Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ERUPSI AKNEIFORMIS

Disusun oleh:

R. Yusuf Firdaus Albana


119810044

Pembimbing:
dr. Frista Martha Rahayu, Sp.DV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALED CIREBON
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
2021
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
LAPORAN KASUS
KANDIDIASIS KUTIS INTERTRIGINOSA

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Waled Cirebon

Disusun Oleh:
R. Yusuf Firdaus Albana
119810044

Cirebon, April 2021


Pembimbing,

dr. Frista Martha Rahayu, Sp.DV

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikankan laporan kasus yang berjudul
“Erupsi akneiformis”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu tugas Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Waled Cirebon. Kami
menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas ini tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan sampai dengan
terselesaikannya laporan kasus ini. Bersama ini kami menyampaikan terimakasih
yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. dr. Catur Setiya Sulistiyana, M.Med.Ed selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon yang telah
memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.
2. dr. Frista Martha Rahayu, Sp.DVselaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam
penyusunan laporan kasus ini.
3. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan do’a,
dukungan moral maupun material.
4. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Cirebon, April 2021

R. Yusuf Firdaus Albana

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.............................................................................. I
Kata Pengantar...................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................ iii

I. STATUS PASIEN.............................................................................. 1
A. Identitas Pasien..................................……................................... 1
B. Anamnesis................................................................................... 1
C. Status Generalis........................................................................... 2
D. Status Dermatologi...................................................................... 3
E. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 3
F. Resume............……..………………………………………...... 3
G. Diagnosis Kerja...…...………..……………………………....... 4
H. Diagnosis Banding...................................................................... 4
I. Pemeriksaan Anjuran..………..……………………………....... 5
J. Penatalaksanaan........................................................................... 5
K. Prognosis..................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 6

III. KESIMPUAN................................……………………………….. 26

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 27

iii
I. STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MF
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 14 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : belum menikah
Alamat : Sindang, Kab Cirebon
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 30 Maret 2021

B. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama :
Bintil bintil kemerahan pada muka dan punggung.

2) Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan bintil kemerahan pada wajah sejak 2
bulan yang lalu. Bintil awalnya diwajah kemudian dengan cepat menyebar
ke daerah leher dan punggung pasien, bintil muncul secara tiba-tiba dan
disertai sedikit demam, serta terasa gatal namun minimal. Bintil bintil
dirasakan bertambah banyak. Pasien sebelumnya rutin mengkonsumsi
vitamin namun tidak diketahui nama vitaminnya. Pasien pernah berobat ke
puskesmas dan diberi obat minum dan salep namun tidak ada perbaikan
dan tetap terdapat bintil kemerahan.
Sebelumnya pasien tidak mempunyai riwayat alergi dengan sabun
mandi .
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pasien belum pernah mengalami riwayat sakit seperti ini sebelumnya.

b. Riwayat alergi makanan(-)

c. Riwayat alergi obat disangkal

d. Riwayat diabetes melitus disangkal

1
3) Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit seperti pasien

4) Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke puskesmas diberi salep (tidak tahu namanya)
tetapi tidak membaik. Saat ini pasien melakukan pengobatan di RSUD
Waled sejak 1 minggu yang lalu.

C. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Normal , BB: 40 kg, TB: 150 cm
Vital Sign : Tekanan Darah : 100/80mmHg
Nadi : 81 x/menit
Pernafasan : 16 x/menit
Suhu : 36,8oC
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema (- / -), sianosis (- / -)

D. STATUS DERMATOLOGIS

2
a) Lokasi/ regio : Regio fasialis, cervicalis posterior, dan regio
scapularis dextra et sinistra
b) Efloresensi : Tampak Papul dan pustul multiple, ukuran
miliar, batas tegas dengan dasar eritem disertai krusta.

Gambar 1 Regio scapularis dan cervicalis posterior

Gambar 2 Regio fasialis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

3
F. RESUME

Pasien atas nama An.MF umur 14 tahun datang dengan keluhan


bintil pada wajah sejak 2 bulan yang lalu. Bintil awalnya diwajah
kemudian menyebar ke daerah leher dan punggung pasien, bintil muncul
secara tiba-tiba dan disertai demam, serta terasa gatal namun minimal.
Bintil bintil dirasakan bertambah banyak. Pasien sebelumnya rutin
mengkonsumsi vitamin namun tidak diketahui nama vitaminnya. Pasien
pernah berobat ke puskesmas dan diberi obat minum dan salep namun
tidak ada perbaikan. Sebelumnya pasien tidak mempunyai riwayat alergi
dengan sabun mandi .

Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Status


dermatologis terdapat papul dan pustul multipel, ukuran miliar, batas tegas
dengan dasar eritem disertai komedo. Skuama (-), tepi kasar(-) pada regio
fasialis , servikalis dan scapularis dextra et sinistra.

G. DIAGNOSIS KERJA
Erupsi acneiformis

H. DIAGNOSIS BANDING

Acne vulgaris
Folikulitis
I. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Histopatologi

J. PENATALAKSANAAN

4
A. Medikamentosa :

a. Tretinoin cream 0.05% 2x sehari selama 14-28 hari


b. Doksisiklin 100 mg 2x1 selama 14-28 hari
c. Cetirizne tab 10mg 1x1tab p.r.n bila gatal

B. Non medikamentosa :
a. Ganti baju, pakaian dalam, handuk, seprei secara teratur
b. Tidak memakai pakaian yang ketat
c. Hindari menggaruk lesi.
d. Konsumsi obat secara teratur
e. Kontrol kembali untuk melihat perkembangan penyakit pasien.

K. PROGNOSIS
A. Quo ad vitam : ad bonam
B. Quo ad functionam : ad bonam
C. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Erupsi akneiformis adalah suatu kelainan kulit yang


menyerupai akne,  berupa reaksi peradangan folikular dengan
manifestasi klinis papulopustular. Bork  pada tahun 1988
mendefinisikan erupsi akneiformis sebagai suatu reaksi inflamasi
yang bermanifestasi klinis sebagai papula, pustula dan
menekankan ketiadaan komedo sebagai perbedaan yang mendasar
antara erupsi akneiformis dengan akne. Akan tetapi komedo dapat
muncul secara sekunder jika erupsi tersebut sudah berlangsung
lama.1,2
1.2. Epidemiologi
Erupsi akneiformis dapat terjadi pada semua usia dan dapat
mempengaruhi kedua jenis kelamin. Individu yang paling rentan mengidap
kelainan kulit ini adalah mereka yang terkena bakteri dan mereka yang
menggunakan antibiotik.

1.3. Etiologi

Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi


akneformis disangka sebagai salah satu jenis akne, namun
kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis dan gejalanya berbeda.
Induksi obat yang diberikan secara sistemik diakui sebagai faktor
penyebab yang paling utama seperti yang tercantum dalam tabel di
bawah ini.1,3
Hormon dan Steroid Antibiotik
-  Gonadotropin -  Tetrasiklin
-  Androgen-steroid anabolic -  Cotrimoxazole
-  Steroid topical dan oral -  Penisilin
-  Doxicyclin
-  Kloramfenikol
-  Ofloxacin
Senyawa Halogen Vitamin
-  Bromide -  Riboflavin (B2)
-  Iodide-halotan -  Piridoksin (B6)
-  Sianokobalamin (B12)
Obat Antikonvulsi Obat lain
-  Fenitoin -  Litium 6
-  Fenobarbital-troxidone -  Kloral hidrat-Disulfiram
Obat Anti Tuberkulosis -  Psorialen dengan ultraviolet
-  Isoniazid (INH)- Rifampisin A
1.4. Patofisiologi

Ada pula yang mengganggap bahwa erupsi akneformis dapat


disebabkan oleh aplikasi topikal kortikosteroid, psoralen dan
ultraviolet A (PUVA) atau radiasi, bahkan berbagai bahan kimia
yang kontak ke kulit akibat kerja (minyak, klor), kosmetika atau
tekanan pada kulit.1,3 Mekanisme patogenesis terjadinya erupsi
akneiformis belum diketahui secara pasti. John Hunter dkk
menyatakan bahwa erupsi akneiformis terjadi melalui mekanisme
non imunologis yang dapat disebabkan karena dosis yang
berlebihan, akumulasi obat atau karena efek farmakologi yang tidak
diinginkan. Andrew J.M dalam bahasannya tentang Cutaneous
Drug Eruption menyatakan  bahwa mekanisme non imunologis
merupakan suatu reaksi  pseudo-allergic yang menyerupai reaksi
alergi, tetapi tidak bersifat antibody-dependent.  Ada satu atau lebih
mekanisme yang terlibat dalam reaksi tersebut, yaitu pelepasan
mediator sel mast dengan cara langsung, aktivasi langsung dari
sistem komplemen atau pengaruh langsung pada metabolisme
enzim asam arachidonat sel. Selain itu adanya efek sekunder yang
merupakan bagian dari efek farmakologis obat, juga dapat
menimbulkan manifestasi di jaringan kulit.2,4,5,6
a. Drug-induced Akneiform Eruptions (acne medicamentosa)9
Akne steroid atau steroid folikulitis adalah akneiform yang

