu supraclavicular dan
intercostal
mengeluarkan sputum, Monitor suara nafas, seperti
mampu
bernafas dengan dengkur Monitor pola
mudah, tidak ada pursed nafas : bradipena,
lips) takipenia, kussmaul,
Tanda tanda vital dalam hiperventilasi,
rentang normal cheyne stokes, biot
Auskultasi suara nafas, catat
AGD dalam batas area penurunan / tidak
normal adanya ventilasi dan suara
Status neurologis dalam tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit
batas normal
dan ststus mental
Observasi sianosis khususnya
membran mukosa
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Interven
Masalah Hasil si
Kolaborasi
Perfusi jaringan NOC : NIC :
kardiopulmonal tidak
Ca Monitor nyeri
efektif b/d gangguan
rdiac pump dada (durasi, intensitas
afinitas Hb oksigen, dan faktor-faktor
Effectivene
penurunan konsentrasi Hb, ss presipitasi)
Hipervolemia, Circulation Observasi perubahan
Hipoventilasi, gangguan status ECG
transport O2, gangguan Tissue Auskultasi
Prefusion: suara jantungdan paru
aliran arteri dan vena Monitor irama dan
cardiac,
jumlah
periferal denyut jantung
DS: Vital Sign
- Statusl Monitor
Setelah dilakukan asuhan angka PT, PTdan lit
Nyeri dada
- Sesak selama………ketidakefek AT
- nafas DO tifan perfusi jaringan Monitor elektro
- AGD abnormal kardiopulmonal teratasi (potassium
- Aritmia dengan kriteria hasil: dan
- Bronko spasme magnesium)
Kapilare refill > 3 dtk airan Tekanan
- Retraksi dada
systole dan Monitor status c
- Penggunaan otot-otot diastole dalam Evaluasi
tambahan rentang yang oedem perifer dandenyut
diharapkan nadi atan
Monitor peningkn
CVP dalam kelelahan dan kecemasa
batas normal
Nadi Instruksika
perifer kuat dan n pada pasienuntuk
simetris tidak mengejan
selama BAB
Tidak ada Jelaskan pembatasan
oedem perifer intake
dan asites

Denyut jantung, AGD,ejeksi fraksi dalam batas normal

Bunyi jantung kafein, sodium,


abnormal
kolesterol dan lemak
tidak ada Kelola pemberian
Nyeri dada tidak ada obat-
Kelelahan yang obat: analgesik, anti
ekstrim
tidak ada koagulan,
Tidak ada nitrogliserin,
ortostatikhipert vasodilator dan
ensi diuretik. Tingkatkan
istirahat (batasi
pengunjung, kontrol
stimulasi lingkungan)
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau kecatatan,
perubahan peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Hasil
Kolaborasi
Kecemasan berhubungan
NOC : NIC :
dengan Krisis situasional,
perubahan status kesehatan, - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
perubahan konsep diri. (penurunan
- Koping kecemasan)
DO/DS: Setelah dilakukan
 Gunakan pendekatan
asuhan selama yang menenangkan
- Insomnia ...................................
- Kontak mata kurang  Nyatakan dengan
klie jelas harapan
- Kurang istirahat
n terhadap pelaku
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas pasien
kecemasan teratasi dgn
- Takut  Jelaskan semua
kriteria hasil: prosedur dan apa
- Nyeri perut mamp Klien yang dirasakan
u
- Penurunan TD dan denyut selama prosedur
nadi mengidentifikasi
da  Temani pasien untuk
- Diare, mual, kelelahan
memberikan
- Gangguan tidur n mengungkapkan
keamanan dan
- Gemetar gejala cemas
- Anoreksia, mulut kering mengurangi takut
 Berikan informasi
- Peningkatan TD, denyut Mengidentifi
nadi, RR kasi, faktual mengenai
- Kesulitan bernafas mengungkapkan aktivitas menunjukkan
- Bingung da berkurangnya kecemasan
- Bloking dalam
n menunjukkan tehnik
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi untuk mengontol
cemas
Vital sign
dalam batas
normal

Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat
diagnosis, tindakan
prognosis
 Libatkan keluarga
untuk mendampingi
klien
 Instruksikan pada
pasien untuk
menggunakan tehnik
relaksasi
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Identifikasi
tingkat kecemasan
 Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
 Kelola pemberian
obat anti
cemas:........
DAFTAR PUSTAKA

Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). ‘Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)’ Dalam :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI

Farid (2006). Acute Respiratory Distress Syndrome. Maj Farm vol 4 (12).

<http://content.ebscohost.com/pdf 1821/pdf/2010/IJM/01Feb06/4949718.pdf> diakses


pada 01 april 2013
Guntur AH. (2007). ‘Sepsis’ Dalam : buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi
IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : FKUI

Harman EM. (2011). Acute Respiratory Distress Syndrome Overview.

http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview diakses pada 01 april 2013

Udobi KF, Touijer K. (2003). Acute Respiratory Distress Syndrome. Am Fam


Physician. Vol. 67 (2) :315-322. http://www.biomedcentral.com/1471-
230X/11/35 diakses pada 01 april

2013

Ware LB, Matthay MA.(2000) The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med vol

(342) 1334-1349. www.nejm.org

Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan


Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ STEMI”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD STEMI
Tn. D 55 tahun dengan stemi, pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri dada
sejak tadi pagi sekitar jam 3 pagi nyeri tidak berkurang saat istirahat keluar keringat dingin nyeri
tembus ke punggung pasien memiliki riwayat stroke dan riwayat perdarahan skala nyeri hilang
timbul 7 seperti tertimpa beban berat di dada kiri tembus ke punggung, jalan nafas paten tidak
ada sumbatan, vesikuler, RR; 26 x/m TD; 140/90 mmHg, N; 104 x/m, S; 36,2 , CRT<2 detik
GCS E4M5V6 pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5 untuk kolaborasi pemberian analgetik
Data Tambahan :, pasien terlihat meringis menahan kesakitan dan mmegang dada sebelah kiri
yang sakithasil laboratorium : hemoglobin 15 g/dL, leukosit 12400 u/l, hematokrit 45,2%, ureum
13 mg/dL, 0,5 mg/dL, 34 U/L, troponin T 0,45 mg/dL. Hasil Interpretasi EKG : sinus aritmia.
FORMAT RESUME KEGAWAT DARURATAN
Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. D
NIM : 2011040109 Usia : 55 Tahun
Hari/ Tanggal : Senin, 15 Februari 2020 Dx. Medis : STEMI

I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Feel : Suara nafas vesikuler
Listen : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Breathing
Look : Tidak terlihat otot bantu pernafasan
Listen : Suara nafas vesikuler
Feel : RR : 24x/menit
Circulation
Look : Tidak terdapat sainosis, CRT < 2 detik, S : 36,20C
Feel : Turgor kulit baik, akral dingin, N : 104x/menit, nadi teraba kuat
Listen : TD : 140/90 mmHg
Disability : Kesadaran Composmentis, GCS E4M5V6, pupil isokor, respon cahaya
positif

Exposure : Tidak ada luka, tidak ada jejas, tidak ada decubitus

B. Secondary Survey
Tn. D 55 tahun dengan stemi, pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada sejak tadi pagi sekitar jam 3 pagi nyeri tidak berkurang saat istirahat keluar
keringat dingin nyeri tembus ke punggung pasien memiliki riwayat stroke dan riwayat
perdarahan skala nyeri hilang timbul 7 seperti tertimpa beban berat di dada kiri tembus
ke punggung. Sebelumnya pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat dan makan
nasi 4 jam yang lalu. pasien mengatakan tidak mempunyai alergi. Hasil pengkajian
tanda- tanda vital didapatkan :
TD; 140/90 mmHg, RR : 24x/menit, N; 104 x/m, S; 36,20C
K : Nyeri dada sebelah kiri tidak berkurang saat istirahat
O : Tidak mengkonsumsi obat
M : Makan nasi 4 jam yang lalu
P : Pasien mengatakan nyeri dirasakan sejak tadi pagi
A : Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi
K : nyeri tidak berkurang saat beristirahat
Pengkajian nyeri :
P : STEMI
Q : Seperti tertimpa beban berat
R : nyeri dada seblah kiri tembus ke punggung
S:7
T : Hilang timbul

II. Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Utama: Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri (D.0077)
III. Rencana Tindakan
Tanggal / Waktu Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Senin, 15 Februari Nyeri akut b.d iskemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
2020 jaringan sekunder selama 1x24 jam masalah nyeri akut dapat (I.08238)
12.30 WIB terhadap sumbatan teratasi dengan kriteri hasil : Observasi :
arteri (D.0077) - Mengidentifikasi lokasi,
Tingkat Nyeri (L.08066) karakteristik, durasi,
Indikator Awal Target frekuensi, kualitas,
Keluhan Nyeri 4 1 intensitas nyeri
Meringis 4 1 - Mengidentifikasi skala
Keterangan : nyeri
1. Meningkat Tindakan :
2. Cukup meningkat - Bantu melakukan
3. Sedang Termotherapy
4. Cukup menurun - Memastikan bahwa
5. Menurun istirahat telah cukup
Edukasi :
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
- Berikan oksigen dengan
nasal kanul
- Berikan terapi obat
IV. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal/ Waktu Implementasi dan Respon Evaluasi Paraf
15 Februari 2020 - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: Wisnu
12.35 WIB durasi, frekuensi, kualitas, intensitas - Pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang
nyeri - Pasien mengatakan merasakan lebih nyaman
DS : Pasien mengatakan nyeri sedikit - Pasien mengatakan sudah banyak
berkurang beristirahat
DO : Pasien masih terlihat memegang O:
dadanya dan terlihat meringis - Pengkajian Nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri P : STEMI
DS: Pasien mengatakan nyeri tertekan Q : Tertimpa benda berat
sepert benda berat R : Dada sebelah kiri menjalar punggung
DO : ala 6 S:6
- Bantu melakukan Termotherapy T : hilang timbul
DS : Pasien mengatakan lebih merasa - Pasien terlihat meringis dan memegang
nyaman dada sebelah kiri
DO : Pasien terlihat lebih tenang seperti - Pasien terlihat berbaring di tempat tidur
terapi - Pasien terlihat nafas lebih teratur
- Memastikan bahwa istirahat telah cukup TTV :
DS : Pasien mengatakan sudah banyak TD 130/80 mmHg
beristirahat N : 98x/menit
DO : Pasien terlihat selalu berbaring di RR : 20x/menit
tempat tidur S : 36,20C
- Anjurkan memonitor nyeri secara A : Masalah belum teratasi
mandiri Indikator Awal Target Akhir
DS : Pasien mengatakan nyeri di dada Keluhan Nyeri 4 1 4
sebelah kiri menjalar ke punggung Meringis 4 1 4
- Berikan oksigen dengan nasal kanul
DS : Pasien mengatakan lebih merasa P : Lanjutkan intervensi
nyaman - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
DO : Nafas pasien terlihat lebih teratur durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
- Berkolaborasi pemberian obat nyeri
DS : Pasien mengatakan masih nyeri - Mengidentifikasi skala nyeri
DO : Terinjeksi obat arixtra 2,5 mg/24 - Bantu melakukan thermotherapy
jam, dan pemberian obat ramipril 5 - Memastikan bahwa istirahat telah cukup
mg/24 jam, clopidogrel 75mg/ 8 jam, - Anjurkan memonitor nyeri secara
dan aspilet 80mg/24 jam mandiri
- Kolaborasi pemberian analgetik
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ PPOK”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD PPOK
Tn C, 40 tahun pasien PPOK pasien datang ke IGD mengeluh sesak sejak 2 hari yang lalu, batuk
berdahak, tidak nafsu makan riwayat sesak nafas dan sering berulang pasien tidak bisa
mengeluarkan dahaknya, tidak terdapat sumbatan jalan nafas batuk berdahak, ronkhi (+), RR :
28x/menit, nafas cepat, TD 130/90mmHg, N : 102x/menit, S : 360C, akaral hangat hasil
pengkajian ke GCS = E4M5V6,Composmentis, kekuatan otot 5/5/5/5, CRT < 2 detik, tidak ada
sianosis, pupil isokor, respon terhadap cahaya positif terapinya diberikan Oksigen Nasal Kanul 4
LPM, infus RL 20 TPM, Injeksi Ceftriaxone 2x 1 gram, injeksi ranitidine 2x ampul, methyl
prednisolone 2x62,5mg dan combivent respule 8 jam

FORMAT RESUME KEGAWAT DARURATAN


Nama : hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn C
NIM : 2011040109 Usia : 40 Tahun
Hari/ Tanggal : Selasa, 16 Februari 2021 Dx. Medis : PPOK

I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Tidak terdapat sumbatan jalan nafas
Feel : Suara nafas ronkhi
Listen : Hembusan nafas terasa di punggung
Breathing
Look : Tidak terlihat otot bantu pernafasan, pasien terlihat sesak, nafas cepat
Feel : RR : 28x/menit
Listen : Suara nafas ronkhi
Circulation
Look : Tidak terdapat sianosis, CRT < 2 detik
Feel : Turgor kulit baik, akral hangat, nadi teraba kuat, N : 102x/menit
Listen : TD : 130/90 mmHg
Disability : Kesadaran Composmentis, GCS E4M5V6, pupil isokor, respon pupil
terhadap cahaya positif

Exposure : Tidak terdapat jejas/luka

B. Secondary Survey
Tn. C 40 Tahun pasien PPOK pasien datang ke IGD mengeluh sesak sejak 2 hari yang
lalu, batuk berdahak, tidak nafsu makan riwayat sesak nafas dan sering berulang, pasien
tidak bisa mengeluarkan dahaknya, tidak terdapat sumbatan jalan nafas batuk berdahak,
ronkhi (+). Sebelumnya pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat dan makan nasi 7
jam yang lalu. pasien mengatakan tidak mempunyai alergi. hasil pengkajian didapatkan
TD 130/90mmHg, N : 102x/menit, RR : 28x/menit, S : 36 0C, akral hangat, nafas cepat,
hasil pengkajian ke GCS = E4M5V6,Composmentis, kekuatan otot 5/5/5/5, CRT < 2
detik, tidak ada sianosis, pupil isokor, respon terhadap cahaya positif terapinya diberikan
Oksigen Nasal Kanul 4 LPM, infus RL 20 TPM, Injeksi Ceftriaxone 2x 1 gram, injeksi
ranitidine 2x ampul, methyl prednisolone 2x62,5mg dan combivent respule 8 jam
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Bersihan jalan nafas b.d hipersekresi jalan nafas
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
16 Februari Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan
2021 nafas tidak selama 1x24 jam bersihan jalan Napas (I. 01011)
11.00 WIB efektif b.d nafas tidak efektif dapat teratasi Observasi :
hipersekresi dengan kriteri hasil : - Monitor pola napas
spasme jalan (frekuensi,
nafas (D.0149) Bersihan Jalan Nafas kedalaman, usaha
(L.01001) napas)
Indikator Awal Target - Monitor bunyi
Batuk efektif 1 5 napas tambahan
Produksi 2 5 (mis.gurgling,
sputum mengi, wheezing,
Dispnea 3 5 ronkhi kering)
Frekuensi 3 5 - Monitor sputum
napas (jumlah, warna,
Keterangan : aroma)
1. Menurun Terapeutik :
2. Cukup menurun - Posisikan semi
3. Sedang fower atau fowler
4. Cukup meningkat - Berikan minum
5. Meningkat hangat
- Lakukan fisioterapi
dada
- Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15
detik
- Berikan Oksigen
Edukasi :
- Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik
IV. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu
16 Februari - Memonitor pola S : Wisnu
2021 napas (frekuensi, - Pasien mengatakan nyaman setelah
11.05 WIB kedalaman, usaha diberikan posisikan semi fowler
napas) - Pasien mengatakan dahaknya sedikit
DO : RR : keluar
20x/menit - Pasien mengatakan sudah tidak sesak
- Memonitor bunyi O :
napas tambahan - Bunyi nafas ronkhi
(mis.gurgling, - Jumlah setengah pot sputum, warna
mengi, wheezing, putih kekuningan
ronkhi kering) - Pasien terlihat diposisikan semi
DO : bunyi nafas fowler
ronkhi - Pasien terlihat mengikuti anjuran
- Memonitor sputum fisioterapi dada dan batuk efektif
(jumlah, warna, - Pasien terlihat dahaknya keluar saat
aroma) dilakukan penghisapan lendir
DO : jumlah
A : Masalah teratasi sebagian
setengah pot
Indikator Awal Target Akhir
sputum, warna putih
kekuningan Batuk efektif 1 5 3
Terapeutik : Produksi 2 5 3
- Posisikan semi sputum
fower atau fowler Dispnea 3 5 5
DS : pasien Frekuensi 3 5 5
mengatakan nyaman napas
setelah diberikan
posisi semi fowler P : Lanjutkan intervensi
DO : pasien terlihat - Memonitor pola nafas
di posisikan semi - Memonitor bunyi nafas tambahan
fowler - Memonitor sputum
- Memberikan minum - Memberikan minum hangat
hangat - Melakukan fisioterapi dada
DS : Pasien - Mengajarkan batuk efektif
mengatakan - Berkolaborasi pemberian obat
merasakan bronkodilator
dahaknya sedikit
keluar
DO : pasien terlihat
meminum air hangat
- Melakukan
fisioterapi dada
DS : Pasien
mengatakan sudah
bisa mengeluarkan
dahak
DO : Pasien terlihat
mengikuti
fisioterapi dada
- Melakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
DO : Pasien terlihat
dahaknya keluar
saat dilakukan
penghisapan
- Memberikan
Oksigen
DS : Pasien
mengatakan sudah
tidak sesak
DO : terpasang
Oksigen 4 lpm
Edukasi :
- Ajarkan teknik
batuk efektif
DS : Pasien
mengatakan sudah
bisa melakukan
batuk efektif
DO : Pasien terlihat
mengikuti batuk
efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik
DO :
infus RL 20 TPM,
Injeksi Ceftriaxone
2x 1 gram, injeksi
ranitidine 2x ampul,
methyl
prednisolone
2x62,5mg dan
combivent respule 8
jam
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ UAP”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD UAP
Tn. N usia 50 Tahun mengeluh nyeri dada berat seperti tertindih sejak pagi hari jam 10.00 WIB
hilang timbul skala 6 dan menetap sampai maghrib nyeri sampai keluar keringat dingin lemas
dan nyeri kepala yang mempunyai riwayat CHF, pasien terlihat meringis hari terakhir kontrol di
rumah sakit pasien diberikan obat nitrokaf 2x2,5 mg dan centrum 1x3mg, bisoprolol 1,5mg, hasil
pengkajian RR : 25x/menit, irama nafas cepat pergerakan dengan dada simetris, suara nafas
vesikuler, TD : 165/100 mmHg, nadi : 102x/menit, S: 36 0C, GCS : E4M3V6, pupil isokor,
kekuatan otot 5/5/5/5, SPO2 : 95%, EKG : Sinus Takikardi, CRT < 2 detik, akral teraba dingin,
Pupil isokor uk. 3 mm, reflex terhadap cahaya baik

FORMAT RESUME KEGAWAT DARURATAN


Nama : Hariyanto wWsnu M Nama Pasien : Tn. N
NIM : 2011040109 Usia : 50 Tahun
Hari/ Tanggal : Rabu, 17 Februari 2021 Dx Medis : UAP

I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Tidak ada obstruksi jalan nafas
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : Tidak terdengar gurgling, snoring, dan stridor
Breathing
Look : Tidak ada jejas, retraksi dinding dada simetris, terlihat pasien sesak,
pernafasan irregular RR 25x/menit
Listen : Suara nafas vesikuler, terdengar suara sonor
Feel : Tidak ada krepitasi
Circulation
Look : Terlihat tidak ada sianosis, SPO2 : 95%
Feel : Suhu : 360C, N : 102x/menit, CRT < 2 detik, akaral teraba dingin
Listen : TD : 140/80 mmHg, irama jantung regular, bunyi jantung lup dup (S1=S2)
: Kesadaran apatis
Disability E4 : Buka mata spontan
V3 : Hanya bisa mengeluarkan kata- kata, bukan berupa kalimat
M6 : Melakukan gerakan sesuai arahan
Pupil isokor uk. 3 mm, reflex terhadap cahaya baik, kekuatan otot 5/5/5/5

Exposure : Tidak terdapat jejas/ luka

B. Secondary Survey
K : Pasien mengatakan nyeri dada sampai keluar keringat dingin lemas dan nyeri kepala
O : Pasien sedang diberikan obat analgetik
M : Pasien terakhir makan 1 jam yang lalu
P : Pasien memiliki riwayat CHF
A : Pasien tidak memiliki riwayat alergi
K : pasien datang dengan kasus Unstable Angina Pektoris mengeluh nyeri dada berat
seperti tertindih sejak pagi hari jam 10.00 WIB hilang timbul skala 6 dan menetap
sampai maghrib nyeri sampai keluar keringat dingin lemas dan nyeri kepala yang
mempunyai riwayat CHF, pasien terlihat meringis
Pengkajian Nyeri :
P : Nyeri karena UAP
Q : Seperti tertindih
R : Bagian dada dan kepala
S:6
T : Hilang timbul sampai menetap
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis (iskemik dan
penurunan suplai oksigen ke otot jaringan miokard) (D.0077)
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
17 Februari Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
2021 agen cedera keperawatan selama 1x24 jam (I.08238)
16.45 WIB fisiologis diharapkan nyeri akut dapat Observasi :
(D.0077) teratasi dengan kriteria hasil : - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas,
Indikator Awal Target intensitas nyeri
Keluhan 2 5 - Identifikasi skala
nyeri nyeri
Meringis 2 5 Terapeutik
Tekanan 3 5 - Berikan teknik non
Darah farmakologis untuk
Keterangan : mengurangi rasa
1. Meningkat nyeri
2. Cukup meningkat - Fasilitasi istirahat
3. Sedang dan tidur
4. Cukup menurun Edukasi
5. Menurun - Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian analgetik

