Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Disusun oleh:

Dini Anggraini 119810018

Nurul Amaliah Lestari 119810032

Pembimbing :

dr. Deni Wirhana, Sp.OG (K)FM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUD WALED KABUPATEN CIREBON

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

BAB I LAPORAN KASUS................................................................................1

1. Identitas Pasien.....................................................................................1

2. Anamnesis............................................................................................1

3. Pemeriksaan Fisik................................................................................3

4. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................5

5. Resume.................................................................................................8

6. Diskusi.................................................................................................9

6. Diagnosa Kerja..................................................................................13

7. Penatalaksanaan..................................................................................13

8. Prognosis.............................................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................33

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga
saya bisa menyelesaikan tugas referat ini dengan judul
“Hipertensi Dalam Kehamilan“. Tugas referat ini diajukan
untuk memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum
Daerah Waled Kabupaten Cirebon.

Dalam penulisan referat ini penulis banyak menemukan


kesulitan. Namun berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya referat ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Deni Wirhana,
Sp.OG (K)FM., selaku pembimbing. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam referat ini,

Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik


dan saran yang bersifat membangun dalam tema dan judul yang
diangkat dalam referat ini. Akhir kata semoga referat ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan umumnya.

Cirebon,November 2020

Penulis

10
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Pendahuluan

Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG).


Hipertensi adalah suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90
mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg.
Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria,
edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan
paling sering mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu
bila terjadi penyakit trofoblas.
Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan
kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti
epilepsi.
Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia
yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler
kronis atau penyakit ginjal.

Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan


penyebab apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan
20 minggu atau menetap selama 6 minggu post partum.
Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan sesudah
trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda
hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah
10 hari post partum.
Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan pathogenesis
preeklampsia harus dapat menjelaskan hasil pengamatan bahwa penyakit
hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang
(1)Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya, (2) Terpajan vili korionik dalam
jumlah yang berlebihan, seperti pada kehamilan ganda atau mola hidatidosa, (3)
Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular, (4)Secara genetis beresiko
untuk mengalami hipertensi dalam kehamilan.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
2.1.1 External Genitalia
2.1.1 .1 Vulva

Vulva mencakup semua struktur yang terlihat secara eksternal dari pubis
ke perineum. Yang terdiri dari mons pubis, labium mayor dan minor, klitoris,
himen, vestibulum, muara uretra, dan kelenjar vestibular mayor atau bartholin,
kelenjar vestibular minor dan kelenjar parauretra.1

Mons pubis yang disebut juga mons veneris merupakan bantalan berisi
lemak di simfisis pubis. Setelah pubertas kulit mons pubis ini akan di tumbuhi
rambut keriting yang membentuk perisai, yang mana pada wanita berbentuk
segitiga dan dasarnya dibentk oleh batas atas simfisis. Secara embriologi, labium
mayus homolog dengan skrotum pada pria. Bentuk strukturnya bervariasi sesuai
dengan jumlah kandungan lemaknya. Panjangnya 7-8 cm, kedalaman 2-3 cm,
ketebalan 1-1,5 cm. Di superior menyatu secara langsung dengan mons pubis dan
ligamen berakhir di batas atasnya. Di posterior labium mayus meruncing dan
menyatu di daerah perineum membentuk komisura posterior. Labium minus
masing masing merupakan lipatan tipis jaringan, yang terletak di medial dari tiap
labium mayus. Kedua bagian yang dibawah menyatu membentuk frenulum
klitoridis dan kedua bagian yang diatas menyatu membentuk prepusium klitoridis.
Klitoris merupakan organ sensitif wanita utama yang homolog dengan erektil
penis dan letaknya terdapat dibawah prepusium klitoridis dan diatas uretra.
Klitoris memanjang ke bawah diantara lipatan lipatan labium minus, dan ujung
bebasnya masuk kebawah dan kedalam menuju ostium vaginae. Panjang klitoris
jarang melebihi 2 cm.1

2.1.1.2 Vestibulum Vagina


Vestibulum vagina merupakan struktur genitalia wanita eksterna yang
matang secara fungsional, berasal dari membrane urogenital embrionik. Pada

12
wanita dewasa merupakan daerah yang berbentuk almond yang dibatasi oleh garis
Hart disebelah lateral, permukaan himen disebelah medial, frenulum klitoridis di
anterior, dan fourchettre di posterior. Pada vestibulum vagina biasanya terdapat
enam ostium : uretra, vagina, dua duktus kelenjar bartholin, dan dua duktus
kelenjar parauretral terbesar yaitu skene glands.1
Kelenjar bartholin juga disebut sebagai glandula vestibularis mayor yang
merupakan kelenjar yang terbesar. Diameternya 0,5 - 1 cm dan terletak di inferior
dari bulbus vestibula dan di dalam ujung inferior muskulus bulbokavernosus di
kedua sisi ostium vaginae. Terdapat juga kelenjar parauretral yang secara kolektif
merupakan percabangan kelenjar yang duktusnya membuka terutama disepanjang
keseluruhan aspek inferior uretra. Dua yang paling besar disebut kelenjar skene,
dan duktusnya biasanya terletak distal di dekat meatus uretra. Dua pertiga bawah
ostium uretra terletak tepat diatas dinding anterior vagina. Ostium atau meatus
uretra terletak di garis tengah vestibulum, 1 - 1,5 cm dibwah arkus pubikus, dan
terletak sedikit diatas ostium vagina. Pada wanita dewasa, himen merupakan
membrane dengan berbagai ketebalan yang mengelilingi ostium vagina secara
lengkap atau sebagian. Himen terutama terdiri dari jaringan ikat kolagen dan
elastik, serta baik permukaan luar maupun dalamnya dilapisi oleh epitel pipih
berlapis. Lubang himen berdiameter antara pinpoint sampai seukuran satu atau
dua ujung jari.1
2.1.1.3 Vagina
Vagina merupakan struktur muskulomembranosa yang memanjang dari
vulva ke uterus dan terletak diantara kandung kemih dan rektum di anterior dan
posterior. Dianterior, vagina dipisahkan dari uretra dan kandung kemih oleh
jaringan ikat yaitu septum vesikovaginal. Diposterior, diantara bagian bawah
vagina dan rectum terdapat jaringan serupa yang membentuk septum rektovaginal.
Seperempat atas vagina dipisahkan dari rectum oleh kantong rekto-uterus, juga
disebut cul-de-sac Douglas.1

