Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ANALISIS KEBIJAKAN KURIKULUM 2013 (K13)


Di susun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Kebijakan Pendidikan
DosenPengampu : Muliatul Maghfiroh, M. PD.I

Oleh:
1. Muzammil
2. Maimina
3. Ubaidil Qudus

KELAS I (SATU)
JURUSAN TARBIYAH
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA’ARIF SAMPANG
2019-2020

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang sudah memberikan kesehatan
jasmani dan rohani sehingga kita masih bisa menikmati indahnya Alam ciptaan-Nya.
Sholawat serta salam kita haturkan kepada teladan kita semua Nabi Muhammad
Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberitahu kepada kita jalan yang benar
berupa ajaran agama yang sempurna serta menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena dapat merampungkan makalah yang menjadi tugas
dalam mata pelajaran management penddidikan dengan judul

"ANALISIS KEBIJAKAN K13”.

Selain itu, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang
sudah membantu sampai makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, apabila ada
kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini, kami sangat berterima
kasih.

Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita semua. Amin.

Sampang, November 2019

Penulis

II
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN (COVER).................................................................................I

KATA PENGANTAR...............................................................................................II

DAFTAR ISI ...........................................................................................................III

BAB I LATAR BELAKANG .....................................................................................1

BAB II TEORI .........................................................................................................3

BAB III FORMULASI KEBIJAKAN..........................................................................9

BAB IV IMPLEMENTASI ........................................................................................11

BAB V EVALUASI ..................................................................................................13

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................................14

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................16

III
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kurikulum 2013 dikembangkan berbasis pada kompetensi sangat


diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah; (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
dan (3) warga negara yang demokratis, bertanggung jawab.

Sebenarnya Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah


lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis
pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.

Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai


tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal.

1. Tantangan Internal

a. Pemenuhan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi


standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar
penilaian, dan standar kompetensi lulusan.

b. Perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan


penduduk usia produktif. SDM usia produktif yang melimpah apabila memiliki
kompetensi dan keterampilan akan menjadi modal pembangunan yang luar
biasa besarnya. Namun, apabila tidak memiliki kompetensi dan keterampilan
tentunya akan menjadi beban pembangunan.

2. Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain


berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa
depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta
berbagai fenomena negatif yang mengemuka.

1
a. Tantangan masa depan antara lain globalisasi, kemajuan teknologi
informasi.

b. Kompetensi masa depan antara lain kemampuan berkomunikasi,


kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan menjadi warga negara yang
bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap
pandangan yang berbeda, dan memiliki kesiapan untuk bekerja.

c. Persepsi masyarakat antara lain terlalu menitikberatkan pada aspek


kognitif, beban siswa terlalu berat, kurang bermuatan karakter.

d. Perkembangan pengetahuan dan pedagogi antara lain Neurologi,


Psikologi, Observation based [discovery] learning dan Collaborative learning.

e. Fenomena negatif antara lain perkelahian pelajar, narkoba, korupsi,


plagiarisme, dan kecurangan dalam Ujian (Contek, Kerpek..)

2
BAB II

TEORI

Teori adalah cara untuk mengembangkanya, diantara caranya adalah

1. Pengembangan Pendidikan Dari Aspek Kurikulum Berdasarkan

Pendekatan Humanis

Pendekatan humanis bertujuan mengembangkan jiwa dan semangat

belajar. Berdasarkan teori dan prakteknya bahwa pendekatan humanis

mampu menciptakan rasa demokrasi dan kebersamaan di antara peserta

didik dan pendidik. Pendekatan humanis menjadikan setiap orang

memiliki rasa terbuka dengan sesama sehingga membangun budaya yang

saling membutuhkan dan tidak adanya perbedaan. Pendekatan humanis

menciptakan komitmen kemanusiaan yang tinggi di antara peserta didik

sehingga memunculkan jiwa dan semangat serta kebebasan dalam

berintelektual, pengembangan moral sesuai dengan dasar-dasar filosofis

bangsa. Untuk menciptakan kebersamaan dan kebebasan dalam

berintektual sebagai bagian dari pendekatan humanis, maka melalui

pendidikan pendekatan humanis dapat dikembangkan sebagaimana yang

ditawarkan Rosseau dan Pestalozi dalam Research Journal (EIIRJ) Bi-

monthly Reviewed Journal July/Aug 2013 y:

2. PENDEKATAN SAINTIFIK

Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah merupakan suatu proses

3
ilmiah dalam pembelajaran. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan

esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini

sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan,

dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang

memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan pelararan

induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive

reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian

menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang

fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara

keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik

ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan

fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan

simpulan umum.

Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena

atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan

pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian

(method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat

diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang

spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas

pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemjdian memformulasi

dan menguji hipotesis.

Sementara itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri


bahwa pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran

didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah,

menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Komponen-komponen tersebut

seyogyanya dapat dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran, tetapi

bukanlah sebuah siklus pembelajaran[8]. Berikut penjelasan komponen dari

4
pendekatan saintifik [9]

1. Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses

pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan

tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik

senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan

mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu

persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika

tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin

tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan

yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta

bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi

pembelajaran yang digunakan oleh guru.

2. Menanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk

meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan

pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia

membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika

guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia

mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang

baik.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata,

5
pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah

“pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga

dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan

tanggapan verbal. Kriteria pertanyaan yang baik adalah singkat dan jelas,

menginspirasi jawaban, memiliki fokus, bersifat probing atau divergen,

bersifat validatif atau penguatan,memberi kesempatan peserta didik untuk

berpikir ulang,merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif, dan

merangsang proses interaksi.

3. Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan

pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk

menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif.

Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih
aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan

sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk

memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud

merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak

bermanfaat.

Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan

merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna

menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks

pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak

merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah

asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan

beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian

memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer

6
peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi

dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di

memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya

yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari

persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas

konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau

kedekatan dalam ruang dan waktu.

Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan

berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik

dengan peserta didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan

respons (S-R). Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen

Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip

dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi,

yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut

Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta


didik terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba.

4. Mencoba

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta

didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi

atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta

didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan

kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan

proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta

mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk

7
mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan,

dan pengetahuan.

Cara-Cara di atas dapat kita sosialisasikan melalui dunia nyata dan dunia

Maya atau dengan diskusi dll, Kepala sekolah di masing-masing jenjang

Berasama stake-holdersjuga sangat mampu untuk menerapkanya dan

Mengontrol kegiatan/system ini.

8
BAB III

FORMULASI KEBIJAKAN

FORMULASI KEBIJAKAN

Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan


tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya
dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping
itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya
sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap
formulasi (Wibawa; 1994, 2).

menurut Winarno (1989, 53),Formulasi kebijakan sebagai suatu proses, dapat


dipandang dalam 2 (dua) macam kegiatan. Kegiatan pertama adalah
memutuskan secara umum apa yang apa yang harus dilakukan atau dengan
kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan tentang suatu
alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang menyetujui adalah hasil
dari proses seluruhnya. Sedangkan kegiatan selanjutnya diarahkan pada
bagaimana keputusan-keputusan kebijakan dibuat, dalam hal ini suatu
keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seseorang pejabat atau lembaga
resmi untuk menyetujui, mengubah atau menolak suatu alternatif kebijakan
yang dipilih.[1]

Adapun menurut Nigro and Nigro (Islamy; 1991, 25), faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan adalah :

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar.

Walaupun ada pendekatan formulasi kebijakan dengan nama “rationale


comprehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan harus
mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian
rasional semata, tetapi proses dan formulasi kebijakan itu tidak dapat
dipisahkan dari dunia nyata, sehingga adanya tekanan dari luar ikut
berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan.

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama.

Kebiasaan lama organisasi seperti kebiasaan investasi modal, sumber-sumber


dan waktu terhadap kegiatan suatu program tertentu cenderung akan selalu
diikuti, meskipun keputusan-keputusan tersebut telah dikritik sebagai sesuatu
yang salah sehingga perlu dirubah, apalagi jika suatu kebijakan yang telah ada
dipandang memuaskan.

9
c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi.

Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan banyak


dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya, seperti dalam proses penerimaan atau
pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat
keputusan berperan besar sekali.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar.

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan juga sangat berpengaruh,


bahkan sering pula pembuatan keputusan dilakukan dengan
mempertimbangkan pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada
diluar proses formulasi kebijakan.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.

Pengalaman latihan dan pengalaman pekerjaan yang terdahulu berpengaruh


pada pembuatan keputusan atau bahkan orang-orang yang bekerja di kantor
pusat sering membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keadaan
dilapangan, hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran bahwa delegasi
wewenang dan tanggung jawab kepada orang lain akan disalahgunakan.

Aktivitas-aktifitas sekitar

formulasi Juga bisa diartikan interaksi peranan antar peserta perumusan


kebijakan pendidikan baik yang formal maupu yang tidak formal. Peserta
perumusan kebijakan tersebut sangat bergantung seberapa besar para peserta
dapat memainkan peranannya masing-maisng dalam memformulasikan
kebijakan. Dengan demikian rumusan kebijakan adalah karya group, baik group
yang menjadi penguasa formal maupun yang menjadi mitra dan rivalnya.
Mereka saling mengintervensi, Saling melobi bahkan salin mengadakan
bargaining.

