BAB V
UKURAN DISPERSI
Pada bab-bab sebelumnya telah dikemukakan, bahwa penyajian data statistik dalam
berbagai bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik, pengukuran central tendency (mean,
median, modus dan fraktil) adalah untuk mengetahui karakteristik/ciri-ciri yang penting dari
sekelompok data. Namun demikian, kegiatan menganalisis data dengan hanya mengetahui
frekuensi dan nilai rata-ratanya saja, dipandang belum cukup teliti, karena nilai rata-rata
(mean, median, modus) hanya menitikberatkan pada pusat data tapi tidak memberikan
informasi tentang dispersi/penyebaran/pemencaran/variasi/variabililitas nilai pada data
tersebut. Dengan mengetahui dispersi, kita dapat membandingkan sebaran data dari dua
informasi distribusi nilai. Misalnya Sarah dan Sasi adalah dua orang mahasiswa yang
mempunyai nilai ujian dari 5 matakuliah semester satu. Sarah memperoleh nilai 60-60-60-60
dan 60, sedangkan Sasi memperoleh nilai 85-45-60-40 dan 75. Dengan nilai yang
diperolehnya itu, maka baik Sarah maupun Sasi mempunyai nilai rata-rata yang sama yaitu
masing-masing : (60+60+60+60+60): 5 = 60 dan (80+45+60+40+75) : 5 = 60. Meskipun
demikian, nilai yang dicapai oleh Sasi sangat bervariasi daripada nilai yang dicapai oleh
Sarah, sehingga kita dapat mengatakan bahwa hasil nilai ujian yang dimiliki oleh Sarah lebih
stabil daripada Sasi.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah disebutkan di atas, lebih lanjut pada data
tersebut perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui variabilitas atau penyebarannya.
Ukuran tersebut dikenal dengan ukuran dispersi. Ukuran dispersi atau ukuran penyimpangan
atau ukuran variasi adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh penyimpangan nilai-nilai
data dari nilai-nilai pusatnya, atau seberapa banyak nilai-nilai data yang berbeda dengan
nilai-nilai pusatnya. Dengan kata lain ukuran dispersi digunakan untuk mengetahui luas
penyebaran data, atau variasi data, atau homogenitas data, atau stabilitas data.
Contoh 1 :
Tabel 1. Perhitungan Range Hasil Nilai Ujian 5 Matakuliah yang diikuti 3 Mahasiswa di
Unbor
Sta Fil
Bhs Bhs Aga Jml Rata
No Nama tis saf H L Range
Ind Ing ma Nilai (Mean)
tik at
1 A 85 55 76 45 65 85 45 40 325 65
2 B 58 65 72 60 70 72 58 14 325 65
3 C 65 65 65 65 65 65 65 0 325 65
Tabel 1. Menunjukkan bahwa makin kecil jarak (R) penyebaran nilai dari nilai
terendah sampai nilai tertinggi, akan makin homogen distribusi nilai tersebut atau makin
sedikit data tersebar dari rata-ratanya. Sebaliknya, makin besar jarak (R) nya, akan makin
bervariasi (heterogen) nilai-nilai yang ada dalam distribusi nilai tersebut. Atau data-data
tersebut cenderung terdispersi dari rata-ratanya.
Berdasarkan pada Range tersebut, kita dapat mengatakan bahwa makin kecil Range
dari suatu distribusi data, kita cenderung untuk menganggap bahwa mean yang diperoleh
merupakan wakil yang representatif dari data yang bersangkutan, sebaliknya semakian besar
Range, kita akan lebih cenderung untuk mengangap bahwa Mean yang diperoleh sifatnya
meragukan.
Kelemahan Range :
Range akan sangat tergantung kepada nilai-nilai ekstrimnya dengan kata lain besar
kecilnya Range akan sangat ditentukan oleh nilai terendah dan nilai tertinggi yang
terdapat dalam distribusi data, dengan demikian Range sifatnya sangat labil dan kurang
teliti.
Contoh :
Data X : Nilai tertinggi = 80, Nilai terendah = 30 maka Range = 50
Data Y : Nilai tertinggi = 95, Nilai terendah = 45 maka Range = 50
Data Z : Nilai tertinggi = 88, Nilai terendah = 38 maka Range = 50
Range tidak memperhatikan distribusi yang terdapat dalam range itu sendiri.
