Anda di halaman 1dari 23

]BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan untuk memiliki penampilan yang menarik akan bertambah dengan
perkembangan zaman. Karena bisa menjadi penunjang dalam dunia pekerjaan.
Sebagian besar perempuan rela menghabiskan banyak biaya untuk merawat diri
mereka sehingga bisa berpenampilan menarik dengan membeli banyak jenis
kosmetik. Oleh karena itu sangat banyak merek kosmetik yang bermunculan dan
mempunyai harga yang bermacam-macam.
Kosmetik adalah sediaan yang dipakai untuk mengurangi bau badan,
menjadi pembersih dan mempercantik diri tanpa memiliki aktivitas untuk
penanganan penyakit yang digunakan ditubuh bagian luar saja (Tranggono dan
Latifah, 2007) komite ilmiah komisi eropa pada produk konsumen berpendapat
bahwa pemakaian kosmetik dengan normal tidak boleh menimbulkan rusaknya
kesehatan (Walters and Roberts, 2008). Sekarang ini, terdapat banyak orang
memakai kosmetik yang menimbulkan efek yang tak diinginkan (Tranggono dan
Latifah, 2007). Efek yang tak diinginkan tersebut diketahui karena terdapatnya zat
warna yang tak baik untuk kesehatan, seperti rhodamin B yang bisa menimbulkan
efek iritasi pada kulit (Widana dan Yuningrat, 2007).
Kosmetik sudah menjadi sesuatu yang penting dikehidupan banyak orang.
Kometik merupakan produk yang digunakan setiap hari disemua bagian tubuh,
mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lipstick tak hanya berfungsi sebagai
mempercantik bibir tapi juga bisa melembabkan bibir, melindungi bibir serta bisa
dijadikan terapi. Sebagian besar lipstick berbahan hidrofobik (lilin, minyak, zat
warna serta zat obat). Lipstick yang berkualitas baik bisa dilihat dari
kekerasannya, titik leleh, dan aktivitas antioksidannya (Tranggono dan Latifah
2007).
Sebelum aktivitas produksi dan dijual lipstik diharuskan memiliki izin dari
Badan POM. Badan POM merupakan intansi pemerintah yang melaksanakan

1
regulasi, stndarisasi serta sertifikasi produk yang meliputi produksi, pemasaran,
pemakaian serta keamanan suatu produk. Jika telah lulus izin dari Badan BPOM
No. Notivikasinya akan keluar. Nomor ini bertujuan untuk menunjukan identitas
produk yang memiliki 13 digit dan memiliki arti jenis kosmetik, tahun notivikasi,
jenis produk serta nomor urut notivikasinya (BPOM, 2010).
Lipstik adalah kosmetik bibir yang dibuat stik, dengan dasar penyebaran
warna sehingga bisa menghasilkan penampilan yang berdaya tarik baik. Selain
itu, emolien pada lipstik memiliki fungsi perawatan, dengan memberikan lapisan
pelindung minyak untuk mencegah chapping dan pengeringan dari membran
mukosa bibir yang sensitif (Tranggono & Latifah, 2014).
Lipstik merupakan sediaan kosmetika yang berfungsi untuk mewarnai bibir
secara artistic sehingga bisa menaikkan tingkat estetik pada tata rias wajah
(Mukaromah 2008). Menurut Tranggono dan Latifah (2007), bahan-bahan utama
dalam lipstik yaitu lilin, minyak, lemak, acetoglycerides, zat-zat pewarna,
surfaktan, antioksidan, bahan pengawet, dan bahan pewangi.terdapat 2 jenis
sumber pewarna pada lipstick yakni, pewarna alami yang didapat dari bagian
tumbuhan. Pewarna sintetis diperoleh dari senyawa kimia yang bereaksi dengan
senyawa lainnya.
Lipstik dipakai wanita agar bisa mempercantik tampilan bibir. Hal itu
menyebabkan lipstick sangat banyak diminati banyak wanita. Berbagai macam
lipstick bermunculan dipasaran dan wanita lebih condong melihat warna lipstick
ketika ingin membelinya. Dahulu bahan yang dipakai untuk memproduksi
kosmetik berasal dari bahan-bahan alam. Namun pada saat ini produsen lebih
memilih untuk menggunakan zat warna sintetik untuk bahan tambahan yang
digunakan karena relatif lebih murah dan menghasilkan warna yang terang dan
stabil dalam pemakaian. Zat warna sintetik saat ini telah digunakan pada
beberapa jenis makanan, obat dan kosmetik (Dirjen POM RI, 2001).
Penambahan pewarna pada lipstick untuk membuat bibir menjadi cerah serta
segar (Depkes RI, 1998). Terdapat 2 jenis pewarna yakni pewarna sintetis dan