IV. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu
17 Februari - Mengidentifikasi S: Wisnu
2021 lokasi, karakteristik, - Pasien mengatakan masih
16.50 WIB durasi, frekuensi, merasakan nyeri
kualitas, intensitas - Pasien mengatakan skala nyeri 6
nyeri - Pasien mengatakan sudah banyak
DS : Pasien tidur dan istirahat
mengatakan masih O :
merasakan nyeri - P : Nyeri karena
DO : UAP Q : Tertindih
P : Nyeri karena UAP R : Dada dan kepala
Q : tertindih S : Skala 6
R : Dada dan kepala T : Hilang timbul dan menetap
S : Skala 6 - Pasien terlihat meringis
T : Hilang timbul dan - TD : 140/90 mmHg
menetap - Terlihat mengikuti teknik non
Pasien terlihat farmakologis untuk mengurangi
meringis rasa nyeri
TD : 140/90 mmHg - Pasien terlihat berbaring di tempat
- Mengidentifikasi skala tidur
nyeri - Pasien terlihat mampu melakukan
DS : Pasien teknik non farmakologis secara
mengatakan skala mandiri
nyeri 6 - Pemberian obat nitrokaf 2x2,5mg
DO : Skala nyeri 6 dan centrum 1x3 mg, bisoprolol
- Memberikan teknik 1,5 mg
non farmakologi A : Masalah belum teratasi
untuk mengurangi Indikator Awal Target Akhir
rasa nyeri Keluhan 2 5 2
DS :- nyeri
DO : Terlihat Meringis 2 5 2
mengikuti teknik Tekanan 3 5 4
nonfarmakologis Darah
- Memfasilitasi istirahat
dan tidur P : Lanjutkan intervensi
DS : Pasien - Identifikasi lokasi, karakteristik,
mengatakan sudah durasi, frekuensi, kualitas,
banyak tidur dan intensitas nyeri
istirahat - Identifikasi skala nyeri
DO : Pasien terlihat - Berikan teknik non farmakologis
berbaring di tempat untuk mengurangi rasa nyeri
tidur - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Mengajarkan teknik - Ajarkan teknik nonfarmakologis
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
untuk mengurangi - Kolaborasi pemberian analgetik
rasa nyeri
DS : -
DO : Terlihat mampu
melakukan teknik non
farmakologis secara
mandiri
- Berkolaborasi
pemberian analgetik
DS :-
DO : Pemberian obat
nitrokaf 2x2,5 mg dan
centrum 1x3mg,
bisoprolol 1,5mg
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ STROKE”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD STROKE
Tn. O usia 50 tahun dengan diagnose stroke,keluarga mengatakan pasien terjatuh dari kursi dan
sesak nafas pasien hipertensi sejak lama tidak rutin control 3 bulan yang lalu keluarga
mengatakan tangan dan kaki pasien tidak bisa digerakan dan pasien tidak bisa bicara, tidak ada
sumbatan jalan nafas. Hasil pengkajian RR : 24x/menit, nafas vesikuler, irama nafas cepat,
pergerakan dengan dada simetris suara nafas vesikuler, TD : 165/105 mmHg, N : 102x/menit,
CRT < 2 detik, akral hangat, S : 360C, tidak ada sianosis, SPO 2 95% hasil pemeriksaan GCS
E4M5V6, konjungtiva anemi, pupil isokor, respon cahaya baik, irama jantung regular, bunyi
jantung lub dup, kekuatan otot 1/5/1/5 kelemahan ekstremitas bagian kanan atas dan bawah dan
tidak bisa digerakkan saat ini diberikan oksigen, pasien terlihat terbaring di tempat tidur
FORMAT RESUME KEGAWAT DARURATAN
Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. O
NIM : 20110401109 Usia : 50 Tahun
Hari/ Tanggal : Kamis, 18 Februari 2021 Diagnosa Medis: Stroke

I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Tidak ada sumbatan jalan nafas
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : terdengar gurgling, snoring, dan stridor
Breathing
Look : Tidak ada jejas, retraksi dinding dada simetris, terlihat pasien sesak,
pernafasan irregular RR 24x/menit, terlihat terpasang oksigen
Feel : Tidak ada krepitasi
Listen : Suara nafas vesikuler, terdengar suara sonor
Circulation
Look : Terlihat tidak ada sianosis, SPO2 : 95%
Feel : Suhu : 360C, N : 102x/menit, CRT < 2 detik, akral hangat
Listen : TD :165/105 mmHg, irama jantung regular, bunyi jantung lub dup
Disability : Kesadaran Composmentis
E4 : Buka mata spontan
M6 : Bergerak mengikuti perintah
V5 : Orientasi baik
Pupil isokor, reflex terhadap cahay (+)
Kekuatan otot 1/5/1/5 kelemahan ekstremitas bagian kanan atas dan
bawah dan tidak bisa digerakkan

Exposure : Tidak ada jejas/ cedera di dada

B. Secondary Survey
K : Keluarga mengatakan pasien terjatuh dari kursi dan sesak nafas pasien hipertensi
sejak lama tidak rutin control 3 bulan yang lalu keluarga mengatakan tangan dan
kaki pasien tidak bisa digerakan dan pasien tidak bisa bicara
O : Keluarga mengatakan pasien tidak mengkonsumsi obat
M : Keluarga mengatakan pasien makan 5 jam yang lalu
P : Keluarga mengatakan pasien mempunyai riwayat hipertensi
A : Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki alergi
K : Tn. O usia 50 tahun dengan diagnose stroke,keluarga mengatakan pasien terjatuh
dari kursi dan sesak nafas pasien hipertensi sejak lama tidak rutin control 3 bulan
yang lalu keluarga mengatakan tangan dan kaki pasien tidak bisa digerakan dan
pasien tidak bisa bicara, tidak ada sumbatan jalan nafas. Hasil pengkajian RR :
24x/menit, nafas vesikuler, irama nafas cepat, pergerakan dengan dada simetris
suara nafas vesikuler, TD : 165/105 mmHg, N : 102x/menit, CRT < 2 detik, akral
hangat, S : 360C, tidak ada sianosis, SPO2 95% hasil pemeriksaan GCS
E4M5V6, konjungtiva anemi, pupil isokor, respon cahaya baik, irama jantung
regular, bunyi jantung lub dup, kekuatan otot 1/5/1/5 kelemahan ekstremitas
bagian kanan atas dan bawah dan tidak bisa digerakkan saat ini diberikan
oksigen
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Gangguan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot
(D.0054)
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
18 Februari Gangguan Setelah dilakukan tindakan Teknik Latihan
2021 Mobilitas Fisik keperawatan selama 1x24 jam Penguatan Otot
09.00 WIB b.d Penurunan gangguan mobilitas fisik dapat (I.05184)
Kekuatan Otot teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
(D.0054)) - Kaji kekuatan otot
Mobilitas Fisik (L.05042) pasien
Indikator Awal Target - Pantau daerah
Pergerakan 1 5 yang tertekan
ekstremitas adanya decubitus,
Kekuatan otot 1 5 edema, warna dan
Rentang gerak 1 5 gangguan
(ROM) sirkulasi
Terapeutik
- Bantu keluarga
melakukan
masase pada
daerah yang
tertekan
- Ubah posisi
pasien
Edukasi
- Ajarkan ROM
pada keluarga
Kolaborasi
- Kolaborasi
dengan fisioterapi

IV. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal/ Implementasi dan Evaluasi Paraf
Waktu Respon
18 Februari - Mengkaji kekuatan S : Wisnu
2021 otot pasien - Keluarga mengatakan tangan dan
09.05 WIB DS : keluarga kaki kanan pasien tidak bisa
mengatakan tangan digerakkan
dan kaki pasien tidak - Keluarga mengatakan pasien tidak
bisa digerakan bagian bisa miring kanan dan kiri harus
kanan dengan bantuan
DO : 1/5/1/5 O:
- Memantau daerah - Kekuatan otot 1/5/1/5
yang tertekan, adanya - Tampak tidak ada luka decubitus,
decubitus, edema, tidak ada edema, tidak ada
warna, dan gangguan perubahan warna kulit dan tidak ada
sirkulasi gangguan sirkulasi
DS : - - Tiidak ada gangguan sirkulasi
DO : Tampak tidak - Pasien terlihat lebih nyaman saat
ada luka decubitus, diubah posisi 2-4 jam
tidak ada edema, - Keluarga terlihat dapat melakukan
tidak ada perubahan ROM
warna kulit dan tidak A : Masalah belum teratasi
ada gangguan Indikator Awal Target Akhir
sirkulasi Pergerakan 1 5 1
- Membantu Keluarga ekstremitas
melakukan masase Kekuatan otot 1 5 1
pada daerah yang Rentang gerak 1 5 1
tertekan (ROM)
DS : -
DO : Tiidak ada P : Lanjutkan Intervensi
gangguan sirkulasi - Kaji kekuatan otot pasien
- Mengubah posisi - Pantau daerah yang tertekan adanya
pasien decubitus, edema, warna dan
DS : Keluarga gangguan sirkulasi
mengatakan pasien - Bantu keluarga melakukan masase
tidak bisa miring pada daerah yang tertekan
kanan dan kiri harus - Ubah posisi pasien
dengan bantuan - Ajarkan ROM pada keluarga
DO : Pasien terlihat - Kolaborasi dengan fisioterapi
lebih nyaman saat
diubah posisi 2-4 jam
- Mengajarkan ROM
pada keluarga pasien
DS : -
Do : Keluarga terlihat
dapat melakukan
ROM
- Kolaborasi dengan
fisioterapi
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ TB RIWAYAT B20”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD TB RIWAYAT B20

Pasien Tn. A TB dengan riwayat HIV AIDS usia 30 Tahun pasien mengeluh sesak nafas setiap
hari, pasien sering batuk, tidak terdapat dahak, respirasi 28x/menit,pasien terpasang oksigen RM
8 lpm, RR : 28x/menit, irama nafas cepat, pergerakan dinding dada simetris, suara nafas
wheezing. TD : 130/80mmHg, N : 91x/menit, CRT : < 2 detik, akral hangat, GCS :E4 M6 V5,
konjungtiva anemis, pupil isokor, sclera anikterik, kekuatan otot normal, pasien diberikan terapi
nebulizer

FORMAT RESUME KEGAWAT DARURATAN

Nama : hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. A

NIM : 20110401109 Usia : 30 Tahun

Hari/ Tanggal : Jum’at, 19 Februari 2021 Dx. Medis : TB riwayat B20

I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Tidak terdapat secret
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Listen : Suara nafas wheezing

Breathing
Look : Pasien terlihat sesak nafas, nafas cepat, terlihat menggunakan RM
8lpm
Listen : Suara nafas wheezing
Feel : Perkusi dada sonor
Circulation
Look : CRT < 2 detik
Feel : Nadi : 90x/menit, S : 36,70C, Saturasi Oksigen : 90%
Listen : TD : 130/80 mmHg

Disability : Kesadaran Composmentis, GCS : E4M6V5


Exposure : Tidak ada jejas/ tidak ada luka

B. Secondary Survey
K : Pasien mengatakan sesak nafas setiap hari
O : pasien sedang diberikan nebulizer
M : Pasien terakhir makan 4 jam
P :Pasien memiliki riwayat B20
A : Pasien tidak memiliki riwayat alergi
K : pasien mengeluh sesak nafas setiap hari, pasien sering batuk, tidak terdapat
dahak, respirasi 28x/menit
II. Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (D.0005)
III. Rencana Tindakan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
19 Februari Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan
2021 efektif b.d keperawatan selama 1x24 Napas (L.01011)
14.00 WIB hambatan upaya jam diharapkan pola nafas Observasi :
nafas (D.0005) teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor pola napas.
- Monitor bunyi napas
Pola Napas (L. 01004) tambahan.
Indikator A T Terapeutik :
Dispnea 3 5 - Posisikan pasien
Frekuensi nafas 3 5 semi fowler.
- Berikan oksigen.
Keterangan : Edukasi :
1. Memburuk - Ajarkan teknik non
2. Cukup memburuk farmakologi untuk
3. Sedang mengatasi sesak
4. Cukup membaik napas.
5. Membaik Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

IV. Implementasi dan Respon Pasien


Tanggal/ Implementasi dan respon Evaluasi Paraf
Waktu Pasien
19 Februari - Memonitor pola napas. S: Wisnu
2021 Respon : pasien merasa - Pasien mengatakan sesak napas
14.10 WIB nyaman, RR : 24 x/menit, berkurang.
SPO2 : 96% - Pasien mengatakan merasa
- Memonitor bunyi napas nyaman.
tambahan. O:
Respon : suara napas - Terdengar suara napas
vesikuler. vesikuler.
- Memposisikan pasien semi - RR : 24 x/menit.
fowler. - SPO2 : 96%
Respon : pasien merasa - Pasien tampak nyaman.
nyaman, ventilasi A : Masalah teratasi sebagian
meningkat, pasien tampak Indikator A T Akhir
nyaman.
Dispnea 3 5 4
- Memberikan oksigen.
Frekuensi nafas 3 5 4
Respon : pasien merasa
nyaman, RR : 24 x/menit,
pasien tampak nyaman, P : Lanjutkan Intervensi
pasien terpasang oksigen - Monitor pola nafas
RM 8 lpm. - Posisikan semi fowler
- Mengajarkan teknik non - Berikan oksigen
farmakologi untuk - Ajarkan teknik non
farmakologi
mengatasi sesak napas. - Kolaborasi pemberian
Respon : pasien dan bronkodilator, ekspektoran,
keluarga mengetahui cara mukolitik, jika perlu
melakukan teknik relaksasi
aromaterapy,pasien dan
keluarga dapat
mempraktekkan teknik
relaksasi aromaterapy.
- Melakukan kolaborasi
pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Respon : pasien terlihat
diberikan nebulizer
LAPORAN PENDAHULUAN INTRACEREBRAL HEMORHAGE
(ICH)

A. Definisi

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single,
Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah.
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.Hemorragi ini
biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka
tembak ,cidera tumpul.
Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya
diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh
darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom
bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16
kasus cidera.
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral
hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.

B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok.

C. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial
kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatif aseluler korona
radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria perforating kecil yang meninggalkan
arteria serebral media dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai
arteria lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien
hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga rupturnya
menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang
dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan
mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat
datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh
kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini
karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%.
Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda
khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan
gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat
ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah.
Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena.

Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua carayaitu:


1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus dimana
hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang selluler
namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi
neurologis yang mungkin reversibel.80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam
eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma
memecah kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis
PSA.

Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 45-75
tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang
mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet kurang
dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko
terjadinya PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata pada
ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada pons. Karenanya
kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta
frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%,
talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan
adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia disebabkan
oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada
aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria
lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS
kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau
tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan,
sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik yang
tersering menimbulkan perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan defisit
neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung pada
derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik
dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor
terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober
superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot
ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter
lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis
buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.
D. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal
itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada
orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya
disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali
mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau
menjadi pusing.
Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual,
muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan
detik sampai menit.

Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya
hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat
timbul segera atau secara lambat
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra
kranium.

E. Penatalaksanaan Medis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic.
Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami
tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan
besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak
sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan
antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika
orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka
bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet
3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma
segar yang dibekukan)
4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang
membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam
tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena
operasi itu sendiri bisa merusak otak.
Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah
sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik
dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya
yang menunjang.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan.

a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan refleks

9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
- CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
- MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
- Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
- Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
- Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot
3. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
4. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Gangguan mobilisasi Tujuan : setelah dilakukan . Observasi . Inspeksi kondisi
fisik b.d kondisi tindakan keperawatan selama kondisi awal pasien
yang melemah waktu 4X24 jam pasien fisik klien . Merencanakan
diharapkan dapat melakukan . Rencanakan porsi latihan
mibilisasi fisik secara optimal. proses latihan untuk
Kriteria hasil: yang efisien menunjang
- Tonus otot bertambah bila perlu kesembuhan
- Mobilisasi ROM pasif kolaborasikan pasien
menjadi aktif dengan
- fisioterapi
Tidak mengeram kesakitan untuk
dala m proses latihan menambah . Memberikan
proses latihan kenyamanan
. Atur posisi
senyaman . Melakukan
mungkin tindakan
. Mengajari keperawatan
pasien ROM . Monitoring
pasif dan aktif tindakan yang
. Biarkan sudah dilakukan
pasien
Tujuan : setelah dilakukan mempraktikan
tindakan keperawatan dalam kembali yang
waktu 6X24 jam diharapkan sudah
. Mengetahui
pasien dapt terpenuhi aktivitas diajarkan tapi
perkembangan
sehari hari dengan normal dengan
latihan
Kriteria hasil : pengawasan
. Memberikan
- Terjadi peningkatan tonus perawat
informasi
otot . Observasi
- Pasien kepada pasien.
kembali
dapat melakukan aktivitas seh peningkatan
gerak fisik
ari hari dengan mandiri . Berikan
- Tidak terasa sakit HE(healt . Inspeksi kondisi
bila melakukan latihan education)tent awal pasien
ang . Merencanakan
Gangguan intoleransi pentingnya porsi latihan
aktivitas b.d latihan ROM. untuk
kelemahan tonus otot menunjang
. Observasi kesembuhan
kondisi pasien
fisik klien
. Rencanakan
proses latihan
Tujuan : setelah dilakukan yang efisien . Memberikan
tindakan keperawatan dalam bila perlu kenyamanan
waktu 3X24 jam diharapkan rasa kolaborasikan
nyeri yang dirasak pasien dapat dengan . Melakukan
berkurang atau bahkan hilang fisioterapi tindakan
Kriteria Hasil : untuk keperawatan
- Wajah tidak mengurung menambah . Monitoring
dan menahan kesakitan proses latihan tindakan yang
- Skala nyeri turun . Atur posisi sudah dilakukan
- Pasien senyaman
tidak memegangi mungkin
bagian yang sakit . Mengajari
pasien ROM
pasif dan aktif . Melanjutkan
. Biarkan proses latihan
pasien keperawatan
mempraktikan
kembali yang
sudah . Memberi
diajarkan tapi semangat untuk
Tujuan : setelah dilakukan dengan menambah
tindakan keperawatan dalam pengawasan latihan.
waktu 1X24 jam diharapkan perawat
Gangguan rasanyam pasien terpenuhi dalam perawatan . Bila sudah
dirinya secara optimal bisa
an Nyeri b.d
Kriteria Hasil : menyangga . Inspeksi skala
peningkatan tekanan
-.Wajah tidak lesu tubuh ajarkan nyeri awal dari
intrakranial (TIK)
- Kulit tidak saling melengket berjalan tapi pasien
- Badan menjadi harum dengan
dammpingan . Memberikan ras
perawat a nyaman
. Berikan . Melakukan
dukungan terapi perawatan
dalam setiap
tindakan yang
sudah
dilakukan.
. Memantau
adakah kelainan
dari
. Observasi pemeriksaan
secara
subjektiv skal . Membantu
nyeri yang mempercepat
dirasakan kesembuhan
pasien pasien
. Beri posisi . Memberi
yang nyaman informasi secara
. Ajari metode lengkap
relaksasi
seperti
distraksi,
nafas dalam, . monitoring
dan bila perkembangan
Defisit perawatan emosi ajarkan setelah
diri b.d kelemahan imajinasi dilakukan
otot terpimpin tindakan
. Anjurkan keperawatan
pasien untuk
melakukan
pemeriksaan . Obsevasi
CT-Scan kondisi awal
. Kolaborasika dari pasien
n dengan
pihak medis
untuk terapi . Menyiapkan
obat alat dari suatu
. Berikan HE bagian tindakan
tentang keperawatan
pentingnya . Menghindari
ambulansi penolakan dri
saat tindakan
emergensi keperawatan
. Observasi . Menjaga privasi
penurunan pasien
skala nyeri . Melakukan
yang tindakan
dirasakan keperawatan
. Monitoring
tindakan yang
sudah
dilakukan
. Observasi . Membantu
kondisi awal memberikan
pasien informasi secara
terutama fisik jelas.
dan
kebersihan
. Siapkan alat
untuk
melakukan
PH

. Memberitahu
maksud dan
tujuan
tindakan yang
dilakukan
. Menutup
gorden

. Melakukan
PH sambil
mengajari
keluarga
. Observasi
tindakan yang
dilakukan
. Beri HE
pentingnya
perawatan diri

D. Evaluasi
1. Tidak terjadi gangguan mobilisasi fisik
2. Tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas
3. Tidak terjadi gangguan nyaman nyeri
4. Tidak terjadi gangguan defisit perawatan diri.
DAFTAR
PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,

Edisi

3, EGC, Jakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah

Saraf
Indonesia, Surabaya.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan


Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkala

.
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ ICH”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD ICH
Tn. N, Usia 54 tahun, pasien diantar keluarganya ke IGD hari Jumat tanggal 14 Februari 2020
dengan penurunan kesadaran sopor dengan GCS E2M2V2, pasien mengalami nyeri kepala
muntah susah bicara dan mengalami kelemahan anggota gerak. Pemeriksaan tanda- tanda vital
ditemukan RR 26x/menit, nafas cepat, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, TD
140/80 mmHg, N = 100x/menit, S = 370C, CRT : < 2 detik, pupil isokor saat dirangsang cahaya
positif, kekuatan otot 5/2/5/2, akral hangat, terapi diberikan sedasi dan antikonvulsan.