Agar rumusan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan yang baik, haruslah


memenuhi kriteria berikut: pertama, rumusan kebijakan, termasuk kebijakan
pendidikan tidak mendektekan keputusan spesifik atau hanya menciptakan
lingkungan tertentu. Kedua, rumusan kebijakan, termasuk kebijakan
pendidikan, dapat dipergunakan menghadapi masalah atau situasi yang timbul
secara berulang. Hal ini berarti, bahwa waktu , biaya dan tenaga yang telah
banyak dihabiskan, tidak sekedar dipergunakan memecahkan satu masalah
atau satu situasi saja

10
BAB IV

IMPLEMENTASI

implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus


besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the
means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu);
dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap
sesuatu (Webster dalam Wahab (2006:64))

Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia

Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan


merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga
negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan
bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku,
etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin keberpihakan
kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan
ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakan layanan
pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.

Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan


program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah
penduduk yang luar biasa dan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah
lagi Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat pluralistik, dengan
tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut adanya sistem
pendidikan nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
seluruh rakyat.

Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu
perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan
perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi
perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan
lingkungan global. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi membuat
Inonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan
informasi, membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh
juga berpengaruh ke Indonesia.[5]

Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan, sebagai


wujud dari implementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS). Dengan MBS, maka sekolah-sekolah yang selama ini
dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih leluasa bergerak, sehingga mutu dapat
ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih
besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan

11
masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan.
Tanggung jawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi
juga oleh sekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan
keputusan ke tingkat yang paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus
memperkuat kehidupan berdemokrasi melalui desentralisasi kewenangan,
sumber daya dan dana ke tingkat sekolah sehingga sekolah dapat menjadi unit
utama peningkatan mutu pembelajaran yang mandiri (kebijakan langsung,
anggaran, kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri
merupakan program nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang
Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1):
“Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”

Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap, adaptif,


kreatif, dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal, dan
pada saat yang sama mampu menilai kelebihan dan kelemahan internalnya
untuk terus meningkatkan diri.

Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan


pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola
sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.

Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan


pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang
dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan
tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-holders), terutama yang
mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan. Implikasinya adalah
pemberian kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk
mengelola pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan
kebutuhan daerahnya. Juga, melakukan perubahan kelembagaan untuk
memenuhi dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan dan
pelaksanaan, serta memberdayakan sumber daya manusia, yang menekankan
pada profesionalisme.[6]

12
BAB V

EVALUASI

Kata evaluasi berasal dari Bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran,
sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.[7]

Menurut Arikunto (2004 : 1) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah
menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan
kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan. Sedangkan, Lessinger
(Gibson, 1995: 374) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses penilaian dengan jalan
membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan kemajuan atau prestasi nyata yang
dicapai. Gibson dan Mitchell (Indrakusuma, 1993) juga berpendapat bahwa proses evaluasi
adalah untuk mencoba menyesuaikan data objektif dari awal hingga akhir pelaksanaan
program sebagai dasar penilaian terhadap tujuan program

Macam-Macam Evaluasi Kebijakan Pendidikan

Evaluasi kebijakan pendidikan dapat digolongkan sesuai dengan berbagai macam sudut tinjau.
Penggolongan dengan berbagai macam sudut tinjau ini, justru akan memperkaya khazanah
dan perspektif evaluasi kebijakan. Dengan demikian, hakikat evaluasi kebijakan ini akan
tertangkap secara jelas.[8]

Ditinjau dari segi waktu mengevaluasi, evaluasi kebijakan pendidikan dapat digolongkan
menjadi dua. Pertama, yang berasal dari pandangan linier, evaluasi dilaksanakan setelah
implementasi kebijakan.Berarti, menurut pandangan linier ini, yang dievaluasi terutama adalah
implementasi kebijakan. Kedua, yang berasal dari pandangan komprehensif, evaluasi
dilaksanakan di hampir setiap tahap proses kebijakan. Evaluasi dilaksanakan baik pada saat
perumusan, legitimasi, komunikasi, implementasi, partisipasi bahkan terhadap evaluasinya
sendiri. Setiap tahapan proses kebijakan senantiasa dievaluasi, dan setelah itu kemudian
diadakan perbaikan.

Ditinjau dari kriteria evaluasi, dapat dibedakan atas dua golongan, antara lain:

1. Evaluasi yang menggunakan kurikulum. Kriterium ini lazimnya berupa kriterium mengacu
kepada yang sudah terstandar (standard criteria reference). Yang pertama ini berarti telah
dibuat patokan secara nasional dan daerah-daerah yang melaksanakan kebijakan tersebut
harus menjadikannya sebagai patokan.

