ERUPSI AKNEIFORMIS
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Frista Martha Rahayu, Sp.DV
Disusun Oleh:
R. Yusuf Firdaus Albana
119810044
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikankan laporan kasus yang berjudul
“Erupsi akneiformis”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu tugas Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Waled Cirebon. Kami
menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas ini tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan sampai dengan
terselesaikannya laporan kasus ini. Bersama ini kami menyampaikan terimakasih
yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. dr. Catur Setiya Sulistiyana, M.Med.Ed selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon yang telah
memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.
2. dr. Frista Martha Rahayu, Sp.DVselaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam
penyusunan laporan kasus ini.
3. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan do’a,
dukungan moral maupun material.
4. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Cirebon, April 2021
ii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan.............................................................................. I
Kata Pengantar...................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................ iii
I. STATUS PASIEN.............................................................................. 1
A. Identitas Pasien..................................……................................... 1
B. Anamnesis................................................................................... 1
C. Status Generalis........................................................................... 2
D. Status Dermatologi...................................................................... 3
E. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 3
F. Resume............……..………………………………………...... 3
G. Diagnosis Kerja...…...………..……………………………....... 4
H. Diagnosis Banding...................................................................... 4
I. Pemeriksaan Anjuran..………..……………………………....... 5
J. Penatalaksanaan........................................................................... 5
K. Prognosis..................................................................................... 5
III. KESIMPUAN................................……………………………….. 26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 27
iii
I. STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MF
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 14 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : belum menikah
Alamat : Sindang, Kab Cirebon
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 30 Maret 2021
B. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama :
Bintil bintil kemerahan pada muka dan punggung.
1
3) Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit seperti pasien
4) Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke puskesmas diberi salep (tidak tahu namanya)
tetapi tidak membaik. Saat ini pasien melakukan pengobatan di RSUD
Waled sejak 1 minggu yang lalu.
C. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Normal , BB: 40 kg, TB: 150 cm
Vital Sign : Tekanan Darah : 100/80mmHg
Nadi : 81 x/menit
Pernafasan : 16 x/menit
Suhu : 36,8oC
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema (- / -), sianosis (- / -)
D. STATUS DERMATOLOGIS
2
a) Lokasi/ regio : Regio fasialis, cervicalis posterior, dan regio
scapularis dextra et sinistra
b) Efloresensi : Tampak Papul dan pustul multiple, ukuran
miliar, batas tegas dengan dasar eritem disertai krusta.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
3
F. RESUME
G. DIAGNOSIS KERJA
Erupsi acneiformis
H. DIAGNOSIS BANDING
Acne vulgaris
Folikulitis
I. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Histopatologi
J. PENATALAKSANAAN
4
A. Medikamentosa :
B. Non medikamentosa :
a. Ganti baju, pakaian dalam, handuk, seprei secara teratur
b. Tidak memakai pakaian yang ketat
c. Hindari menggaruk lesi.
d. Konsumsi obat secara teratur
e. Kontrol kembali untuk melihat perkembangan penyakit pasien.
K. PROGNOSIS
A. Quo ad vitam : ad bonam
B. Quo ad functionam : ad bonam
C. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
1.3. Etiologi
7
mungkin muncul setelah pemberian glukokortikoid sistemik. Ini terdiri
dari papula monomorfik atau papulopustules pada batang dan aspek atas
dari lengan. Dalam hal penerapan kortikosteroid topikal atau penggunaan
glukokortikoid inhalasi, lesi karakteristik dapat mempengaruhi wajah.
Istilah "jerawat steroid" adalah keliru, karena ini bukan jerawat
sebenarnya, tapi folikulitis dengan neutrophilic menyusup di sekitar atau
di dalam folikel rambut. Diagnosa didasarkan pada sifat monomorfik lesi
dan riwayat penggunaan glukokortikosteroid bersamaan. Perawatan
termasuk penghentian atau penurunan kortikosteroid, jika mungkin, dan
pemberian agen topikal, seperti klindamisin dan benzoil peroksida.