2
alami, pewarna alami bisa diperoleh dari bagian tanaman (Mamoto dan
Fatimawali, 2013). Pewarna sintetis diperoleh dari senyawa kimia yang bereaksi
dengan senyawa lainnya. Pewarna sintetis yang bisa digunakan untuk lipstick
yakni hijau no. 17 serta merah DC, kedua pewarna ini mempunyai keuntungan
yakni stabilitasnya baik bisa menyeragamkan hasil warna. Namun, terdapat juga
pewarna sintetis yang tidak bisa digunakan untuk makanan dan kosmetik salah
satunya Rhodamin B (Depkes RI, 1998).
Rhodamin B merupakan pewarna yang berwujud serbuk kristal warna hijau
atau ungu kemerahan, tak berbau dan mudah larut pada larutan berwarna merah
terang berfluoresan dipakai dalam produksi cat, kertas, pakaian dan tekstil (Khan,
Sarmadan Ali, 2011). Pewarna ini dapat mengiritasi saluran napa serta memiliki
sifat karsinogenik (Alhamedi, Assraf & Rauf, 2009).
Rhodamin B adalah pewarna yang digunakan dalam industry tekstil, kertas
dan cat. Pewarna ini bisa menimbulkan iritasi di saluran napas serta bisa bersifat
karsinogenik dan bisa mengakibatkan rusaknya organ hati. Penggunaannya
sangat berbahaya untuk kesehatan dan bisa menyebabkan kematian jika
menumpuk banyak didalam lemak untuk waktu yang lama (Agus et al., 2007).
Sesuai dengan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan riset yang
bertujuan untuk mengidentifikasi bahwa adakah kandungan Rhodamin B dan
kadarnya pada lipstick lokal yang beredar dikota gorontalo. Sehingga riset ini
bisa memberi informasi untuk masyarakat agar lebih selektiff membeli lipstick
yang akan dipakai.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, maka dirumuskanlah masalah yaitu,
Apakah produk lipstik yang beredar di Kota Gorontalo mengandung pewarna
sintetis Rhodamin B?, Berapa nilai Rf Rhodamin B yang terkandung dalam
produk lipstik yang beredar di Kota Gorontalo,Berapa kadar Rhodamin B yang
terkandung dalam produk lipstik yang beredar di Kota Gorontalo.

3
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis kandungan Rhodamin B dalam produk lipstik yang beredar di
Kota Gorontalo dengan menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis
2. Untuk mengetahui nilai Rf Rhodamin B yang terkandung dalam produk lipstik
yang beredar di Kota Gorontalo menggunakan metode Spektrofotometri UV-
Vis
3. Untuk mengetahui kadar Rhodamin B yang terkandung dalam produk lipstik
yang beredar di Kota Gorontalo menggunakan metode Spektrofotometri UV-
Vis
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis kandungan Rhodamin B dalam produk lipstik yang
beredar di Kota Gorontalo dengan menggunakan metode Spektrofotometri
UV-Vis.
2. Untuk mengetahui nilai Rf Rhodamin B yang terkandung dalam produk lipstik
yang beredar di Kota Gorontalo menggunakan metode Spektrofotometri UV-
Vis
3. Untuk mengetahui kadar Rhodamin B yang terkandung dalam produk lipstik
yang beredar di Kota Gorontalo menggunakan metode Spektrofotometri UV-
Vis

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetik
2.1.1 Definisi Kosmetik
Menurut Anggi, 2017, Sejak abad ke-19 kosmetik sudah dikenal manusia
karena memliki fungsi untuk kesehatan dan bisa mempercantik diri.
Berkembangnya industry kosmetik secara besar-besaran dimulai diabad ke-20
serta dianggpa juga sebagai peluang usaha. Seiring waktu beralan kosmetik
berkembang dan bisa dipadukan antara kosmetik dan obat sehingga jadilah
kosmetik medik.
Menurut Tranggono dan Latifah, 2007, Kosmetik adalah sediaan yang
berfungsi untuk mempercantik diri, mengurangi bau badan dan pembersih serta
tak digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang dipakai pada tubuh bagian
luar (Walters and Roberts, 2008). Sekarang ini terdaoat banyak orang yang
memakai kosmetik yang tak aman dan bisa menimbulkan reaksi yang tak
diinginkan (Tranggono dan Latifah, 2007). Kemungkinan efek yang tak
diinginkan tersebut dipengaruhi oleh penggunaan pewarna tertentu yang
berbahaya untuk kesehatan, salah satunya Rhodamin B (Widana dan Yuningrat,
2007).
Menurut BPOM RI, 2011, Kosmetik merupakan perpaduan bahan yang
dipakai dibagian luar tubu, ronggat mulut sebagai pembersih dan gigi,
mempercantik diri, merubah tampilan, mengurangi bau badan, memelihara dan
menjaga tubuh agar mempunyai kondisi yang baik.
Menurut Wasitaadmadja, 1997, berikut ini persyaratan kosmetik yang
harus dipenuhi sebelum diproduksi dan dijual :
a. Memakai bahan yang standar dan persyaratan mutunya terpenuhi
b. Dibuat berdasarkan cara pembuatan kosmetik yang baik.

