Anda di halaman 1dari 31

PERILAKU KERJA PERAWAT DI RUANGAN INSTALASI GAWAT

DARURAT

Disusun oleh:

Kelompok 4 Tim 5

1. Nabila Aljayusi Siregar171101128


2. Ori Safitri Marito Saragih 171101130

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal
mungkin.Adapun makalah yang berjudul “Perilaku Kerja Perawat di Ruang
Instalasi Gawat Darurat” untuk menambah pengetahuan kami terkait materi
tersebut dan juga untuk memenuhi tugas praktik klinik Managemen Keperawatan.

Besar harapan kami makalah ini dapat berguna serta bermanfaat dalam
menambah wawasan dalam bidang Managemen Keperawatan dari pembaca.
Makalah ini juga masih memiliki banyak kekurangan sehingga diharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk kami selaku kelompok 4 tim 5 yang telah
menyusun makalah ini agar makalah ini dapat lebih baik lagi kedepannya.

Medan, 21 April 2021

Kelompok 4 Tim 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………iii

BAB 1 PENDAHULUAN …………........................................................ 1

1. Latar belakang …………………………………………………………. 1


2. Rumusan masalah ……………………………………………………… 1

BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………………… 3

1. Defenisi perilaku kerja Perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat………3


2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kerja perawat di ruang Instalasi
Gawat Darurat……………………………………………………………3
3. Perilaku kerja perawat di Instalasi Gawat Darurat……………………...
3.1 Perilaku kerja perawat dalam melaksanakan keselamatan kerja di
Instalasi Gawat darurat………………………………………………5
3.2 Perilaku kerja perawat dalam melaksanakan triage di ruang Instalasi
Gawat Darurat……………………………………………………….7
3.3 Perilaku kerja perawat dalam pendokumentasian asuhan
kepewaratan………………………………………………………….9
BAB 3 PENUTUP PENUTUP…………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Perilaku perawat dengan kemampuan perawat sangat berperan penting
dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa,
kurangnya perhatian/motivasi, kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang
tidak memperdulikan dan menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya
kesalahan dan akan mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss
(Kejadian Nyaris Cedera/KNC) atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD) selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan
memodifikasi perilaku. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif dan tindakan
yang mengutamakan keselamatan pasien[ CITATION Lom16 \l 1033 ](halaman 2
paragraf 2).
Hasil penelitian Demak (2013) mengenai analisis penyebab perilaku aman
bekerja pada perawat di Rumah Sakit Islam Asshobirin Tangerang Selatan
menyatakan bahwa bentuk perilaku tidak aman pada perawat yaitu tidak memakai
sarung tangan ketika tindakan menyuntik dan memasang infuse serta tidak
menggunakan sepatu yang sesuai. Faktor yang menyebabkan perawat berperilaku
tidak aman yaitu sikap negative perawat yang tidak disiplin dalam menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku
di RS Islam Asshobirin belum sesuai dengan standar [ CITATION Naz17 \l 1033 ]
(halaman 2 paragraf 6)
Pelayanan keperawatan di Gawat Darurat menjadi salah satu area yang
paling sensitive diantara pelayanan keperawatan yang lain karena adanya factor
urgency dan crowding (Aacharyaet, 2011 dalam Kurniawan 2018) (Halaman 1
paragraf 1). Beban kerja, keramian, bencana, kemtian dan kondisi pasien yang
kritis mengakibatkan lingkungan kerja di IGD lebih kompleks dan penuh stress
(Healy dan Tyrell, 2011 dalam Kurniawan 2018) (Halaman 1 paragraf 1).Hal
tersubut dapat mempengaruhi perawat dalam menerapkan perilaku kerja saat
berada di ruangan Instalasi Gawat darurat.