13
Gambar 2.1 genitalia eksternal1

2.1.2 Internal Genitalia


2.1.2.1 Uterus

Uterus yang tidak hamil terdapat di rongga pelvis diantara kandung kemih
di anterior dan rektum di posterior. Hampir seluruh dinding posterior uterus
ditutupi oleh serosa, yang merupakan peritoneum viserale. Bagian bawah
peritoneum ini membentuk batas anterior cul-de-sac rektouterina atau kavum
douglasi. Uterus digambarkan berbentuk piriformis atau seperti buah pir. Terdiri
dari dua bagian utama, tetapi tidak seimbang, yakni bagian segitiga atas yaitu
corpus dan bagian silindris bawah yaitu serviks, yang masuk kedalam vagina.
Isthmus adalah bagian uterus ostium uteri internum dan kavitas uteri. Ini
membentuk segmen bawah uterus selama kehamilan. Tuba fallopi yang juga
disebut sebagai tuba uterina, muncul dari kornu uterus pada persimpangan antara
batas superior dan lateral. Fundus adalah segmen atas yang cembung diantara
tempat insersi tuba uterina. Uterus wanita nullipara berukuran panjang 6 sampai 8
cm sedangkan multipara berukuran panjang 9 sampai 10 cm. pada wanita nonpara

14
berat uterus rata-rata 50-70 gram, sedangkan wanita para sekitar 80 gram atau
lebih.1

Serviks uteri berbentuk fusiformis dan membuka di tiap ujungnya melalui


lubang kecil yaitu ostium uteri internum dan eksternum. Di anterior batas atas
serviks adalah ostium internum yang bersesuaian dengan peritoneum melekat
pada vesika urinaria. Segmen atas serviks yaitu porsio supravaginalis, terletak
diatas perlekatan vagina ke serviks. Ditutupi oleh peritoneum pada permukaan
poteriornya, ligamentum kardinale melekat di lateral dan dipisahkan dari vesika
urinaria yang terdapat diatasnya oleh jaringan ikat yang jarang. Bagian vagina
dibawah serviks disebt porsio vaginalis. Sebelum melahirkan, ostium uteri
eksternum mempunyai orifisium yang kecil, regular dan oval. Setelah melahirkan,
terutama persalinan per vagina orifisium tersebut menjadi celah melintang yang
membagi, sehingga menjadi bibir anterior dan posterior serviks.1

Gambar 2.2 Uterus 1

Endometrium merupakan lapisan mukosa yang melapisi kavitas uteri pada


wanita yang tidak hamil. Ini merupakan membran yang tipis, berwarna merah
muda seperti beludru yang pada pemeriksaan dekat akan tampak berlubang lubang
oleh adanya ostia kelenjar-kelenjar uterus. Endometrium normalnya sangat

15
bervariasi dalam ketebalan. Rancangan vaskular uterus dan endometrium
merupakan tanda penting dalam kehamilan. Arteri uterina dan ovarika bercabang
dan menembus dinding uterus secara oblik kedalam dan mencapai sepertiga
tengahnya. Arteri-arteri ini kemudian bercabang-cabang dalam bidang yang
paralel terhadap permukaan sehingga dinamakan arteri arkuata. Cabang-cabang
radial muncul dari arteri arkuata dalam sudut yang tepat dan memasuki
endometrium menjadi arteri spiralis. Arteri radialis juga bercabang menjadi sudut
yang tajam kemudian menjadi arteri basalis. Arteri spiralis mendarahi sebagian
besar bagian tengah dan seluruh sepertiga superfisial endometrium. Pembuluh
darah tersebut berespons terhadap sejumlah hormon sehingga berperan penting
dalam mekanisme menstruasi.1

Miometrium, merupakan lapisan yang membenuk sebagian besar uterus.


Miometrium terdiri dari berkas otot polos yang disatukan oleh jaringan ikat yang
mengandung banyak serat elastis. Pada dinding dalam korpus uteri terdapat lebih
banyak otot dari pada di lapisan luarnya, dan pada dinding anterior dan posterior
terdapat lebih banyak otot dari pada dinding lateral. Selama kehamilan,
miometrium atas mengalami hiperatrofi yang jelas, namun tidak terdapat
perubahan yang signifikan dalam otot serviks.1

Gambar 2.3 serat serat otot polos ( myometrium )1

16
2.1.2.2 Tuba uterina

Merupakan penonjolan berbentuk tubular dari uterus yang panjang nya


bervariasi, dari 8 cm sampai 14 cm dan masing masing tuba terbagi menjadi
bagian interstisial yang menyatu di dalam dinding otot uterus, isthmus yang
merupakan bagian sempit tuba yang perlahan menjadi bagian yang lebih lebar di
lateral atau ampula, dan infundibulum yakni muara berbentuk corong di ujung
distal tuba uterina..

Gambar 2.4 tuba fallopi wanita dewasa dengan ilustrasi potongan melintang,
dalambeberapa bagian (A) isthmus, (B) ampula, dan (C) infundibulum1

2.1.2.3 Ovarium

Ukuran ovarium pada setiap wanita berbeda secara signifikan. Selama usia
reproduksi, panjangnya 2,5-5 cm, lebar 1,5- 3 cm, dan ketebalannya 0,6-1,5 cm.
Posisinya juga bervariasi, namun biasanya terletak dibagian atas rongga pelvis dan
bersandar di cekungan dangkal di dinding lateral pelvis. Ovarium dipersarafi oleh
saraf simpatik dan parasimpatik, saraf simpatik terutama berasal dari pleksus
ovarikus yang mendampingi pembuluh darah ovarium. Yang lainnya berasal dari
pleksus yang mengelilingi cabang ovarium arteri uterina. Ovarium banyak disarafi
oleh serat-serat saraf non-mielin, yang sebagian besar mendampingi pembuluh
darah1.