5
c. Memiliki izin dan terdaftar dari Badan BPOM. Terdapat 2 jenis pewarna
yang dipakai untuk pembuatan kosmetik, yakni :
1. Pewarna yang larut dalam air, minyak serta alkohol. Contohnya
pewarna asam sebagai golongan terbesar pewarna makanan, kosmetika
dan pakaian. Gugus azo adalah bagian terpenting dalam pewarna ini.
2. Pewarna yang tak larut dalam cairan dan tersusun dari bahan alami atau
sintetis.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Efek Kosmetik
Menurut Lina, 2017, berikut ini adalah faktor berpengaruh pada efek
kosmetik :
1. Manusia
Warna kulit serta jenis kulit yang berbeda bisa menimbulakn reaksi kulit
yang berbeda dikarenakan jenis pigmen melamun serta strukturnya
berbeda.
2. Iklim
Kulit manusia yang hidup dikawasan berikilim tropis dan sub tropis
memiliki karaktersitik tersendiri.
3. Kosmetika
Kosmetika yang berbahan kualitas rendah bisa membahakan kulit serta
kurang baik dalam pengolahan dapat menimbulkan respon negatif.
4. Gabungan dari ketiganya
Kulit yang terpapar dengan kosmetik berbahan kualitas buruk serta
diolah dengan kurang baik dan lingkungan yang tak cocok bagi pengguna
maka bisa menimbulkan efek yang tidak diinginkan untuk kulit.
2.1.3 Jenis-Jenis Reaksi Negatif oleh Kosmetik
Menurut Tranggono dan Latifah (2014), jenis reaksi negatif yang
terkandung didalam kosmetik antara lain yaitu :

6
a. Alergi
Kadang kala efek negative kosmetik pada kulit akan timbul beberapa
tahun kemudian, dikarenakang terkandungnya bahan alergenik untuk orang
tertentu saja sehingga efek alerginya akan muncul juga pada orang tertentu.
Menurut Tranggono dan Latifah, 2014, Umumnya penyebab dermatitis
pada bibir yaitu lipstick dikarenakan alergi. Gejalanya seperti bengkaknya
bibir, pecah-pecah dan hiperpigmentasi. Efek tersebut berasal dari bahan
lipstick seperti minyak, pewarna, pewangi, pengawet serta antioksidannya.
b. Fotosensititasi
Munculnya efek negative setelah penggunaan kosmetik yakni jika
terpaparnya kulit dengan sinar matahari, hal ini disebabkan karena terdapat
bahan yang bersifat photosensitizer. Reaksi ini bisa timbul pada kosmetik
yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid)..
2.2 Lipstik
2.2.2 Definisi Lipstik
Pewarna bibir adalah kosmetik yang dipakai untuk membuat bibir
berwarna secara artistic sehingga bisa menambah daya tarik wajah. Terdapat
jenis-jenis bentuk pewarna bibir seperti krim, cairan dan krayon (Lipstik).
Pewarna bibir modern yang diminati yaitu ketika digunakan pada bibir bisa
menimbulkan lapisan kering (Adliani, 2012).
Lipstik merupakan kosmetik yang berfungsi untuk mempercantik bibir
sehingga bisa menambah daya tarik pada wajah. Lipstick telah menjadi jati diri
untuk perempuan, karena mereka merasa akan percaya diri jika
menggunakannya ketika pergi ke tempat umum (Muliyawan dan Suriana,
2013).
Selain untuk mewarnai bibir, Lipstik juga dipakai untuk mengganti blush
on, eye shadow serta contouring wajah (Rahmi, 2017). Pewarna bibir dipakai
untuk memberi warna pada bibir sceara artistic dan bisa menambah daya tarik

7
pada wajah. Umumnya pewarna bibir berwujud krim dan cairan membentuk
lapisan yang mudah terlepas sehingga sangat tak diminati (Sampebarra, 2016).
Lipstik merupakan kosmetik untuk menghiasi bibir dengan warna tapi tida
menimbulkan iritasi pada bibir (Mukaromah, 2008). Menurut Tranggono dan
Latifah (2007), terdapat 2 sumber pewarna bibir yakni, pewarna alami yang
diperoleh dari bahan alam serta pewarna sintetis yang diperoleh dari senyawa
kimia yang bereaksi dengan senyawa lainnya.
2.2.3 Persyaratan untuk Lipstik yang di Tuntut oleh Masyarakat
Menurut Nuarti (2020). Berikut ini persyaratan lipstik :
1. Secara cukup terlapis pada bibir
2. Lama bertahan dibibir
3. Tak terlalu melekat dibibir
4. Tidak menimbulkan iritasi dan alergi pada bibir
5. Membuat bibir agar tetap lembab
6. Mewarnai bibir secara merata
7. Tampilan lipstik harus menarik
8. Tidak ada minyak yang tertetes, bagian permukaannya mulus
2.2.4 Parameter Keamanan Lipstik
Sangat dibutuhkan tingkat keamanan dari lipstick sehingga bisa digunakan
sehari-hari, Berikut ini parameter keamanan lipstick :
a. Mempunyai nomor izin edar dari Badan POM yang bisa dicek dari website
Badan POM (BPOM, 2011).
b. Melampirkan epired date, komposisi bahan serta informasi lainnya
c. Tidak memakai pewarna yang membahayakan kesehatan (BPOM,2011).
d. Lipstik yang aman tidak mengandung logam kontaminan berbahayaseperti
timbale (BPOM, 2011).