Data tambahan : Keluarga Tn. N mengatakan, Tn. N saat akan menyeberang dijalan depan
rumah, pasien ditabrak sepeda motor dari arah kiri kemudian pasien terjatuh dengan kepala
kanan membentur aspal. Pemeriksaan CT Scan terdapat terdapat perdarahan intracranial
hematoma di kepala sebelah kanan

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. N
NIM :2011040109 Usia : 54 Tahun
Hari/ Tanggal : Senin/ 15 Februari 2020 Dx Medis : ICH

I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : suara nafas vesikuler
Feel : hembusan nafas terasa di punggung tangan

Breathing
Look : Tidak ada jejas, pergerakan dinding dada simetris, nafas cepat
Listen : Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, paru saat di perkusi
terdapat bunyi sonor, RR : 26X/menit
Feel : Tidak ada krepitas/ fraktur
Circulation
Look : Tidak ada sianosis
Listen : TD : 140/80 mmHg
Feel : Akral hangat N : 100x/menit S : 370C CRT :
< 2 detik

Disability : E2 M2 V2 (Sopor) : mata membuka terhadap rangsang nyeri, Tn. N


hanya mengerang, pupil isokor saat dirangsang cahaya positif, respon ekstensi abnormal
yaitu pada ekstremitas atas dan bawah sebelah kanan dengan kekuatan otot 2
Exposure : Tidak ada jejas, tidak ada luka

B. Secondary Survey (KOMPAK/ AMPLE)


Tn. N diantar keluarganya ke IGD pukul 14.50 dengan keluhan penurunan kesadaran,
pasien mengalami nyeri kepala, muntah, susah bicara, dan mengalami kelemahan anggota
gerak, sebelumnya pasien tidak mengkonsumsi obat apapun, sebelumnya pasien makan
nasi kurang lebih 3 jam yang lalu, pasien dahulu pernah mengalami stroke 6 tahun yang
lalu dan tidak ada riwayat alergi. Tn. N mengalami penurunan kesadaran langsung dibawa
ke IGD RSMS oleh keluarganya, kejadiannya , Tn. N saat akan menyeberang dijalan
depan rumah, pasien ditabrak sepeda motor dari arah kiri kemudian pasien terjatuh dengan
kepala kanan membentur aspal .
C. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama :
Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif(D.0017) b.d cedera kepala d.d nyeri kepala,
muntah, susah bicara, penurunan kesadaran sopor, Pemeriksaan CT Scan terdapat terdapat
perdarahan intracranial hematoma di kepala sebelah kanan, RR : 28x/menit.
II. Perencanaan Keperawatan
Tanggal Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
01 Februari Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Peningkatan
2021 jaringan serebral tidak selama 1x24 jam diharapkan risiko perfusi Tekanan Intrakranial (I.09325)
12.00 WIB efektif (D.0017) serbral tidak efektif (D. 0017) berkurang Observasi
dengan kriteria hasil : a. Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis. Lesi,
Perfusi Serbral (L. 02014) gangguan metabolism, edema
Indikator Awal Target serebral)
Tingkat kesadaran 2 4 b. Monitor tanda/ gejala
Keterangan : peningkatan tik (mis. Tekanan
1. Menurun darah meningkat, tekanan nadi
2. Cukup menurun melebar, bradikardia, pola
3. Sedang nafas ireguler, kesadaran
4. Cukup meningkat menurun)
5. Meningkat c. Monitor status pernafasan
Terapeutik :
Indikator Awal Target a. Minimalkan stimulus dengan
Sakit kepala 4 2 menyediakan lingkungan yang
Keterangan : tenang
1. Meningkat b. Berikan posisi semi fowler
2. Cukup meningkat c. Cegah terjadinya kejang
3. Sedang d. Pertahankan suhu tubuh
4. Cukup menurun normal
5. Menurun Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian sedasi
Indikator Awal Target dan anti konvulsan
Tekanan darah sistolik 4 5
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

III. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal/ Waktu Implementasi dan Respon Evaluasi Paraf
01 Februari 2021 a. Mengidentifikasi penyebab peningkatan S: Wisnu
12.30 WIB TIK - Pasien mengatakan sesak
DS :- berkurang O :
DO : hasil CT Scan terdapat perdarahan - Kedalaman nafas dangkal
intracranial hematoma di kepala sebelah - Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
kanan, Pasien membuka mata jika - Tidak terdapat bunyi nafasa tmbahan
dirangsang nyeri TTV :
b. Monitor tanda/ gejala peningkatan tik TD : 130/70 mmHg, N :90x/menit, RR :
(mis. Tekanan darah meningkat, tekanan 25x/menit S: 36,80 C
nadi melebar, bradikardia, pola nafas A: Masalah teratasi sebagian
ireguler, kesadaran menurun) P : Lanjutkan intervensi
DS:- - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
DO : TD : 130/70 mmHg, N :90x/menit, - Monitor tanda/ gejala peningkatan TIK
RR : 25x/menit - Monitor status pernafasan
c. Monitor status pernafasan - Meminimalkan stimulus dengan
DS :- menyediakan lingkungan yang tenang
DO : Kedalaman nafas dangkal, tidak - Berikan posisi semi fowler
menggunakan otot bantu pernafasan, - Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
tidak terdapat bunyi nafas tambahan konvulsan
d. Meminimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
DS :-
DO : penunggu pasien di IGD hanya satu
orang dan tidak bnyak yang menengok
pasien
e. Memberikan posisi semi fowler
DS : pasien mengatakan sesak sedikit
berkurang
DO : RR : 25x/menit
f. Mengkolaborasi pemberian sedasi dan
anti konvulsan
DS :-
DO : Pasien terlihat lebih tenang dan
tidak mengalami kejang lagi
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ HIPOGLIKEMIA”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD HIPOGLIKEMIA

Ny. L , 36 tahun, pasien datang ke IGD dengan penurunan kesdaran, sebelumnya pasien
mengeluh lemas tampak sedikit sesak nafas respirasi 25x/menit pasien mempunyai riwayat
penyakit DM. Hasil KGD : 66 g/dl, keluarga pasien mengatakan pasien tidak nafsu makan hasil
pemeriksaan TTV, RR : 25x/menit, irama nafas regular, pergerakan dinding dada simetris,
vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, TD = 150/70 mmHg, Nadi : 101x/menit, 370C, CRT :
< 2 detik, GCS E3 M4 V3, delirium pupil isokor saat dirangsang cahaya +, kekuatan otot 5/5/5/5

Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Ny. L

NIM 2011040109 Usia : 36 Tahun

Hari/ Tanggal : Selasa, 16 Februari 2020 Dx. Medis : Hipoglikemia

I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
1. Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : Suara naafas vesikuler
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan

2. Breathing
Look : Tidak ada jejas, pergerakan dinding dada simetris, nafas sedikit cepat
Listen : Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
Feel : Irama nafas regular, RR : 25x/menit

3. Circulation
Look : Tidak terdapat sianosis, CRT < 2 detik
Listen : Tekanan Darah 150/70 mmHg
Feel : Akral teraba hangat, Nadi : 101x/menit, nadi teraba kuat

4. Disability : Kesadaran pasien delirium E3 M4 V3, pupil isokor terhadap cahaya


ukuran pupil 3 mm
5. Exposure : Tidak terdapat jejas, tidak terdapat luka
B. Secondary Survey (KOMPAK/ Keluhan Utama)
Pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran, sebelumnya pasien mengeluh lemas
tampak sedikit sesak, pasien sebelumnya tidak minum obat, sebelum dibawa ke IGD
pasien tidak makan, mempunyai riwayat DM, tidak ada alergi obat, keluarga pasien
mengatakan tidak nafsu makan
C. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama :
Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) b.d gangguan metabolik bawaan
II. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
02 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen
Februari glukosa darah keperawatan selama 1x24 jam Hipoglikemia
2021 (D.0027) diharapkan ketidakstabilan (I.03115)
15.05 glukosa darah berkurang dengan Observasi :
WIB kriteria hasil : 1. Identifikasi
Kestabilan kadar glukosa darah kemungkinn
(L.03022) penyebab
Indikator Awal Target hipoglikemia
Kadar glukosa 2 4 2. Monitor kadar
dalam darah glukosa darah
Keterangan : Terapeutik :
1. Memburuk 3. Pertahankan akses
2. Cukup memburuk IV
3. Sedang Edukasi :
4. Cukup membaik 4. Ajarkan
5. Membaik pengelolaan
Indikator Awal Target hipoglikemia
Lelah/ lesu 4 3 Kolaborasi :
Keterangan : 5. Kolaborasi
1. Meningkat pemberian
2. Cukup meningkat dextrose dan
3. Sedang glucagon, jika
4. Cukup menurun perlu
5. Menurun
Indikator Awal Target
Kesadaran 2 3
Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Tanggal/ Implementasi dan Respon Evaluasi Paraf
Waktu
02 - Mengidentifikasi S: Wisnu
Februari kemungkinan Pasien mengatakan lemas
2021 penyebab O:
15. 15 hipoglikemia – TD : 140/70 mmHg, N :
98x/menit, S : 36,70C, RR :
WIB DS : Keluarga
24x/menit
mengatakan pasien – Mukosa bibir tampak pucat
– GCS : E3 V3 M5 (delirium)
lemas karena kurang
nafsu makan
DO : mukosa bibir
tampak pucat A : Masalah belum teratasi
- Memonitor TD, N, Indikator Awal Target Akhir
RR Kadar glukosa 2 4 3
DS :- dalam darah
DO : TD : 140/70
mmHg, N : Indikator Awal Target Akhir
0
98x/menit, S : 36,7 C, Lelah/ lesu 4 3 4
RR : 23x/menit
- Memberikan dextrose Indikator Awal Target Akhir
lewat IV Kesadaran 2 3 2
DS : -
DO : Dextrose sudah P : Intervensi dilanjutkan
diberikan
- Memonitor kadar gula - Monitor TTV tiap jam
darah - Monitor kadar gula darah setelah
DS: - pemberian dextrose
DO : Kadar glukosa - Kolaborasi pemberian dextrose
darah 100 g/dl - Ajarkan keluarga pengelolaan
- Memeriksa tingkat hipoglikemia
kesadaran
DS: pasien
mengatakan lemas
DO : tampak klien
membuka mata ketika
dipanggil, menjawab
pertanyaan namun
hanya menjawab
“lemes..lemess”,
tangan melokalisasi
nyeri.
aaRESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ PPOK”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD PPOK

Tn. C, usia 87 tahun dengan PPOK, pasien dating ke IGD rumah sakit dengan keluhan sesak
nafas memberat sejak 1 bulan terakhir mual munta (-), nyeri dada (-), jalan nafas paten irama
nafas tidak teratur, ada retraksi dinding dada, RR 28x/menit, akral hangat tidak ada sianosis, TD
120/80 mmHg, N : 90x/menit, CRT < 2 detik, S : 360C, Kesadaran : CM, pupil isokor 2 mili efek
cahaya (+), kekuatan otot 5/5/5/5. Terapi yang telah diberikan oksigen NK 4 lpm, infus RL 20
tpm, injeksi ceftriaxone 2 x1 gram, injeksi ranitidine 2 ampul, methylprednisolone 2 x 62,5 mg,
combivent respule 8 jam

Data Tambahan : suara nafas wheezing

Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. C

NIM : 2011040109 Umur : 87 tahun

Hari/ Tanggal : Rabu, 03 Februari 2020 Dx. Medis : PPOK

I. PENGKAJIAN
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Feel : Suara nafas wheezing

Breathing
Look : Ada retraksi dinding dada
Listen : Suara nafas wheezing
Feel : Respirasi :28x/menit , irama nafas tidak teratur

Circulation
Look : Tidak terdapat sianosis, CRT < 2 detik, S : 360C
Listen : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Feel : Akral hangat, Nadi : 90x/menit, nadi teraba kuat

Disability : Kesadaran: Composmentis GCS E4 M5 V6, pupil isokor ukuran 2 mm


Exposure : Tidak ada jejas, tidak ada luka, tidak ada fraktur
B. Secondary Survey (KOMPAK/ Keluhan Utama)
Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan sesak nafas memberat sejak 1 bulan
terakhir, mual muntah (-), nyeri dada (-). Saat pasien dibawa ke IGD pasien sudah
makan 5 jam yang lalu, mempunyai riwayat merokok, tidak ada alergi obat.
C. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang Utama :
Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
II. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tanggal / Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
03 Pola Nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan
Februari Tidak Efektif keperawatan selama 1 x 24 jam Napas (I.01011)
2021 (D.0005) diharapkan pola nafas tidak efektif Observasi :
16.30 WIB berkurang dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola
napas (frekuensi,
Pola nafas (L.01004) kedalaman, usaha
Indikator Awal Target nafas)
Dispnea 4 2 2. Monitor bunyi
Keterangan : nafas tambahan
1. Meningkat (mis. Gurgling,
2. Cukup meningkat mengi, wheezing,
3. Sedang ronkhi kering)
4. Cukup menurun Tindakan
5. Menurun 3. Posisikan semi
fowler atau
Indikator Awal Target fowler
Frekuensi nafas 3 4 4. Berikan oksigen
Kedalaman 3 4 Edukasi
nafas 5. Anjurkan asupan
Keterangan : cairan 2000
1. Memburuk ml/hari, jika
2. Cukup memburuk
tidak
3. Sedang
kontraindikasi
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal Implementasi dan Evaluasi Paraf
/ Waktu Respon
03 - Memonitor pola S: pasien mengatakan nyaman dan sesak Wisn
Februari nafas (frekuensi, nafas berkurang u
2021 kedalaman, usaha O : RR : 22x/menit, kedalaman nafas
16.40 nafas) dangkalsuara nafas vesikuler
WIB Respon :RR : A : masalah teratasi sebagian
22x/menit, Indikator Awal Target Akhir
kedalaman dangkal Dispnea 4 2 3
- Memonitor bunyi
nafas tambahana Indikator Awal Target Akhir
(mis. Snoring, Frekuensi nafas 3 4 4
gurgling, Kedalaman nafas 3 4 4
wheezing)
Respon : suara P : Lanjutkan intervensi
nafas vesikuler - Monitor pola nafas
- Memposisikan - Memposisikan semi fowler/ fowler
semi fowler/ - Memberikan oksigen
fowler
Respon : Pasien
mengatakan
nyaman
- Memberikan
oksigen
Respon : pasien
mengatakan sesak
berkurang
- Pemberian Obat :
Injeksi ceftriaxone
2 x1 gram
Injeksi ranitidine 2
ampul
Methylprednisolon
e 2 x 62,5 mg
Combivent respule
8 jam
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ CKD”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD CKD

Tn. D, usia 52 tahun pasien anemia dengan CKD, pasien datang ke IGD rumah sakit rujukan dari
rumah sakit A dengan keluhan sesak nafas dua hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat,
pucat lemas mual. Pasien mengatakan belum pernah cuci darah berapi yang sudah diberikan
oksigen 3 L/m, NaCl 0,9 10 TPM furosemid 3X1 ampul, terapi asam folat 3x1 tablet, transfusi
PRC 2 kolf. Suara nafas wheezing, ada retraksi dinding dada, 28 x/m, TD: 155/95 mmHg, Nadi:
65 kali /m, CRT; < 2 detik, turgor kulit baik , S: 36, kesadaran compos mentis GCS E5 M4V6
diameter isokor diameter (2mm) respon cahaya positif kekuatan otot 5/5/5/5

FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. D
NIM : 2011040109 Usia : 52 Tahun
Hari/ Tanggal : Kamis , 19 Februari 2021 Dx. Medis : CKD

I. Pengkajian
A. Primary Survey
Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : Suara nafas wheezing
Feel : Hembusan nafas terasa di punggung tangan

Breathing
Look : Tn. D terlihat menggunakan oksigen 3 l/menit, tidak ada jejas, ada retraksi
dinding dada
Listen : Suara nafas wheezing, saat di perkusi pekak, RR : 28x/menit
Feel : Tidak ada krepitas/ fraktur

Circulation
Look : Konjungtiva anemis, tidak ada sianosis
Listen : TD : 155/95 mmHg, SPO2: 87%
Feel : turgor kulit baik, berkeringat, N : 65x/menit, S : 360C, CRT < 2 detik

Disability
Kesadaran Composmentis dengan GCS E4 M4 V6, Pupil isokor dengan diameter 2 mm,
pupil terhadap respon cahaya positif
Exposure
Tidak ada jejas, tidak ada luka
B. Secondary Survey
Tn. D datang ke IGD rumah sakit rujukan dari rumah sakit A dengan keluhan sesak
nafas dua hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat, pucat lemas mual,
sebelumnya pasien mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter, sebelumnya pasien juga
makan nasi ± 6 jam yang lalu, pasien mempunyai riwayat anemia dan CKD, pasien
mengatakan sesak dirasakan 2 hari dan sesaknya dirasakan secara tiba- tiba tidak
mempunyai alergi. Dari pemeriksaan hasil TTV didapatkan : TD : 155/95 mmHg, N :
65x/menit, RR : 28x/menit, S : 360C, SPO2 : 87%
K : sesak nafas dua hari
O : mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter
M : makan nasi 6 jam yang lalu
P : pasien mengatakan mempunyai riwayat anemia dan CKD
A : tidak mempunyai alergi
K : pasien mengatakan sesak yang memberat
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Pola Nafas Tidak efektif (D.0005)
III. Perencanaan Keperawatan
Tanggal/ Diagnosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
04 Februari Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
2021 Efektif (D.0005) selama 1x24 jam diharapkan pola nafas Observasi :
09.00 WIB tidak efektif dapat teratasi dengan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
kriteri hasil : kedalaman, usaha nafas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis,
Pola Nafas (L.01004) gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Indikator Awal Target kering)
Dispnea 3 1 Terapeutik :
3. Posisikan semi fowler- fowler
Keterangan: 4. Berikan oksigen jika perlu
1. Meningkat Edukasi :
2. Cukup meningkat 5. Anjurkan asupan cairan 2000ml/
3. Sedang hari, jika tidak kontraindikasi
4. Cukup menurun
5. Menurun

Indikator Awal Target


Frekuensi Nafas 3 5
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

IV. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal/ Waktu Implementasi dan Respon Evaluasi Paraf
04 Februari 2021 - Memonitor pola nafas (frekuensi, S : Wisnu
09.05 WIB kedalaman, usaha nafas) - Pasien mengatakan sedikit nyaman
Respon : RR : 23x/menit - Pasien mengatakan sesak nafas
- Memonitor bunyi nafas tambahan (mis. berkurang O:
Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) - RR : 23x/menit
Respon : suara nafas vesikuler - Suara nafas vesikuler
- Memposisikan semi fowler atau fowler - Pasien terlihat terpasang nasal kanul 3l/menit
Respon: pasien mengatakan sedikit A : Masalah teratasi sebagian
nyaman Indikator Awal Target Akhir
- Memberikan oksigen Dispnea 3 5 4
Respon : pasien mengatakan sesak
berkurang, Pasien terlihat terpasang nasal Indikator Awal Target Akhir
kanul 3l/ menit Frekuensi nafas 3 5 4

P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor pola nafas
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Posisi semi fowler atau fowler
- Berikan oksigen
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ CHEPALGIA”

Disusun Oleh :

Nama : Hariyanto Wisnu Murti

Nim : 2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
RESUME KGD CEPHALGIA
Tn. G, usia 45 tahun dengan cephalgia kronik, pasien dating ke IGD RS dengan keluhan sakit
kepala berulang sejak 1 bulan dari kepala seperti di tusuk- tusuk berat jika dibawa aktivitas dan
berkembang saat istirahat nyeri kepala dengan skala 6 secara hilang timbul, namun nyeri dirasa
memberat dua hari ini, pasien pernah pingsan, sakit sudah dialami selama 2 tahun. Hasil
pengkajian irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak terlihat otot bantu pernafasan, RR :
24x/menit, akral hangat, tidak ada sianosis, TD : 138/ 83 mmHg, N : 81x/menit, CRT < 2 detik,
tidak ada perdarahan, lembab, turgor kulit baik, tidak ada decubitus. Suhu : 36,20C, GCS
E4M5V6, pupil isokor, respon cahaya positif, kekuatan otot 5/5/5/5. Terapi ketorolac 1x3 ampul,
ranitidine 3x1 ampul, infus RL 12 tpm.
FORMAT RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama : Hariyanto Wisnu M Nama Pasien : Tn. G
NIM : 2011040109 Usia : 45 Tahun
Hari/ Tanggal : Jum’at, 05 Februari 2021 Dx. Medis : Cephalgia

I. Pengkajian
A. Primary Survey
1. Airway
Look : Jalan nafas paten, tidak ada sumbatan
Listen : Hembusan nafas terasa di punggung tangan
Feel : Suara naafs vesikuler

2. Breathing
Look : Tidak terlihat otot bantu pernafasan
Listen : Suara nafas vesikuler
Feel : RR : 24x/menit, irama nafas teratur

3. Circulation
Look : Tidak terdapat sianosis, CRT < 2 detik, S : 36,20C, tidak terdapat
perdarahan
Listen : TD : 138/83 mmHg
Feel : Turgor kulit baik, akral hangat, lembab, N : 81x/menit, nadi teraba kuat

4. Disability : Kesadaran Composmentis, GCS E4M5V6, pupil isokor, respon cahaya


positif
5. Exposure : Tidak ada luka, tidak ada jejas, tidak ada decubitus
B. Secondary Survey (KOMPAK/Keluhan Utama)
Tn. G dating ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan sakit kepala berulang sejak 1 bulan
dari kepala seperti di tusuk- tusuk berat jika dibawa aktivitas dan berkembang saat
istirahat nyeri kepala dengan skala 6 secara hilang timbul, namun nyeri dirasa memberat
dua hari ini, pasien pernah pingsan, sakit sudah dialami selama 2 tahun. Sebelumnya
pasien mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter, pasien juga sudah makan nasi
2 jam yang lalu, pasien mengatakan sakit sudah dialami selama 2 tahun dan tidak
mempunyai alergi. Hasil pengkajian tanda- tanda vital didaptkan : Tekanan Darah :
138/83 mmHg, N : 81x/menit, RR : 24x/menit, S : 36,20C.
K : sakit kepala berulang 1 bulan
O : Mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter
M : Makan nasi 2 jam yang lalu
P : pasien mengatakan sakit sudah dialami selama 2 tahun yang lalu
A : Tidak mempunyai alergi
K : nyeri dirasa memberat dua hari ini
Pengkajian Nyeri
P : Sakit Kepala
Q : Seperti ditusuk- tusuk
R : Di kepala
S:6
T : Hilang timbul
II. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama : Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)
III. Perencanaan Keperawatan
Tanggal/ Daignosa SLKI SIKI
Waktu Keperawatan
05 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Februari agen keperawatan selama 1x24 (08238)
2021 pencedera jam diharapkan nyeri akut Observasi :
12.10 fisiologis dapat teratasi dengan - Identifikasi
WIB (D.0077) kriteria hasil : lokasi,
karakteristik,
Tingkat Nyeri (L.08066) durasi,
Indikator Awal Target frekuensi,
Keluhan 4 2 kualitas,
Nyeri intensitas
Keterangan : nyeri
1. Meningkat - Identifikasi
2. Cukup meningkat skala nyeri
3. Sedang - Monitor efek
4. Cukup menurun samping
5. Menurun penggunaan
analgetik
Indikator Awal Target Terapeutik :
Pola 4 5 - Berikan
Napas teknik
Keterangan : nonfarmakol
1. Memburuk ogis untuk
2. Cukup memburuk mengurangi
3. Sedang rasa nyeri
4. Cukup membaik (mis. TENS,
5. Membaik hypnosis,
akupresur,
terapi music,
biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapu,
teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/
dingin)
- Fasilitasi
istirahat dan
tidur
Edukasi :
- Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri
- Anjurkan
menggunaka
n analgetik
secara tepat
- Ajarkan
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
analgetik

IV. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Tanggal Implementasi dan Evaluasi Para
/ Waktu Respon f
05 1. Mengidentifikas S: wisn
Februari i lokasi, - Pasien mengatakn nyeri skala u
2021 karakteristik, 4
12.15 durasi, - Pasien mengatakan lebih
WIB frekuensi, tenang setelah diberikan
kualitas, aromaterapi
intensitas nyeri - Pasien mengatakan nyeri
Respon : berkurang
P : sakit kepala O:
Q : seperti di - P : Sakit kepala
gigit semut Q : Seperti di gigit semut
R : kepala R : Kepala
S:4 S:4
T : hilang T : Hilang Timbul
timbul - Pasien terlihat tampak tenang
2. Mengidentifikas dan rileks
i skala nyeri - Pasien tampak tenang dan
Respon : pasien rileks
mengatakan TTV :
skala nyeri 4 TD ; 128/75 mmHg
3. Memberikan N : 80x/menit
teknik RR : 20x/menit
nonfarmakologi S : 36,00C
s untuk A : Masalah teratasi sebagian
mengurangi rasa
nyeri yaitu Indikato Awa Targe Akhi
aromaterapi r l t r
Respon : Keluhan 4 3 2
- Pasien Nyeri
mengatakan
lebih tenang Indikato Awa Targe Akhi
setelah r l t r
menghirup Pola 4 5 5
aromaterapi Nafas
- Pasien
mengatakan P : Lanjutkan Intervensi
nyeri - Berikan teknik non
berkurang farmakologi untuk
- Pasien terlihat mengurangi rasa nyeri
tampak - Anjurkan untuk memonitor
tenang dan secara mandiri
rileks - Ajarkan teknik non
4. Menganjurkan farmakalogis
untuk - Kolaborasi pemberian
memonitor nyeri analgetik
secara mandiri
Respon : pasien
tampak bisa
mengontrol
nyeri
5. Mengajarkan
teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi rasa
nyeri
Respon : pasien
mengatakan
nyeri berkurang
dan skala nyeri
4
6. Berkolaborasi
pemberian
analgetik
Resspon : obat
analgetik masuk
sesuai dosis
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN CHRONIC KODNEY DISEASE (CKD)

DIRUANG ICU RSUD. PROF. DR. MARGONO

SOEKARJO

Disusun Oleh :

Hariyanto Wisnu Murti

2011040109
FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN 2020/2021

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DESEASE

(H) DEFINISI

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk


mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan


sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal
kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal


ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga
tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh
dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

(I) ETIOLOGI

Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan


dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.