17
Gambar 4 Genitalia Internal1

2.2 SIRKULASI FETOMATERNAL


2.2.1 Sirkulasi Uterus

Selama kehamilan, aliran darah meningkat cepat seiring dengan


pembesaran uterus. Pada masa kehamilan , perbedaan O 2 arterivena di uterus tidak
besar, dan diperkirakan estrogen bekerja pada pembuluh darah untuk
meningkatkan aliran darah uterus melebihi kebutuhan O2 jaringan. Walaupun
aliran darah uterus meningkat 20 kali selama kehamilan, peningkatan ukuran janin
jauh lebih besar, yang berubah dari sebuah sel menjadi janin plus plasenta dengan
berat 4-5 kg pada saat aterm. Akibatnya, makin banyak O 2 yang diekstraksi dari
darah uterus selama kehamilan tahap lanjut, dan saturasi O2 darah uterus
menurun.2

Darah ibu masuk melalui lempeng basal dan terdorong ke atas ke lempeng
korion oleh puncak tekanan arteri ibu sebelum terjadi dispersi ke lateral. Setelah
membasahi permukaan mikrovilus eksterna vilus korion, darah ibu mengalir
kembali melalui lubang-lubang vena di lempeng basal dan masuk ke vena-vena

18
uterus. Dengan demikian, darah ibu melintasi plasenta secara acak tanpa melalui
saluran yang sudah ada, didorong oleh arteri ibu. Arteri spiralis berjalan tegak
lurus, vena berjalan sejajar, terhadap dinding uterus, membentuk suatu tatanan
yang mempermudah vena menutup saat uterus berkontraksi dan mencegah
terperasnya darah ibu dari ruang antarvilus.2

Figure 5. Developing embryo–fetus, placenta, and amniotic fluid. (a) The uterus progressively
enlarges to accommodate the growing embryo–fetus during pregnancy. (b) During placentation,
fingerlike projections of chorionic (fetal) tissue form the placental villi, which protrude into a pool
of maternal blood. Decidual (maternal) capillary walls are broken down by the expanding chorion
so that maternal blood oozes through the spaces between the placental villi. Fetal placental
capillaries branch off the umbilical arteries and project into the placental villi. Fetal blood
flowing through these vessels is separated from the maternal blood by only the capillary wall and
thin chorionic layer that forms the placental villi. Maternal blood enters through the maternal
arterioles, then percolates through the pool of blood in the intervillus spaces. Here, exchanges are
made between the fetal and maternal blood before the fetal blood leaves through the umbilical
vein and maternal blood exits through the maternal venules. (c) The embryo–fetus floats in a sac
that forms during development and is filled with cushioning amniotic fluid. 2

2.2.2 Plasenta

19
Plasenta adalah paru-paru janin. Di dalam plasenta terdapat penjuluran vili
dari bagian janin yang mengandung cabang-cabang halus arteri dan vena
umbikalis janin. O2 diserap oleh darah janin dan CO2 dikeluarkan ke dalam
sirkulasi ibu melalui dinding vili. Lapisan-lapisan sel yang membungkus vili lebih
tebal dan kurang permeabel dibandingkan dengan membran alveolus paru, dan
pertukaran yang terjadi jauh kurang efisien. Plasenta juga merupakan rute tempat
masuknya semua zat makanan ke janin dan keluarnya zat sisa dari janin ke dalam
darah ibu.2

2.2.3 Sirkulasi Janin


55% curah jantung janin melewati plasenta. Darah di vena umbikalis
manusia diperkirakan mengalami saturasi O2 sebesar 80%, dibandingkan dengan
saturasi sirkulasi arteri orang dewasa yang mencapai 98%. Duktus venosus
membelokkan sebagian dari darah ini secara langsung ke vena kava inferior, dan
sisanya bercampur dengan darah porta janin. Darah vena porta dan sistemik janin
mengalami saturasi 26% dan saturasi darah campuran di vena kava inferior sekitar
67%. Darah yang masuk ke jantung melalui vena kava inferior dialihkan secara
langsung ke atrium kiri melalui foramen ovale paten. Sebagian besar darah dari
vena kava superior memasuki ventrikel kanan dan dikeluarkan ke dalam arteri
pulmonalis. Darah yang relatif tidak mengalami saturasi dari ventrikel kanan
dialihkan ke badan dan bagian bawah tubuh janin, sedangkan kepala janin
menerima darah yang teroksigenasi lebih baik dari ventrikel kiri. Dari aorta,
sebagian darah dipompa ke arteri umbikalis dan kembali ke plasenta. Saturasi O2
darah di aorta bagian bawah dan arteri umbikalis janin sekitar 60%.2

Darah janin yang terdeoksigenasi mengalir ke plasenta melalui dua arteri


umbilikalis. Darah dengan kandungan oksigen yang lebih tinggi kembali dari
plasenta ke janin melalui vena umbilikalis.2

2.2.4 Respirasi Janin


Jaringan janin dan bayi memiliki resistensi yang luaar biasa terhadap
hipoksia. Saturasi O2 darah ibu dalam plasenta sedemikian rendah sehingga janin

20
dapat mengalami hipoksia. Sel darah merah janin mengandung hemoglobin janin
(hemoglobin F), sedangkan sel darah merah orang dewasa mengandung
hemoglobin dewasa (hemoglobin A). Afinitasi sel darah merah janin lebih tinggi
daripada sel darah merah orang dewasa. Penyebab perbedaan afinitas tersebut
karena hemoglobin F kurang mengikat 2,3-BPG dibanding hemoglobin A. Pada
masa kehidupan janin terdapat sejumlah hemoglobin A dalam darah. Setelah lahir,
pembentukan hemoglobin F tidak terjadi lagi, pada usia 4 bulan 90% hemoglobin
dalam darah merupakan hemoglobin A.2

2.2.5 Perubahan Sirkulasi dan Pernapasan Janin Saat Lahir


Karena duktus arterious dan foramen ovale terbuka pada janin, jantung kiri
dan kanan memompa darah secara bersamaan dan tidak berurutan. Pada saat lahir,
sirkulasi plasenta terputus dan resistensi perifer bertambah. Sirkulasi terputus
menyebabkan bayi menjadi semakin asfiksia. Akhirnya, bayi menarik napas
bebrapa kali dan paru mengembang. Tekanan intrapleura yang sangat negatif (-30
sampai -50 mmHg) selama menarik napas ikut membantu pengembangan paru.
Begitu paru mengembang, resistensi vaskular paru menurun kurang dari 20% nilai
in utero, dan aliran darah paru meningkat tajam. Darah yang kembali dari paru
meningkatkan tekanan di atrium kiri. Duktus arterious berkonstriksi dalam
beberapa jam setelah lahir, menyebabkan penutupan fungsional dan anatomik
permanen dalam 24-48 jam berikutnya akibat penebalan ekstensif tunika intima.
Pada bayi prematur, duktus tidak dapat menutup secara spotan.2