Contoh :
Misalnya nilai tertinggi dan nilai terendah yang berhasil dicapai oleh 8 orang mahasiswa
masing-masing adalah 80 dan 40, sehingga Range = 40. Dengan Range sebesar 40,
kemungkinan distribusi nilai itu adalah : 40, 47, 52, 59, 64, 67, 70 dan 80; mungkin juga
Catatan : Walaupun Range mudah diukur, namun karena Range hanya memperhatikan data
terbesar dan terkecil, maka Range bukanlah alat ukur dispersi yang baik, karena tidak
memperhatikan isi data secara keseluruhan
Jangkauan (Range) = Titik Tengah Kelas Tertiggi – Titik Tengah Kelas Terendah
ATAU
Jangkauan (Range) = Tepi Atas Kelas Tertiggi – Tepi Bawah Kelas Terendah
Contoh 2 :
Tentukan jangkauan dari distribusi frekuensi berikut :
Penyelesaian :
Jangkauan (Range) = Titik Tengah Kelas Tertiggi – Titik Tengah Kelas Terendah
73 – 61 = 12
Jangkauan (Range) = Tepi Atas Kelas Tertiggi – Tepi Bawah Kelas Terendah
74,5 – 59,5 = 15
Cara lain untuk mengetahui variasi data yang lebih kompleks adalah dengan mencari
Jangkauan Antar Kuartil dan Jangkauan Semi Interkuartil yang terkait dengan
perhitungan lokasi data, yakni Q1 dan Q3. JK dan QD merupakan modifikasi dari
Range yang sederhana, yakni mencoba “mempersempit” jarak yang akan diukur. Jika
pada Range, jarak kedua titik adalah data terbesar dan terkecil, atau antar dua ujung
nilai data, maka pada interkuartil, data yang digunakan adalah data yang lebih dekat ke
titik pusat data. Dasar pemikiran adalah sekelompok data cenderung “berkumpul” di
pusat data, sehingga jika selisih data diambil lebih dekat ke pusat data, maka
pengukuran tersebut lebih tepat dalam memperkirakan variasi data.
Jangkauan Antar Kuartil (JK) adalah selisih antara kuartil atas (Q3) dengan kuartil
bawah (Q1) yang ditulis dengan rumus :
JK = Q3 – Q1
Dimana :
Q3 = kuartil ketiga, yang meliputi 75% data
Q1 = kuartil pertama, yang meliputi 25% data
Jangkauan Semi Interkuartil (Qd) atau Simpangan Kuartil adalah setengah jangkauan
antar kuartil. Dirumuskan :
Qd = ½ JK = ½ (Q3 – Q1)
Contoh 3:
Tentukan jangkauan antar kuartil dan jangkauan semi interkuartil dari data berikut :
2, 4, 6, 8, 10, 12, 14
Penyelesaian :
Q1 = 4 dan Q3 = 12 (cara mencari Q1 dan Q3 lihat pada bab sebelumnya yang
membahas tentang kuartil dengan data tunggal)
JK = Q3 – Q1 = 12 – 4 = 8
Qd = 1/2 JK = 1/2 x 8 = 4
Interpretasi Hasil JK :
Q1 sampai Q3 adalah mewakili 50% data, karena Q3 adalah 75% data dan Q1 adalah 25%
data, maka Q1 – Q3 adalah 75% - 25% = 50% data.
Sebagai contoh, jika nilai JK menjadi 5 dan nilai Q1 tetap 4, maka nilai Q3 akan menjadi :
JK = Q3 – Q1
5 = Q3 – 4
Q3 = 9
Sekarang 50% data menjadi antara 4 (Q1) sampai 9 (Q3). Perhatikan nilai data
teratas/tertinggi yang turun dari 14 menjadi 9, yang membuktikan makin sempitnya
variasi diantara data-data tersebut.
Jika diandaikan nilai JK menjadi 3 dan nilai Q1 tetap 4, maka nilai Q3 akan menjadi :
JK = Q3 – Q1
3 = Q3 – 4
Q3 = 7
Sekarang 50% data menjadi antara 4 (Q1) sampai 7 (Q3). Yang berarti data terdispersi
lebih kecil dari data semula, dengan nilai atas turun drastis dari 14 menjadi 7.
Contoh 4.