1. Penyakit ginjal
a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.

b. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.

c. Batu ginjal: nefrolitiasis.

d. Kista di ginjal: polycstis kidney.

e. Trauma langsung pada ginjal.

f. Keganasan pada ginjal.

g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur

2. Penyakit umum luar ginjal :

a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

b. Dyslipidemia.

c. SLE.

d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

e. Preeklamsi.

f. Obat-obatan.

g. Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).

(J) TANDA DAN GEJALA

Karena pada gagal ginjal kronis setiap sisem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.

Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjsl kronis mencakup hipertensi


(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-angiotenin-
aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan
berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin
uremik).

Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir.
Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muantah
dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran,
ketidak mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.

Tanda dan gejala antara lain :

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.

b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2006) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2011) adalah sebagai berikut:

1. Sistem Kardiovaskuler

 Hipertensi , gagal jantung, udema pulmoner , perikarditis

 Pitting edema ( kaki, tangan)

 Edema periorbital

 Pembesaran vena jugularis

2. Sistem Dermatologi

 Warna kulit pucat

 Kulit kering bersisik

 Pruritus

 Ekimosis

 Kuku tipis dan rapuh

 Rambut tipis dan kasar

3. Sistem Pulmoner
a. Krekles

b. Skotum kental dan liat

c. Nafas dangkal

d. Pernafasan kusmaul

4. Sistem Gastrointestinal

 Anoreksia, mual dan muntah

 Perdarahan saluran GI

 Ulserasi dan pardarahan mulut

 Nafas berbau ammonia

5. Sistem Muscouloskeletal

 Kram otot

 Kehilangan kekuatan otot

 Fraktur tulang

6. Sistem integumen

1. Warna kulit abu-abu mengkilat

2. Pruritis

3. Kulit kering bersisik

4. Ekimosis

5. Kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar

7. Sistem reproduksi

 Amenore

 Atrofi testis
(K) PATOFISIOLOGI
Patofisiologi GGK pada awalnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada
diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga
terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular
sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu
akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada
glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga
menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan
perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan
filtrasi (NIDDK, 2016).
Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi
spesifik dan membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen,
antibodi, dan sistem komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu
proses inflamasi dalam glomerulus. Endapan kompleks imun akan
mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack Complex
yang menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2009).
Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada
nefron yang masih sehat sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan
nefron. Namun, proses kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya
diikuti oleh proses maladaptif berupa nekrosis nefron yang tersisa
(Isselbacher dkk, 2012). Proses tersebut akan menyebabkan penurunan
fungsi nefron secara progresif.
Selain itu, aktivitas dari renin-angiotensinaldosteron juga
berkontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas dari
nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan karena aktivitas renin-
angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011). Pada pasien GGK,
terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini
disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel
(Isselbacher dkk, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis
air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi
hipertensi (Tortora, 2011).
Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan
merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal
mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari
hipertensi (Saad, 2014). Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak
substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin,
contohnya seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison, 2012).
Penurunan kadar protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena
terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan dapat
berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure, 2013).
Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam
hal ini. Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke
ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron sehingga
terjadi peningkatan aliran darah (Tortora, 2011). Gagal ginjal kronik
menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin
merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi
dan proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan
terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia
(Harrison, 2012).
(L) PATHWAY
Infeksi vaskuler zat tosik

Reaksi antigen antibodi arteriosklorosis tertimbun


ginjal

Suplai darah menurun

GFR turun

GGK

Sekresi protein retensi NA sekresi

eritropoitin

Sindrom uremia total CES produksi HB


menurun
Gangguan keseimbangan asam basa Tekanan kapiler naik
okshihemoglobin

Produk asam naik vol. Interstitial naik suplai


O2 kasar

Asam lambung edema


intoleransi aktifitas

Iritasi lambung Kelebihan


volume kapiler
paru naik
cairan

Infeksi
edema paru

Preload naik
Gastritis beban jantung naik
Ketidakefektifan p
Hipertrofi ventrikel kiri nafas
Mual payah jantung
Bendungan atrium kiri
Kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan Tekanan vena pulmonalis

(M) PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
3. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam
Urat.
4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
7. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
8. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi ginjal
12. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia.
b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
c. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka
bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
d. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
e. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
f. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
g. Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
h. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
i. Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
j. Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan ferifer)
k. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan
menurunnya lipoprotein lipase.
l. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2
yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik
pada gagal ginjal.
(N) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif :
 Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
 Observasi balance cairan
 Observasi adanya odema
 Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
 peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus
emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana
saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis).
a. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis
dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
a. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b. Double lumen : langsung pada daerah jantung
(vaskularisasi ke jantung)
3. Operasi
a. Pengambilan batu
c. Transplantasi ginjal
(O) FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan
mengacu pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan
oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-
obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan
dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum
/ mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual,
muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
(L) Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
(M) Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
(N) Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan
(O) Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat
dan lidah kotor.
(P) Leher dan tenggorokan
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada
leher.
(Q) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
(R) Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
(S) Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
(T) Ekstermitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
(U) Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

(P) DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi
sekunder terhadap gagal ginjal.
3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik, rencana tindakan dan prognosis.
4. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
sekunder terhadap gagal ginjal.
5. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang
pengetahuan, sistem pendukung kurang adekuat.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anorekasia, mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis
dan diet tak enak.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2.

Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih.

Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk. Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan.

Jakarta : Salemba Medika

Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical


Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DI RUANG ICU
“CKD”
RSUD. Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

DISUSUN OLEH:

Hariyanto Wisnu Murti

(2011040109)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


Tanggal masuk : 21 Februari 2021 Jam masuk : 20.30 WIB
ICU

Tanggal : 22 Februari 2021 No.RM : 02159524


pengkajian

Jam pengkajian : 10.00 WIB Diagnosa : BRPN,CKD stage5, ca


masuk cervik

IDENTITAS
1. Nama pasien : Ny.E
2. Umur : 45 tahun
3. Alamat : Pasir kidul RT 01/01 Purwokerto barat

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama/masalah utama : Sesak Nafas
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dari RSMS pada tanggal 21 februari
2021 dengan keluhan sesak nafas, kulit gatal, pasien
penderita gagal ginjal, HD rutin tiap senin dan kamis,
pasien riwayat perawatan covid 19, pada saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 22 februari 2021
pasien mengatakan sesak nafas

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


1. Pernah dirawat Ya Kapan: 1 bulan yang lalu Diagnosa: covid 19
:
2. Riwayat penyakit kronik Ya Jenis: covid 19
dan menular:
Riwayat kontrol : Rutin HD di RSMS
Riwayat penggunaan obat : furosemide, dexametason, dipenhidramin,
ranitidine, cefimixe
3. Riwayat alergi : Tidak
4. Riwayat operasi : Tidak

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Keluarga mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga.

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-tanda vital
S: 37.00⁰C N: 111x/mnt TD: 90/59 mmHg RR: 35x/mnt
Kesadaran: ComposMentis: GCS E4M6V5

2. Sistem Pernafasan (Breathing)


Obstruksi : Tidak
Benda asing : Tidak
Berupa : Tidak

a. Keluhan: sesak: Ya nyeri waktu nafas:


-
Batuk: tidak produktif
Sekret: - Konsistensi: -
Warna: - Bau: -
b. Irama Tidak teratur
nafas:
c. Jenis: -
d. Suara: Wheezing
nafas:
e. Alat bantu Ya
nafas:
Jenis: NRM Flow: 10 lpm
f. WSD: Tidak
g. Penggunaan Tidak
Ventilator:

Jam Mode TV FiO2 PEEP E:I SaO2


15.30 A/C 92%
17.30 A/C 92%

3. Sistem Kardio vaskuler (Blood)


a. Nadi karotis: Teraba
Nadi perifer Lemah
Perdarahan: Tidak ada Lokasi:-
Keluahan nyeri dada: Ya:
b. Irama jantung: Reguler
S1/S2 tunggal Tidak
c. Suara jantung: Normal
d. CRT: <3 detik
e. Akral: Hangat:
f. JVP: Normal
g. CVP: - mmHg/mmH2O
h. Interpretasi EKG: -
i. Obat jantung yang diberikan: -
j. Lain-lain: -

4. Sistem Persyarafan (Brain)


a. GCS: E4M6V5
b. Refleks fisiologis: Patella:
berespon Triceps: Bicepas:
c. Refleks patologis: Babinsky: berespon Berespon
Berespon Budzinsky: Kernig: -
d. Keluhan pusing: Ya Berespon
e. Pupil: Isokor Diameter: 2 mm
f. Tanda PTIK: Muntah proyektil: - Nyeri kepala hebat: -
g. Curiga fraktur cervikal Jejas clavikula: - Batle sign: -
Bloody rinorhoe: - Bloody Otorhoe: -
Brill hematome: -
h. Tekanan intrakranal (ICP): - mm
i. Obat neurologi yang diberikan (dosis): -

5. Sistem Perkemihan (Bladder)


a. Kebersihan: Bersih
b. Keluhan kencing: Disuria
c. Produksi urin: 50 cc/jam Warna: Bau:menyengat
Kemerahan
d. Kandung kemih: Membesar Tidak
Nyeri tekan Ya
e. Intake cairan oral:- cc/6 jam
f. Kateter Ya

6. Sistem Pencernaan (Bowel)


a. Mukosa mulut Kering
Tenggorokan Sakit menelan
Nyeri tekan
b. Abdomen: Datar
Nyeri tekan Ya:
Luka operasi Tidak
Jenis operasi:
Keadaan Tidak
Tidak
c. Jejas abdomen tidak ada:
d. Peristaltik: 4x/mnt
e. BAB: 1x/hari Terakhir tanggal:23 februari 2021
Konsistensi Padat: Lendir
f. Diet Cair:
g. Porsi makan Tidak

7. Sistem Muskloskeletal dan Integumen (Bone)


a. Pergerakan sendi Terbatas
b. Kekuatan otot
4 4

4 4

c. Kelainan ekstremitas Tidak:


d. Kelainan tulang belakang Tidak:
e. Fraktur Tidak:
f. Traksi/spalk/gips Tidak:
g. Kompartemen sindrom Tidak:
h. Kulit Ikterik:
i. Dekubitus Tidak:

8. Sistem Endokrin
Hipoglikemia Tidak
Hiperglikemia Tidak

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Personal Hygiene Bersih
b. Kebutuhan tidur Terpenuhi 10 jam
c. Nilai BMR: 1260
d. Gangguan konsep diri Tidak

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Labratorium, Radiologi, USG)


Tanggal Pemeriksaan Lab Hasil Nilai Rujukan Satuan
22/2/21 Hemoglobin 8.8 11,7-15,5 Low
Leukosit 20670 3600-1100 High
Hematokrit 25 35-47 Low
Eritrosit 3,06 3.80-5,20 Low
Trombosit 282000 150000- Normal
440000

MCV 91.2 80-100 Normal


22/2/21 MCHC 31.5 32-36 Low
RDW 17.2 11.5-14-5 High
MPV 8.9 9.4-12.3 Low

TERAPI
Nama obat Dosis Cara pemberian Indikasi
Ranitidin 2x50 mg Injeksi -
D5% 10 tpm Infus -
Furosemid 3x1 gr Injeksi _
Dexametazone 2x1 amp Injeksi _
Dipenhidramin 2x1 amp Injeksi -
NAC 3x200 mg Inkesi -

DATA FOKUS: Terlihat Sesak nafas, terlihat oedem di ektremitas bawah,


Gelisah

DATA TAMBAHAN LAIN: terpasang DC

TINDAKAN OPERASI: -
1. Analisa Data dan Perumusan Masalah Keperawatan
Tanggal Data Patofisiologi Diagnosa
Keperawatan
23 Ds :Pasien mengatakan Suplai oksigen dan Pola nafas tidak
Februari sesak nafas nyeri pada nutrisi ke jaringan efektif
2021 dada menurun
Do: Pasien terlihat sesak
Merangsang pusat
,pasien terpasang alat
pernafasan
bantu pernafasan. RR:
35x/menit, Peningkatan RR

Hiperventilasi

Pola nafas tidak


efektif

Ds:Pasien mengatakan Gagal ginjal


memiliki riawayat gagal ↓
ginjal Stastis urine
Do: Pasien rutin HD pada ↓
hari selasa dan kamis,
Metastable
jumlah urine 50 cc/jam

23 Presipitasi kristal
Februari ↓ Risiko perfusi
2021 Restensi kristal renal tidak efektif

Ds: Renal kalkuli
Do: Pasien terlihat

oedem pada ektremitas
bawah Risiko perfusi
renal tidak
efektif

Gagal Ginjal

Sekresi ADH
meningkat

Retensi air dan
Natrium
↓ Resiko
23 Edema pada wajah ketidakseimbangan
Februari dan tungkai cairan
2021 ↓
Kelebihan
volume cairan

2. Daftar Diagnosa Keperawatan (Prioritas)


No Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2 Risiko gangguan perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan
Penurunan sirkulasi darah ke ginjal
3 Resiko Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan Peningkatan
cairan

Diagnosa Utama :
Ketidakefektifan pola nafas b.d hambatan upaya nafas
Rasional :
Keluhan utama pasien adalah pasien terlihat sesak nafas. Disertai data
obyektif :
- Pasien terlihat kesulitan bernafas,
- Pasien terpasang NRM 10 lpm,
- Bunyi nafas ronkhi,
- RR 35x/menit.
3. Rencana Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny.E Dx Medis : CKD Ruang : ICU
Tgl Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
03/01/ Pola nafas tidak (Pola nafas L.01004) Manajemen jalan nafas (I.01011)
21 efektif Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama - Monitor pola nafas (frekuensi,
D.0005; kategori 2x24 jam, pola nafas kedalaman, usaha nafas)
fisiologis; pasien meningkat dengan - Monitor bunyi nafas
subkategori kriteria hasil : tambahan(ronkhi)
respirasi) Indikator A T Terapeutik:
Frekuensi 1 3 - Posisikan pasien headp up 30⁰
nafas - Berikan oksigen
Kedalaman 2 3 Edukasi: -
nafas Kolaborasi:
Ket : - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
1. Memburuk jika perlu
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

4. CATATAN KEPERAWATAN
Nama Klien : NY. E Dx Medis : CKD Ruang : ICU
Hari
Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan dan Respon Pasien Paraf
/Jam Keperawatan
Senin, Pola nafas tidak Tindakan keperawatan :
22/02/21 efektif - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
13.00 nafas) Wisnu
WIB D.0005; kategori - Monitor bunyi nafas tambahan(whezzing)
fisiologis; - Posisikan pasien head up 30⁰
subkategori - Berikan oksigen
respirasi) - Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu Respon Pasien :
DS : Pasien masih mengatakan sesak
DO : Pasien terlihat kesulitan bernafas, pasien
terpasang NRM 10 lpm, bunyi nafas Whezzing, RR
32x/menit

5, CATATAN PERKEMBANGAN/SOAP
Nama Klien : Ny.E Dx Medis : CKD Ruang : ICU
Hari/ Tanggal/ Jam SOAP Paraf
Dx. Keperawatan

Senin , 22/02/21 S : Pasien masih mengatakan sesak nafas


13.00 WIB O : Pasien terlihat kesulitan bernafas, pasien terpasang
Pola nafas tidak NRM 10 lpm, bunyi nafas whezzing, RR 32x/menit Wisnu
efektif
A : Pola nafas belum teratasi
D.0005; kategori
fisiologis; Indikator A T H
subkategori respirasi)
Frekuensi nafas 1 3 1

Kedalaman nafas 2 3 2

P : Lanjutkan intervensi
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan(Whezzing)
- Posisikan pasien headp up 30⁰
- Berikan oksigen
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
LAPORAN PENDAHULUAN

SOL MENINGIOMA DI ICU

Disusun oleh :
KELOMPOK 14
1. HARIYANTO WISNU M 2011040109
2. DWIYAN NUR FAIZ 2011040110
3. DITA YUDIASARI 2011040111
4. ENOVA TRIYANAH 2010040112
5. EGIS TRISNASIH 2011040113

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
A. Pengertian
Space Occupying Lesion (SOL) (lesi desak ruang intracranial) merupakan
neoplasma bisa berupa jinak atau ganas, dan primer atau sekunder, serta setiap inflamasi
yang berada di dalam rongga tengkorak yang mnempati ruang di dalam otak
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Space occupying lesion meliputi tumor,
hematoma dan abses (Ejaz Butt, 2012)
B. Etiologi
Penyebab SOL menurut Ejaz Butt (2012) berupa :
1. Malignansi
a. 95% dari seluruh tumor meliputi metastase, meningioma, neuroma akustik,
glioma, dan adenoma pituitary
b. Pada dewasa 2/3 dari tumor primer terletak supratentorial tetapi pada anak- anak
2/3 tumor terletak infrantentorial
c. 30% tumor otak merupakan tumor metastasis sedangkan tumor primer umumnya
tidak melakukan metastasis dan 50% diantaranya adalah tumor multiple.
2. Hematoma
3. Abses serebral
4. Infeksi HIV yang menyebabkan limfoma
5. Granuloma dan tuberkuloma
C. Tanda dan Gejala
1. Muntah : merupakan gejala pertama dan tetap. Timbulnya tanpa didahului rasa mual
dan sering terjadi di pagi hari. Pada tingkat lanjut, muntah menjadi proyektil.
2. Sakit kepala : 70% dijumpai pada pasien bersifat berulang, nyeri berdenyut, paling
hebat pagi hari, timbul akibat batuk, bersin dan mengejan. Lokasi nyeri unilateral/
bilateral yang terutama dirasakan daerah frontal dan suboksipital.
3. Gejala mata : regangan nervus abdusens menyebabkan strabismus/ diplopia. Tanda
yang penting untuk tumor intracranial edema pupil pada funduskopi.
4. Pembesaran kepala : sering ditemui pada anak umur dibawah 2 tahun yang
fontanelnya belum tertutup. Untuk tumor otak gejala ini tidak khas hanya
menunjukkan adanya peninggian tekanan intracranial.
5. Gangguan kesadaran : bisa berupa ringan sampai yang berat.
6. Kejang : sangat jarang ditemui pada tingkat yang sudah lanjut.
7. Gangguan mental : jika lokasi tumor pada lobus frontalis atau lobus temporalis tumor
akan lebih sering ditemui pada orang dewasa.
D. Patofisiologi
Tumor otak menimbulkan timbulnya gangguan neurologic progresif, gangguan
neurologic pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua factor- factor gangguan fokal
akhir tumor dan peningkatan tik.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat pengutamaan pada jaringan otak, dari
infiltrasi atau invasi pribadi pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural.
Perubahan suplai darah akhir tekanan tumor yang bertumbuh menimbulkan nekrosisi
jaringan otak.
Peningkatan TIK sanggup disebabkan oleh beberapa factor : bertambhanya massa
dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal. Beberapa tumor sanggup menimbulkan pendarahan. Obstruksi vena dan
edema akhir kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan volume intracranial
dan TIK
Pada mekanisme kompensasi akan bekerja menurunkan volume darah intra
kranial, volume CSF < kandungan cairan intra sel dan mengurangi sel- sel parenkim.
Peningkatan tekanan yang tidak diobati menimbulkan terjadinya herniasi unkus atau
serebelum. Herniasi menekan mensefalon menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada
herniasi serebelum, tonsil bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu masa
posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat, perubahan
fisiologis lain yang terjadi akhir peningkatan TIK ialah bradikardia progresif, hipertensi
sistemik (pelebaran nadi) dan gagal nafas (Price Sylvia, 2013).
E. Pathway
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic menurut Arif MUttaqin (2011) antara lain :
1. Elektroensefalogram (EEG)
2. Ekoensefalogram
3. Foto rontgen polos
4. MRI
5. Computerized Tomografi (CT Scan)
6. Angiografi serebral
7. Sidik otak radoaktif
G. Penatalksanaan Medis
Menurut Brunner & Suddarth (2012) Penatalaksanaan Medis pada SOL antara lain :
1. Pembedahan
a. Craniotomy
Craniotomy merupakan tindakan pembedahan yang membuka tengkorak
(tempurung kepala) bertujuan untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan
pada otak. Untuk pengangkatan tumor pada otak, operasi ini yang umum
dilakukan. Selain itu pembedahan craniotomy ini juga bertujuan untuk
mengendalikan perdarahan dari pembuluh, menghilangkan bekuan darah
(hematoma) memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari
pembulh darah), darah lemah bocor (aneurismaa serebral), menguras abses otak,
melakukan biopsy, mengurangi tekanan didalam tengkorak dan melakukan
pemeriksaan pada otak.
2. Radioterapi
Radioterapi merupakan penggunaan sebuah mesin X-Ray untuk membunuh sel- sel
tumor yang diarahkan pada tumor dan jaringan didekatnya kadang diarahkan pada
seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
3. Kemoterapi
Untuk terapi kanker biasanya menggunakan kemoterapi yaitu pengobatan penyakit
yang disebabkan oleh agen kimia. Perbedaan antara sel kanker dan sel normal
terhadap reaksi pengobatan sitotastika yang diberikan secara sendiri- sendiri atau
kombinasi merupakan dasar pengobatan kemoterapi
H. Komplikasi
Menurut Harsono (2011) komplikasi SOL :
1. Gangguan fisik neurologis
2. Gangguan kognitif
3. Gangguan mood dan tidur
4. Disfungsi seksual
5. Herniasi otak (sering fatal)
Herniasi otak adalah keadaan dimana terjadi pergeseran pada otak yang normal
melalui antar wilayah ke tempat lain karena efek massa dari tumor, trauma dan
infeksi.
6. Herniasi unkal
7. Herniasi foramen magnum
8. Kerusakan neurologis permanen, progresif dan amat besar
9. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi
I. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, dll.
b. Riwayat Kesehatan
Biasanya pada pasien dengan SOL mengalami penurunan kesadaran atau tidak,
lemah, terdapat secret pada salran nafas kadang juga kejang.
Riwayat kesehatan dahulu harus diketahui baik berhubungan dengan sistem
persarafan maupun riwayat penyakit sistemik lainnya. Biasanya pasien
mempunyai riwayat penyakit seperti kepala terbentur atau jatuh, riwayat
hipertensi, riwayat stroke.
Riwayat kesehatan keluarga mempunyai riwayat keturunan seperti penyakit
hipertensi dan stroke.
c. Pengkajian per
sistem
1) Sistem Pernafasan
I : Dada simetris, gerakan sama kiri dan kanan, tidak ada tampakluka atau
lesi, tampak terpasang elektroda kardiogram
P : tidak ada pembengkakan
P : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas ronchi karena penumpukan secret pada jalan nafas,
irama tidak teratur.
2) Sistem kardiovaskuler
I : arteri carotis normal, tidak terdapat distensi vena jugularis, ictus cordis
todak terlihat
P : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial lateral mid clavicula sinistra
P : Letak jantung normal yaitu batas atas jantung : ICS II parasternal sinistra,
batas kanan jantung : linea parasternal dextra, batas kiri jantung :
midclavicula sinistra
A : Tidak mengalami kelainan pada suara jantung : S1 dan S2 normal regular,
tidak ada suara jantung tambahan seperti gallop kecuali pasien mengalami
riwayat penyakit jantung
3) Sistem pencernaan
I : Perut datar tidak ada lesi pada abdomen
A : Bising usus normal 12x/menit
P : Tidak ada pembengkakan pada abdomen
P : Timpani
4) Sistem perkemihan
Terdapat penggunaan kateter atau tidak
5) Sistem musculoskeletal
Tidak terdapat edema pada ekstremitas, akral dingin
6) Sistem integument
Kulit kering, temperature dingin, tidak terdapat sianosis
2. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian fatwa darah oleh SOL
dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubaan
respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital.
b. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan contoh napas b.d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan kognitif
c. Nyeri ( akut ) / kronis b.d biro pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh lantaran perubahan
posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, sikap berhati hati, gelisah condong keposisi
sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad dirisendiri,
wajah menahan nyeri, perubahna pla tidur, menarik diri secara fisik
d. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi ( syok atau defisit neurologis ), ditandai denagg disorientasi, perubaan
respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan contoh komunikasi,
distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses
pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan contoh perilaku
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan TIK, konsekuensi
kemoterapi, radiasi, pembedahan, ( anoreksia, iritasi, penyimpangan rasa mual )
dibuktikan oleh : keluhan masukan makan tidak adekuat, kehilangan sensai
pengecapan, kehilangan minat makan, ketidakmampuan untk mencerna yang
dirasakan / aktual, berat tubuh 20 % atau lebih dibawah tubuh ideal untuk tinggi
dan bentuk tubuh, penurunan penumpukn lemak / masa otot, sariawab, rongga
ekspresi terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.
3. Intervensi keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian fatwa darah oleh SOL
dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubaan
respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital.
Kriteria penilaian : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran , perbaiakan
kognisi, fungsi motorik / sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan TIK