7
mungkin muncul setelah pemberian glukokortikoid sistemik. Ini terdiri
dari papula monomorfik atau papulopustules pada batang dan aspek atas
dari lengan. Dalam hal penerapan kortikosteroid topikal atau penggunaan
glukokortikoid inhalasi, lesi karakteristik dapat mempengaruhi wajah.
Istilah "jerawat steroid" adalah keliru, karena ini bukan jerawat
sebenarnya, tapi folikulitis dengan neutrophilic menyusup di sekitar atau
di dalam folikel rambut. Diagnosa didasarkan pada sifat monomorfik lesi
dan riwayat penggunaan glukokortikosteroid bersamaan. Perawatan
termasuk penghentian atau penurunan kortikosteroid, jika mungkin, dan
pemberian agen topikal, seperti klindamisin dan benzoil peroksida.

Mirip dengan steroid jerawat, erupsi akneiformis dapat


berkembang dalam hubungan dengan penyerapan obat lain, seperti
senyawa terhalogenasi (iodida, bahan kontras radiopak, bromida di sedatif,
analgesik), obat antiepilepsi (fenitoin, carbamazepine, gabapentin), obat
antidepresan (lithium), obat antitubercular (isoniazid), hormon
pertumbuhan, siklosporin, obat kontrasepsi (medroxyprogesterone),
steroid anabolik (Danazole, testosteron), dan vitamin B12
(cyanocobalamin), B1, B6. Berbeda dengan jerawat vulgaris, komedo
biasanya tidak ada, dan lesi yang terletak pada batang dan aspek atas
lengan. Erupsi akneiformis imbas obat adalah reaksi nonallergic, dan patch
pengujian tidak berguna. Diagnosa didasarkan pada sifat monomorfik lesi

8
dan sejarah asupan obat terkait.9
b. Epidermal Growth Factor Receptor Inhibitor-Induced Acneiform Eruption
Epidermal Growth Factor (EGF) mengikat EGFR, anggota dari
keluarga ErbB reseptor tirosin kinase, menyebabkan aktivasi jalur
transduksi sinyal yang terlibat dalam proliferasi sel dan kelangsungan
hidup. EGFR dinyatakan dalam berkembang biak dibeda-bedakan
keratinosit basal epidermal, ekrin dan kelenjar sebasea, yang luar selubung
akar folikel, sistem pernapasan, dan saluran pencernaan. Inhibitor EGFR
telah digunakan untuk pengobatan karsinoma paru-paru, pankreas, saluran
pencernaan, payudara, dan karsinoma sel skuamosa (SCC) dari kepala dan
leher. Mereka termasuk antibodi monoklonal diarahkan terhadap domain
EGFR ekstraseluler (misalnya, cetuximab dan panitumumab) atau rendah
berat molekul, inhibitor oral dari EGFR tyrosine kinase intraseluler
(misalnya, erlotinib, gefitinib, dan lapatinib).9
Inhibitor EGFR (EGFRI) yang umumnya ditoleransi dengan baik.
erupsi akneiformis terjadi pada lebih dari 50% kasus yang diobati dengan
inhibitor EGFR dan pada 75% sampai 100% kasus yang diobati dengan
cetuximab. erupsi akneiformis adalah tergantung dosis; terjadi terutama
pada kepala, leher, dan aspek atas tubuh; dan muncul di pertama 2-4
minggu terapi. Ini muncul dengan papula eritematosa dan pustula,
sementara, berbeda dengan jerawat, tidak ada komedo (blackheads atau
whiteheads). Pruritus mungkin hadir. Intensitas maksimum tercapai dalam
waktu 3 minggu. Nilai derajat 3 dan 4 terjadi pada 0% sampai 17% dan
lebih sering terjadi pada pasien yang diobati dengan antibodi monoklonal
dibandingkan pada pasien yang diobati dengan EFGR molekul kecil
inhibitor tirosin kinase.9
Sebuah studi retrospektif mengevaluasi 24 pasien dengan kepala
dan leher SCC atau adenokarsinoma kolorektal, diobati dengan cetuximab,
toksisitas kulit. Di antara pasien tersebut, 22 (91.7%) mengembangkan
erupsi akneiformis, sebagian besar derajat 1 dan 2 erupsi muncul dalam
minggu pertama terapi dan mencapai puncaknya antara minggu 2 dan 3