1
2. Rumusan Masalah
1. Defenisi perilaku kerja Perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat
2. Apa saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kerja perawat di
ruang Instalasi Gawat Darurat
3. Bagaimana perilaku kerja perawat di Instalasi Gawat Darurat

2
BAB II

PEMBAHASAN
1. Defenisi perilaku kerja Perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat
Perilaku perawat dalam pelayanan keperawatan merupakan suatu tanggapan
dan tindakan terhadap kebutuhan dan keinginan dari para pasien. Perilaku perawat
pelaksana dalam asuhan keperawatan merupakan kinerja perawat yang
menerapkan perilaku caring dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu individu,
psikologis, dan organisasi[ CITATION Sup15 \l 1033 ] halaman 192 paragraf 2.
Persepsi perilaku caring perawat merupakan manifestasi memberi perhatian
kepada pasien, berpusat pada pasien, menghormati harga diri dan kemanusiaan,
komitmen untuk mencegah terjadinya status yang memburuk, memberi perhatian
dan konsen, dan menghormati orang lain. Perawat menunjukkan perilaku persepsi
caring melalui perhatian, intervensi untuk mempertahankan kesehatan pasien dan
energi positif yang diberikan pada pasien.Perilaku persepsi caring meliputi
komitmen untuk memberikan pelayanan keperawatan yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Dalam praktiknya, perawat ditantang untuk tidak ragu dalam
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam praktik keperawatan
[CITATION Nat20 \l 1033 ](halaman 60 paragraf 2)

Unit gawat darurat bertujuan menyelenggarakan pelayanan gawat darurat


dan menyelenggarakan informasi medis darurat. Untuk masalah pelayanan
Instalasi Gawat Darurat perlu dilengkapi dengan alat komunikasi yang memadai,
disamping tenaga medis yang terdiri dari dokter dan perawat yang bekerja di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Perawat Instalasi Gawat Darurat
melaksanakan tugas yang kompleks salah satunya adalah menerima pasien yang
datang dan melakukan pengkajian untuk menilai kondisi kegawatannya melalui
proses triage [ CITATION Feb18 \l 1033 ](halaman 138-139 paragraf 2)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kerja perawat di ruang


Instalasi Gawat Darurat

3
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan, atau pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat
penting (Time saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa. Salah satu
indikator mutu pelayanan berupa response time atau waktu tanggap, hal ini
sebagai indikator proses untuk mencapai indicator hasil yaitu kelangsungan hidup
(Br Kaban & Rani, 2018) (halaman 21 paragraf 3).

a. Stress

Hasil observasi di IGD didapatkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan


oleh perawat yaitu membersihkan ruangan, memasang infus, mengambil spesimen
darah, melakukan observasi TTV, melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru),
menulis dokumentasi tiap tindakan, menghadapi keluarga pasien yang panik,
mengambil berkas-berkas dokumentasi, membersihkan ruangan dan lain-lain serta
masih ada dua bed yang tidak menggunakan side rail, sebelum melakukan
tindakan kepada pasien tidak mencuci tangan dan tidak menggunakan sarung
tangan saat pengambilan spesimen darah. Hal itu menunjukkan bahwa kondisi
emosional perawat berpengaruh terhadap persepsi pasien, mempengaruhi perilaku
persepsicaring perawat.Reaksi emosional yang muncul pada diri perawat dapat
berupa stres kerja. Berdasarkan fenomena yang terjadi, perawat memiliki stresor
yang tinggi karena perawat setiap hari akan berhadapan dengan aspek lingkungan
fisik, psikososial dan sosial yang tinggi dari pekerjaan. Sehingga kemungkinan
besar akan terjadi stress pada perawat karena beban kerja yang berlebih
(Hangewa, Kantuuk, & Bawotong, 2020) (halaman 2 paragraf 4).

b. Beban Kerja

Beban kerja adalah beban aktivitas yang terlalu banyak dapat


menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stress.
Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi,
kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan
sebagainya (Muhthi, 2017 dalam Sari dan Rayni, 2020) (halaman 2 paragraf 4).

