Anda di halaman 1dari 120

Pengalaman Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Patient

Centered Care (PCC) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI

Oleh :

Ori Safitri Marito Saragih

171101130

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

SKRIPSI

Pengalaman Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Patient Centered Care (PCC)

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

Ori Safitri Marito Saragih

171101130

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 30 September 2021

Penulis

(Ori Safitri Marito Saragih )

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-

Nya, saya dapat menyusun Skripsi dengan lancar yang berjudul “Pengalaman

Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Patient Centered Care (PCC) di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara”. Tiada kata yang dapat di

ungkapkan untuk menyampaikan rasa terima kasih saya atas bantuan dari berbagai

pihak yang telah banyak membantu dan menyelesaikan Skripsi ini. Izinkan saya

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Dudut Tanjung, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB selaku Dekan

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp., M.Kep., Sp. Mat selaku Wakil Dekan

I Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen penguji II dalam

sidang skripsi ini.

3. Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Dosen Pembimbing dalam

penyusunan skripsi ini yang telah meluangkan waktu, memberikan saran

dan kritik yang membangun saat membimbing penulis dalam penelitian

ini, dan selalu memberikan motivasi kepada penulis selama proses

penyusunan skripsi ini

4. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes., Ph.D sebagai dosen penguji I dalam

sidang skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan Staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

yang memberikan ilmu dan bantuan dalam menyusun skripsi ini

iii
6. Direktur Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara, seluruh partisipan yang

telah memberi kesempatan dan bantuan untuk peneyelasaian skripsi ini.

7. Teristimewa untuk keluarga saya, terutama ayah dan mama saya, kakak

dan adik-adik saya yang selalu memberikan dukungan dalam segala hal

dan doa-doanya, tanpa mereka saya tidak akan mampu menyelesaikan

studi ini dengan baik.

8. Kak Sunti Fratiwi Sitanggang yang telah banyak membantu penulis

selama proses penyusunan skripsi ini.

9. sahabat-sahabat terdekat penulis Nabila Aljayusi, Nurul Husna, Nurul

Hidayah, Dinda Ayu Annisya, Nila Sari, Shaharini, Mustika Adahm

Sharawa, Raja Aditya Qadavi, Serta teman seperjuangan angkatan 2017

yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

10. Terakhir, terimakasih untuk diri sendiri yang telah berusaha dan bertahan

menghadapi setiap rintangan selama penulisan hingga mencapai proses

akhir ini.

Akhir kata penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak lain yang

membutuhkan. Penulis mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun

untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Panyabungan, Juli 2021


Penulis

Ori Safitri Marito Saragih

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………..i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………..…..ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL ....…………………………………….....................................vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1. Latar belakang ................................................................................ 1
2. Rumusan masalah ........................................................................... 8
3. Tujuan penelitian ............................................................................ 8
4. Manfaat penelitian .......................................................................... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10
1. Konsep Patient Centered Care...................................................... 10
1.1. Defenisi patient centered care ............................................... 10
1.2. Konsep-konsep dalam patient centered care (PCC) .............. 11
1.3. Dimensi patient centered care (PCC).................................... 12
1.4. Komponen penilaian dalam patient centered care (PCC) ...... 14
1.5. Manfaat penerapan patient centered care (PCC) ................... 15
1.6. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Patient Centered Care
(PCC)………......................................................................... 18
1.7. Hambatan dalam penerapan Patient Centered Care ............... 20
1.8. Penerapan Patient centered care berdasarkan Komisi Akreditasi
Rumah Sakit tahun 2017 ........................................................ 21
2. Studi Fenomenologi ...................................................................... 24
2.1 Defenisi Studi Fenomenologi .................................................... 24
2.2 Jenis-jenis Penelitian Fenomenologi .......................................... 25
BAB 3. METODE PENELITIAN ...................................................................... 28
1. Desain Penelitian .......................................................................... 28
2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 29
3. Partisipan dan Teknik Sampling .................................................... 29