Tentukan jangkauan antar kuartil (JK) dan jangkauan semi interkuartil dari distribusi
frekuensi di bawah ini :
Penyelesaian :
Q1 = 66,64 dan Q3 = 85,5 (cara mencari Q1 dan Q3 lihat pada bab sebelumnya yang
membahas tentang kuartil dengan data kelompok)
L = 1,5 x JK PD = Q1 – L PL = Q3 + L
Dimana :
L = satu langkah
PD = pagar Dalam
PL = Pagar Luar
Contoh 5 :
Cermatilah apakah terdapat data pencilan dari data di bawah ini :
15 33 42 50 51 51 53 55 62 64 65 68 79 85 97
Penyelesaian :
Q1 = 50 dan Q3 = 68
JK = 68 – 50 = 18
L = 1,5 x JK = 1,5 x 18 = 27
PD = Q1 – L = 50 – 27 = 23
PL = Q3 + L = 68 + 27 = 95
Dari data di atas terdapat nilai 15 yang kurang dari pagar dalam yaitu 23 dan nilai 97
yang lebih dari pagar luar yaitu 95. Dengan demikian nilai 15 dan 97 adalah data
pencilan, karenanya perlu diteliti ulang.
2.3. DEVIASI
Yang dimaksud dengan deviasi adalah selisih atau simpangan dari masing-masing skor
atau interval dari nilai rata-rata hitungnya. Deviasi merupakan salah satu ukuran variabilitas
data yang biasa dilambangkan dengan huruf kecil dari huruf yang digunakan bagi lambang
skornya. Jadi apabila skornya diberi lambang X maka deviasinya berlambang x; jika skornya
Y maka lambang deviasinya y; jika skornya Z maka lambang deviasinya z (cat : lambang bisa
dengan huruf apa saja).
Terdapat dua jenis deviasi yaitu deviasi yang berada di atas Mean dan deviasi yang
berada di bawah Mean. Deviasi yang berada di atas mean dapat diartikan sebagai “selisih
lebih” oleh karena deviasi ini bertanda plus (+) dan dikenal dengan istilah deviasi positif.
Sedangkan deviasi yang berada di bawah mean dapat diartikan sebagai “selisih kurang” oleh
karenanya deviasi ini bertanda minus (-) dan dikenal dengan istilah deviasi negatif. Semua
Tabel 3.
Skor Frekuenasi Deviasi
(X) (f) 𝑥 = 𝑋 − 𝑋̅
8 1 8 – 6 = +2
7 1 7 – 6 = +1
6 1 6–6= 0
5 1 5 – 6 = -1
4 1 4 – 6 = -2
30 = ΣX 5 = Σf = n 0 = Σx
Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa jika deviasi kita jumlahkan, hasilnya pasti sama
dengan nol. Karena jumlah deviasi akan selalu sama dengan nol, maka kalau deviasi ini
digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui variabilitas data tidak akan ada gunanya sama
sekali. Oleh karena itu, agar deviasi dapat digunakan sebagai ukuran variabilitas maka dalam
melakukan penjumlahan harus dilakukan terhadap harga mutlaknya (tanda plus dan minus
diabaikan; dilambangkan dengan | |). Setelah seluruh harga mutlak deviasi dijumlahkan,
lalu dihitung rata-ratanya.
∑|𝑋 − 𝑋̅| ∑𝑥
𝐷𝑅 = 𝐴𝑇𝐴𝑈 𝐷𝑅 =
𝑛 𝑛
Contoh 6 :
Tentukan deviasi rata-rata dari nilai hasil studi 2 mahasiswa FE di bawah ini :
Nilai Hasil studi Amir adalah : 73, 78, 60,70, 62, 80, 67
Nilai Hasil studi Ahsan adalah : 73, 69, 72,70, 71, 67, 68
∑𝑋 73 + 78 + 60 + 70 + 62 + 80 + 67 490
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ((𝑋̅) = = = = 𝟕𝟎
𝑛 7 7
∑|𝑋 − 𝑋̅| ∑𝑥
𝐷𝑅 = 𝐴𝑇𝐴𝑈 𝐷𝑅 =
𝑛 𝑛
∑|73 − 70| + |78 − 70| + |60 − 70| + |70 − 70| + |62 − 70| + |80 − 70| + |67 − 70|
𝐷𝑅 =
7
42
𝐷𝑅 = = 𝟔, 𝟎
7
Ahsan :
∑𝑋 73 + 69 + 72 + 70 + 71 + 67 + 68 490
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ((𝑋̅) = = = = 𝟕𝟎
𝑛 7 7
∑|𝑋 − 𝑋̅| ∑𝑥
𝐷𝑅 = 𝐴𝑇𝐴𝑈 𝐷𝑅 =
𝑛 𝑛
∑|73 − 70| + |69 − 70| + |72 − 70| + |70 − 70| + |71 − 70| + |67 − 70| + |68 − 70|
𝐷𝑅 =
7
12
𝐷𝑅 = = 𝟏, 𝟕
7
Agar perhitungan DR tidak terlalu panjang , sebaiknya dalam mencari DR dilakukan dengan
pertolongan tabel seperti dibawah ini .