21
Figure 6. Secretion of estrogen and progesterone by the placenta. The placenta secretes
increasing quantities of progesterone and estrogen into the maternal blood after the first
trimester. The placenta can convert cholesterol into progesterone (orange pathway) but lacks
some of the enzymes necessary to convert cholesterol into estrogen. However, the placenta can
convert DHEA derived from cholesterol in the fetal adrenal cortex into estrogen when DHEA
reaches the placenta by means of the fetal blood (blue pathway) 2.

2.3 FISIOLOGI KEHAMILAN


2.3.1. Perubahan Fisiologi pada Saat kehamilan

Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh genitalia wanita mengalami


perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan
hormone somatomatropin, estrogen, dan progesteron yang menyebabkan
perubahan pada:2

2.3.2 Rahim atau uterus

22
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi
hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan. Uterus mempunyai
kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama
kehamilan dan pulih kembali seperti keadaan semula dalam beberapa minggu
setelah persalinan. Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram
dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus akan berubah menjadi
suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan amnion rata-rata
pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20
liter atau lebih dengan berat rata-rata 1100 gram.3

Vagina (liang senggama) Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan


hyperemia terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga
pada vagina akan terlihat bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda
Chadwicks. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah
jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos.3

Ovarium Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan


folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di
ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan
dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang
relative minimal.3

Payudara Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai


persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat
dilepaskan dari pengaru hormone saat kehamilan, yaitu estrogen, progesterone,
dan somatromatropin.3

2.3.3 Sirkulasi darah ibu


Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:3
a. Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi
kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim.
b. Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi
retro-plasenter.

23
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron semakin meningkat.

Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa perubahan peredaran darah,


yaitu:
a. Volume darah
Volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah
lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi semacam
pengenceran darah (hemodilusi), dengan puncaknya pada hamil 32
minggu. Serum darah (volume darah) bertambah sebesar 25-30%
sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%. Curah jantung akan
bertambah sekitar 30%. Bertambahnya hemodilusi darah mulai tampak
sekitar umur hamil 16 minggu, sehingga pengidap penyakit jantung
harus berhati-hati untuk hamil beberapa kali. Kehamilan selalu
memberatkan kerja jantung sehingga wanita hamil dengan sakit
jantung dapat jatuh dalam dekompensasio kordis. Pada postpartum
terjadi hemokonsentrasi dengan puncak hari ketiga sampai kelima.3

b. Sel darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat
mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel
darah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga
terjadi hemodilusi yang disertai anemia fisiologis. Sel darah putih
meningkat dengan mencapai jumlah sebesar 10.000/ml. Dengan
hemodilusi dan anemia maka laju endap darah semakin tinggi dan
dapat mencapi 4 kali dari angka normal.3

c. Sistem respirasi
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat
memnuhi kebutuhan O2. Disamping itu terjadi desakan diafragma
karena dorongan rahim yang membesar pada umur hamil 32 minggu.
Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang

24
meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20-25% dari
biasanya.3

Sistem pencernaan Terjadi peningkatan asam lambung karena pengaruh


estrogen.
a. Traktus urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan
oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering
kemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila
uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala
janin sudah mulai turun ke pintu panggul, keluhan itu akan timbul
kembali.3

b. Perubahan pada kulit


Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi
kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah
payudara dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama striae
gravidarum.3

c. Metabolisme
Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami
perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi
untuk pertumbuhan janin dan persiapan pemberian ASI. Diperkirakan
selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg. Sebgaian besar
penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari uterus dan
isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstraselular.
Pada kehamilan normal akan terjadi hipoglikemia puasa yang
disebabkan oleh kenaikan kadar insulin, hiperglikemia postprandial
dan hiperinsulinemia.3
Zinc (Zn) sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin. Beberapa peneliatian menunjukkan kekurangan zat ini dapat
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.3

25
2.4 HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
2.4.1 Definisi

Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG).


Hipertensi adalah suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90
mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg.4

Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria,


edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan
paling sering mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu
bila terjadi penyakit trofoblas.4

Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan


kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti
epilepsi.4

Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia


yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler
kronis atau penyakit ginjal.4

Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan


penyebab apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan
20 minggu atau menetap selama 6 minggu post partum.4

Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan sesudah


trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda
hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah
10 hari post partum.4

2.4.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan


Terdapat 5 klasifikasi hipertensi dalam kehamilan menurut The American
College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) terdiri atas :4

1. Hipertensi kronik :

26
 Tekanan darah sistolik >140 atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mm/Hg
sebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu, atau
bila terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan
persisten 12 minggu setelah melahirkan.
 Tidak terdapat proteinuria

2. Hipertensi gestasional :
 Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil
 Tidak terdapat proteinuria

 Tekanan darah kembali ke normal sebelum 12 minggu pascapartum

3. Sindrom preeklampsia dan eklamsia :


Kriterua minimum :
 Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥
90
 Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik
celup (dipstick)

Kemungkinan preeklampsia meningkat :

 Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥


110
 Proteinuria 2,0g/24jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup
(dipstick) trombosit < 100.000 / microliter
 Hemolisis mikroangiopatik yang akan mengakibatkan peningkatan
kadar LDH

 Peningkatan kadar transaminase serum (ALT atau AST)


 Nyeri kepala yang persisten atau gangguan serebral atau visual
lainnya
 Nyeri epigastrik yang persisten

27
4. Eklamsia

Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan


dengan preeklampsia

Sindrom preeklampsia yang bertumpang tindih pada hipertensi kronis :

 Proteinuria awitan baru ≥ 300mg/24 jam pada perempuan


hipertensif, tetapi tidak ditemukan proteinuria sebelum kehamilan
20 minggu

 Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung


trombosit < 100.000 / microliter pada perempuan yang mengalami
hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.1

2.5 HIPERTENSI KRONIK


2.5.1 Definisi

Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan


sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak
menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.5

2.5.2 Etiologi

Etiologi hipertensi kronik dapat dibagi menjadi :

a Primer (idiopatik) : 90%


b Sekunder : 10% yang berhubungan dengan penyakit ginjal,
penyakit endokrin (diabetes mellitus), penyakit hipertensi dan
vaskuler.