2. Kriterium yang dibuat berdasarkan acuan norma (norm criteria reference). Yang kedua
lebih menunjuk kepada, apakah suatu daerahyang melaksanakan kebijakan tersebut, berada
dibawah atau di atas rata-rata daerah-daerah secara rasional.

13
BAB VI

KESIMPULAN & REKOMENDASI

KESIMPULAN

Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan


yang di hadapi,baik tantangan internal maupun tantangan eksternal.

kepala sekolah sebagai pendidik dalam implementasi kurikulum 2013

dilakukan oleh kepala-Kepala sekolah dengan memberi pengarahan

kepada guru agar dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013 pengarahan dilakukan melalui kegiatan rapat bulanan,

supervisi dan fasilitasi pelatihan, pengarahan tersebut difokuskan dalam hal :

(1) menyusun perencanan pembelajaran yang memuat rencana


pengembangan

sikap, pengetahuan dan ketrampilan,

(2) pelaksanaan pembelajaran saintifik,

(3) pelaksanaan penilaian autentik.

Peran kepala sekolah sebagai penyelia (supervisor) dalam implementasi

kurikulum 2013 dilakukan oleh Kepala-Kepala Sekolah di masing jenjang


dengan melakukan pemantauan, penilaian dan pembimbingan pelaksanaan
kurikulum

2013 melalui kegiatan supervisi perencanaan pada awal semester yang

difokuskan pada perencanaan yang memuat pengembangan sikap,

pengetahuan dan ketrampilan, supervisi pelaksanaan pada pertengahan

Semester dengan melakukan kunjungan kelas guna memastikan pelaksanan


pembelajaran saitifik dilaksanakan dengan benar dan supervisi penilaian
padaakhir semester guna memastikan pelaksanaan penilaian autentik
dilaksanakana dengan benar..

Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik


merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi
kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah
selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam

14
mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada
ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi.

Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa


yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-
olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya,
tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak
akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan
dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.

evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang membandingkan antara


hasil implementasi kebijakan dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan
untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kebijakan kemudian akan tersedia
informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai sehingga
bisa diketahui bila terdapat selisih antara standar yang telah ditetapkan dengan
hasil yang bisa dicapai.

REKOMENDASI

Atas dasar hasil penelitian mengenai peran kepala sekolah dalam implementasi

kurikulum 2013 direkomendasikan

1). Agar Kurikulum 2013 dapat diimplementasikan secara efektif diperlukan

peran kepala sekolah guna mendukung guru dalam melaksanakan


kegiatan-kegiatan yang menjadi tuntutan pada kurikulum 2013.

2) Pembinaan dan pembimbingan kepada kepala sekolah perlu dilakukan oleh

pihak-pihak yang kompeten supaya Kepala Sekolah dapat melaksanakan

perannya dalam impelemtasi kurikulum 2013 secara maksimal.

3).Perlu penelitian lebih lanjut terhadap solusi yang mungkin dapat dilakukan

guna mengatasi berbagai kendala yang muncul dalam implementasi

kurikulum 2013.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali Mufiz, Pengantar Administrasi Negara, Jakarta,:Universitas Terbuka


Depdikbud, 1999

Arikunto, Suharsimi. 2004.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi


Aksara.

Gibson, J.L, Ivan Cevich and Donelly.1995. Organisasi dan Manajemen:


Perilaku, Struktur, dan Proses. Jakarta: Erlangga

Imron, Ali. 2008. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi


Aksara.

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta:


Gajah Mada University Press

Gunawan, H. Ary,.1986.Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia ,


Jakarta :Bina Aksara.

Riant Nugroho D, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan


Evaluasi, Jakarta, PT Alex Media Komputindo, 2003

[1] Imron, Ali. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. (Jakarta: Bumi


Aksara,2008)

[2] Ibid.,

[3] Ali Mufiz, Pengantar Administrasi Negara, (Jakarta,:Universitas


Terbuka Depdikbud, 1999) ,hal. 108

[4]Riant Nugroho D, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan


Evaluasi,( Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2003), hal.179

[5] Gunawan, H. Ary,. Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia ,


( Jakarta :Bina Aksara,1986).

[6] Ibid.,

16
[7] Arikunto, Suharsimi, .Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.(Jakarta: Bumi
Aksara,2004).

8 Diklat Guru Dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta:


Kemendikbud, 2013)

9 http://p4tksb-jogja.com/index.php, tanggal akses 22 Mei 2014

17

Anda mungkin juga menyukai