Intervensi :
 Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
 Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nila standar (
GCS)
 Pantau TTV
 Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
 Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )
 Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
 Auskultasi bunyi napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan bunyi aksesori
yang abnormal
Kolaborasi :
 Pantau analisa gas darah
 Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan
 Berikan oksigenasi
b. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan contoh napas b.d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria penilaian : pasien dapat, dipertahanakan contoh nafas efektif, bebas
sianosis, dengan GDA dalam batas normal

Intervensi
 Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
 Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi
 Anjurkan utuk bernapas dalam, jikalau pasien sadar
 Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik,
catat huruf warna, kekentalan dan kekeruhan secret
 Pantau pengguanaan obat obatan depresan menyerupai
sedatif Kolaborasi:
 Berikan O2 sesuai indikasi
 Lakaukan fisioterapi dada jikalau ada indikasi
c. Nyeri ( akut ) / kronis b.d biro pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh lantaran perubahan
posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, sikap berhati hati, gelisah condong keposisi
sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad dirisendiri,
wajah menahan nyeri, perubahna pla tidur, menarik diri secara fisik

Kriteria evalusi : pasien melaporkannyeri berkurang, mengambarkan sikap untuk


mengurangi kekambuhan atau nyeri .

Intervensi :
 kaji keluhan nyeri
 Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis,
menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan
darah.
 Anjurkan untuk istirahat denn tenang
 Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
 Lakukan pemijatan pada tempat kepala / leher / lengan jikalau pasien sanggup
toleransi terhadap sentuhan
 Sarankan pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “
saya suka hidup ini “
Kolaborasi :
 Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
 Berikan antiemetiksesuai indikasi
d. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi ( syok atau defisit neurologis ), ditandai denagg disorientasi, perubaan
respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan contoh komunikasi,
distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses
pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan contoh perilaku
Kriteria penilaian : pasien sanggup dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
 Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris
dan proses piker
 Kaji kesadaran sensoris menyerupai respon sentuan , panas / dingin, benda
tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian
adanya dilema penglihatan
 Observasi repon perilaku
 Hilangkan bunyi bising / stimulus ang berlebihan
 Berikan stimulus yang berlebihan menyerupai verbal, penghidu, taktil,
pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
 pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
 konsultasi dengan jago fisioterapi / okupasi
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan TIK, konsekuensi
kemoterapi, radiasi, pembedahan, ( anoreksia, iritasi, penyimpangan rasa mual )
dibuktikan oleh : keluhan masukan makan tidak adekuat, kehilangan sensai
pengecapan, kehilangan minat makan, ketidakmampuan untk mencerna yang
dirasakan / aktual, berat tubuh 20 % atau lebih dibawah tubuh ideal untuk tinggi
dan bentuk tubuh, penurunan penumpukn lemak / masa otot, sariawab, rongga
ekspresi terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.

Krieteria penilaian :pasien sanggup mendemonstrasikan berat tubuh stabil,


mengungkapkan pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi spesifik
untuk merangsang nafsu makan
Intervensi :
 Pantau masukan masakan setiap hari
 Ukur BB setiap hari sesui indikasi
 Dorong pasien untuk makandiit tinggi kalori kaya nutrien sesui program
 Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari masakan terlalu manis,
berlemak dan pedas
 Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
 Identifikasipasien yang mengalami mual / muntah
Kolaborasi :
 Pemberian anti emetik dengan acara reguiler
 Vitamin A, D, E dan B6
 Rujuk kepada jago diet
 Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian masakan enteral
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DI RUANG ICU
“SOL, MENINGIOMA”
RSUD. Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

DISUSUN OLEH:

1. Hariyanto Wisnu Murti (2011040109)

2. Dwiyan Nur Faiz (2011040110)

3. Dita Yudiasari (2011040111)

4. Enova Triyanah (2011040112)

5. Egis Trisnasih (2011040113)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Tanggal masuk : 22 Februari 2021 Jam masuk : 15.30 WIB


ICU

Tanggal : 22 Februari 2021 No.RM : 03111819


pengkajian

Jam pengkajian : 16.00 WIB Diagnosa : SOL. Meningioma


masuk

IDENTITAS
4. Nama pasien : Tn.S
5. Umur : 54 tahun
6. Alamat : Jampangan RT 02/01 Mandiraja Kulon

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


3. Keluhan utama/masalah : Penurunan Kesadaran
utama
4. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke IGD 15 Februari dengan keluhan
lemas, nafsu makan menurun sejak 1 hari SMRS,
makan minum tersedak semenjak 1 hari SMRS.
Kemudian pasien dirawat di Ruang HCU RSMS.
Pada tanggal 22 Februari pasien mengalami
penurunan kesadaran dan dipindah ke ruang ICU
pada pukul 15.30 WIB dengan SOL dan meningioma.
Pasien keadaan lemah, dilakukan intubasi di ICU
pukul 16.00 WIB. Respirasi on ventilator, TTV:
TTD: TD: 111/85 mmHg, N: 118 x/menit, RR;
32x/menit, SPO2: 89%. Terpasang DC. Pasien mual.
Restrain 2 titik. Analgetik pct infus 3x1gram.

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


5. Pernah Ya Kapan: 1 bulan yang lalu Diagnosa: Post Op
dirawat : Craniotomy
6. Riwayat penyakit Ya Jenis: Meningioma
kronik dan menular:
Riwayat kontrol : Rutin Kontrol di RSMS
Riwayat penggunaan obat : Cefixime, Asam Mefenamat, Fenitoin, Omz.
7. Riwayat alergi : Ya : Alergi Obat Jenis: Keluarga tidak
tau obat apa.

8. Riwayat operasi : Ya : Post Op Craniotomy Kapan: 1 bulan yang


dengan Dr.Agus SpBs lalu

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Keluarga mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga.

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


9. Tanda-tanda vital
S: 36.00⁰C N: 116x/mnt TD: 111/85 mmHg RR: 32x/mnt
Kesadaran: Koma: GCS E1M1VX

10. Sistem Pernafasan (Breathing)


Obstruksi : Tidak : - Sebagian: (🗸) Total: -
Benda asing : Tidak : - Padat : - Cair: (🗸)
Berupa : Sekret
h. Keluhan : Sesak: (🗸) Nyeri waktu nafas: -
Batuk : Produktif : - Tidak produktif: (🗸)
Secret : (🗸) Konsistensi: Lendir
Warna : Kehijauan Bau: Khas
i. Jenis nafas: Teratur: - Tidak teratut : (🗸)
j. Jenis : Dipsnoe: (🗸) Kusmaul:- Cheyne Stokes: -
k. Suara nafas: Vesikuler: Bronkovesikuler: -
Ronkhi: (🗸) Wheezing: -
l. Alat bantu nafas: Ya: (🗸) Tidak –
Jenis: NRM flow 10 lpm
m. WSD : Ya: (🗸) Tidak: -
n. Penggunaan Ventilator : Ya : (🗸) Tidak: -

Jam Mode TV FiO2 PEEP


15.30 A/C - 80% 5
17.30 A/C - 80% 5

11. Sistem Kardio vaskuler (Blood)


k. Nadi karotis: Teraba
Nadi perifer Lemah
Perdarahan: Tidak ada Lokasi:-
Keluahan nyeri dada: Ya: - Tidak:
l. Irama jantung: Reguler
S1/S2 tunggal Tidak
m. Suara jantung: Normal
n. CRT: <2 detik
o. Akral: Dingin:
p. JVP: Normal
q. CVP: - mmHg/mmH2O
r. Interpretasi EKG: -
s. Obat jantung yang diberikan: -
t. Lain-lain: -

12. Sistem Persyarafan (Brain)


j. GCS: E1M1VX
k. Refleks fisiologis: Patella: Triceps: Tidak Biceps: Tidak
Tidak
berespon Berespon
berespon
Budzinsky: Kernig: -
l. Refleks patologis: Babinsky:
Tidak
Berespon
berespon

m. Keluhan pusing: Ya
n. Pupil: Isokor Diameter: 2 mm
o. Tanda PTIK: Muntah proyektil: - Nyeri kepala hebat:
Skala 7
p. Curiga fraktur cervikal Jejas clavikula: - Batle sign: -
Bloody rinorhoe: - Bloody Otorhoe: -
Brill hematome: -
q. Tekanan intrakranal (ICP): - mm
r. Obat neurologi yang diberikan (dosis): -

13. Sistem Perkemihan (Bladder)


g. Kebersihan: Bersih
h. Keluhan kencing: Disuria
i. Produksi urin: 150 cc/jam Warna: kuning Bau: menyengat
j. Kandung kemih: Membesar Tidak
Nyeri tekan Ya
k. Intake cairan oral: 465cc/6 jam
l. Kateter Ya

14. Sistem Pencernaan (Bowel)


h. Mukosa mulut Kering
Tenggorokan Sakit menelan
Nyeri tekan
i. Abdomen: Datar
Nyeri tekan Ya:
Luka operasi Ada: Tgl operasi: 16
februari 2021
Jenis operasi: Lokasi: kepala
Keadaan Drain Ada: 🗸
Warna: kemerahan
j. Jejas abdomen tidak ada:
k. Peristaltik: 12x/mnt
l. BAB: 1x/hari Terakhir tanggal:23 februari 2021
Konsistensi Padat: Lendir
m. Diet Cair:
n. Porsi makan Tidak

15. Sistem Muskloskeletal dan Integumen (Bone)


j. Pergerakan sendi Terbatas
k. Kekuatan otot
4 4
4 4
l. Kelainan ekstremitas Tidak:
m. Kelainan tulang belakang Tidak:
n. Fraktur Tidak:
o. Traksi/spalk/gips Tidak:
p. Kompartemen sindrom Tidak:
q. Kulit Ikterik:
r. Dekubitus Tidak:

16. Sistem Endokrin


Hipoglikemia Tidak
Hiperglikemia Tidak

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
e. Personal Hygiene Bersih
f. Kebutuhan tidur Terpenuhi 10 jam
g. Nilai BMR: 1260
h. Gangguan konsep diri Tidak

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Labratorium, Radiologi, USG)


Tanggal Pemeriksaan Lab Hasil Nilai Rujukan Satuan
22/2/21 Hemoglobin 11,3 13,2-17,3 Low
Leukosit 25380 3800-10600 High
Hematokrit 35 40-52 Low
Eritrosit 4,1 4,4-5,9 Low
Trombosit 504000 150000- High
440000

TERAPI
Nama obat Dosis Cara pemberian Indikasi
Inf. RL 32 TPM IV Mengganti cairan tubuh
yg hilang
Paracetamol 3x1 gr Infus Untuk mengurangi
nyeri
Ceftazidim 3x1 gr Injeksi Antibiotik yg
digunakan untuk
mengobati infeksi
bakteri
Omeprazole 2x40 mg Injeksi Mengurangi produksi
asam di lambung
Mecobalamin 1x1 amp Injeksi Memperbaiki gangguan
metabolisme asam
nukleat dan protein di
jaringan saraf

DATA FOKUS:
- Terlihat kesadaran menurun
- Terlihat gelisah
- Terlihat sesak nafas
- Suara nafas terdengar rokhi
DATA TAMBAHAN LAIN:
- Terpasang DC
- Terpasang NGT
- Terpasang ETT

TINDAKAN OPERASI: Craniotomy


5. Analisa Data dan Perumusan Masalah Keperawatan
Tanggal Data Patofisiologi Diagnosa
Keperawatan
23 Ds :- Ekspirasi & Gangguan
Februari Do: Pasien terlihat sesak Inspirasi tidak Ventilasi
2021 ,pasien terpasang alat bantu adekuat Spontan
pernafasan. RR: 32x/menit, ↓
PO2: 71.8 L, PCO2 40,1 Gangguan
mm Hg Ventilasi
(Hiperkarbia)

Terpasang
ventilator mekanik
Ds:-
Do: Pasien terlihat ↓
penurunan kesadaran Gangguan
dengan GCS E1M1VX, Ventilasi Spontan
SOL, meningioma TTD:
23 TD: 111/85 mmHg, N: 118 Kerusakan sel otak Risiko perfusi
x/menit, RR; 32x/menit,
Februari ↓ serebral tidak
2021 Gangguan efektif
autoregulasi

O2 menurun
Ds:- ↓
Do: Pasien terlihat Gangguan
meringis kesakitan, TTD:
metabolisme
111/85 mmHg, N: 118
x/menit, RR; 32x/menit, ↓
Asam laktat
meningkat

Oedem otak

Gangguan perfusi
jaringan cerebral

23 Kerusakan sel
Februari ↓ Nyeri Akut
2021 Pelepasan mediator
nyeri

Dihantarkan
serabut tipe A
dan tipe C

Medulla spinalis

Sistem aktivasi
reticular

Hipotalamus dan
system limbik

Otak

Persepsi nyeri

Nyeri akut

6. Daftar Diagnosa Keperawatan (Prioritas)


No Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan otot pernafasan tidak
adekuat
2 Risiko gangguan perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke otak
3 Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera biologis

Diagnosa Utama:
Gangguan ventilasi Spontan b.d otot pernafasan tidak adekuat
Rasional:
Ditandai dengan Pasien terlihat sesak ,pasien terpasang alat bantu, naiknya
respirasi,pCO2 meningka,pO2 menurun,SpO2 menurun
7. Rencana Keperawatan
Nama klien: Tn.S Dx.Medis:SOL, meningioma Ruang: ICU
No Tanggal Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Gangguan Ventilasi ( Respons Ventilasi Mekanik L.01005) Manajemen jalan nafas buatan ( I.
23 februari Spontan 01012)
2021 Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Observasi:
D.0004: selama 2x 24 jam, Respons ventilasi mekanik  Monitor posisi selang ETT
Kategori :Fisiologis meningkat dengan kriteria hasil :  Monitor tekanan balon ETT
Subkategori Indicator Awal Target setiap 4-8 jam
:Respirasi Kesulitan bernafsan 1 5  Monitor kulit stoma
dengan ventilasi trakeostomi
Sekresi jalan nafas 1 5
Suara nafas tambahan 1 5 Terapeutik:

 Pasang ororpharingeal airway


 Cegah ETT terlipat (kinking)
 Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
 Lakukan oral hygiene
 Berikan pre-oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6 kali
ventilasi) sebelum dan setelah
penghisapan
 Ganti fiksasi ETT setiap 24
jam
 Lakukan perawatan mulut
Edukasi :

 Jelaskan kepada keluarga


tujuan dan prosedur
pemasangan jalan nafas
buatan
Kolaborasi:

 Kolaborasi dengan dokter


untuk intubasi ulang jika
berbentuk muccousplug yang
tidak dapat dilakukan
penghisapan dan pemberian
terapi farmakologi

8. Catatan keperawatan (diagnosa keperawatan utama)


Nama : Tn. S Dx.Medis :SOL, menigioma Ruang :ICU
Hari/Tanggal/ Diagnosa Tindakankeperawatan dan Paraf
Jam Keperawatan Respon pasien
23 Februari Gangguan Ventilasi Manajemen jalan nafas buatan TIM
2021 Spontan berhubungan  Memonitor posisi selang ETT
Jam 14.00 dengan otot pernafasan  Memonitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
tidak adekuat  Memonitor kulit stoma trakeostomi
 Mencegah ETT terlipat (kinking)
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan oral hygiene
 Mengganti fiksasi ETT setiap 24 jam
 Melakukan perawatan mulut
 Menjelaskan kepada keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan
nafas buatan
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberikan terapi
farmakologi
Respon pasien:
DS: -
DO:
- Masih terlihat kesadaran menurun
- Masih terlihat gelisah
- E1M1VX
- TD 115/85 mmHg
- N: 113x/menit
- RR: 28x/menit
- SPO2: 89%
- PO2: 71.8 L
- PCO2 40,1 mmHg
24 Februari Gangguan Ventilasi Manajemen jalan nafas buatan TIM
2021 Spontan berhubungan  Memonitor posisi selang ETT
Jam 14.00 dengan otot pernafasan  Memonitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
tidak adekuat  Memonitor kulit stoma trakeostomi
 Mencegah ETT terlipat (kinking)
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan oral hygiene
 Mengganti fiksasi ETT setiap 24 jam
 Melakukan perawatan mulut
 Menjelaskan kepada keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan
nafas buatan
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberikan terapi
farmakologi

Respon pasien:
DS: -
DO:
- Masih terlihat kesadaran menurun
- Masih terlihat gelisah
- E2M1VX
- TD 105/75 mmHg
- N: 109x/menit
- RR: 26x/menit
- SPO2: 90%
- PO2: 71.8 L
- PCO2 40,1 mmHg

9. Catatan Perkembangan/SOAP (Diagnosa Utama)


Nama Klien : Tn. S Dx.Medis : SOL Meningioma Ruang : ICU
Hari/Tanggal/Jam/Dx. SOAP Paraf
keperawatan
24 Februari 2021 S:- TIM
Jam 14.00 O:
Gangguan Ventilasi - Pasien masih terlihat sesak nafas
Spontan berhubungan - Terlihat menggunakan otot bantu nafas
dengan otot pernafasan - TD 105/75 mmHg
tidak adekuat - N: 109x/menit
- RR: 26x/menit
- SPO2: 90%
- PO2: 71.8 L
- PCO2 40,1 mmHg
A : Masalah gangguan ventilasi spontan belum teratasi
Indicator Awal Target Akhir
Kesulitan bernafsan 1 5 2
dengan ventilasi
Sekresi jalan nafas 1 5 2
Suara nafas tambahan 1 5 2
P : Lanjutkan Intervensi:
 Memonitor posisi selang ETT
 Memonitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
 Memonitor kulit stoma trakeostomi
 Mencegah ETT terlipat (kinking)
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan oral hygiene
 Mengganti fiksasi ETT setiap 24 jam
 Melakukan perawatan mulut
 Menjelaskan kepada keluarga tujuan dan prosedur pemasangan
jalan nafas buatan
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberikan terapi
farmakologi
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Oleh :

Hariyanto Wisnu Murti

2011040109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH PURW0KERTO


2020/2021
8. Definisi
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,makrovaskuler, dan
neuropati (Yuliana elin, 2009)
Nilai normal gula darah puasa (GDP): <100mg/dl (normal), 100mg/dl-
125mg/dl (prediabetes), ≥ 126mg/dl (diabetes). Nilai normal oral glucose
tolerance test(OGTT): <140 mg/dl (normal), 140mg/dl-199mg/dl
(prediabetes), ≥ 200mg/dl (diabetes). Nilai normal gula darah sehari
(GDS) 200mg/dl (American Diabetes Assosiation, 2020).
9. Etiologi
 Diabetes tipe I:
(V) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

(W) Faktor-faktor imunologi


Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.