2.2.5 Penggolongan Lipstik

8
Menurut Nuarti (2020). Berikut ini penggolongan lipstick menurut jenis
dan fungsinya :
1. Gloss
Membuat bibir terlihat mengkilap seperti kaca karena bahan yang
terkandung didalamnya.
2. Matte
Membuat hasil powerdy pada bibir karena mengandung sedikit minyak
dan lebih banyak mengandung pigmen yang menyerap cahaya.
3. Satin
Membuat hasil antara gloss dan matte.
4. Cream
Membuat hasil yang lebih condong seperti matte, namun lebih lembut
dibibir. Sangat cocok didaerah beriklim dingin.
5. Long-Lasting
Memberikan hasil warna yang bertahan lama dan dipengaruhi oleh
banyaknya kandungan pigmen.
6. Transferprof
Berteknologi silicon non-volatil yang membuat tak mudah tertempel
pada pipi atau pakaian
2.2.6 Bahan-Bahan Utama Pada Lipstik
Menurut Tranggono (2007). Berikut ini adalah bahan utama pembuatan
lipstick :
1. Lilin
Berfungsi untuk membuat striktur kuat dan padat pada batang lisptik
meskipun disituasi hangat. Contohnya : paraffin waes, ozokerite dan
carnauba wax.

2. Minyak

9
Berfungsi untuk mengilaukan, melembutkan serta media penyebaran
pewarna. Contohnya : fattyacid alkylolamides dan castor oil.
3. Lemak
Berfungsi untuk melembutkan tekstur, peningkatan kekuatan lipstick
dan mengurangi keringat serta pecah dari lipstick. Contohnya : minyak
tumbuhan serta krim kakao.
4. Asetogliserid
Berfungsi untuk memulihkan sifat thixotropik batang lipstick agar tetap
konstan di suhu yang berubah-ubah.
5. Zat-zat Pewarna
Berfungsi untuk membuat lipstick lebih menarik, tentunya pewarna
yang digunakan harus berkategori aman sehingga tidak berbahaya ketika
digunakan.
6. Antioksidan
Tidak berubah untuk waktu yang lama, tidak merubah bau serta tidak
berfek toksik untuk tubuh.
7. Pengawet
Bakteri yang bisa menempel pada lipstick ketika digunakan bisa
menimbulkan beberapa permasalahan untuk itu pengawet digunakan untuk
membasmi bakteri tersebut,
8. Parfum
Bahan ini harus sanggup menutupi rasa serta bau yang kurang enak dari
lemak pada lipstick sehingga lebih enak untuk digunakan.
9. Surfaktan
Berfungsi untuk lebih mempermudah penyebaran partikel pigmen warna
pada zat padat.
2.3 Rhodamin B
2.3.2 Definisi Rhodamin B

10
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis, berwujud serbuk kristal,
warnanya merah keunguan, tidak mempunyai bau, berwarna merah terpencar
ketika dilarutkan. Pewarna ini dapat memberikan efek negative pada kulit serta
bisa berabahaya untuk kesehatan pada pemakaian yang lama. Reaksi negative
tersebut seperti iritasi ringan sampai berat (Hayat & Nursakinah, 2015).
Pewarna ini sering diapakai untuk produksi tekstil dan kertas. Apabila pewarna
ini berkontak dengan bibir maka akan menimbulkan iritasi. Badan POM
melakukan investigasi dan menemukan sebanyak hampir 10.000 produk
kosmetik salah satunya mengangdung Rhodamin B.
Rhodamin B bisa menimbulkan iritasi disaluran napas serta memiliki sifat
karsinogenik bila digunakan dalam waktu yang panjang. Hati juga akan
mengalami gangguan fungsi apabila pewarna ini menumpuk didalamnya.
Sebanyak 500 mg/KgBB Rhodamin B sudah bisa memberikan efek samping
akut bagi manusia dan kemungkinan bisa berefek toksik pada saluran cerna
(Deflora, 2018).
2.3.3 Kegunaan Zat Pewarna Rhodamin B
Rhodamin B dipakai untuk mewarnai produk tekstil, kertas serta reagen
dalam identifikasi Bismuth, Cobalt, Antimon dan lain sebagainya. Pewarna ini
sangat dilarang dalam pembuatan makanan, kosmetik dan obat (Permenkes
No.239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang ditanyakan sebagai
bahan berbahaya), akan tetapi pewarna ini sering disalahgunakan dan
ditambahkan pada kosmetik serta makanan.
Penggunaan Rhodamin B untuk waktu yang lama bisa membuat
penimbunan pada tubuh serta bisa membuat hati dan ginjal membesar,
terganggunya fisiologis tubuh, rusaknya hati ataupun bisa menimbulkan kanker
pada hati (Deflora, 2018).