9
erupsi terletak pada wajah, dan pada beberapa pasien, itu diperluas ke
tubuh. Pemeriksaan histologi menunjukkan adanya infiltrasi dermal
dangkal inflamasi sel sekitar infundibula follicular hiperkeratotik dan
vasodilatasi, dan folikulitis superfisial supuratif. Karakteristik klinis dan
histologis serupa telah dilaporkan dengan erlotinib dan inhibitor EGFR
lainnya, menunjukkan efek kelas obat. Mekanisme erupsi belum jelas.9,10
c. Erupsi Akneiformis dengan Inhibitor dari Jalur RAS / RAF / MEK / ERK
Efek samping yang disebabkan oleh RAF dan MEK-inhibitor mirip
dengan yang dilaporkan dengan EGFR Inhibitors, termasuk erupsi
akneiformis, kulit kering, paronychia, dan perubahan rambut. Hal ini
dibenarkan oleh fakta bahwa RAF dan MEK yang berada pada ujung jalur
EGFR. EGFR dirangsang oleh berbagai ligan dan kemudian mengaktifkan
RAS / RAF / MEK / ERK intraseluler yang menginisiasi transduksi sinyal
kaskade, menyebabkan aktivasi menyimpang dan proliferasi ganas tak
terkendali sel-sel tumor. Penghambatan jalur MAPK dalam keratinosit
(EGFR atau inhibisi MEK) menyebabkan kematian sel keratinosit,
penurunan migrasi sel, dan peradangan, yang menyebabkan efek samping
klinis kulit.9,10

1.5. Gambaran klinis


Gambaran klinis untuk eflorosensi yaitu berupa papul yang
eritematous, pustul, monomorfik atau oligomorfik, biasanya tanpa
komedo, komedo dapat terjadi kemudian setelah sistem sebum ikut
terganggu. Dapat disertai demam, malese, dan umumnya tidak
terasa gatal. Umur penderita bervariasi, mulai dari remaja sampai
orang tua dan  pada anamnesis ditemukan adanya riwayat
pemakaian obat.1,4,7
1.6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada erupsi
akneiformis yaitu pemeriksaan mikrobiologi dengan pewarnaan gram
yang digunakan untuk membedakan antara erupsi akneiformis dengan

10
folikulitis dan pemeriksaan histopatologi yang digunakan untuk
membedakan erupsi akneiformis yang disebabkan oleh INH dan
kortikosteroid.1,2
1.7. Tatalaksana

Pengobatan yang digunakan pada penderita erupsi akneiformis


adalah yang utama untuk menghentikan penggunaan obat-obatan yang
dipakai sehingga terjadinya erupsi akneiformus. Obat-obatan lain yang
digunakan yaitu obat topical dan obat sistemik.1,4,6

Obat topical yang digunakan pada erupsi akneiformis yaitu,


Bahan keratolitik yang dapat mengelupas kulit misalnya sulfur (4-20%),
asam retinoid (0,025-0,1%), benzoil peroksida (2,5-10%), asam azeleat
(15-20%), dan akhir- akhir ini digunakan pula asam alfa-hidroksi (AHA)
seperti asam glikolat (3-8%). Antibiotic tropical dapat mengurangi
jumlah mikroba dalam folikel, misalnya, eritromisin (1%), klindamisin
fosfat (1%).1
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk
mengurangi reaksi radang disamping itu dapat juga menekan
produksi sebum, menekan aktivitas  jasad renik dan
mempengaruhi keseimbangan hormonal.
Antibiotik sistemik, diindikasikan untuk penyakit
sedang sampai berat, untuk terapi erupsi akneiformis di dada,
punggung, dan lengan, dan pasien dengan penyakit peradangan
dimana kombinasi obat topikal tidak berhasil. Antibiotik yang
sering digunakan antara lain Tetrasiklin 500 mg 2x sehari selama 7
hari atau Doksisiklin 50 – 100 mg 2 x sehari selama 7 hari atau
Minosiklin 100- 200 mg 1x sehari selama 7 hari.9,10,11
penderita acneiform erupsi tersebut bisa mendapatkan keuntungan
dari penggunaan antihistamin. Jika gatal terjadi di malam hari, generasi
pertama antihistamin dianjurkan karena juga menyebabkan tidur.