v
4. Pengumpulan Data ........................................................................ 31
5. Pertimbangan Etik ........................................................................ 35
6. Analisa Data ................................................................................. 37
7. Keabsahan Data (Thrustworthiness) .............................................. 38
8. Hambatan dan Keterbatasan Penelit i ……………….…..………….. 39
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 41
1. Hasil Penelitian............................................................................. 41
1.1. Karakteristik Partisipan .......................................................... 41
1.2. Pengalaman perawat pelaksana dalam menerapkan patient
centered care (PCC) di ruang rawat inap Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara.................................................... 42
2. Pembahasan .................................................................................. 65
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 80
1. Kesimpulan .................................................................................. 80
2. Saran ............................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2. Persetujuan menjadi Partisipan (Informed consent)
Lampiran 3. Kuesioner Data Demografi Partisipan
Lampiran 4. Panduan Wawancara
Lampiran 5. Catatan Lapangan (Field Note)
Lampiran 6. Jadwal Tentatif Penelitian
Lampiran 7. Taksasi Dana Penelitian
Lampiran 8. Riwayat Hidup
Lampiran 9. Lembar Uji Validitas Panduan Wawancara
Lampiran 10. Lembar Persetujuan uji Validitas
Lampiran 11. Lembar Izin Penelitian di RS Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lembar Hasil Uji Etik
Lampiran 13. Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi
Lampiran 14. Hasil Uji Turnitin

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Karakteristik Partisipan…………………………………………….42


Tabel 1.2 Matriks Kumpulan Tema ………………………………………….63

vii
Judul : Pengalaman Perawat Pelaksana dalam Menerapkan
Patient Centered Care (PCC) di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
Nama : Ori Safitri Marito saragih
NIM : 171101130
Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan
Tahun Akademik : 2020/2021

ABSTRAK
Pelayanan yang berfokus pada pasien merupakan suatu pendekatan yang membina
hubungan timbal balik antara penyedia layanan (perawat) dengan pasien. Komisi
Akreditasi Rumah Sakit telah menetapkan standar pelaksanaan pelayanan yang
berfokus kepada pasien dalam penilaian akreditasi rumah sakit. Rumah sakit USU
telah menjalani proses akreditasi sakit sesuai SNARS oleh komite akreditasi
rumah sakit pada tahun 2016 dan 2019. Tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan di rumah sakit ini dikategorikan sedang. Namun, masih
mengalami hambatan dalam komunikasi dengan pasien di ruangan. Tujuan
penelitian ini untuk mengungkapkan pengalaman perawat pelaksana dalam
menerapkan patient centered care (PCC) di ruang rawat inap rumah sakit
Universitas Sumatera Utara. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah fenomenologi deskriptif. Metode pengumpulan data yaitu dengan
wawancara secara mendalam (in-depth interview) pada 8 partisipan. Metode
analisa data yang digunakan adalah metode collaizi. Penelitian ini dilaksanakan
pada perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit USU. Hasil penelitian ini
menemukan 6 tema terkait pengalaman perawat, yaitu (1) Menghormati nilai-nilai
yang dianut pasien, keunikan, pilihan dan privasi pasien, (2) Melaksanakan
pelayanan yang berfokus dalam memenuhi kebutuhan biologis, fisik, psikososial
dan spiritual pasien, (3) Melibatkan keluarga pasien dalam merawat pasien di
rumah sakit, (4) Melakukan komunikasi dan edukasi yang efektif dalam
pelayanan kepada pasien, (5) Mendapatkan kepuasan bekerja dan dukungan dalam
upaya melaksanakan pelayanan yang berfokus pada pasien, (6) Berupaya
menghadapi kendala kerja dari pihak pasien dan tenaga kesehatan. Disimpulkan
bahwa partisipan telah memberikan pelayanan yang terbaik sesuai konsep patient
centered care, dan banyak hal positif yang ditemukan. Namun untuk mencapai hal
tersebut, partisipan juga menghadapi berbagai hambatan. Oleh karena itu,
Diharapkan agar penerapan patient centered care ini lebih ditingkatkan lagi di
rumah sakit dengan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
kepuasan pasien di rumah sakit USU .
Kata Kunci: Patient centered care, pengalaman perawat, fenomenologi deskriptif

viii
ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Rumah sakit merupakan lembaga kesehatan yang mengimplementasikan

pelayanan kesehatan kepada individu secara prima dengan pelayanan di rawat

jalan dan inap serta gawat darurat. Pelayanan kesehatan yang diberikan berupa

pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan penunjang, dan rehabilitas.