4
Beban kerja dapat berupa beban kerja fisikdan beban kerja psikologis. Beban
kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat,
mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat
keahlian dan prestasi kerja yang dimilikiindividu dengan individu (Sari & Rayni,
2020) (halaman 4 paragraf 3).

c. Berfikir Kritis

Proses berpikir kritis akan meningkatkan kemampuan perawat yang bekerja


di IGD untuk mengidentifikasi indikator-indikator klinis, mengkaji
signifikansinya dan mendiskusikan area-area yang harus dikembangkan dengan
rekan medis lainnya untuk mendapatkan hasil dari permasalahan tersebut.
Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen yang sangat penting dari
akuntabilitas professional dan salah satu penentu kualitas asuhan keperawatan.
Perawat yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan menunjukkan sikap
percaya diri, berpandangan konseptual, kreatif, fleksibel, rasa ingin tahu,
berpikiran terbuka, tekun dan reflektif ,dimana perawat IGD yang dituntut supaya
dapat bekerja cepat dan tepat akan sangat membantu menolong pasien jika mereka
melakukan berpikir secara kritis (Tari, 2019)(halaman 4 paragraf 3).

3. Perilaku kerja perawat di Instalasi Gawat Darurat

3.1 Perilaku kerja perawat dalam melaksanakan keselamatan kerja di Instalasi


Gawat darurat
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu isu penting di
dunia kerja saat ini termasuk di lingkungan rumah sakit. Angka kecelakaan kerja
di rumah sakit lebih tinggi dibandingkan tempat kerja lainnya dan sebagian besar
diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman[ CITATION Naz17 \l 1033 ] (halaman1
paragraf 1 dan halaman 2 paragraf 2).Perilaku aman bekerja merupakan tindakan
atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang perawat yang memperkecil
kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap perawat.[ CITATION Fit20 \l 1033 ]
(halaman 29 dalam abstrak).

5
Menurut Fitriani, Jafar, & Gobel (2020) (halaman 29 di hasil dalam abstrak)
bentuk perilaku aman bekerja pada perawat di ruang IGD Rumah sakit Bahagia
Makassar yaitu menggunakan alat pelindung diri, mengikuti standar operational
prosedur, mengambil posisi kerja yang aman dan hati-hati saat bekerja. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh perawat sudah
cukup baik, mereka mendapatkan pengetahuan tersebut dari ilmu yang diperoleh
dari perkuliahan, membaca, serta sosialisasi oleh kepala ruangan untuk bertindak
aman ketika bekerja. Adanya motivasi yang tinggi untuk selamat dari
bahaya.Selain itu didukung juga dengan sikap positif perawat terhadap
ketersediaan alat pelindung diri dengan selalu menggunakan alat pelindung diri
saat bekerja.

Nazirah & Yuswardi (2017) (halaman 1 di hasil dalam abstrak) gambaran


perilaku perawat dalam penerapan manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3), ditinjau dari faktor internal dan faktor eksternal. (di halaman 3 paragraf ke
2), Faktor internal diantaranya presepsi perawat tentang K3 yang menunjukkan
bagaimana perawat mampu mencari tahu tentang pentingnya tentang K3 suatu
tindakan sesuai SOP yang disediakan. Perawat dituntut paham, bagaimana cara
pencegahan kecelakaaan serta penangan yang dapat dilakukan apabila kecelakaan
terjadi. Pemahaman tersebut akan menimbulkan presepsi yang baik dalam diri
perawat tentang K3 sehingga akan meningkatkan perilaku kerja dalam menjaga
keselamatan. Kemudian (di halaman 5 paragraf ke 2) faktor eksternal yang dapat
mengubah perilaku kerja perawat yaitu pengalaman kerja, tersedianya fasilitas
yang mendukung sesuai standar yang telah ditentukan, dan budaya organisasi
yang baik akan mendorong perawat untuk bekerja sesuai prosedur yang telah
ditentukan

Lombogia, Rottie, & Karundeng (2016) (Di halaman 5 paragraf ke 6)


menunjukkan bahwa sudah lebih dari setengah perawat yang bekerja di ruang akut
IGD Prof. Kandou Manado melakukan identifkasi pasien dengan benar, namun
masih ada beberapa perawat yang perilakunya lupa dan kelelahan, karena tindakan
yang darurat yang diharuskan bertindak cepat sehingga identifikasi pasien dengan

6
pemasangan gelang tidak efisien. Serta kurangnya waktu untuk menjelaskan
kepada pasien tentang manfaat gelang karena kurangnya perawat yang bekerja
pada saat itu tidak seimbang dengan banyaknya pasien yang gawat darurat.