11
Cetirizine 1x10 mg. Serta pemberian obat topikal Retin A (Tretinoin
cream 0.05% 2x sehari selama 30 hari).9,10,11
Erupsi akneiformis merupakan penyakit yang dapat sembuh,
apabila obat yang diduga sebagai penyebab dihentikan. Apabila hal
tersebut tidak mungkin dilaksanankan karena vital, maka pengobatan
topikal maupun sistemik akan memberikan hasil yang cukup baik.7,8

12
III. Kesimpulan

Erupsi akneiformis adalah suatu kelainan kulit yang


menyerupai akne,  berupa reaksi peradangan folikular dengan
manifestasi klinis papulopustular. Bork  pada tahun 1988
mendefinisikan erupsi akneiformis sebagai suatu reaksi inflamasi
yang bermanifestasi klinis sebagai papula, pustula dan
menekankan ketiadaan komedo sebagai perbedaan yang mendasar
antara erupsi akneiformis dengan akne. Akan tetapi komedo dapat
muncul secara sekunder jika erupsi tersebut sudah berlangsung
lama.1,2
Diagnostik berdasarkan dari anamnesis yang ditemukan
penyebab terjadinya erupsi acneiformis, berlaangsung tiba-tiba dan
cepat menyebar kedaerah tertentu. Pemeriksaan fisik dapat
ditemukan lesi vberupa papul monomorfik kadang disertai pustul
umumnya tanpa komedo.
Penatalaksanaan didasarkan pada hindari faktor pencetus
atau faktor yang menyebabkan erupsi akneiformis serta menjaga
kebersihan kulit. Terapi medikamentosa dapat diberikan untuk
mempebaiki keadaan kulit, seperti pemberian obat topikal dan
antibiotik yang disesuaikan dengan rekomendasi serta dapat
diberikan pula antigatal apabila diperlukan.

Daftar Pustaka

1. Wasitaatmadja S.  Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofema,


dalam Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 5.
Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2008.

2. Lobo A, Mathai R, Jacob M.  Pathogenesis of Drug Induced


Acneform  Eruptions. Indian Journal Dermatology Venereol Leprol.
1992.

13
3. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology 3rd
Edition.Blackwell Science Ltd. Oxfold 2003.

4. Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM. Textbook of


Dermatology. Volume II. 6t  h  Edition. Blackwell Science Ltd.
London. 1998.

5. Riedl MA, Casillas AM.  Adverse Drug Reactions. Types and


Treatment Options. In : American Family Physician. Volume 68.
2003. www.aafp.org/afp 

6. Andrew J.M, Sun. Cutaneous Drugs Eruption.In : Hong


Kong Practitioner. Volume xv. Cardiff. Department of Dermatology
University of Wales College of Medicine, 1993.
http://sunzi1.lib.hku.hk/hkjo/view/23/2301319.pdf 

7. Lawrence CP, Brenner S, Ramos-e-Silva M, Parish JL.  Atlas of


Women's  Dermatology : From Infancy to Maturity. London, Taylor
& Francis, 2006.

8. James WD. Acne. The New England Journal of Medicine. 2005.


www.insp.mx/biblio/alerta/al0805/24.pdf  

9. Goldsmith,A., Katz,S., et al. Et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General


Medicine. Edisi ke-8. 2012. Hal 908-995.

10. William,D., Berger T. Andrew’s Diseases of the skin Clinical


Dermatology. Twelve edition. Philadelphia : elsevier. 2016. Page 237-
250

11. Pragya A. Nair; Francisco J. Salazar. Acneiform Eruptions. NCBI


Bookshelf. A service of the National Library of Medicine, National
Institutes of Health. 202

14

Anda mungkin juga menyukai