Rumah sakit memiliki kewajiban melaksanakan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terstandar. Salah satu sumber daya manusia sebagai pelaksana di

rumah sakit adalah tenaga keperawatan (Undang-Undang No.44, 2009). Perawat

yang menjalankan praktik keperawatan untuk meningkatkan mutu pelayanan.

Selain itu, Pelayanan kesehatan di rumah sakit bertanggung jawab

mengoptimalkan derajat kesehatan masyarakat (Undang-Undang No 26, 2019)

Dalam Undang-Undang No. 36 tentang Kesehatan (2009) tertulis upaya

dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, dimana pemerintah yang

bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu

serta dapat dijangkau seluruh masyarakat. Sebelumnya, Pelayanan kesehatan

menerapkan sistem yang paternalis, membatasi keterlibatan pasien dan keluarga.

Seiring berkembangnya waktu, pelayanan kesehatan beralih ke perawatan yang

berfokus pada pasien (PCC) sebagai paradigma baru dalam sistem pelayanan

kesehatan yang fleksible dan melibatkan pasien serta keluarganya (Jo Delaney,

2017). Selain itu, PCC juga tidak menjadikan satu profesi sebagai pusat dalam

1
2

memberi pelayanan. Melainkan membutuhkan kombinasi asuhan dari berbagai

profesi kesehatan (Komisi Akreditas Rumah Sakit, 2017). Pelayanan yang

berpusat pada pasien atau PCC (Patient Centered Care) adalah strategi pelayanan

keseshatan yang membangun hubungan timbal balik antara tenaga kesehatan

(perawat) dengan pasien (Ernawati & Lusiani, 2019).

PCC yang dimulai oleh Harvey Picker saat mendirikan Picker Foundation

pada tahun 1993 The Picker Institute, sejak saat itu pelaksanaan PCC sudah mulai

dikenal dan pada tahun 2001 Institute of Medicine (IOM) juga menerbitkan

defenisi PCC (Gusmano, Maschke, & Solomon, 2019). Pelayana yang berpusat

pada pasien sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena memberi

pelayanan yang fokus pada kebutuhan serta keinginan pasien (Araki, 2019).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, mendukung sistem pelayanan

dengan PCC, karena pelayanan yang berkualitas dan lebih rensponsif pada pasien.

Selain itu, PCC juga memberikan visi yang meyakinkan semua orang dapat

mengakses layanan kesehatan yang berkualitas.

Konsep PCC telah diterapkan oleh rumah sakit di negara maju dan

berkembang melalui organisasi kesehatannya, hasilnya terbukti efektif untuk

berbagai pihak. Australia menjadi salah satu Negara yang menerapkan PCC dalam

ACSQHC (Australian Commission on Safety and Quality In Health Care) di

tahun 2011. ASCQHC mengidentifikasi PCC sebagai komponen yang penting

diterapkan dalam sistem pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi di

Australia (ASCQHC, 2011). Selain itu, PCC juga telah diterapkan di Iran, dalam

Ministry of Health and Medical Education pada tahun 2013. Mengidentifikasi


3

salah satu tujuan rumah sakit menerapkan PCC di Iran adalah untuk

meningkatkan kualitas pelayanan sehingga terpenuhinya harapan para pasien dan

tenaga kesehatan (Cheraghi, Esmaeili, & Salsali, 2017).

Di Indonesia, Penerapan PCC juga sudah mulai diterapkan dalam

pemberian asuhan pasien sesuai dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit tahun

2012. KARS menjadikan PCC sebagai prinsip pelayanan kesehatan di rumah

sakit sesuai JCI (Joint Commission International). Pada tahun 2017, KARS sudah

menetapkan standar akreditasi rumah sakit yang pertama kali diterapkan secara

nasional di Indonesia (SNARS edisi 1) didalamnya termasuk standar pelaksanaan

pelayanan yang berfokus kepada pasien (Komisi Akreditas Rumah Sakit, 2017).