2.5.3 Diagnosis

a Berdasarkan risiko yang mungkin timbul, maka hipertensi kronik


dibagi :5

28
 Risiko rendah : hipertensi ringan tanpa disertai kerusakan
organ
 Risiko tinggi : hipertensi berat atau hipertensi ringan
disertai dengan perubahan patologis, klinis maupun
biologis, sebagai tanda kerusakan organ.
b Kriteria risiko tinggi pada hipertensi kronik dalam kehamilan :
 Hipertensi berat :5
 desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan / atau
 desakan diastolic ≥ 110 mmHg, sebelum 20 minggu
kehamilan
 Hipertensi ringan < 20 minggu kehamilan dengan :
 pernah preeklamsi
 umur ibu > 40 tahun
 hipertensi ≥ 4 tahun
 adanya kelainan ginjal
 adanya diabetes mellitus (klas B – klas F)
 kardiomiopati
 meminumi obat anti hipertensi sebelum hamil

2.5.4 Pemeriksaan Laboratorium


a. Pemeriksaan (test) klinik spesialistik :
- ECG
- Echocardiografi
- Ophtalmologi
- USG ginjal

b. Pemeriksaan (test) laboratorium


- Fungsi ginjal : - kreatinin serum, BUN serum, asam urat,
proteinuria 24 jam

29
- Fungsi hepar
- Hematologik : Hb, hematokrit, trombosit

2.5.5 Pengobatan Medikamentosa


Indikasi pemberian antihipertensi adalah :
a Risiko rendah hipertensi :
 Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ≥ 100 mmHg
 Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg
b Obat antihipertensi :
 Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 – 3,0 g/hari, dibagi
dalam 2-3 dosis.
 Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-
release tablet (Nifedipine harus diberikan per oral)

2.5.6 Pengelolaan terhadap Kehamilannya

a Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan :


konservatif yaitu dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada
kehamilan aterm
b Sikap terhadap kehamilan pada hipertensi kronik berat : Aktif,
yaitu segera kehamilan diakhiri (diterminasi)
c Anestesi : regional anestesi.

2.5 HIPERTENSI GESTASIONAL


Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu
kehamilan tanpa proteinuria. Angka kejadiannya sebesar 6%. Sebagian wanita (>
25%) berkembang menjadi pre-eklampsia diagnosis hipertensi gestasional
biasanya diketahui setelah melahirkan.5

Hipertensi gestasional berat adalah kondisi peningkatan tekanan darah >


160/110 mmHg. Tekanan darah baru menjadi normal pada post partum, biasanya
dalam sepuluh hari. Pasien mungkin mengalami sakit kepala, penglihatan kabur,

30
dan sakit perut dan tes laboratorium abnormal, termasuk jumlah trombosit rendah
dan tes fungsi hati abnormal.5

Hipertensi gestasional terjadi setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya


proteinuria. Kelahiran dapat berjalan normal walaupun tekanan darahnya tinggi.
Penyebabnya belum jelas, tetapi merupakan indikasi terbentuknya hipertensi
kronis di masa depan sehingga perlu diawasi dan dilakukan tindakan pencegahan.5

2.6 PREEKLAMPSI
2.6.1 Definisi
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika
hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia
tersebut.4

1. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk


diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama

2. Protein urin : Protein urin melebihi 300mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstick > positif 1 (+1)

Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin,


namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:

1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter


2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio kanan atas
abdomen

31
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).4,5

2.6.2 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10%
dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal
dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih
tinggi di negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara
berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan
diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian eklampsia
di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus per 100
kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian
preeklampsia-eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika seperti
Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%.
Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2% sampai 16,7% dan juga
preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu nullipara
memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara.5

Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini


merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua
di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia
adalah akibat perdarahan.5

2.6.3 Etiologi
Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan pathogenesis
preeklampsia harus dapat menjelaskan hasil pengamatan bahwa penyakit
hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang :4

1. Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya

32
2. Terpajan vili korionik dalam jumlah yang berlebihan, seperti pada
kehamilan ganda atau mola hidatidosa
3. Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular
4. Secara genetis beresiko untuk mengalami hipertensi dalam kehamilan.

Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup :4


1. Implantasi Plasenta Disertai Invasi Trofoblastik Abnormal pada Pembuluh
darah Uterus

Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami


remodelling ekstensif karena diinvasi oleh trofoblas endovaskular. Sel-sel
ini menggantikan lapisan otot dan endotel untuk memperlebar diameter
pembuluh darah. Vena-vena hanya diinvasi secara superfisial.
Namun,pada preeklampsia, mungkin terjadi invasi trofoblastik inkomplet.
Bila terjadi invasi yang dangkal seperti ini, pembuluh desidua, dan bukan
pembuluh myometrium, akan dilapisi oleh trofoblas endovaskular. Selain
itu, semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan
terjadinya preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Mola
hidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa
keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.5

2. Aktivasi Sel Endotel

Telah diajukan suatu teori bahwa disfungsi sel endotel disebabkan


oleh keadaan leukosit teraktivasi dalam sirkulasi ibu. Secara singkat,
sitokin seperti faktor nekrosis tumor (TNF-α) dan interleukin (IL)
mungkin berperan dalam timbulnya stress oksidatif terkait preeklampsia.
Stres oksidatif ini ditandai dengan terdapatnya oksigen reaktif dan radikal
bebas yang menyebabkan terbentuknya peroksida lipid. Hal ini kemudian
akan membentuk radikal yang amat toksik yang akan mencederai sel
endotel, mengubah produksi nitrat oksida, dan mengganggu keseimbangan
prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif mencakup produksi sel busa
makrofag yang penuh lipid yang tampak aterosis. Sehingga, menyebabkan

33
lumen arteriola sprilaris terlalu sempit sehingga akan mengganggu aliran
darah plasenta, aktivasi mikrovaskular, yang bermanifestasi sebagai
trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai
dengan edema dan proteinuria.5

3. Toleransi Imunologis yang Bersifat maladaptif diantara Jaringan Maternal,


Paternal (plasental), dan Fetal.