11
Gambar 2.3.2 Struktur kimia Rhodamin B (Wisnu, 2008)
Senyawa ini rumus molekulnya C1NC1, berat molekulnya 479.000.
berbentuk kristal warna hijau atau serbuk ungu kemerahan, mudah larut dalam
air serta akan menjadi warna merah kebiruan serta kuat berflourensi (Wisnu,
2008).
2.3.4 Efek negatif penggunaan Rhodamin B
Apabila dikonsumsi pewarna ini bisa menimbulkan alregi, iritasi dalam
lambung, menimbulkan kanker serta bisa merubah fungsi sel (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Penggunaan dalam jangka panjang bisa
menyebabkan iritasi didalam saluran cerna, kulit serta bisa membuat mata ude,
dan kemerahan (Yamlean, 2011), dan bisa menyebabkan rusaknya limpa, hati
dan ginjal (Trestiati, 2003).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan dan Sihombing (1984)
bahwa penggunaan Rhodamin B secara oral pada mencit dalam jangka waktu 4
bulan bisa memperlihatkan perubahan pada tubuh seperti habisnya simpanan
lemak pada tubuh sehingga menimbulkan masalah gizi buruk, gangguan hati,
terubahnya ginjal pada bagian pielum dan menipis pada bagian korteks. Pada
tahun 1978 Pusat agensi penelitian internasional menyatakan bahwa
penggunaan Rhodamin B secara oral pada konsentrasi 0, 0,1, 0,25, 0,5, 1,0 %
sesudah 18 minggu akan menunjukan lambatnya perkembangan berat badan
pada tikus dan untuk konsentrasi 2% membuat tikus menjadi mati dalam waktu
42 hari (Minggu ke-6) yang disebabkan oleh rusaknya beberapa organ (Multi
organ).
2.3.5 Efek Rhodamin B Terhadap Tubuh

12
Rhodamin B mempunyai tingakatan toksik rendah, akan tetapi jika
digunakan dalam waktu panjang bisa menimbulkan efek negative seperti :
1. Menimbulkan iritasi disaluran napas jika terhirup.
2. Dapat menyebabkan iritasi pada mata.
3. Menimbulkan kanker karena bersifat karsinogenik
4. Menganggu fungsi hati dan merusak hati serta menimbulkan kanker hati
5. Apabila tertelan bisa mengiritasi saluran cerna seperti iritasi pada lambung.
6. Bisa merubah fungsi fisiologis dari sel karena bersifat mutagen
(Djarismawati, 2004).
Zat warna sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika
skep Dirjen POM No.0036/C/SK/II/90

Beberapa contoh zat pewarna sintetis yang diijinkan menurut Menteri


Kesehatan RI No.445/Menkes/V/1998

13
2.4

Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi adalah salah satu cara pemisahan suatu campuran komponen.
Pemisahan ini didasari atas penyaluran kompone difase gerak serta fase diam
yang memiliki kepanjangan gelombang sepanjang 254 dan 366 nm. Pemisahan
ini sering dipakai dalam analisa kualitati, kuantitatif serta preparatif. Sistem
KLT meliputi fase diam dan gerak (Jayanti dkk, 2015).
Teknik KLT hampir mirip dengan kromatografi kertas. Perbedaanya hanya
pada fase diam KLT memakai lapisan absorbent. Dibanding dengan
kromatografi kertas, KLT lebih cepat pemisahannya, sangat baik serta terdapat
banyak jenis absorbentnya. Keunggulan KLT juga dilihat dari perbedaan
afinitas dari analit, fase gerak dan diam dalam memisahkan campuran molekul
organik (Kumar et,al. 2013).
Cara kerja pemisahan analit pada KLT yakni dengan mengelusi analit
dnegan lempeng kemudian mengamati analit yang berpisah dengan
pengecatannya. Sederhananya, lempeng KLT bisa disediakan dilaboratorium,
kemudian lempeng ditempatkan pada wadah, hasil bisa dilihat dengan hanya
melihat menggunakan visual saja (Rohman, 2012 : 329).
Plat KLT terbuat dari kaca, logam ataupun plastik yang terlapis oleh
adsorben padat. Dalam perlakuan analisa campuran ditotol didekat bagian
bawah plat. Kemudian plat diletakkan pada dasar chamber dan membuat cairan
hanya mengenai bagian bawah plat saja. Cairan tersebut berupa eluen yakni
fase geraknya dan naik secara perlahan keatas plat melalui reaksi kapiler
(Kumar et al, 2013).