Oleh karena itu, Rumah sakit menerapkan PCC sesuai SNARS. Selain itu,

menurut peraturan Undang-undang No. 44 tahun 2009 dalam mengembangkan

mutu pelayanannya, rumah sakit diwajibkan terakreditasi oleh KARS minimal 3

tahun sekali. Ditemukan data rumah sakit di Indonesia yang mendapat sertifikat

JCI hingga tahun 2019 ada sebanyak 30 rumah sakit (Joint Commission

International, 2020) dan 2480 rumah sakit yang terakreditasi oleh KARS 2012

dan 2017 (Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2020)

Sejalan dengan diakuinya penerapan PCC oleh organisasi kesehatan di

berbagai negara, ternyata banyak penelitian yang mengamati pelaksanaan PCC

berdasarkan pengalaman pasien maupun perawat di rumah sakit. Salah satunya

oleh Bachnick, Ausserhofer, Baernholdt, dan Simon (2017) mengungkapkan

penilaian penerapan PCC berdasarkan presepsi pasien yaitu 90% mudah

memahami informasi dari perawat, 91% perawatan disesuaikan dengan


4

keadaanya, 82% menerima informasi yang cukup dari perawat, dan 70% terlibat

dalam keputusan perawatannya. Namun penilaian dari lingkungan kerja perawat,

beban kerja yang tinggi membuat penerapan PCC tidak bisa maksimal. Dalam

penelitian Khuan dan Juni (2017) menemukan hanya sebagian perawat yang

melaksanakan PCC karena melibatkan pasien dan keluarga selama serah terima

dapat menghabiskan waktu dan menambah beban kerja. Studi oleh Atinga,

Bawole, dan Nang-Beifubah (2016) juga menyatakan penerapan PCC oleh

perawat pada pasien masih berat sebelah. Dimana tingkat kepuasan pasien dengan

penerapan PCC di bangsal VIP lebih tinggi dibanding pasien di bangsal umum

dengan kategori yang sama.

Konsep PCC yang menjadi standar pelayanan kesehatan di rumah sakit

dan telah disetujui secara internasional dan nasional, seharusnya rumah sakit telah

menerapkannya dalam pemberian asuhan pada pasien di rumah sakit. Namun

kenyataannya rumah sakit masih terlihat kesulitan menerapkannya. Salah satu

penelitian menemukan bahwa tenaga kesehatan baik perawat, dokter, ahli gizi,

fsioterapis dan apoteker telah melaksanakan PCC namun belum maksimal. Masih

ada profesi kesehatan yang belum melaksanakannya (Rosa, 2018). Bahkan

penelitian Marti, Andarini, dan Lestari (2015) masih mengalami kesulitan seperti

perbedaan bahasa dan keyakinan dengan pasien, kurangnya kemampuan kerja

teman sejawat, keterbatasan sarana dan prasarana, serta beban kerja perawat.

Pasien sering mengeluhkan sikap perawatnya tidak ramah dalam melayani,

Karena perawat tidak memberikan respon yang baik terhadap keinginan,

kebutuhan, keluhan pasien dan tidak memberi jawaban yang tepat untuk
5

pertanyaan pasien (Oktaviana dan Dwiantoro, 2018). Ini artinya perawat tidak

memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Menurut Jarrar, Minai, Al-Bsheish,

Meri, dan Jaber (2018) dalam menerapkan PCC, perawat harus mampu

melakukan komunikasi yang efektif, supaya informasi yang diberikan mengenai

pengobatan dan nutrisi pasien tepat.

Pelaksanaan PCC yang memasukkan konsep caring dan komunikasi dalam

membina hubungan terapeutik dengan pasien, pastinya dipengaruhi oleh beberapa

faktor dalam menerapkannya. Menurut Jardien-Baboo, Rooyen, dan Ricks (2016)

lingkungan kerja, gaya kepemimpinan, pelatihan terkait PCC kepada tenaga

kesehatan, serta kolaborasi tenaga kesehatan dengan multidisipiner akan

mempengaruhi penerapan PCC. Bachnick, Ausserhofer, Baernholdt, & Simon

(2017) juga menyatakan pemimpin rumah sakit harus memastikan tenaga medis

mendapatkan pelatihan komunikasi yang benar dalam menerapkan PCC. Sehingga

dalam hal ini faktor model kepemimpinan dan pelatihan saling berkaitan.