Terdapat pula data empiris yang menunjukan kemungkinan


gangguan yang diperantai system imun pada preeklampsia. Misalnya,
risiko preeklampsia meningkat secara nyata pada kondisi terganggunya
pembentukan antibodi penyekat situs antigenik plasenta (blocking
antibodies). Pada kondisi ini, kehamilan pertama akan memiliki risiko
yang lebih tinggi.6
Pada awal kehamilan yang ditakdirkan untuk mengalami
komplikasi preeklampsia, trofoblas ekstravilus mengekspresikan antigen
leukosit manusia (HLA-G) yang bersifat imunosupresif dalam jumlah
yang berkurang. Ekspresi yang rendah ini mungkin berperan dalam
kecacatan vaskularisasi plasenta.6

Selama kehamilan normal, dihasilkan limfosit T-penolong (Th).


Sel-sel Th2 memacu imunitas humoral, sedangkan sel Th1 merangsang
sekresi sitokin peradangan yang merupakan salah satu faktor penyebab
jejas endotel.6

4. Faktor – Faktor Genetik


Preeklampsia merupakan kelainan multifaktorial dan poligenik.
Oleh sebab itu, tidak ada satupun kandidat gen tunggal yang bertanggung
jawab terhadap kejadiannya. Sudah ditemukan lebih dari 70 kandidat gen
yang terkait preeklampsia, tetapi hanya 7 gen yang paling banyak diteliti,
yaitu gen MTHFR FS (Leiden), AGT (M235T), HLA, NOS3 (Glu 298
Asp), F2 (G20210A) dan ACE. Variasi genetic lainnya, termasuk faktor

34
lingkungan dan epigenetik juga sangat berpengaruh terhadap ekspresi
genotype dan fenotipe sindrom preeklampsia.6

5. Ketidakseimbangan Protein Angiogenik dan Antiangiogenik


Pembentukan vaskularisasi plasenta sudah tampak sejak 21 hari
pasca konsepsi. Terdapat daftar yang terus bertambah mengenai substansi
proangiogenik dan antiangiogenik yang terlibat dalam perkembangan
substansi plasenta. Kelompok faktor pertumbuhan endotel plasenta
(VEGF) merupakan yang paling banyak yang diteliti.6

Istilah ketidakseimbangan angiogenik digunakan untuk


menggambarkan jumlah berlebihan faktor antiangiogenik yang diduga
dirangsang oleh hipoksia yang memburuk pada permukaan kontak
uteroplasenta. Jaringan trofoblastik perempuan yang ditakdirkan untuk
mengalami preeklampsia menghasilkan sedikitnya dua peptida
antiangiogenik secara berlebihan, yang selanjutnya memasuki sirkulasi
maternal yaitu :6

1) Soluble Fms-like-tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan varian


reseptor Flt-1 untuk faktor pertumbuhan plasenta (PIGF) dan faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Peningkatan kadar sFlt-1
pada sirkulasi ibu akan menginaktifkan dan menurunkan kadar
PIGF dan VEGF bebas dalam sirkulasi sehingga terjadi disfungsi
endotel.

2) Soluble endoglin (sEng) akan menyebabkan penurunan vasodilatasi


yang bergantung nitrat oksida endotelial.

2.6.4 Patogenesis

Meskipun penyebab preeklampsia belum diketahui, hampir semua ahli


sepakat bahwa vasospasme merupakan awal preeklampsia. Vasospasme dapat
merupakan akibat kegagalan invasi trofolas ke dalam lapisan otot polos pembuluh
darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyeabkan

35
kerusakan atau jejas endotel, yang kemudian akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, dan
angiotensin) dan vasodilator (nitrit oksida dan protaksiklin) serta gangguan sistem
pembekuan darah.4,6

Ness dan Roberts (1996) serta Redman dkk (2008) memperkenalkan teori
2 tahap untuk menjelaskan etiopatogenesis preeklampsia

 Tahap 1 disebut juga tahap preklinik, tahap ini disebabkan oleh kegagalan
invasi trofolas sehingga terjadi gangguan remodelling arteri spiralis atau
arteri uterina yang menyebabkan vasospasme dan hipoksia

 Tahap 2 disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh stres oksidatif
dan pelepasan faktor plasenta kedalam sirkulasi darah ibu yang
mencetuskan respons inflamasi sistemik dan aktivasi endotel.

Disfungsi endotel ditandai dengan peningkatan zat vasokonstriktor,


penurunan zat vasodilator, peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan sistem
pembekuan darah yang merupakan stadium klinik sindrom preeklampsia. Tahap 2
sangat dipengaruhi oleh faktor penyakit ibu, seperti penyakit jantung atau ginjal,
DM, kegemukan atau penyakit keturunan.

Teori ini dapat menjelaskasn patogenesis penderita preeklampsia awitan


dini. Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan berbagai macam di dalam
berbagai organ atau sistem antara lain :

1) Kardiovaskular :
a. Hipertensi
b. Penurunan curah jantung
c. Trombositopenia
d. Gangguan pembekuan darah
e. Perdarahan
f. DIC (Disseminated intravascular coagulation)
g. Pengurangan volume plasma

36
h. Peningkatan permeabilitas pemuluh darah
i. Edema
j. Nekrosis.
2) Plasenta :
a. Hambatan pertumbuhan janin
b. Gawat janin
c. Solusio plasenta.
3) Ginjal
a. Endoteliosis kapiler ginjal
b. Penurunan bersihan asam urat
c. Penurunan laju filtrasi glomerulus.
d. Oliguria
e. Proteinuria
f. Gagal ginjal
4) Otak
a. Hipoksia
b. Kejang
c. Gangguan pembuluh darah otak.

5) Hepar :
a. Gangguan fungsi hati
b. Peningkatan kadar enzim hepar
c. Edema
d. Regangan kapsula di hepar
e. Perdarahan.
6) Mata
a. Edema papil
b. Iskemia
c. Perdarahan
d. Ablasio retina.
7) Paru-paru :

37
a. Edema
b. Iskemia
c. Nekrosis
d. Gangguan pernapasan hingga apneu.