14
2.5 Keuntungan Kromatografi Lapis Tipis
Pelaksanaan KLT sangatlah mudah serta tak memakan banyak biaya dan
tak memerlukan banyak peralatan. Peralatan KLT bisa disediakan diberbagai
macam laboratorium dikarenakan peralatan yang diperlukan tidak banyak serta
sederhana (Abdul, 2009 : 45).
Nilai Rf sangat mempengaruhi hasil dari pelaksanaan KLT karena bisa
meruuk pada distribusi analit yang relative pada ujung depan fase gerak/eluen.
Nilai ini erat kaitannya dengan koefisien penyaluran komponen. Berikut ini
cara menentukan nilai Rf :

Rf =

Analisa secara kualitati bisa digunakan dengan melihat hasil nilai Rf


(Rohman, 2012 : 331).
2.6 Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis
KLT berpinsip kerja pada penyaluran zat dianatra fase diam dan fase gerak
yang mengalami pergerakan pada fase diam. Analit ditotolkan pada batas awal
pada plat. Plat dimasukkan kedalam chamber untuk dikembangkan dan hanya
sedikit saja bagian plat terkontak dengan cairan didalam chamber. Pelarut akan
bergerak naik diatas fase diam/plat. Pergerakan naik senyawa bergantung pada
sifat fisik dan struktur molekul dari senyawa (Kumar et al, 2013).
Rf (Retardation Factor) merupakan tanda sifat dari senyawa KLT serta
ditentukan dalam pecahan decimal. Walaupun menggunakan pelarut yang sama
akan tetapi bisa menghasilkan nilai Rf yang berbeda karena masibg-masing
adsorben mempunyai sifat tersendiri. Hal-hal yang bisa berpengaruh pada nilai
Rf yakni adsorben, pelarut dan jumlah bahan yang digunakan. Nilai Rf akan
besar apabila jarak geraknya besar juga (Kumar et al, 2013).
Beberapa faktor yang mempengaruhi Reprodusibilitas nilai Rf yaitu
kualitas adsorben, kelembapan, jarang pengembangan serta suhu keadaan

15
sekitar. Kelebihan sampel bisa membuat peningkatan yang sedikit untuk nilai
Rf. Pembuatan larutan yang tidak tepat juga bisa membuat nilai Rf menjadi
terlalu besar. Sehingga hasil yang didapat tidak begitu baik (Srivastava, 2011).
1. Fase Diam
Fase ini berupa penyerap berdiameter partikel 10 s.d 30 mikrometer. Fase
diam yang baik apabila ukuran rata-ratanya kecil dan sempit sehingga KLT
berjalan secara efisien (Sakinah, 2013). Beberapa penyerap umum yang dipakai
yakni alumina, gel, silica gel dan fase kiral (Gocan, 2002).
Berikut ini contoh adsorben yang dapat digunakan beserta penggunaannya
(Gritter et,al. 1991):

Silica gel yang paling banyak dipakai untuk KLT. Hal ini disebabkan sifat
polar dari silica gel sehingga bisa menjadi fase diam sebagian besar zat kimia.
(Gritter et al, 1991).

16
2. Fase Gerak
Adalah media pengangkut untuk pelarut yang digunakan. Fase gerak terjadi
karena ada gaya kapiler, terdapat 2 juenis pelarut yang digunakan yakni pelarut
analitik dan multikomponen yang berupa campuran maksimal 3 jenis pelarut
(Stahl, 1998).
Pengelompokkan eluan terbagi menjadi 2 yaitu pemisahan senyawa lipofil
dan hidrofil. Kedua eluen ini memiliki karakteristik serta sifat tersendiri dalam
menarik senyawa. Pemilihan eluen yang akan digunakan harus disesuaikan
dengan senyawa apa yang nanti akan dianalisa (Puspita, 2009).
Diperlukan optimasi dari campuran eluen agar mendapat eluen yang baik.
gandjar dan rohman, 2017 menyatakan bahwa terdapat beberapa pertimbangan
dalam memilih eluen yakni :
1. Memiliki tingkat kemurnian tinggi dikarenakan KLT sangatlah sensitif.
2. Harus diatr daya eluasinya sehingga bisa memberikan nilai Rf pada rentang
0,2 s.d 0,8 sehingga bisa mendapat hasil yang baik.
3. Harus selektif memilih pelarut yang akan ditambahkan sehingga tidak
menaikkan nilai Rf secara signifikan.
4. Solut ionic dan polar sebaiknya dipakai campuran pelarut sebagai
eluennya. Sedikit penambahan asam bisa meningkatkkan solute yang
bersifat asam dan basa.
4.1 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer merupakan alat pengukur absorban dengan melihat
fungsi panjang dari gelombang, cahaya akan diserap oleh media pada panjang
gelombang bergantung pada tebentuknya warna atau senyawa (Cairns, 2009).
Spektrofotometer adalah alat pengukur absorbansi dnegan melewatkan
cahata dnegan penjang gelombang di satu objek kaca (Kuvet). Hanya sebagian
cahaya saja yang terserap. Konsentrasi larutan kuvet harus sebanding dengan
cahay yang terserap (Sastrohamidjojo, 2007).