Menurut penelitian Eliwarti (2016 dalam Febrina & Sholehat, 2018) (di
halaman 143 paragraf 2), salah satu cara untuk meningkatkan keselamatan pasien
adalah dengan identifikasi pasien dengan tepat. Identifikasi pasien dengan
membedakan pasien dengan pasien satu dengan yang lain sehingga memperlancar
dan mempermudah dalam pemberian pelayanan kepada pasien. Keamanan
pelayanan dirumah sakit salahsatunya dimulai dari ketepatan identifikasi pasien.
Kesalahan identifikasi pasien diawal pelayanan akan berdampak pada kesalahan
pelayanan pada tahap selanjutnya

3.2 Perilaku kerja perawat dalam melaksanakan Triage di Ruang Instalasi Gawat
Darurat
Menurut Oman (2008 dalam Febrina & Sholehat, 2018) (halaman 139
paragraf 2) Triage merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk
mengelompokkan pasien yang datang untuk mendapatkan pelayanan ke Instalasi
Gawat Darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana.
Selain itu, triage juga meliputi cara menentukan diagnosis serta memilih pasien
berdasarkan terapi yang dibutuhkan serta sumber daya yang tersedia. Triage yang
aman, efektif, dan efesiensi hanya dapat dilaksanakan oleh seorang perawat
profesional (RN) dan sudah terlatih dalam prinsip-prinsip triage dengan
pengalaman kerja minimal selama 6 bulan dibagian keperawatan kedaruratan.

Menurut Andrayoni, Martini, Putra, & Aryawan (2019) (di halaman 301
paragraf 4-5) Mayoritas perawat memiliki sikap positif dengan pelaksanaan triage
dan sebagian besar perawat melaksanakan triage sesuai dengan SOP. Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada hubungan peran dan sikap perawat IGD dengan
pelaksanaan triage berdasarkan prioritas. Namun berdasarkan observasi yang
dilakukan dalam penelitian Febrina & Sholehat (2018) (halaman 139 paragraf ke
5) menemukan di ruang triage tidak terdapat perawat triage atau triage officer, di

7
sana hanya terdapat seorang satpam yang menunggu, perawat triage tidak ada di
tempat nya sehingga pasien yang dating di terima oleh satpam dan dibawa ke
dalam Instalasi Gawat Darurat.

Menurut Nurbiantoro, Septimar,& Winarni (2021) di (halaman 53 paragraf


5) Keterampilan perawat dalam pelaksanaan Triase di RSUD Kota Tangerang
sudah baik, penerapan sesuai dengan SOP sudah berjalan dengan baik, sebagian
besar dari perawat sudah paham mana saja pasien yang harus mendapatkan
perawatan segera, dan mana pasien yang bisa menerima bantuan penanganan
berikutnya. Hal ini bisa timbul karena setiap hari perawat melakukan hal tersebut
sehingga mereka terlatih, memiliki pengalaman dan sangat kompeten
dibidangnya. Sehingga terdapat hubungan pengetahuan dengan keterampilan
perawat dalam pelaksanaan Triage di rumah sakit umum daerah kota Tangerang.