(X) Faktor lingkungan


Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.

 Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Faktor-faktor resiko :

 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65


th)
 Obesitas
 Riwayat keluarga

10. Tanda dan Gejala


Menurut Smetzer et al (2010) secara umum gejala penderita DM yaitu
kelelahan, lekas marah, poliuria, polidipsia, polifagi, luka kulit yang sulit
sembuh, infeksi vagina, atau penglihatan kabur (jika glukosalevel sangat
tinggi).
11. Patofisiologi
Insulin yang disekresi oleh sel beta pada pulau Langerhans di pankreas.
Ketika seseorang makan sekresi insulin akan meningkat dan memindahkan
glukosa dari darah ke otot, hati, sel lemak. Insulin memiliki fungsi:
transpot dan metabolisme glukosa menjadi energi, menstimulasi
penyimpanan glukosa ke hati dan otot (dalam bentuk glikogen), sinyal
untuk hati untuk menghentikan pelepasan glukosa, Meningkatkan
penyimpanan lemak makanan dalam jaringan adiposa, mempercepat
pengangkutan asam amino dari makanan ke dalam sel. Ketika kadar gula
darah rendah, hormon glucagon yang disekresi oleh sel alpha dari pulau
Langerhans di pancreas akan menstimulasi hati untuk melepas glucagon
agar kadar gula dalam darah tetap seimbang. Pada DM tipe 1 terjadi
kerusakan sel beta di pankreas yang dapat dipicu oleh faktor genetik, imun
(autoimun), dan kondisi tertentu (seperti serangan virus) sehingga tubuh
kekurangan insulin. Pada DM tipe 2, insulin dapat diproduksi namun
jumlahnya terbatas sehingga tidak mampu memenuhi metabolisme
glukosa. Atau insulin mengalami resisten sehingga efektivitas kerja insulin
menurun, metabolisme glukosa terhambat (Smetzer et al, 2010).

12. Pathway

Kerusakan sel Autoimun Faktor risiko : Usia, riwayat


keluarga,

beta obesitas, hipertensi, riw. DM


gestasional

insufisiensi DM tipe 1 DM tipe 2 Defisit insulin


Resistensi

insulin insulin

glukosa intrasel ↓ glikoginesis ↑ hiperglikemia


pembentukan ATP cadangan protein komplikasi

terganggu & lemak ↓ mikrovaskuler

Lemah BB ↓ Retinopati, Nefropati

Neropati

Intoleransi Risiko
aktivitas ketidakseim- Paratesia, sensibilitas
nyeri, suhu bangan nutrisi
menurun kurang dari
kebutuhan tubuh

Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

13. Pemeriksaan Penunjang


Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
14. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien DM menurut Mansjoer, dkk (2008) yaitu

1. Diet
2. Latihan/Olahraga
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
15. Fokus Pemgkajian
a. Demografi
Klien dengan penyakit diabetes melitus (DM) secara umum di
klasifikasikan menjadi 2 yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada klien
DM biasanya dipengaruhi oleh kerusakan sel beta ataupun faktor risiko
lain seperti umur, riwayat keluarga, hipertensi dan obesitas.
b. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum DM biasanya
disebabkan oleh hipertensi. Pada penyakit ini dapat menyebabkan
komplikasi kronis seperti retinopati, neropati dan nefropati.
c. Pengkajian bio-psiko-sosial
d. Aktivitas istirahat
Gejala :
kelelahan ekstrem kelemahan dan malaise, gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
e. Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri dada
(angina) Tanda :
Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah dan halus, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi pada penyakit
tahap akhir, friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi
rasa) pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan
pendarahan.
f. Integritas Ego
Gejala :
Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya. Peran
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.

g. Eiminasi
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, Malnutrisi, kembung, diare, konstipasi.
Tanda :
Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berwarna. Oliguria, dapat menjadi anuria.
h. Makanan /
Cairan Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa
metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
pengguanaan diuretik.
Tanda :
Distensi abdomen / asietas, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit. Edem (umum, tergantung). Ulserasi gusi,
pendarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak
subkutan, tampak tak bertenaga.
i. Neorosensasi
Gejala :
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom
Kaki, gelisah ; kebas terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda :
Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketikmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, koma. Kejang, fasikulasi otot,
aktifitas kejang, Rambut tipis, kuku rapuh dan tips.
j. Nyeri /
Kenyamanan Gejala
:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki. Memburuk
pada malam hari.
Tanda :
perilaku berhati-hati dan gelisah.

k. Pernafasan
Gejala :
nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk dengan / tanpa
sputum kental atau banyak.
Tanda :
takiepna, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (Pernafasan
kusmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(edema paru).
l. Pemeriksaan fisik
 Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas
nyeri. Kesadaran klien dari compos mentis sampai coma.
 Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea,
nadi meningkat dan reguler.
 Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
 Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan
terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran
hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
 Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid
pada leher.
 Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-
debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak
simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
 Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor
jelek, perut buncit.
 Genital.
Kelemahan dalam libido, genitalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
 Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
 Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik
dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
d. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d manajemen diri
diabetes
b. Intoleransi aktivitas b.d pergerakan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
perilaku patuh diet yang disarankan
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d manajemen diri
diabetes
e. Rencana Tindakan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Risiko Tujuan: Manajemen hiperglikemia
ketidaksta Setelah dilakukan asuhan c. Monitor kadar glukosa
bilan keperawatan selama 3x24 darah, sesuai indikasi
kadar jam diharapkan d. Monitor tanda dan
glukosa kadarglukosa normal gejala hiperglikemi :
darah b.d kembali. poliuria, polidipsi,
manajem NOC : polifagi, kelemahan,
en diri a. Blood glucose, risk letargi, malaise,
diabetes for unstable pandangan kabur atau
b. Diabetes sakit kepala
self e. Berikan isnulin sesuai
management resep
Kriteria Hasil : f. Instruksikan pada
c. Penerimaan: pasien dan keluarga
kondisi kesehatan
d. Kebutuhan perilaku: mengenai manajemen
diet sehat diabetes selama sakit,
e. Dapat termasuk penggunaan
mengontrol gula insulin dan obat oral,
darah monitor asupan cairan,
f. Dapat penggantian
mengontrol stres karbohidrat dan kapan
g. Status nutrisi mencari bantuan
adekuat petugas kesehatan
h. Mengkontrol sesuai kebutuhan
perilaku berat
badan
i. Olahraga teratur
Intolerans Tujuan: Manjaemen energi
i aktivitas Setelah dilakukan asuhan q. Monitor asupan nutrisi
b.d keperawatan selama 3x24 untuk mengetahui
pergeraka jam diharapkan intoleran sumber energi
n aktivitas sehari-hari klien r. Catat waktu dan lama
dapat dilakukan sendiri. istirahat tidur pasien
NOC : s. Anjurkan tidur siang bila
g. Energy conservation perlu
h. Activity tolerance t. Anjurkan aktivitas fisik
i. Selfcare :ADLs sesuai dengan
Kriteria Hasil : kemampuan energi
j. Berpartisipasi dalam pasien.
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanann darah, nadi dan
RR
k. Mampu melakukan
aktivitas sehari
hari
secara mandiri
l. TTV normal
m. Level kelemahan
n. Energy psikomotor
o. Mampu berpindah
dengan atau tanpa
bantuan alat
p. Sirkulasi status baik
Ketidakse Tujuan: Manajemen nutrisi
imbangan Setelah dilakukan asuhan ff. Monitor asupan makan
nutrisi keperawatan selama 3x24 gg.
kurang jam diharapkan nafsu njurkan pasien terkait
dari makan klien meningkat. dengan kebutuhan diet
kebutuha NOC : untuk kondisisakit
n tubuh u. Status nutrisi hh.
b.d v. Status nutrisi : makanan tur diet yang diperlukan
perilaku dan cairan
patuh diet w. Intake
yang x. Nutritional status :
disaranka nutrient intake
n y. Weight control
Kriteria Haasil :
z. Adanya peningkatan BB
sesuai dengan tujuan
aa. BB ideal sesuai
dengan tinggi badan
bb. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
cc. Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
dd. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
ee. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
Risiko Tujuan: Pengajaran : proses
ketidakef Setelah dilakukan asuhan penyakit
ektifan keperawatan selama 3x24 rr. Jelaskan tanda dan
perfusi jam diharapkan sirkulasi gejala yang umum dari
jaringan jaringan kembali stabil penyakit, sesuai
perifer NOC : kebutuhan
b.d ii. Status sirkulasi ss. Review pengetahuan
manajem jj. Tissue perfusion : pasien mengenai
en diri serebral kondisinya
diabetes Kriteria Hasil : tt. Beri informasi kepada
kk. Membuat keputusan keluarga/orang
dengan benar yangpenting bagi
ll. Memproses informasi pasien mengenai
mm. perkembangan pasien,
ekanan sistole dan sesuai kebutuhan
diastole diharapkan uu. Diskusikan perubahan
dalam rentang yang gaya hidup yang
diharapkan mungkin diperlukan
nn. Tidak ada orthostatik untuk mencegah
hipertensi komplikasi dimasa akan
oo. Tidak ada tandatanda datang / mengontrol
peningkatan tekanan proses penyakit
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
pp. Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
qq. Menunjukan perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Assosiation (ADA). (2020). Diabetes Overvew: Diagosis.


Retrieved April 22nd, 2020, from, https://www.diabetes.org/a1c/diagnosis

Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Moorhead, Sue, dkk.(2013).Nursing Interventions Classification (NIC).Edisi 5.


Indonesia. Elsevier

Smeltzer, S. C., Bare,B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, F. H. (2010). Brunner and
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th ed.).
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins

Yuliana Elin, Andrajat Retnosari, 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI


ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DI RUANG HCU
“DIABETES MELITUS”
RSUD. Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

DISUSUN OLEH:
Hariyanto Wisnu Murti
(2011040109)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Tanggal masuk : 27 Februari 2021 Jam masuk : 21.54 WIB


HCU

Tanggal : 1 Maret 2021 No.RM : 00760624


pengkajian

Jam pengkajian : 16.00 WIB Diagnosa : Penkes, DM, Stroke


masuk

IDENTITAS
7. Nama pasien : Tn.E
8. Umur : 50 tahun
9. Alamat : Bojongsari RT 03/7 Kembaran

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


5. Keluhan utama/masalah utama : Penurunan Kesadaran
6. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke HCU RSMS pada tanggal 27
Februari 2021 dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak jam 15.00 WIB hari ini (27 februari 2021),
dirasakan mendadak saat beraktivitas dan langsung
mengorok, kejang kelemahan anggota gerak sulit
dinilai, mual muntah (-), sesak (+) ,demam (+),
terdapat luka tak kunjung sembuh di kedua kaki,
riwayat HT, dan DM rutin minum obat.

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


9. Pernah dirawat Ya Kapan: 6 bulan yang lalu Diagnosa: Diabetus
: mellitus
10. Riwayat penyakit kronik Ya Jenis: Diabetes
dan menular: mellitus, Hipertensi
Riwayat kontrol : Rutin Kontrol dan mengkonsumis obat rutin
Riwayat penggunaan obat : Citicholin, furosemide, novorapid.
11. Riwayat alergi : Tidak : Keluarga
mengatakan pasien tidak
memiliki riawayat alergi
obat-obatan
12. Riwayat operasi : Tidak : keluarga pasien
mengatakan pasien tidak
pernah dilakukan tindakan
operasi

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Keluarga mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga.

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


17. Tanda-tanda vital
S: 37.00⁰C N: 102x/mnt TD: 192/96 mmHg RR: 24x/mnt
Kesadaran: Somnolen: GCS E3M4V2

18. Sistem Pernafasan (Breathing)


Obstruksi : Tidak
Benda asing : Tidak
Berupa : Tidak

o. Keluhan: sesak: + nyeri waktu nafas:


-
Batuk: tidak produktif
Sekret: - Konsistensi: -
Warna: - Bau: -
p. Irama Tidak teratur
nafas:
q. Jenis: Dyspnea
r. Suara Vesikuler Ronchi
nafas:
s. Alat bantu Ya
nafas:
Jenis: NRM Flow: 10 lpm
t. WSD: Tidak
u. Penggunaan Tidak
Ventilator:

19. Sistem Kardio vaskuler (Blood)


u. Nadi karotis: Teraba
Nadi perifer Lemah
Perdarahan: Tidak ada Lokasi:-
Keluahan nyeri dada: Ya: - Tidak:
v. Irama jantung: Reguler
S1/S2 tunggal Tidak
w. Suara jantung: Normal
x. CRT: <3 detik
y. Akral: Hangat:
z. JVP: Normal
aa. CVP: - mmHg/mmH2O
bb. Interpretasi EKG: -
cc. Obat jantung yang diberikan: -
dd. Lain-lain: -

20. Sistem Persyarafan (Brain)


s. GCS: E3M4V2
t. Refleks fisiologis: Patella: Triceps: Bicepas: Tidak
Tidak
berespon Berespon
berespon
Budzinsky: Kernig: -
u. Refleks patologis: Babinsky:
berespon
tidak
Berespon
v. Keluhan pusing: Ya
w. Pupil: Isokor Diameter: 3 mm
x. Tanda PTIK: Muntah proyektil: -
y. Curiga fraktur cervikal Jejas clavikula: - Batle sign: -
Bloody rinorhoe: - Bloody Otorhoe: -
Brill hematome: -
z. Tekanan intrakranal (ICP): - mm
aa. Obat neurologi yang diberikan (dosis): -

21. Sistem Perkemihan (Bladder)


m. Kebersihan: Bersih
n. Keluhan kencing: Tidak ada keluhan
o. Produksi urin: 150 cc/jam Warna: kuning Bau:menyengat
p. Kandung kemih: Membesar Tidak
Nyeri tekan Tidak
q. Intake cairan oral: 450cc/6 jam
r. Kateter Terpasang DC kateter
22. Sistem Pencernaan (Bowel)
o. Mukosa mulut Kering
Tenggorokan Tidak ada keluhan nyeri
telan

p. Abdomen: Datar
Nyeri tekan :tidak
Luka operasi Tidak ada
Jenis operasi: -
Keadaan:-

q. Jejas abdomen tidak ada:


r. Bising usus: 12x/mnt
s. BAB: 1x/hari
Konsistensi lunak:
t. Diet :tidak
u. Porsi makan Tidak

23. Sistem Muskloskeletal dan Integumen (Bone)


s. Pergerakan sendi Terbatas
t. Kekuatan otot
4 4

4 4

u. Kelainan ekstremitas Tidak:


v. Kelainan tulang belakang Tidak:
w. Fraktur Tidak:
x. Traksi/spalk/gips Tidak:
y. Kompartemen sindrom Tidak:
z. Kulit Ikterik:
aa. Dekubitus Tidak:

24. Sistem Endokrin


Hipoglikemia Tidak
Hiperglikemia Ya

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
i. Personal Hygiene Bersih
j. Kebutuhan tidur Terpenuhi 10 jam
k. Nilai BMR: 1260
l. Gangguan konsep diri Tidak

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Labratorium, Radiologi, USG)


Tanggal Pemeriksaan Lab Hasil Nilai Rujukan Satuan
28/2/21 Albumin 3.02 3.50-5.20 Low
APTT 36.6 26.4-37.5 Normal
CRP >120 <5 High
Basofil 0,1 0-1 Normal
Batang 1.4 3-5 Low
Eosinofil 0.0 2-4 Low
Limfosit 24 25-40 Low
Monosit 3.1 2-8 Normal
Neutrophil 94.4 50.0-70.0 High
Segmen 93,0 50-70 High
Eritrosit 3.66 4.40-5.90 Low
Tanggal Granulosit 16440.0
28/2/21 Hematokrit 31 40-52 Low
Hemoglobin 10.1 13.2-17.3 Low
Leukosit 17400 3800-10.600 High
MCH 27.6 26-34 Normal
MCHC 32.7 32-36 normal
Tanggal MPV 84.4 80-100 Normal
28/2/21 RDW 15.4 11.5-14.5 High
Trombosit 214000 150000- Normal
440000
GDS 206 <140 High
Kreatinin darah 3,49 0.70-1.20 High
Natrium 134 134-146 Normal

TERAPI
Nama obat Dosis Cara pemberian Indikasi
Inf. NS 8 TPM IV Mengganti cairan tubuh
yg hilang
Paracetamol 3x1 gr Infus Untuk mengurangi
nyeri
Omeprazole 2x40 Mg Injeksi Antibiotik yg
digunakan untuk
mengobati infeksi
bakteri
Omeprazole 2x40 mg IV
Citicholin 2x250 mg IV
Furosemid 3x1 amp IV
Novorapid 8 TPM
Metilprednisolon 2x30 Mg Injeksi
Azitromisin 1x500 Mg Injeksi

DATA FOKUS: Terlihat kesadaran menurun, terlihat gelisah, terlihat sesak nafas

DATA TAMBAHAN LAIN: terpasang DC

TINDAKAN OPERASI: Tidak ada tindakan operasi


10. Analisa Data dan Perumusan Masalah Keperawatan
Tanggal Data Patofisiologi Diagnosa
Keperawatan
1 Maret Ds :- Suplai oksigen dan Gangguan
2021 Do: Pasien terlihat sesak nutrisi ke jaringan Ventilasi
,pasien terpasang alat bantu menurun Spontan
pernafasan.NRM 10 LPM
Merangsang pusat
RR: 22x/menit,
pernafasan

Peningkatan RR

Hiperventilasi

Pola nafas tidak


Ds:- efektif
Do: Pasien terlihat
penurunan kesadaran Kerusakan sel otak
dengan GCS E3M4V2, ↓
penurunan kesadaran, DM,
stroke TTV: TD: 194/90 Gangguan
mmHg, N: 102 x/menit, autoregulasi
RR; 24x/menit, ↓
O2 menurun
1 Maret ↓
2021 Gangguan Risiko perfusi
metabolisme serebral tidak
Ds:
Do: Pasien terlihat luka tak ↓ efektif
kunjung sembuh di kedua Asam laktat
kaki, hasil pemeriksaan meningkat
glukosa darah sewaktu; 206 ↓
Oedem otak

Gangguan perfusi
jaringan cerebral

Faktor Resiko
(riwayat DM,HT)

Sel beta pancreas
terganggu

1 Maret Produksi insulin
2021 menurun Resiko
↓ ketidakstabilan
Glikogen kadar glukosa
meningkat darah

Hiperglikemi

Tubuh gagal
meregulasi
hiperglikemi

Resiko
ketidakstabilan
kadar glukosa
darah

11. Daftar Diagnosa Keperawatan (Prioritas)


No Diagnosa Keperawatan
1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2 Risiko gangguan perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke otak
3 Resiko ketidakstablian kadar glukosa darah berhubungan Hiperglikemia

Diagnosa Utama:
Pola nafas tidak efektif berhubugan dengan hambatan upaya nafas

Rasional:
Keluhan utama pasien adalah pasien terlihat sesak nafas. Disertai data
obyektif :
- Pasien terlihat kesulitan bernafas,
- Pasien terpasang NRM 10 lpm,
- Bunyi nafas ronkhi,
- RR 22x/menit.
12. Rencana Keperawatan
Nama klien: Tn.E Dx.Medis:Penkes, Dm,HT, stroke Ruang:
HCU
No Tanggal Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Pola nafas tidak (Pola nafas L.01004) Manajemen jalan
1 Maret efektif Setelah dilakukan asuhan nafas (I.01011)
2021 keperawatan selama 2x24 Observasi:
D.0005; jam, pola nafas pasien - Monitor pola nafas
kategori meningkat dengan kriteria (frekuensi,
fisiologis; hasil : kedalaman, usaha
subkategori Indikator A T nafas)
respirasi) Frekuensi 2 5 - Monitor bunyi
nafas nafas
Kedalaman 2 5 tambahan(ronkhi)
nafas Terapeutik:
Ket : - Posisikan pasien
6. Memburuk headp up 30⁰
7. Cukup memburuk - Berikan oksigen
8. Sedang Edukasi: -
9. Cukup membaik Kolaborasi:
Membaik  Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
jika perlu

13. Catatan keperawatan (diagnosa keperawatan utama)


Nama : Tn. E Dx.Medis :Penkes, Dm,HT, Stroke
Ruang :HCU

No Diagnosa Tindakankeperawatan dan Paraf


Keperawatan Respon pasien
Senin, Pola nafas tidak Tindakan keperawatan : wisnu
1/03/21 efektif - Monitor pola nafas (frekuensi,
15.00 kedalaman, usaha nafas)
WIB D.0005; kategori - Monitor bunyi nafas tambahan(Ronchi)
fisiologis; - Posisikan pasien head up 30⁰
subkategori - Berikan oksigen
respirasi) - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
jika perlu
Respon Pasien :
DS : -
DO : Pasien terlihat kesulitan bernafas,
pasien terpasang NRM 10 lpm, bunyi
nafas Ronkhi, RR 24x/menit

No Diagnosa Tindakankeperawatan dan Paraf


Keperawatan Respon pasien
Selasa, Pola nafas tidak Tindakan keperawatan : wisnu
2/03/21 efektif - Monitor pola nafas (frekuensi,
15.00 kedalaman, usaha nafas)
WIB D.0005; kategori - Monitor bunyi nafas tambahan(Ronchi)
fisiologis; - Posisikan pasien head up 30⁰
subkategori - Berikan oksigen
respirasi) - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
jika perlu
Respon Pasien :
DS : -
DO : Pasien terlihat kesulitan bernafas,
pasien terpasang NRM 10 lpm, bunyi
nafas Ronkhi, RR 22x/menit

14. Catatan Perkembangan/SOAP (Diagnosa Utama)


Nama Klien : Tn.E Dx.Medis :penkes,Dm,Ht,stroke
Ruang :HCU
Har/Tgl/Jam/Dx.keper SOAP Paraf
awatan
Senin , 1/03/21 15.00 S: Wisnu
WIB
Pola nafas tidak efektif
O : Pasien terlihat kesulitan bernafas, pasien
D.0005; kategori terpasang NRM 10 lpm, bunyi nafas ronkhi,
fisiologis; subkategori RR 24x/menit
respirasi)

A : Pola nafas belum teratasi

Indikator A T A

Frekuensi nafas 2 5 2

Kedalaman nafas 2 5 2
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan(ronkhi)
- Posisikan pasien headp up 30⁰
- Berikan oksigen
Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu

Har/Tgl/Jam/Dx.keper SOAP Paraf


awatan
Selasa , 2/03/21 15.00 S: Wisnu
WIB
Pola nafas tidak efektif
O : Pasien masih terlihat kesulitan bernafas,
D.0005; kategori pasien terpasang NRM 10 lpm, bunyi nafas
fisiologis; subkategori ronkhi, RR 22x/menit
respirasi)

A : Pola nafas belum teratasi

Indikator A T A

Frekuensi nafas 2 5 3

Kedalaman nafas 2 5 3

P : Lanjutkan intervensi
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan(ronkhi)
- Posisikan pasien headp up 30⁰
- Berikan oksigen
Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu
LAPORAN PENDAHULUAN

TBC DI HCU

RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

Disusun oleh :
1. HARIYANTO WISNU (2011040109)
2. DWIYAN NUR FAIZ (2011040110)
3. DITA YUDIASARI (2011040111)
4. ENOVA TRIYANAH (2011040112)
5. EGIS TRISNASIH (2011040113)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
A. Definisi
Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman Tuberkulosis
menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut
berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat
mati jika terpapar sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin, 2012).
Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini ditularkan oleh droplet
nucleus, droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk,
bersin, berbicara atau bernyanyi (Priscilla, 2012).
B. Etiologi
Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang berukuran
dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M.
tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap
asam serta sangat tahan dengan zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah
bersifat aerob yaitu menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M.
tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang dimana terdapat kandungan
oksigen yang tinggi. Daerah tersebut menjadi daerah yang kondusif untuk penyakit
Tuberkulosis (Somantri, 2012).
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari tidurnya dan menjadikan
tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi pada saluran
pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
nafas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyerang kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke), keduanya ini dinamakan tuberculosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberculosis paru primer,
peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil
mikobakterium. Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan
jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).
C. Tanda dan Gejala
Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik (Muttaqin, 2012).
Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratorik
dan gejala sistemik :
1. Gejala Respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif) kemudian setelah timbul peradangan kemudian menjadi produktif
(menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang
selanjutnya adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang
pecah.
b. Batuk darah
Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah
yang pecah.
Kita harus memastikan bahwa perdarahan tersebut dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Batuk Darah
 Darah dibatukkan dengan rasa panas ditenggorokkan.
 Darah berbuih bercampur udara.
 Darah segar berwarna merah muda.
 Darah bersifat alkalis.
 Anemia kadang-kadang terjadi.
 Benzidin test negative.
2) Muntah darah
 Darah dimuntahkan dengan rasa mual.
 Darah bercampur sisa makanan.
 Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.
 Darah bersifat asam.
 Anemia sering terjadi.
 Benzidin test positif.
3) Epistaksis
 Darah menetes dari hidung.
 Batuk pelan kadang keluar.
 Darah berwarna merah segar.
 Darah bersifat alkalis.
 Anemia jarang terjadi.
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan apabila
terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang ringan. Gejala
nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun kadang-kadang panas
bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk. Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore hari dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul dan
semakin lama semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas serangan
semakin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa : tidak nafsu
makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini biasanya
berangsur-angsur dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia (naga, S , 2012).
D. Patofisiologi
Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita
penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit
tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular
(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama.
Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit
tuberculosis. Droplet yang mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk
dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya
sinar matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana yang
gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Jika
droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan masuk ke system
pernapasan dan terdampar pada dinding system pernapasan. Droplet besar akan
terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke
dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil.
Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi
primer berupa tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan
memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar melalui
sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak
untuk merangsang macrofage, sehingga berkurang atau tidaknya jumlah kuman
tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsi dari macrofage adalah membunuh
kuman atau basil apabila prosesini berhasil dan macrofage lebih banyak maka klien akan
sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun
pada saat itu maka kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru-paru dengan
membentuk tuberkel (biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan
bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul perkejuan di
tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat penderita batuk
yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).
(Djojodibroto, 2014)
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2010) penatalaksanaan pada pasien TBC antara lain :
1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberculosis paru BTA positif.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok- kelompok populasi
tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa- siswi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5mg/kgBB 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis pada masyarakat.
G. Pengobatan
1. Farmakologi
a. Tujuan pengobatan Tuberculosis
Tujuan pengobatan pada penderita Tuberkulosis paru selain untuk
menyembuhkan atau mengobati penderita juga dapat mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.
Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket yaitu
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket obat untuk satu pasien dalam
satu masa pengobatan. Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB yaitu (Departemen Kesehatan, 2011):
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
2. Obat-obat anti Tuberkulois
a. Obat-obat primer
Obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi dapat
menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal.
Oleh karena itu, terapi ini selalu dilakukan dengan kombinasi dari 2-4 macam
obat untuk kuman tuberculosis yang sensitif. Berikut obat anti tuberculosis
yang termasuk obat-obat primer adalah (Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia (BPOM RI), 2017) :
1) Isoniazid
Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat
untuk obat tuberculosis yang paling kuat terhadap Mycobacterium
tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil
yang tumbuh pesat. Efek samping dari isoniazid adalah mual, muntah,
demam, hiperglikemia, dan neuritis optic.
2) Rifampisin
Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak dipakai
untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Rifampisin
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sistesis protein
terutama pada tahap transkripsi. Efek samping dari rifampisin adalah
gangguang saluran cerna, terjadi gangguan sindrim influenza, gangguan
respirasi, warna kemerahan pada urine, dan udem.
3) Pirazinamid
Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri Tuberkulosis dan bekerja dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulsis dalam
kombinasi dengan obat lain. Efek samping dari pirazinamid adalah
anoreksia, icterus, anemia, mual, muntah, dan gagal hati.
4) Etambutol
Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari etabutanol adalah
tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping penurunan
tajam penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap kontras
sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang.
5) Streptomisin
Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah disebut
Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi sejumlah
infeksi seperti tuberculosis untuk menghambat pertumbuhan mikroba.
Saat ini streptomisin semakin jarang digunakan kecuali untuk kasus
resistensi. Efek samping dari streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal,
gangguan pendengaran, dan kemerahan pada kulit.
b. Obat- obatan sekunder
Obat-obatan sekunder diberikan untuk tuberculosis yang disebabkan oleh
kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang
tidak dapat ditoleransi. Berikut yang termasuk obat sekunder adalah
kaproemisin, sikliserin, macrolide generasi baru (asotromisin dan
klaritromisin), quinolone dan protionamid.
Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu
1) Tahap intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan obat setiap hari dan diawasi
langsung unutuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT,
terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya penderita yang menularkan penyakit menjadi tidak
menularkan penyakit dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita
Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negative (konversi) pada akhir
pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2) Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat mencegah terjadinya
kekambuhan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisipn, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolode, dan
Amoksisilin + Asan Klavulanat, derivate Rifampisin/INH.
1. Terapi Komplementer
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai
pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan
lain diluar pengobatan medis (Budhi Purwanto, 2013). Modalitas penyembuhan
adalah metode penyembuhan yang digunakan bersama dengan pengibatan berbasis
obat dan tindakan pembedahan sebagai upaya pemenuhan pelayanan holistic. Titik
akupresur ini dilakukan peijatan setiap titiknya minimal 3 menit. Berikut yaitu titik
akupresur untuk mengurangi batuk berdahak pada penderita penyakit tuberculosis
sebagai berikut :
a. Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 3 jari di bawah jari kaki, di
sela-sela antara jari tengah dan jari manis.
b. Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 2 jari di bawah jari-jari
kaki, di sela-sela antara ibu jari dan jari telunjuk
c. Titik refleksi tenggorokkan pada punggung kaki di antara sela-sela ibu jari dan
jari telujuk
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Penyakit tuberculosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah
dengan tingkat kepadatan tinggi, sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam
rumah sangat minim.
c. Riwayat
kesehatan
Keluhan Utama :
Tuberkulosis dijuluki the great imitator, suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah pasien yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik
d. Riwayat kesehatan Saat ini
Pengkajian ini dialkukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian yang
ringkas dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk melengkapi data
pengkajian. Apabila, keluhan utama klien adalah sesak napas, maka perawat
perlu mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara sesak
napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem pernapasan dan
kardiovaskular. Sesak napas yang ditimbulkan oleh TB paru, biasanya akan
ditemukan gejala jika tingkat kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertainya seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan
lain- lain. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST yaitu, Provoking
Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas,
apakah sesak napas berkurang apabila istirahat. Quality of Pain: seperti apa rasa
sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti
tercekik atau susah dalam melakukan pernapasan. Region: dimana rasa berat
dalam melakukan pernapasan. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak napas dan
klien menerangkan seberapa jauh sesak napas memengaruhi aktivitas sehari-hari.
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala
timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah gejala timbul
secara terus menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan
klien pada saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut
pertama kali muncul, dan apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Dahulu
pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari
organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB
paru seperti diabetes melitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum
oleh klien pada masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat
OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Adanya
alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien
mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat. Kaji lebih dalam tentang
seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan
BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan
penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang disebabkan karena meminum
OAT.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat menanykan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi penularan didalam rumah.
g. Riwayat Psiko- Sosial- Spiritual
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif
dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal pasien
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan
tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spritual yang seksama. Pada kondisi
klinis, pasien dengan Tuberkulosis sering mengalami kecemasan bertingkat
sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Perawat juga perlu menanyakan kondisi
pemukiman pasien bertempat tinggal. Hal ini penting, mengngat TB paru sangat
rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal dipemukiman padat dan
kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup ditempat kumuh
dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang kurang. TB paru
merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarakat miskin karena
tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh nonspesifik dan mengonsumsi
makanan yang kurang bergizi, dan juga tidak mampu untuk membeli obat,
ditambah lagi kemiskinan membuat pasien diharuskan bekerja bekerja secara
fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya. Pasien TB kebanyakan
berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering kali tidak menyadari bahwa
penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang penting. Padahal, taraf
hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnya dan
dalam menghadapi infeksi pada khususnya
Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernafasan B1 (Breathing)
a) Palpasi
Palpasi trakea. Adanya pergeseran trakea menunjukkan meskipun tetapi
tidak spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada Tb paru disertai adanya
efusi pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke
arah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thorak anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya
penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB
paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Gertaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada pasien saat pasien berbicara adalah bunyi
yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang
pohon bronkial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,
terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada
dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus
pada pasien dengan TB paru biasanya ditemukan pada pasien yang
disertai komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara menurun
karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi
di rongga pleura
b) Perkusi
Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
pasien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
di dapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan dirongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka di dapatkan bunyi hiperresonan terutama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat
c) Auskultasi
Pada pasiien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronchi)
pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana di dapatkan bunyi
ronchi. Bunyi yang terdengar melalaui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai resonan vokal. Pasien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan
2) Sistem Kardiovaskuler B2 (Blood)
Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura massif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan
3) Sistem Persyarafan B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringat berat. Pada pengkajian objektif, pasien
tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan
menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe masif dan kronis,
dan sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
4) Sistem Genitourinaria B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Pasien diinformasikan agar terbiasa dengan
urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal
masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutaman Rifampisin.
5) Sistem Pencernaan B5 (Bowel)
Kaji pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan
6) Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkuarang banyak pada klien TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetep dan
jadwal olahraga menjadi tak teratur
2. Diagnose Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Bronkospasme, sekresi
yang tertahan, spasme jalan napas, Hipersekresi jalan napas (D.0001)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Prubahan membrane alveolus
kapiler atau Ketidakseimbangan ventilasi perfusi (D.0003)
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Kurangnya Asupan makanan,Peningkatan
kebutuhan metabolisme (D.0019)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Bersihan jalan nafas Respiratory status : Airway suction
tidak efektif b.d ventilation - Auskultasi suara
Bronkospasme, sekresi Respiratory status : airway nafas sebelum dan
yang tertahan, spasme patency sesudah suctioning
jalan napas, Dengan kriteria hasil : - Keluarkan sekret
Hipersekresi jalan - Mendemonstrasikan dengan batuk
napas batuk efektif dan efektif atau suction
suara nafas yang - Berikan O2
bersih, tidak ada - Anjurkan pasien
sianosis dan dyspneu untuk istirahat dan
(mampu napas dalam
mengeluarkan sputum, - Posisikan pasien
mampu bernafas untuk
dengan mudah). memaksimalkan
- Menunjukkan jalan Ventilasi
nafas yang paten - Auskultasi suara
(klien tidak merasa nafas, catat adanya
tercekik, irama nafas, suara tambahan
frekuensi pernafasan - Atur intake untuk
dalam rentang normal, cairan
dan tidak ada suara mengoptimalkan
nafas abnormal). keseimbangan.
- Mampu - Monitor respirasi
mengidentifikasi dan dan status O2
mencegah faktor yang - Pertahankan hidrasi
dapat menghambat yang adekuat Untuk
jalan nafas. mengencerkan
secret
2. Gangguan pertukaran Respiratory status : Airway Management
gas berhubungan Gas exchange - Posisikan pasien
dengan Prubahan Respiratory status : untuk
membrane alveolus ventilation memaksimalkan
kapiler atau Vital sign status ventilasi
Ketidakseimbangan Dengan kriteria hasil : - Keluarkan sekret
ventilasi perfusi  Mendemonstrasikan dengan batuk efektif
peningkatan ventilasi atau suction
dan oksigenasi yang - Pasang mayo bila
adekuat perlu
 Memelihara kebersihan - Atur intake untuk
paru-paru dan bebas cairan
dari tanda- tanda mengoptimalkan
distress pernafasan keseimbangan.
 Mendemonstrasikan - Monitor respirasi
batuk efektif dan suara dan status O2
nafas yang bersih - Catat pergerakan
 Tidak ada sianosis dan dada, amati
dyspneu (mampu kesimetrisan,
mengeluarkan sputum penggunaan otot
 Mampu bernafas tambahan, retraksi
dengan mudah), tanda- otot supraclavicular
tanda vital dalam dan intercostal
rentang normal - Monitor suara nafas,
seperti dengkur
- Monitor pola nafas
bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
- Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
- Observasi sianosis
khususnya
membrane mukosa
- Auskultasi bunyi
jantung, jumlah,
irama dan denyut
jantung
3. Defisit Nutrisi Nutritional status : food and NIC : Nutrition
berhubungan dengan fluid Intake Management
Kurangnya Asupan Nutritional status : Nutrient - Kaji adanya alergi
makanan,Peningkatan Intake makanan
kebutuhan metabolisme Weight control - Kolaborasi dengan
Dengan kriteria hasil : ahli gizi untuk
 Adanya peningkatan menentukan
berat badan sesuai jumlah kalori dan
dengan tujuan nutrisi yang
 Berat badan ideal dibutuhkan pasien
sesuai dengan tinggi - Anjurkan pasien
badan untuk
 Mampu menigkatkan Fe
mengidentifikasi - Anjurkan pasien
kebutuhan nutrisi untuk
 Tidak ada tanda-tanda meningkatkan
mal nutrisi protein dan
 Menujukkan vitamin C
peningktan fungsi - Berikan substansi
pengecapan dari gula
menelan dan tidak - Yakinkan diet
terjadi penurunan berat yang dimakan
badan yang berarti. mengandung
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
- Monitor adanya
penurunan BB dan
gula darah
- Berikan makanan
yang terpilih
(sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
- Monitor intake
nuntrisi
- Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
- Anjurkan banyak
minum
- Monitor turgor
kulit
- Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
totalprotein, Hb
dan kadar Ht
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor pucat
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Wahid, I. S. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta:
TIM.

Depkes RI. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas TB

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta: Salemba Medika

Priscillia LeMone, K. M. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Soemantri, I. (2012). Asuhan keperawatn pada klien dengan gangguan sistem

pernapasan,
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DI RUANG HCU
“PENURUNAN KESADARAN, TB PARU”

RSUD. Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

DISUSUN OLEH:

16. Hariyanto Wisnu Murti (2011040109)

17. Dwiyan Nur Faiz (2011040110)

18. Dita Yudiasari (2011040111)

19. Enova Triyanah (2011040112)

20. Egis Trisnasih (2011040113)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020/2021

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


Tanggal masuk : 25 Februari 2021 Jam masuk : 18.00 WIB
ICU

Tanggal : 1 Maret 2021 No. RM : 02159027


pengkajian

Jam pengkajian : 11.00 WIB Diagnosa : PENKES, TB PARU, HIV


masuk

IDENTITAS
4. Nama pasien : Tn.H
5. Umur : 32 tahun
6. Alamat : Kasih RT 05/02 Kertanegara

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


7. Keluhan utama/masalah utama
: Penurunan Kesadaran
8. Riwayat penyakit sekarang
: Pasien datang ke IGD 25 Februari dengan keluhan
pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 4 hari
SMRS, demam, pasien sedang pengobatan b20 dan
TB bulan ke 2. Kemudian pasien dirawat di Ruang
HCU RSMS. Pada saat pengkajian pada 1 maret 2021
pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS
6 E1M3V2 Sopor. pasien sedang pengobatan b20 dan
TB bulan ke 2. Terpasang O2 NRM 10 lpm,
terpasang IVFD RL 20 tpm, terpasang NGT,
Terpasang DC diuresis cukup, skala nyeri CPNI 3.

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


6. Pernah dirawat
: Ya Kapan: 2 bulan yang lalu Diagnosa : TB paru
dan HIV
7. Riwayat penyakit kronik
dan menular: Ya Jenis: HIV, TB paru

Riwayat kontrol : Rutin Kontrol di RSMS

Riwayat penggunaan obat : ceftriaxone, metronnidazole, ranitidin, dexametason,


fluconazole, OAT.
8. Riwayat alergi :
Tidak Jenis: -
9. Riwayat operasi :
Tidak Kapan: -

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keluarga mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga.

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-tanda vital
S: 36.00⁰C N: 112x/mnt TD: 111/84 mmHg RR: 28x/mnt
Kesadaran: Sopor: GCS E1M3V2

2. Sistem Pernafasan (Breathing)


Obstruksi : Tidak
Benda asing : Tidak
Berupa : Terpasang Intubasi

e. Keluhan: sesak: - nyeri waktu nafas: -


Batuk: Ya, batuk
Sekret: Terdapat secret Konsistensi: Kental
Warna: Kekuningan Bau:

f. Irama (Tidak teratur)


nafas:
g. Jenis: Cheyne stokes
h. Suara bronko vesikuler Ronchi
nafas:
i. Alat bantu
nafas: O2 NRM 10 lpm

Jenis: NRM Flow: 10 lpm


j. WSD:
Tidak
k. Penggunaan
Ventilator: Tidak

Jam Mode TV FiO2 PEEP E:I SaO2


- - - - - - -
- - - - - - -

3. Sistem Kardio vaskuler (Blood)


f. Nadi karotis: Teraba
Nadi perifer Lemah
Perdarahan: Tidak ada Lokasi:-
Keluahan nyeri dada: Ya: - Tidak: (√)
g. Irama jantung: Reguler
S1/S2 tunggal (√)
h. Suara jantung: Normal
i. CRT: <2 detik
j. Akral:
Dingin: (√)
k. JVP:
Normal
l. CVP: - mmHg/mmH2O
m. Interpretasi EKG: -
n. Obat jantung yang diberikan: -
o. Lain-lain: -

4. Sistem Persyarafan (Brain)


m. GCS: E1M3V2
Sopor
Triceps: Tidak Bicepas: Tidak
n. Refleks fisiologis: Patella: Tidak
berespon Berespon
berespon
Budzinsky: Kernig: -
o. Refleks patologis: Babinsky:
Tidak
Berespon
berespon

p. Keluhan pusing: Ya
q. Pupil: Isokor Diameter: 2 mm
r. Tanda PTIK: Muntah proyektil: - Nyeri kepala hebat:
Skala 7
s. Curiga fraktur cervikal Jejas clavikula: - Batle sign: -
Bloody rinorhoe: - Bloody Otorhoe: -
Brill hematome: -
t. Tekanan intrakranal (ICP): - mm
u. Obat neurologi yang diberikan (dosis): -

5. Sistem Perkemihan (Bladder)


j. Kebersihan: Bersih: (√)
k. Keluhan kencing: Nokturia: (-) Inkontinensia: (-)
Gross hematuri: (-) Poliuri: (-)
Disuria: (-) Oliguria: (-)
Retensi: (-) Lain: (-)
Anuria: (-)
l. Produksi urin: 6jam 400ml/6jam Warna: Kuning Bau: Khas
m. Kandung kemih: Membesar Ya: (-) Tidak: (√)
Nyeri tekan Ya: (-) Tidak: (√)
n. Intake cairan oral: 650cc/6 jam enteral: 400cc/6 jam
o. Kateter Ya: (√) Tidak: (-)

6. Sistem Pencernaan (Bowel)


c. Mukosa mulut Lembab: (-) Kering: (√) Stomatitis: (√)
Jejas di mulut keluar
darah berlebih.
Tenggorokan Sakit menelan: (-) Kesulitan menelan: (√)
Pembesaran tonsil: (-) Nyeri tekan: (√)
d. Abdomen: datar Tegang: (√) Kembung: (-) Acites: (-) LP: (-) cm
Nyeri tekan Ya: (-) Tidak: (√)
Luka operasi Ada: (-) Tidak: (√) Tgl operasi: (-)
Jenis operasi: Lokasi: (-)
Keadaan Drain Ada: (-) Tidak: (√)
Jml: (-) jam Warna: (-)
Kondisi area insersi: (-)
e. Jejas abdomen tidak ada: (√) ada:(-) lokasi
f. Peristaltik: 14x/mnt
g. BAB: 2x/hari
Terakhir tanggal: 27 Februari 2021

Konsistensi Padat: (-) Lunak: (√) Cair: (-) Lendir/darah: (-)


h. Diet
Padat: (-) Lunak: (-) Cair: (√)
i. Porsi
makan Habis: (√) Tidak: (-) Keterangan: NGT

7. Sistem Muskloskeletal dan Integumen (Bone)


e. Pergerakan sendi Bebas: (-) Terbatas:(√)

f. Kekuatan otot 2 2
2 2
g. Kelainan ekstremitas Ya: (√) Tidak:
h. Kelainan tulang belakang Ya: (-) Tidak: (√)
i. Fraktur Ya: (-) Tidak: (√)
j. Traksi/spalk/gips Ya: (-) Tidak: (√)
k. Kompartemen sindrom Ya: (-) Tidak: (√)
l. Kulit Ikterik: (-) Kemerahan: (-) Hiperpigmentasi: (-)
Sianosis: (√)

m. Dekubitus Tidak Ada: (-) grade Luas: (-) Lokasi: (-)