2.6.5 Kriteria Diagnosis


Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik
yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan
dengan adanya hipertensi dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new
onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi
disertai gangguan multi sistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.5,6

1. Kriteria diagnosis preeklampsia


a. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
b. Protein urin melebihi 300mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick >
positif 1 (+1).
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu :

a. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter


b. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya

38
c. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio
kanan atas abdomen
d. Edema Paru
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
f. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya
Absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

2. Kriteria diagnosis preeklampsia berat

a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110


mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.

b. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

c. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau


didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisidimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya

d. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2


kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio
kanan atas abdomen

e. Edema Paru

f. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

g. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi


uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
Absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara


kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin

39
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.5,7

2.6.6 Penatalaksanaan
1) Medikamentosa1,8

a. Infus larutan ringer laktat


b. Pemberian obat :
Pemberian melalui intravena secara kontinyu

A MgSO4
a. Dosis awal: 4 gram MgSO4 (10cc MgSO4 40%) dilarutkan
kedalam 100cc ringer laktat, diberikan selama 15-20 menit.

b. Dosis pemeliharaan: 10gram dalam 500cc cairan RL,


diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per
menit).

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :

a. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas


10% (1gram dalam 10cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5
menit
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernapasan ≥16 kali per menit
d. Produksi urin ≥ 30cc dalam 1 jam sebelumnya.

MgSO4 dihentikan apabila :

a. Adanya tanda-tanda intoksikasi


b. Setelah 24 jam pascasalin

40
c. Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi perbaikan tekanan
darah.

B Antihipertensi :
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia
dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
atau diastolik ≥ 110 mmHg

a. Nifedipin
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel
blocker yang sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk
mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai
antihipertensi.

Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg


kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit. Selanjutnya
diberikan dosis rumatan 3x10mg dengan dosis maksimum
30 mg.

b. Metildopa

Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di


sistem saraf pusat, adalah obat antihipertensi yang paling
sering digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi
kronis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg
per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g
per hari. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra
vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6
jam untuk krisis hipertensi.

c. Nikardipine

Diberikan apabila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg


atau hipertensi emergensi dengan dosis 1 ampul 10 mg

41
dalam larutan 50cc per jam atau 2 ampul 10 mg dalam
larutan 100cc tetes per menit mikro drip.

2) Manajemen Konservatif1,3
1. Indikasi manajemen konservatif
Kehamilan preterm (<34 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia dengan keadaan janin baik.

2. Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya
dosis awal MgSO4 diberikan i.m saja yaitu MgSO4 40% 8gram i.m.
Atau bila menggunakan cara intravena secara kontinyu diberikan dosis
pemeliharaan yaitu, 10gram dalam 500cc cairan RL diberikan dengan
kecepatan 1-2gram/jam (20-30 tetes per menit). Pemberian MgSO4
dihentikan apabila sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

3. Pengelolaan obstetric
Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan NST dan USG
untuk memantau kesejahteraan janin.

Apabila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan


dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus
diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif: konsultasi
dengan disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Departemen Syaraf, dan Departemen Mata).

42
CARA PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT

IM IV

DOSIS AWALAN MgSO4 40% 4 gram (10cc) MgSO4 40% 4 gram


dijadikan 20 cc diberikan IV (10cc) dijadikan 20 cc
bolus pelan ± 5 menit diberikan IV bolus pelan ±
5 menit
MgSO4 40% 8gram (20cc)
diberikan IM masing² 4 gram
bokong kanan 4 gram bokong
kiri

BILA KEJANG MgSO4 40% 2 gram (5 cc) dijadikan 10 cc diberikan IV


BERLANJUT bolus pelan ± 5 menit

DOSIS MgSO4 40% 4 gram (10cc) MgSO4 40% 1 gram


PEMELIHARAAN diberikan IM bokong kanan (2½cc) / jam dalam cairan
atau bokong kiri tiap 6 jam RL / RD5 / NaCl 0,9%

43
ALUR PENGELOLAAN PENDERITA
PREEKLAMPSIA BERAT / EKLAMPSIA

JANGAN BIARKAN PASIEN SENDIRIAN


TEMPATKAN PENDERITA SETENGAH DUDUK
Mintalah Pertolongan pada petugas yang lain atau
keluarga penderita

Bersihkan jalan nafas pertahankan


JALAN NAFAS Miringkan kepala penderita

PERNAFASAN Berikan oksigen 4 – 6 liter/menit


Kalau perlu lakukan ventilasi dengan balon dan masker

Observasi nadi dan tekanan darah


SIRKULASI Pasang IV line ( infus ) dengan cairan RL / RD5 / NaCl
0,9%

MgSO4 40% 4 gram (10cc) dijadikan 20 cc diberikan IV


bolus pelan ± 5 menit
BILA IM : Mg SO4 40% 8 gram (20cc) bokong kanan / kiri
BILA IV : Mg SO4 40% 6 gram (15cc) masukkan dalam
cairan
RL/RD5/NaCl 0,9% 250cc drip dengan tetesan
15tetes / menit
CEGAH KEJANG / BILA KEJANG BERLANJUT : MgSO4 40% 2 gram (5 cc)
KEJANG dijadikan 10 cc diberikan IV bolus pelan ± 5 menit
ULANGAN PANTAU : Pernafasan, refleks patella, produksi urine

ANTIDOTUM : Calcium Gluconas 10% 10 cc IV pelan

44
Antihipertensi diberikan bila :
Tekanan darah sistole: 160 mmHg
PENGATURAN Tekanan darah diastole : 110 mmHg
TEKANAN
DARAH NIFEDIPIN 10 mg oral
METILDOPA 250 mg

Dirujuk langsung ke Rumah Sakit


RUJUK Bidan, Alat, Kendaraan, Surat, Obat, Keluarga, Uang

3) Pengelolaan Aktif1
A Belum Inpartu
Indikasi
Apabila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini :
a. Ibu :
 Kehamilan > 34 minggu (dengan kortikosteroid selama 2
hari telah diberikan, dan memberi tahu bagian perinatogi
sebelum pengakhiran kehamilan)
 Adanya gejala impending eklampsia
 Gagal perawatan konservatif.
b. Janin :

 Adanya tanda-tanda gawat janin


 Adanya tanda-tanda IUGR.
c. Laboratorik :
Adanya HELLP Syndrome.