Selain itu, dalam penelitian Depari, (2019) (di halaman 15 paragraf 5)


menyimpulkan pelaksanaan triage oleh perawat diruang IGD RSUD Dr. Pirngadi
Medan yaitu sebagian besar perawat yang memiliki keterampilan dalam
pelaksanaan triase dalam kategori cukup namun masih ada yg belum mengikuti
pelatihan. Di halaman yang sama paragraf ke 4 dituliskan jika perawat mengikuti
pelatihan yang ada akan menambah tingkat pelaksanaan triase, oleh karena itu
semakin banyak pelatihan yang diikuti maka semakin banyak informasi-informasi
yang didapat. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa seseorang
berpendidikan tinggi belum tentu memiliki keterampilan yang baik dalam
melakukan pelaksanaan triase dan sebaliknya karena ada beberapa faktor lain
yang mempengaruhinya seperti lama kerja dan pengalaman yang dimiliki.

3.3 Perilaku kerja perawat dalam pendokumentasian asuhan kepewaratan


Dokumentasi merupakan catatan yang dapat digunakan sebagai bukti oleh
tenaga kesehatan apabila terjadi tuntutan yang berisikan data lengkap, nyata dan
tercatat yang menggambarkan kondisi pasien proses perawatan dari awal masuk
rumah sakit hingga diperbolehkan pulang. Termasuk pada jenis perawatan, tipe,
kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan

8
pasien, meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa, perencanaan tindakan,
implementasi dan evaluasi dalam proses perawatan (Sitinjak, 2015 dalam Erna,
Dewi, & Azis, 2020) (halaman 2 paragraf 1). Dokumentasi memiliki fungsi
penting jika ditinjau dari beberapa aspek seperti pada aspek hukum, kualitas
pelayanan, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian serta akreditasi
(Nursalam, 2012 dalam Erna, Dewi, & Azis, 2020) ( halaman 2 paragraf 1).

Perawat di IGD selalu berhadapan dengan korban yang berada dalam


keadaan gawat darurat (emergensi, kritis) dengan masalah aktual atau resiko yang
disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.Perilaku
pendokumenasian di IGD lebih banya berfokus pada pengkajian,implemetasi dan
evaluasi keperawatan. Situasi pasien IGD yang mengancam dan kritis
menyebabkan data yang diperoleh dari pengkajian langsung diimplemetasikan ke
pasien sambil diamati hasil dari tindakan tersebut dalam bentuk evaluasi
(Kurniawan, 2018) (Halaman 4 paragraf 5). Perawat yang bertugas di ruangan
instalasi gawat darurat dalam melengkapi dokumentasi keperawatan akan di
pengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi tersebut dapat berupa
faktor individu perawat sendiri yang terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, lama kerja, pelatihan tentang dokumentasi keperawatan yang pernah
dilakukan, dan pengetahuan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah faktor
psikologis yang berupa sikap perawat dalam melakukan dokumentasi. Faktor
organisasi ini dapat berupa kepemimpinan, imbalan yang di berikan, fasilitas
format yang tersedia dan beban kerja yang di desain oleh organisasi (Andri,
Indra, & Sumasmarini, 2015) (Halaman 5 paragraf 3).

9
BAB III

PENUTUP

Perilaku perawat dalam pelayanan keperawatan merupakan suatu tanggapan


dan tindakan terhadap kebutuhan dan keinginan dari para pasien.Persepsi perilaku
perawat merupakan manifestasi dari memberi perhatian kepada orang lain,
berpusat pada orang, menghormati harga diri dan kemanusiaan, komitmen untuk
mencegah terjadinya status yang memburuk, memberi perhatian dan konsen, dan
menghormati orang lain. Perawat menunjukkan perilaku tanggap terutama di
ruang Instalasi Gawat Darurat melalui perhatian, intervensi untuk
mempertahankan kesehatan pasien dan energi positif yang diberikan pada pasien.

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus


menerapkan keselamatan pasien. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif, dan
tindakan yang mengutamakan keselamatan pasien. Perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan harus penuh dengan kepedulian. Persepsi perawat untuk
menjaga keselamatan pasien sangat berperan penting dalam pencegahan,
pengendalian, dan peningkatan keselamatan pasien.

10
DAFTAR PUSTAKA

Andrayoni, D. N., Martini, M., Putra, W. N., & Aryawan, Y. K. (2019).