8
dan sejarah asupan obat terkait.9
b. Epidermal Growth Factor Receptor Inhibitor-Induced Acneiform Eruption
Epidermal Growth Factor (EGF) mengikat EGFR, anggota dari
keluarga ErbB reseptor tirosin kinase, menyebabkan aktivasi jalur
transduksi sinyal yang terlibat dalam proliferasi sel dan kelangsungan
hidup. EGFR dinyatakan dalam berkembang biak dibeda-bedakan
keratinosit basal epidermal, ekrin dan kelenjar sebasea, yang luar selubung
akar folikel, sistem pernapasan, dan saluran pencernaan. Inhibitor EGFR
telah digunakan untuk pengobatan karsinoma paru-paru, pankreas, saluran
pencernaan, payudara, dan karsinoma sel skuamosa (SCC) dari kepala dan
leher. Mereka termasuk antibodi monoklonal diarahkan terhadap domain
EGFR ekstraseluler (misalnya, cetuximab dan panitumumab) atau rendah
berat molekul, inhibitor oral dari EGFR tyrosine kinase intraseluler
(misalnya, erlotinib, gefitinib, dan lapatinib).9
Inhibitor EGFR (EGFRI) yang umumnya ditoleransi dengan baik.
erupsi akneiformis terjadi pada lebih dari 50% kasus yang diobati dengan
inhibitor EGFR dan pada 75% sampai 100% kasus yang diobati dengan
cetuximab. erupsi akneiformis adalah tergantung dosis; terjadi terutama
pada kepala, leher, dan aspek atas tubuh; dan muncul di pertama 2-4
minggu terapi. Ini muncul dengan papula eritematosa dan pustula,
sementara, berbeda dengan jerawat, tidak ada komedo (blackheads atau
whiteheads). Pruritus mungkin hadir. Intensitas maksimum tercapai dalam
waktu 3 minggu. Nilai derajat 3 dan 4 terjadi pada 0% sampai 17% dan
lebih sering terjadi pada pasien yang diobati dengan antibodi monoklonal
dibandingkan pada pasien yang diobati dengan EFGR molekul kecil
inhibitor tirosin kinase.9
Sebuah studi retrospektif mengevaluasi 24 pasien dengan kepala
dan leher SCC atau adenokarsinoma kolorektal, diobati dengan cetuximab,
toksisitas kulit. Di antara pasien tersebut, 22 (91.7%) mengembangkan
erupsi akneiformis, sebagian besar derajat 1 dan 2 erupsi muncul dalam
minggu pertama terapi dan mencapai puncaknya antara minggu 2 dan 3
9
erupsi terletak pada wajah, dan pada beberapa pasien, itu diperluas ke
tubuh. Pemeriksaan histologi menunjukkan adanya infiltrasi dermal
dangkal inflamasi sel sekitar infundibula follicular hiperkeratotik dan
vasodilatasi, dan folikulitis superfisial supuratif. Karakteristik klinis dan
histologis serupa telah dilaporkan dengan erlotinib dan inhibitor EGFR
lainnya, menunjukkan efek kelas obat. Mekanisme erupsi belum jelas.9,10
c. Erupsi Akneiformis dengan Inhibitor dari Jalur RAS / RAF / MEK / ERK
Efek samping yang disebabkan oleh RAF dan MEK-inhibitor mirip
dengan yang dilaporkan dengan EGFR Inhibitors, termasuk erupsi
akneiformis, kulit kering, paronychia, dan perubahan rambut. Hal ini
dibenarkan oleh fakta bahwa RAF dan MEK yang berada pada ujung jalur
EGFR. EGFR dirangsang oleh berbagai ligan dan kemudian mengaktifkan
RAS / RAF / MEK / ERK intraseluler yang menginisiasi transduksi sinyal
kaskade, menyebabkan aktivasi menyimpang dan proliferasi ganas tak
terkendali sel-sel tumor. Penghambatan jalur MAPK dalam keratinosit
(EGFR atau inhibisi MEK) menyebabkan kematian sel keratinosit,
penurunan migrasi sel, dan peradangan, yang menyebabkan efek samping
klinis kulit.9,10
10
folikulitis dan pemeriksaan histopatologi yang digunakan untuk
membedakan erupsi akneiformis yang disebabkan oleh INH dan
kortikosteroid.1,2
1.7. Tatalaksana
11
Cetirizine 1x10 mg. Serta pemberian obat topikal Retin A (Tretinoin
cream 0.05% 2x sehari selama 30 hari).9,10,11
Erupsi akneiformis merupakan penyakit yang dapat sembuh,
apabila obat yang diduga sebagai penyebab dihentikan. Apabila hal
tersebut tidak mungkin dilaksanankan karena vital, maka pengobatan
topikal maupun sistemik akan memberikan hasil yang cukup baik.7,8
12
III. Kesimpulan
Daftar Pustaka
13
3. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology 3rd
Edition.Blackwell Science Ltd. Oxfold 2003.
14