: (√)
Lain-lain: (-)

8. Sistem Endokrin
Hipoglikemia Ya: (-) Tidak (√)
Hiperglikemia Ya: (-) Tidak (√)

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
m. Personal Hygiene
Bersih: (-) Kotor: (√) Bau: (√)
n. Kebutuhan tidur
Terpenuhi: (√) Tidak terpenuhi: (-) Jam : Tak terkaji
o. Nilai BMR: 1.344 kkal
p. Gangguan konsep diri Ya: (-) Tidak: (√)

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Labratorium, Radiologi, USG)

Tgl Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


25/02/ Lab darah rutin:
2021
HEMATOLOGI

Hemoglobin 10.3 (L) Pria :14.0-18.0 g/dL

Wanita : 12.0-16.0

Anak : 10.0-16.0

Bayi baru lahir :

12.0-24.0

Eritrosit (Y) 3.43 Pria : 4.5-5.5 10 6/uL

Wanita : 4.0-5.0

Leukosit 3.600-11.000 /uL


7030
Hematokrit 35-47 %
(L) 29
Thrombocyt 150000-440000 /uL
160000
KIMIA KLINIK

Albumin 3.50-5.20 g/dL


(L) 2.85
Ureum Darah 15.00-40.00 mg/dL
(L) 16.22
Kreatinin 0.50-1.00 mg/dL
(L) 0.22
Darah SGOT <45 U/L
(H) 58
SGPT <41 U/L
(H) 48

ANALISA GAS
DARAH
7.35-7.45 mm Hg
PH (Q) 7.50
75.0-100.0 mm Hg
PO2
(H) 152.5 32.0-45.0 mmolL
PCO2
(L) 17.5
HCO3 ACTUAL
(HCO3) 21.0-28.0 mmolL

TCO2 (L) 13.2 21.0-30.0 mmolL


Base Excess (BE) (L) 13.7 -2.0-(+3.0) mmolL

HCO3 STANDAR (L) -8.2 21.0-28.0 mmolL

O2 Saturasi (L) 17.7 95.0-98.0 %

Natrium (H) 99.1 134-146 mEq/L

Klorida (L) 116 96-108 mEq/L

(L) 92

27/2- SERO
2021 IMUNOLOGI
(L) 26 500-1500 c/uL
CD4

IgG Anti
Toxoplasma (H)12678.00 Non reactive : <1 IU/mL

Ideteminate : 1-30

Reactive : >=30

TERAPI
Nama obat Dosis Cara Indikasi
pemberian
Ceftriaxone 2x2 gram Intravena Obat antibiotik golongan sefalosporin
yang bekerja dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri atau membunuh
bakteri.
Dexamethasone 3x5 mg Intravena Obat untuk mengatasi peradangan, reaksi
alergi, dan autoimun.
Ranitidine 2x50 mg Intravena Obat yang bekerja untuk menangani
gejala atau penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam lambung.
Metronidazole 3x20 mg Intravena Obat untuk mengatasi infeksi bakteri.
Klinimix 20 tpm Infus Memenuhi kebutuhan cairan tubuh yang
hilang.
Fluconazole 1x200mg Intravena Obat untuk mengobati penyakit akibat
infeksi jamur.
Betadin gargle 2x1 mg Oral Obat kumur untuk membersihkan dan
menjaga kesehatan rongga mulut,
mengobati sariawan dan bau mulut.
NAC 3x200mg Enteral Obat untuk mengencerkan dahak.
Rifampicin 1x400mg Enteral Antibiotik untuk membunuh bakteri
INH 1x100mg Enteral Obat antibiotik untuk mengatasi TBC.
Vit B6 1x1 gram Enteral Obat untuk mengobati atau mencegah
penyakit anemia dan untuk
perkembangan otak, sistem syaraf dan
kekebalan tubuh.
Cotrimoksazol 1x2gram Enteral Antibiotik untuk mengobati infeksi.
Asam Folat 1x1gram Enteral Obat untuk menjaga imun tubuh.

DATA FOKUS:
- Terlihat tingkat kesadaran menurun
- Terdapat secret
- Terdenfar bunyi nafas tambahan (ronkhi)
- Mukosa bibir kering
- Pesonal hygiene kotor dan bau
- Terdapat stomatitis
- Terdapat jejas di mulut keluar darah berlebih.

DATA TAMBAHAN LAIN:


- Terpasang DC kateter
- Terpasang oksigen NRM 10 lpm
- Terpasang NGT

TINDAKAN OPERASI:
Tidak ada tindakan operasi

Purwokerto, 3 Maret 2021

(TIM)
Analisa Data dan Perumusan Masalah Keperawatan

Tanggal Data Patofisiologi Diagnosa


Keperawatan
1 Maret Ds:- Mikobakterium Bersihan jalan
2021 Do:Pasien terlihat batuk, tuberculosis masuk nafas tidak
terlihat secret, terdengar dalam saluran efektif
bunyi nafas tambahan pernafasan
ronkhi, RR 28x/menit, ↓
rontgen TB Terjadinya reaksi
peradangan dan
alveoli mengalamai
konsolidasi

Terjadinya lesi
pada paru

Kerusakan jaringan
paru meluas dan
mengalami
nekrosis

Secret terakumulasi
pada jalan nafas

Bersihan jalan
nafas tidak efektif

1 Maret
2021 Ds:- Kerusakan sel otak Risiko perfusi
Do:Pasien terlihat ↓ serebral tidak
penurunan kesadaran Gangguan efektif
dengan kesadaran Sopor: autoregulasi
GCS E1M3V2 ↓
TTV: Td: 111/84 Mmhg. O2 menurun
N:112x/menit ↓
Gangguan
metabolisme

Asam laktat
meningkat

Oedem otak

Gangguan perfusi
jaringan cerebral

Defisit
1 Maret
perawatan diri
2021 Ds: TB paru
Do:Pasien tampak lemas ↓
kulit pasien pucat dan Resolusi focus
kering, pasien tampak primer di
kotor, mukosa bibir pasien jaringan paru
kering dan tampak kotor ↓berkurangnya luas
total permukaan
membrane paru

Kafasitas di fuli
paru menurun
suplai O2 keperifer
menurun

Kelemahan dan
kelelahan

Ketidakmampuan
membersihkan diri

Defisit perawatan
diri
6. Daftar Diagnosa Keperawatan (Prioritas)
No Diagnosa Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas: sekret
2 Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d suplai darah ke otak menurun
3 Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler

7. Diagnosa Utama:
Bersihan jalan nafas b.d spasme jalan nafas : sekret
Rasional:
Penurunan bunyi nafas dengan indikasi ronkhi akumulasi sekret/ketidakmampuan
membersihkan jalan nafas sehinngga otot akssori digunakan dan kerja penafasan meningkat
9. Rencana Keperawatan
Nama klien: Tn. H Dx.Medis: TB Paru Ruang: HCU
No. Tanggal Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. 03/03/2021 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam Manajemen jalan napas
efektif b.d spasme jalan diharapkan Bersihan jalan nafas
O:
nafas: sekret tidak efektif teratasi dengan kriteria
- Monitor pola napas
hasil:
- Monitor bunyi napas tambahan
Indikator Awal Target
(ronkhi/gargling)
Produksi sputum 2 5
- Monitor sputum (Jumlah, warna, aroma)
Ronkhi 3 5
T:
Frekuensi nafas 2 5
- Posisikan semi fowler
Pola nafas 2 5 - Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
- Berikan oksigen
E:
- Ajarkan teknik batuk efektif
K: Kolaborasi pemberian bronkodilator,
NAC, INH jika perlu
10. Catatan keperawatan (diagnosa keperawatan utama)
Nama : Tn. H Dx.Medis : TB Paru Ruang : HCU
Hari
Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan dan Respon Pasien Paraf
Tanggal/Jam
3/03/2021 Bersihan jalan nafas tidak Manajemen jalan napas TIM
efektif b.d spasme jalan
- Memonitor pola napas
nafas: sekret
- Memonitor bunyi napas tambahan (ronkhi/gargling)
- Memonitor sputum (Jumlah, warna, aroma)
- Memposisikan semi fowler
- Melakukan fisioterapi dada
- Melakukan suction/ penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Memberikan oksigen NRM 10 lpm
- Melakukan kolaborasi pemberian obat NAC 3x200 g, INH 1 x 100mg
DS: -
DO:
- Masih terlihat kesadaran menurun
- Masih terlihat sesak nafas
- Konsistensi sekret lendir
- Warna sekret kehijauan
- Bau khas
- Tekanan darah 110/85 mmHg
- RR 24x/menit
- SPO2 100%
- MAP 93%
- N: 112x/menit
11. Catatan Perkembangan/SOAP (Diagnosa Utama)
Nama Klien : Tn. H Dx.Medis : TB Paru Ruang : HCU
Hari/Tanggal/Jam/ SOAP Paraf
Diagnosa Keperawatan
Rabu, 3 Maret 2021, Jam S: - TIM
11.30 WIB. O:
Bersihan jalan nafas tidak - Masih terlihat kesadaran menurun
efektif b.d spasme jalan - Masih terlihat sesak nafas
nafas: sekret - Konsistensi sekret lendir
- Warna sekret kehijauan
- Bau khas
- Tekanan darah 111/80 mmHg
- RR 24x/menit
- SPO2 100%
- MAP 73%
- N: 112x/menit
A: Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif belum teratasi
Indikator Awal Target Akhir
Produksi sputum 2 5 4
Ronkhi/Gurgling 3 5 3
Frekuensi nafas 2 5 4
Pola nafas 2 5 3

P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan (ronkhi/gargling)
- Monitor sputum (Jumlah, warna, aroma)
- Posisikan semi fowler
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, NAC, INH jika perlu
ANALISIS JURNAL
THE POTENTIAL FOR TREATMENT SHORTNING WITH HIGHER RIFAMPICIN
DOSES : RELATING DRUG EXPOSURE TO TREATMENT RESPONSE IN PATIENTS
WITH PULMONARY TUBERCULOSIS (POTENSI PEMENDEKAN PENGOBATAN
DENGAN DOSIS RIFAMPISIN LEBIH TINGGI : TERKAIT PAPARAN OBAT
DENGAN RESPON PENGOBATAN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU)

DISUSUN OLEH:

1. Hariyanto Wisnu Murti (2011040109)

2. Dwiyan Nur Faiz (2011040110)

3. Dita Yudiasari (2011040111)

4. Enova Triyanah (2011040112)

5. Egis Trisnasih (2011040113)

PROGRAM PROFESI NERS


(PPN) FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
TAHUN 2020/2021
RESUME JURNAL
Judul The Potential For Treatment Shortning With Higher Rifampicin Doses :
Penelitian Relating Drug Exposure To Treatment Response In Patients With
Pulmonary Tuberculosis (Potensi Pemendekan Pengobatan Dengan Dosis
Rifampisin Lebih Tinggi : Terkait Paparan Obat Dengan Respon
Pengobatan Pada Penderita Tuberkulosis Paru)
Peneliti Elin M. Svensson,Robin J. Svensson,Lindsey H. M. te Brake et al.
Latar Tuberkulosis tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
belakang besar dan lamanya pengobatan menghambat pengendalian tuberkulosis yang
efektif. Dosis rifampisin yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan aktivitas
bakterisidal yang lebih baik, tetapi dosis optimal tidak pasti. Analisis ini
bertujuan untuk mengkarakterisasi hubungan antara paparan plasma
rifampisin dan tanggapan pengobatan selama 6 bulan dalam penelitian
terbaru yang menyelidiki potensi untuk memperpendek pengobatan dengan
rifampisin dosis tinggi.
Rifampisin adalah obat kunci dalam rejimen lini pertama, dan
telah bersama-sama dengan pemendekan pengobatan yang memungkinkan
pirazinamida di masa lalu. Pilihan dosis rifampisin yang saat ini
direkomendasikan (10 mg / kg) tidak didasarkan pada kemanjuran yang
optimal tetapi lebih didorong oleh biaya dan ketakutan akan efek toksik.
Model tuberkulosis murine menunjukkan bahwa efek bakterisidal dan
sterilisasi dari rifampisin dapat ditingkatkan dengan peningkatan dosis,
menghasilkan pemendekan pengobatan yang signifikan. Pada pasien dengan
tuberkulosis, dosis hingga 40 mg / kg setiap hari aman dan dapat ditoleransi
dengan baik selama 14 hari, dan analisis berbasis model menunjukkan
bahwa konsentrasi rifampisin yang lebih tinggi dapat meningkatkan
aktivitas bakterisidal selama minggu pengobatan pertama secara signifikan.
Potensi untuk memperpendek pengobatan tuberkulosis menggunakan
rifampisin dosis tinggi baru-baru ini dipelajari dalam percobaan multistage,
juga mengevaluasi substitusi etambutol dengan moxifloxacin atau SQ109.
Moxifloxacin menghasilkan penurunan jumlah bakteri awal yang lebih
cepat dibandingkan dengan standar pengobatan. Kandidat obat SQ109
memiliki mekanisme aksi baru dan dapat ditoleransi dengan baik. Titik
akhir utama adalah waktu untuk stabilisasi konversi kultur sputum (TSCC),
berdasarkan kultur cair sampai minggu ke-12.
Tujuan bertujuan untuk mengkarakterisasi hubungan antara paparan plasma
Penelitian rifampisin dan tanggapan pengobatan selama 6 bulan dalam penelitian
terbaru yang menyelidiki potensi untuk memperpendek pengobatan dengan
rifampisin dosis tinggi.
Metode Penelitian ini melibatkan pasien tuberkulosis paru yang baru didiagnosis
dari 7 lokasi di Tanzania dan Afrika Selatan. Pasien diacak ke salah satu
kelompok kontrol atau 1 dari 4 kelompok eksperimen dengan rasio 2: 1: 1:
1: 1; rejimen dijelaskan dalam Tabel 1 . Konsentrasi obat dinilai pada hari
ke 28 pada 20 pasien per lengan, secara berurutan terdaftar dari 2 situs
Afrika Selatan dan 2 Tanzania. Dosis pagi diberikan setelah sarapan ringan,
dan pengambilan sampel darah dilakukan dalam waktu 30 menit sebelum
dan 0,5, 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24 jam setelah pemberian dosis. Konsentrasi
plasma rifampisin ditentukan dengan metode kromatografi cair
ultraperformance tervalidasi (akurasi, 95,1% -102,4%; presisi intraday dan
antar hari, <4,2% l batas bawah kuantifikasi, 0,13 mg / L). Sampel dahak
dikumpulkan pada awal pengobatan, mingguan sampai minggu ke 8, dan
lagi pada minggu ke 10, 12, 14, 17, 22, dan 26. Sampel dahak dikultur
dalam tabung inkubator pertumbuhan mikobakteri (MGIT960; Becton
Dickinson) dan di LöwensteinJensen medium. TSCC didefinisikan sebagai
waktu dari awal pengobatan hingga yang pertama dari 2 kultur negatif
berturut-turut.
Hasil HASIL
Penelitian Pasien dan Data
Secara total, 365 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Dua pasien dengan

resistansi obat dikeluarkan, meninggalkan 363 pasien dalam analisis ini.


Dari 100 pasien yang direncanakan untuk pengukuran farmakokinetik, hasil
rifampisin tersedia untuk 97. Demografi terperinci dari populasi telah
dijelaskan di tempat lain, karakteristik pasien yang penting untuk analisis
kami tercantum di Meja. Dari 97 pasien, ada total 956 pengukuran
konsentrasi plasma rifampisin yang tersedia. Sampel predosa dikeluarkan
dari model fitting karena riwayat dosis yang hilang, seperti 24 sampel
dengan pencatatan waktu yang diduga salah, menghasilkan 845
pengamatan, 654 di antaranya di atas batas penghitungan.
Dari 363 pasien yang termasuk dalam analisis farmakodinamik, 296
mencapai konversi kultur yang stabil dalam 26 minggu. Di antara pasien
yang tidak mencapai konversi, 32 dari 67 pasien keluar sebelum akhir
penelitian atau tidak memiliki hasil kultur dari kunjungan minggu ke 26 dan
disensor dalam analisis time-tovent pada saat hasil kultur terakhir mereka
yang tercatat. Untuk kultur cair, proporsi median hasil yang tidak tersedia
per pasien adalah 17% (kisaran, 0% -76%), dan proporsinya berbeda secara
substansial antara lokasi penelitian.
Kelebihan Kelebihan jurnal ini menjelaskan secara rinci analisis mengaitkan paparan
plasma individu dari obat rimpafisin dengan TSCC
Kekurangan 12. Penelitian ini menggunakan populasi yang cukup banyak sampai
ratusan, sehingga kemungkinan kurang maksimal untuk pengamatan
setiap populasinya.
13. Kerangka konseptual/teori tidak dicantumkan dalam jurnal.
ANALISIS PICO/PICOT
Judul:
“The Potential for Treatment Shortening With Higher Rifampicin Doses: Relating Drug
Exposure to Treatment Response in Patients With Pulmonary Tuberculosis”

(“Potensi Pemendekan Pengobatan Dengan Dosis Rifampisin Lebih Tinggi: Terkait Paparan
Obat dengan Respon Pengobatan pada XX Penderita Tuberkulosis Paru”).
Alamat Jurnal publish:
Infectious Diseases Society of America
Kriteria Pemberian Intervensi
Problem . Sebagai pembunuh penyakit menular terkemuka, tuberkulosis tetap
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kemanjuran
terapi tuberkulosis yang tersedia terbatas, sebagian karena lamanya
pengobatan, yang merupakan hambatan untuk pengendalian
tuberkulosis yang efektif. Model tuberkulosis murine menunjukkan
bahwa efek bakterisidal dan sterilisasi dari rifampisin dapat
ditingkatkan dengan peningkatan dosis, menghasilkan pemendekan
pengobatan yang signifikan. Pada pasien dengan tuberkulosis, dosis
hingga 40 mg / kg setiap hari aman dan dapat ditoleransi dengan
baik selama 14 hari
. Populasi : Penelitian ini menggunakan 336 pasien tuberkulosis paru
(97 dengan data farmakokinetik) yang diobati dengan dosis
rifampisin 10, 20, atau 35 mg / kg.
Intervention Penulis memaparkan penelitian ini melibatkan pasien tuberkulosis
paru yang baru didiagnosis dari 7 lokasi di Tanzania dan Afrika
Selatan.Konsentrasi obat dinilai pada hari ke 28 pada 20 pasien per
lengan, secara berurutan terdaftar dari 2 situs Afrika Selatan dan 2
Tanzania. Dosis pagi diberikan setelah sarapan ringan, dan
pengambilan sampel darah dilakukan dalam waktu 30 menit
sebelum dan sesudah dalam 24 jam setelah pemberian dosis.
Comparation Comparation
1. Jurnal : Efficacy and Safety of High Dose Rifampin in
Pulmonary Tuberculosis A Randomized Controlled Trial
Dalam jurnal ini metode yang digunakan adalah uji klinis
intervensi dan fase kontrol. Pada uji klinis intervensi diberikan dosis
rifampisin pada 10, 15, dan 20mg / kg / hari selama fase intensif.
Hasil penelitian ini pada uji klinis pertama untuk menunjukkan
respon dosis dan paparan dari rifampisin dosis tinggi dalam kondisi
terapi kombinasi. Dosis dan paparan rifampisin yang lebih tinggi
menghasilkan peningkatan kecepatan sterilisasi kultur sputum.
Penelitian ini berdasarkan pada hasil farmakokinetik dari penelitian
ini dan penelitian lain yang menunjukkan bahwa paparan rifampisin
meningkat setidaknya secara proporsional dengan dosis yang lebih
tinggi, dengan secara jelas menunjukkan bahwa tingkat eliminasi
juga terkait dengan rifampisin.
Kesimpulannya, ini adalah uji coba terkontrol pertama untuk
menunjukkan respon dosis dan paparan rifampisin dosis tinggi pada
sterilisasi kultur sputum dalam kondisi terapi kombinasi. Dosis
rifampisin hingga 20 mg / kg / hari aman dibandingkan dengan dosis
standar. Ini temuan mendukung pertimbangan ulang pedoman dosis
standar yang direkomendasikan saat ini dan penyelidikan lanjutan
dari rifampisin dosis tinggi, di atas 20 mg / kg, untuk potensi
pemendekan pengobatan.
2. Komparasi
Tuberkulosis tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
besar dan lamanya pengobatan menghambat pengendalian
tuberkulosis yang efektif. Dosis rifampisin yang lebih tinggi telah
dikaitkan dengan aktivitas bakterisidal yang lebih baik, tetapi dosis
optimal tidak pasti.
Pemberian dosis lebih tinggi > 35 mg / kg bisa jadi lebih
efektif. Mengoptimalkan dosis rifampisin sambil mencegah
toksisitas merupakan prioritas klinis. Kelompok eksperimen lain
pada jurnal pembanding juga menyebutkan bahwa dosis dan paparan
rifampisin yang lebih tinggi menghasilkan peningkatan kecepatan
sterilisasi kultur sputum dan berpotensi dalam pemendekan
pengobatan.
Outcome Hasil penelitian ini menunjukan paparan rifampisin yang lebih tinggi
meningkatkan kemungkinan konversi kultur awal. Tidak ada batas
maksimal efek yang terdeteksi dalam rentang yang diamati. Proporsi
pasien yang diharapkan dengan konversi kultur stabil pada media
cair pada minggu ke 8 diperkirakan meningkat dari 39% (interval
kepercayaan 95%, 37% -41%) menjadi 55% (49% -61%), dengan
area rifampisin di bawah kurva meningkat dari 20 menjadi 175 mg /
L jam (mewakili 10 dan 35 mg / kg, masing-masing). Prediktor lain
dari TSCC adalah jumlah bakteri awal, proporsi hasil kultur tidak
tersedia, dan substitusi etambutol untuk moxifloxacin. Pemberian
dosis lebih tinggi > 35 mg / kg bisa jadi lebih efektif.
Mengoptimalkan dosis rifampisin sambil mencegah toksisitas
merupakan prioritas klinis.
Time of Tinjauan pustaka dari atas jurnal dan jorarticle dilakukan selama 16
frame Minggu dengan artikel yang menggunakan kata kunci rifampisin
dosis tinggi.
Implikasi/ Pada penelitian ini hanya pengobatan Rifampicin saja, tetapi lebih
rekomendasi baik pada pasien yang menggunakan Rifampisin akan menimbulkan
efek samping seperti warna urin, tinja sehingga sebelum pasien
mengkonsumsi obat rifampisin pasien diberikan penjelasan terlebih
dahulu tentang efek mengkonsumsi rifampisin.

Anda mungkin juga menyukai