Hubungan Peran dan Sikap Perawat IGD dengan Pelaksanaan Triage
Berdasarkan Prioritas. Journal of Telenursing (JOTING),
1.https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JOTING/article/view/923/560
Andri, F., Indra, R., & Sumasmarini, D. (2015). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERAWAT MEMENUHI KELENGKAPAN
DOKUMENTASI KEPERAWATAN DI IGD RUMAH SAKIT
WILAYAH PONTIANAK KALIMANTAN BARAT. Jurnal Medika
Respati, Vol.X.

Br Kaban, K., & Rani, K. (2018). HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT


TENTANG BASIC LIFE SUPPORT (BLS) DENGAN PERILAKU
PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PRIMARY SURVEY DI RUANG
IGD ROYAL PRIMA HOSPITAL. Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No.
1.

Depari, A. (2019). Gambaran Pelaksanaan Triase oleh Perawat pada Paien di


Ruang IGD rsud DR Pringadi Medan Tahun 2019.http://repo.poltekkes-
medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2159/1/Jurnal%20-
%20GAMBARAN%20PELAKSANAAN%20TRIASE%20OLEH
%20PERAWAT%20PADA%20PASIEN%20DI%20RUANG%20IGD
%20RSUD%20DR%20PIRNGADI%20MEDAN.pdf
Erna, N. K., Dewi, N. T., & Azis, A. (2020). Kepatuhan Perawat dalam
Melakukan Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Journal of Holistic Nursing
and Health Science,vol.3 No.1.

11
Febrina, W., & Sholehat, O. I. (2018). Experience of Nursing Assosiate to
Implement Triage in Emergency Room Installation. Jurnal Endurance ,
138-
145.http://ejournal.lldikti10.id/index.php/endurance/article/view/2579/932
Fitriani, Jafar, N., & Gobel, F. A. (2020). Konsep Perilaku Aman Bekerja Pada
Perawat di Ruang IGD dan Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bahagia
Makassar Tahun 2020. Journal of Muslim Community Health (JMCH) , 29-
40.http://pasca-umi.ac.id/index.php/jmch/article/view/219/233
Hangewa, N., Kantuuk, M. E., & Bawotong, J. S. (2020). STRESS KERJA
DENGAN PERSEPSI PERILAKU CARING PADA PERAWAT. Jurnal
Keperawatan (JKp) Vol.8 No.1.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/28412/27781
Lombogia, A., Rottie, J., & Karundeng, M. (2016). Hubungan Perilaku dengan
Kemampuan Perawat dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient
Safety) di Ruang Akut Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. Kandou
Manado. e-journal Keperawatan (e-Kp) , 1-8.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/12916/12503
Kurniawan, W. A. (2018). HUBUNGAN INTENSI DENGAN PERILAKU
PERAWAT DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN
KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT. J.K.
Mesencephalon, vol.3 No.3
Nazirah, R., & Yuswardi. (2017). Perilaku Perawat dalam Penerapan Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Aceh. Idea Nursing Journal,
VIII.http://202.4.186.66/INJ/article/view/9578/8131
Nurbiantoro, D. A., Septimar, M. Z., & Winarni, L. M. (2021). Hubungan
Pengetahuan dengan Keterampilan Perawat dalam Pelaksanaan Triase di
RSUD Kota Tangerang. Jurnal Health Sains , 44-
55.http://jurnal.healthsains.co.id/index.php/jhs/article/view/75/126
Sari, I. P., & Rayni. (2020). HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN STRES
KERJA PERAWATDI RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN.
HOSPITAL MAJAPAHIT Vol.12 No. 1.

12
Supriatin, E. (2015 ). Perilaku Caring Perawat berdasarkan faktor Individu dan
Organisasi. Jurnal keperawatan Indonesia , 192-198.
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/425/527#
Tari, C. (2019). PENTINNGNYA PENGAPLIKASIAN BERPIKIR KRITIS
BAGI. Literature Review, DOI 10.31227/osf.io/fr7c3.

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Anda mungkin juga menyukai