Ket : *) = dalam menjumlahkan deviasi ini, tanda plus dan minus diabaikan. Jadi yang dijumlahkan adalah
harga mutlak dari deviasi tersebut.
Dari perhitungan diatas didapat bahwa Amir dan Ahsan mempunyai nilai rata-rata hitung
(mean) yang sama, yaitu sebesar 70 dan nilai deviasi rata-rata (DR) yang berbeda. Sepintas
dengan melihat besarnya mean yang dicapai oleh Amir dan Ahsan bahwa mereka mempunyai
kualitas nilai yang sama. Walaupun nilai mean mereka sama, Tetapi penyebaran nilai-
nilainya berbeda (karena nilai DR berbeda) dimana Amir mempunyai DR = 6,0 dan Ahsan
mempunyai DR = 1,7. Karena deviasi rata-rata yang dimiliki Ahsan lebih kecil daripada
deviasi rata-rata yang dimiliki Amir maka dapat dinterpretrasikan, nilai hasil studi Ahsan
sifatnya lebih homogen daripada nilai hasil studi yang dicapai oleh Amir.
b. Cara menghitung deviasi rata-rata untuk data tunggal yang mempunyai frekuensi
lebih dari l
∑|𝑋 − 𝑋̅| ∑𝑥
𝐷𝑅 = 𝐴𝑇𝐴𝑈 𝐷𝑅 =
𝑛 𝑛
Dimana :
DR = Deviasi rata-rata
X = nilai/skor
̅
𝑋 = Rata-rata hitung
n = jumlah data
Σfx = jumlah hasi perkalian antara deviasi tiap-tiap skor dg frek masing-masing skor tsb
Contoh 7 :
Misalkan data tentang usia 50 orang mahasiswa Doktor yang tercantum pada Tabel 6
dapat kita cari deviasi rata-ratanya sbb :
Penyelesaian :
Langkah 1 : mencari mean dengan rumus :
∑ 𝑓𝑋 1360
𝑋̅ = = = 𝟐𝟕, 𝟐
𝑛 50
∑ 𝑓𝑥
𝐷𝑅 =
𝑛
82
𝐷𝑅 = = 𝟏, 𝟔𝟒
50
Contoh 8 :
Tentukan deviasi rata-rata dari distribusi frekuensi pada Tabel di bawah ini :
Tinggi Frekuensi
(f)
140 – 144 2
145 – 149 4
150 – 154 10
155 – 159 14
160 - 164 12
165 – 169 5
170 – 174 3
Jumlah 50 = n
Langkah 1 : Menetapkan titik tengah (midpoint) masing-masing interval kelas (lihat Tabel 7,
kolom 3)
∑ 𝑓𝑋 7885
𝑋̅ = = = 15𝟕, 𝟕
𝑛 50
Langkah 4 : Mencari deviasi tiap-tiap interval, dengan rumus |𝑋 − 𝑋̅| dimana X adalah titik
tengah (midpoint). Hasilnya dapat dilihat pada kolom 5)
Langkah 5 : Mengalikan frekuensi masing-masing kelas interval (f) dengan deviasi (|𝑋 − 𝑋̅|)
sehingga diperoleh 𝑓|𝑋 − 𝑋̅| (lihat Tabel 7, kolom 6), setelah itu dijumlahkan
sehingga diperoleh Σ 𝑓|𝑋 − 𝑋̅| = 282
∑ 𝑓|𝑋 − 𝑋̅|
𝐷𝑅 =
𝑛
282
𝐷𝑅 = = 𝟓, 𝟔𝟒
50
Deviasi rata-rata memiliki kelamahan yang sangat mendasar karena menganggap sama
antara deviasi yang bertanda plus dengan deviasi yang bertanda minus. Sehingga dalam
menjumlahkan deviasi masing-masing skor, tanda-tanda plus dan minus diabaikan yang