17
Spektrofotometer Sinar Tampak (UV-Vis) merupakan cara mengukur
energy cahaya oleh sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002).
Panjang gelombang sinar ultra violet (UV) yakni 200 s.d 400 nanometer serta
panang gelombang sinar tampak yakni 400 s.d 750 nanometer. Cara ini dipakai
dalam pengukuran besaran energy yang terserap. Sinar akan melewati larutan
yang terkandung zat yang bisa menyerap sinar tersebut (Harmita, 2006).
Pengukuran dengan metode ini menggunakan alat spektrofotometer yang
membutuhkan energy elektrik yang agak besar untuk molekul yang
diidentifikasi, sehingga alat ini kebanuyakan digunakan untuk identifikasi
secraa kuantitatif. Hukum lambert-beer sering digunakan dalam penentuan hasil
dari absorban pada panjang gelombang tertentu (Rohman, 2007).
Hubungan linear antara penyerap dan kadar larutan analit serta berbanding
balik dengan transmitan merupakan teori hukum Lambert-Beer. Berikut ini
beberapa batasan yang terdapat pada hukum ini (Rohman, 2007) yaitu :
a. Anggapan monokromatis untuk sinar yang dipakai
b. Teradinya absorbs dalam satu volume dan memiliki penampang yang sama
c. Senyawa yang terserap tidak bergantung pada kandungan senyawa dalam
larutan
d. Tidk terjadi fluoresensi atau fosforesensi
e. Indeks bia tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam persamaan (Rohman, 2007) :
A = a. b. c.
Keterangan :
A = absorban
a = absorpsivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Persyaratan dianalisisnya senyawa menggunakan spektrofotometri yakni
karena terdapat gugus kromofor yang terkandung didalam senyawa yang akan

18
diteliti. Gugus ini merupakan gugus yang menyerap radiasi sinar UV serta
tampak apabila diikat dengan ausokrom. (Harmita,2006).
4.2 Instrument Spektrofotometri UV-Vis
Menurut Khopkar (2003) Instrument Spektrofotometri UV-Vis adalah :
a. Sumber Cahaya
Cahaya yang digunakan bersumber dari lampu wolfram. Untuk daerah UV
dipakai lampu hydrogen ataupun deuterium. Keunggulan dari lampu wolfram
yakni tak bervariasinya energy radiasi yang terbebaskan pada berbagai panang
gelombang.
b. Monokromator
Merupakan peralatan yang dipakai utnuk memecahkan cahaya polikromatis
dan menghasilkan cahaya monokromatis (Tunggal) dengan komponen panang
gelombang tersendiri.
c. Wadah sampel (kuvet)
Adalah media sampel yang akan dianalisa. Wadah ini digunakan dalam
analisa kuantitatif serta kualitatif untuk ukuran 190 s.d 1100 nm.
d. Detektor
Berfungsi untuk merubah sinar menjadi sinyal listrik oleh amplifier serta
akan ditampakan angka-angka reader pada rekorder.
e. Visual Display/Recorder
Adalah alat yang bisa memperlihatkan besarnya sinyal listrik yang hasilnya
berupa % tranmitan ataupun absorbansi.
4.3 Prinsip Kerja Spektrofotometri
Cahaya polikromatis diteruskan melewati lensa ke monokromator.
Kemudian cahaya tersebut akan diubah menjadi cahaya monokromatis
(Tunggal). Berkas cahaya tertentu dilewatkan pada sampel yang telah
terkandung zat pada konsentrasi tertentu. Maka, didapatkanlah cahaya yang
terserap serta terlewatkan. Cahaya yang terlewatkan akan dibaca oleh detector.
Kemudian cahaya yang diterima akan dihitung sehingga diperolehlah hasil

19
cahaya yang terserap pada sampel. Kadar zat pada sampel harus sebanding
dengan cahaya yang terserap sehingga kadar yang terkandung dalam zat bisa
diketahui (Triyati, 1985).
Berikut ini hal yang harus diketahui pada analisa Spektrofotometri UV-Vis
menurut Rohman (2007) :
1. Terbentuknya molekul yang bisa mengabsorbsi sinar UV-Vis, hal ini perlu
dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah
tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa
lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu.
2. Waktu Oprasional (operating time), cara ini biasa digunakan untuk
pengukuran hasil reaksi atau pembentukkan warna. Tujuannya adalh untuk
mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu oprasional akan
ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan
absorbansi larutan.
3. Pemilihan Panjang Gelombang, panjang gelombang yang digunakan untuk
analisiskuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi
maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan
membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang
dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini berjeni eksperimental laboratorik yaitu mengidentifikasi
dan menentukan nilai Rf serta kadar Rhodamin B yang terdapat pada sediaan
Lipstik lokal yang beredar di Kota Gorontalo.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas
Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Alat yang akan digunakan yaitu, timbangan analitik, batang pengaduk, alat-
alat gelas, pipet tetes, tabung, rak tabung, kromatografi lapis tipis,
spektrofotometri UV-Vis, tabung reaksi, lampu UV 254 nm.
2. Bahan
Bahan yang akan digunakan yaitu, 3 sampel sediaan lipstik yang sudah
memiliki BPOM dan yang belum, aquadest, ammonia, asam klorida pekat, etil
asetat, N-butanol, Plat Silika Gel, Methanol, Rhodamin B dan kertas saring.
3.4 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Sampel sediaan lipstik yang beredar di toko kecantikkan di Kota Gorontalo
2. Sampel
Sampel yang diambil dari populasi sesuai dengan yang sering digunakan oleh
masyarakat dan warnanya mencolok.
3.5 Analisis kualitatif Rhodamin B
1. Pembuatan Larutan Uji
Ditimbang sampel kurang lebih 0,5 g kemudian diisi didalam tabung reaksi,
tambahkan HCl 4 Nsebanyak 4 tetes dan methanol sebanyak 2 ml, lalu dilelehkan