45
4) Pengelolaan Obstetri
1. Belum inpartu
Dilakukan induksi persalinan apabila bishop score ≥ 6. Bila
perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi
persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila
tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan
seksio sesarea.
Indikasi dilakukan seksio sesarea yaitu :
 yarat persalinan pervaginam tidak terpenuhi
 Terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam
 Induksi persalinan gagal
 Kelainan letak
 Apabila umur kehamilan <34 minggu.

2. Sudah inpartu
 Perjalanan persalinan normal diikuti dengan partograph WHO
 Kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomy dan
tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit setelah
pengobatan medisinal.
 Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan
gawat janin
 Bila bishop score ≤6 direkomendasikan tindakan seksio
sesarea.
3. Konsultasi :

Disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam,


Departemen Syaraf, dan Departemen Mata).

46
2.7 KOMPLIKASI

2.7.1 Eklampsia
Definisi
Eklampsia adalah kelainan akut pada preeklamsi atau peb dalam
kehamilan, persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang
dengan atau tanpa penurunan kesadaran.6

Anamnesis
 Umur kehamilan > 20 minggu
 Hipertensi
 Kejang
 Penurunan kesadaran
 Penglihatan kabur
 Nyeri kepala hebat
 Nyeri ulu hati.6
Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran somnolen sampai koma
 Tekanan darah >140/90 mmHg
 Proteinuria minimal +1
 Penurunan kesadaran tanpa disertai kejang
 Tetanus
Kriteria Diagnosis
PEB disertai kejang

Pemeriksaan penunjang
 Cek darah rutin, fungsi ginjal, urin lengkap, fungsi hati
 Rontgen thoraks
 Pemeriksaan CT scan bila ada dugaan perdarahan otak
 Pemeriksaan elektrolit, analisis gas darah, untuk mencari penyebab
kejang lain.

47
 Pemeriksaan USG.

48
2.7.2 HELLP Syndrom
2.7.2.1 Definisi

Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah


suatu komplikasi pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang
dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan
keadaan – keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk
DIC, edema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik.
Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang
mengalami komplikasi preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini dapat
muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %).9

2.7.2.2 Diagnosis

a Didahului tanda dan gejala yang tidak khas; malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (mirip tanda dan gejala infeksi virus)
b Adanya tanda dan gejala preeklampsia
c Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya peningkatan LDH,
AST dan bilirubin indirek
d Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit; peningkatan ALT,
AST, LDH
e Trombositopenia

2.7.2.3 Klasifikasi Sindrom HELLP

Klasifikasi sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Mississipi :

- Kelas 1: kadar trombosit ≤ 50.000/ul


LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l
- Kelas 2: kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ul
LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l
- Kelas 3: kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ul

48
LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l

Klasifikasi sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Tennessee :


- Complete : Trombosit < 100.000/ul
LDH  600 u/l
SGOT  70 U/l
- Parsial : Hanya satu atau dua dari ciri – ciri di atas yang muncul

Penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan


pada preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid
dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk :9

1. Meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan


temporarisasi singkat dari status klinis maternal.
2. Meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara
konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan
vaginal maupun abdominal.

Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg


sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2
kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.9

2.7.2.4 Terapi Medikamentosa

a Mengikuti terapi medikamentosa : preeklamsi – eklamsi


b Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam
c Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati
konsumtif, maka harus diperiksa :
 Waktu protrombine
 Waktu tromboplastine partial
 Fibrinogen

49
d Pemberian “Dexamethasone rescue”
Antepartum : diberikan “double strength dexamethasone” (double
dose) Jika didapatkan :
 Trombosit < 100.000/cc atau
 Trombosit 100.000 – 150.000/cc dan denganEklamsi
Hipertensi berat. Nyeri epigastrium “Gejala Fulminant”,
maka diberikan dexametasone 10 mg IV tiap 12 jam

2.7.2.5 Dapat dipertimbangkan pemberian :

a Tranfusi trombosit :Bila trombosit < 50.000/cc


b Antioksidan

2.7.2.6 Sikap terhadap pengelolaan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu


kehamilan diakhiri (terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan
dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam,

50
BAB III
KESIMPULAN

1) Hipertensi adalah suatu keadaan dengan tekanan darah sistolik > 140
mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.1

2) Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan


penyebab apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum
kehamilan 20 minggu atau menetap selama 6 minggu post partum.

3) Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia


yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi
vaskuler kronis atau penyakit ginjal.

4) Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria,


edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20
minggu dan paling sering mendekati aterm dan dapat timbul sebelum
kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblas.

5) Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan


kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi
seperti epilepsi.

6) Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan sesudah


trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda
hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang
setelah 10 hari post partum.

51
DAFTAR PUSTAKA

1) Cuningham, F,Leveno, KJ, Bloom, SL, Dashe, JS. Williams Obstetrics 24


th. Unitet States : Mc Graw Hill Educations. 2014

2) Sherwood L. Human Physiology from cells to systems. 9th Edition.


Department of Physiology and Pharmacology School of Medicine West
Virginia University. 2016

3) Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan,


edisi ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting,
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301

4) Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of


Obstetricians and Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington:
ACOG. 2013

5) Scott J, Disaia P, Hammond C, Spellacy W, Gordon J, Danforth Buku


Saku Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Obstetri dan
Ginekologi, edisi ke-1, Koesoema H, penyunting, Jakarta : Widya Medika,
2002: 202-213

6) Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam


Pedoman Diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan
Sadikin, bagian pertama, edisi ke-2, Bandung : Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan
Sadikin, 2005 : 60-70

7) Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group,


Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of
Pregnancy: Executive Summary. Journal of Obstetrics Gynecology
Canada. 2014: 36(5); 416-438

8) Manuaba,Chandranita,dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan


Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan.Jakarta: ECG. 2008.

52
9) Baha M. Sibai JRB. Expectant management of severe preeclampsia remote
from term: patient selection, treatment, and delivery indications. Am J
Obstet Gynecol. 2007;196:514e.-.e9

53

Anda mungkin juga menyukai