21
pada penangas air, kemudian ditambahkan methanol hingga 10 ml, setelah itu
diaduk hingga homogeny dan disaring dengan kertas saring (A)..
2. Pembuatan Larutan Baku
Rhodamin B sebanyak kurang lebih 5 mg dilarutkan menggunakan methanol
lalu dikocok hingga larut (B)
3. Pembuatan Campuran Larutan Uji dan Baku Pembanding
Untuk membuat larutran C dengan cara mencampurkan kedua larutan
sebelumnya yakni A dan B.
3.6 Identifikasi Sampel
Larutan uji, larutan baku, dan larutan campuran ditotol pada plat KLT
berukuran 20 × 20 cm dengan cara terpisah menggunakan pipet pada jarak 2 cm
dari bagian bawah plat dan jarak penotolan 1,5 cm dibiarkan beberapa saat
sampai mongering. Kemudian plat KLT dimasukkan kedalam gelas beker yang
sudah berisi eluen yang telah dijenuhkan dengan bergerak naik keatas. Larutan
eluen dibuat dari etil asetat – methanol – amoniak dengan perbandingan masing-
masing yaitu 15 : 6 : 3 (Syakri, 2017).
Kemudian lempeng dikeluarkan dan dikeringkan. Diamati noda pada bawah
sinar UV 254 nm apabila noda berflourosensi kuning pada lampu maka hasilnya
positif mengandung Rhodamin B bila berwarna merah muda secara visual.
Kemudian nilai Rfnya dihitung, hasil positif menunjukan hasil selisih kurang dari
0,2 antara bahan baku dan sampel (Depkes, 1988).
3.7 Analisis Rhodamin Secara Kualitatif
1. Pembuatan Larutan Rhodamin B 1000 ppm
Dengan menggunakan labu ukur 50 ml, sebanyak 50 mg Rhodamin B
dicampurkan dengan methanol. Dimasukkan setengahnya terlebih dahulu apabila
sudah tercampur maka dicukupkanlah sampai dengan tanda batasnya.
2. Pembuatan Larutan Rhodamin B 50 ppm
Dengan menggunakan labu ukur 50 ml sebanyak 2,5 ml larutan Rhodamin B
1000 ppm dipipet dan dilarutkan dengan methanol. Dimasukkan sedikit methanol

22
terleboh dahulu. Jika sudah tercampur rata maka dicukupkanlah sampai tanda
batas.
3.8 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B
Diambil larutan Rhodamin B sebanyak 2 ml dicampurkan dengan methanol
dalam labu ukur 50 ml (2 ppm). Serapan maksimum diukur pada panjang
gelombang 400 s.d 800 nm dengan memakai methanol (Larutan Blangko).
3.9 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi
Larutan Rhodamin B 50 ppm dimasukkan kedalam gelas kimia 50 ml
dengan volume 2, 4, 6, 8, 10 ml (2, 4, 6, 8, 10 ppm) kedalam masing-masing
gelas ukur kemudian ditambahkan methanol sampai tanda kalibrasi.
3.10 Uji Kuantitatif Sampel
Sebanyak kurang lebih 5 g sampel dimasukkan kedalam gelas ukur,
tambahkan HCl 4 N sebanyak 16 tetes, methanol sebanyak 30 ml, kemudian
disaring serta sebanyak 3 ml filtrate pertamanya dibuang, cara kerja tersebut
diulangi kembali hingga larutan sampel menjadi jernih. Gelas ukur 50 ml sebagai
penampung filtrate. Kemudian tambahkan dengan methanol hingga tanda batas
dan dicampurkan. Selanjutnya, filtrate sebanyak 2 ml diisi didalam labu ukur 25
ml, kemudian dicukupkanlah dengan methanol hingga tanda pada labu kemudian
dicampurkan. Setlah itu dilakukanlah pengukuran pada serapan spektro UV-Vis
pada panjang gelombang 545 nm.

23

Anda mungkin juga menyukai