Selanjutnya Atmaja, Hartini dan Dwiantoro (2018) menuliskan peran manajer

keperawatan sebagai supervisi dibidang akademik sangat berpengaruh dalam

pelaksanaan PCC.

Studi mengenai PCC juga telah banyak dilakukan untuk meningkatkan

penerapan serta manfaatnya di rumah sakit. Selain faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan PCC. Beberapa penelitian menemukan manfaat

pelaksanaan PCC. Salah satunya penelitian Hwang, Kim, dan Chin (2019)

menemukan bahwa penerapan PCC dapat meningkatkan keselamatan pasien.

Selain itu, menurut Riskiyah, Hariyanti, dan Juhariah (2017) pengalamaan pasien
6

dalam peerapan PCC, memiliki pengalaman yang memuaskan karena diutamakan

dalam perawatan dan terpenuhinya kebutuhan. Oleh karena itu, penerapan PCC

dapat meningkatkan kepuasan pasien. Walaupun sebagian pasien memiliki

pengalaman yang tidak baik.

Pelaksanaan PCC juga memberi dampak yang positif bagi tenaga kesehatan

dan rumah sakit. Menurut Casu, Gremigni, dan Sommaruga (2018) menemukan

dampak positif bagi tenaga kesehatan yaitu pelayanan yang diberikan lebih

terfokus kepada pasien, sehingga lebih efektif dalam pemberian layanan.

Meningkatkan kelangsungan perawatan serta mempermudah tenaga medis dalam

berkolaborasi untuk perawatan pasien. Selain itu, dalam penelitian Casu, et al

(2018) juga menyatakan bahwa PCC juga berdampak bagi rumah sakit yaitu dapat

mengurangi pasien berpindah ke rumah sakit lain.

Beberapa rumah sakit telah menerapkan konsep PCC sesuai dengan

SNARS meskipun belum optimal. Salah satu Rumah Sakit di Kota Medan, yaitu

Rumah sakit pendidikan Universitas Sumatera Utara yang sudah menjalani proses

akreditasi rumah sakit oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit pada tahun 2016 dan

2019 (HUMAS USU, 2019). Selain itu, Rumah Sakit ini memiliki motto yaitu

Quality, Safety and Friendly (berkualitas, aman dan bersahabat) dan menganut

nilai dasar yaitu Salus aegroti suprema lex (pelayanan berorientasi kepada pasien)

dan Primum non norece yaitu tidak membahayakan, yang berarti bahwa Rumah

sakit Universitas Sumatera Utara telah menganut konsep PCC berdasarkan motto

dan nilai dasarnya ini.


7

Penelitian mengenai patient centered care secara khusus belum pernah

dilakukan di Rumah Sakit USU. Namun, Pelayanan kesehatan di rumah sakit

Universitas Sumatera Utara masuk dalam kategori sedang. Berdasarkan penelitian

didapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit USU sudah

sesuai dengan harapan pasien. Dengan tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan kesehatan di rumah sakit USU sebesar (69,7%) yang dikategorikan

sedang. Meskipun belum seutuhnya memenuhi keinginan pasien, tetapi pelayanan

yang diberi sudah cukup baik. Semua dimensi dalam kualitas pelayanan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pasien yang rawat inap Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara (Amelia, 2018). Namun menurut penelitian Ananda

(2020) mendapati perawat di ruang rawat inap rumah sakit Universitas Sumatera

Utara masih mengalami kesulitan saat melakukan komunikasi dan edukasi kepada

pasien dan keluarganya. Untuk itu, hal ini bisa menjadi dilema yang dapat

mempengaruhi penerapan PCC di rumah sakit Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan studi-studi sebelumnya kegiatan penerapan PCC oleh perawat

tentunya masih belum jelas di rumah sakit Universitas Sumatera Utara. Sementara

itu studi mengenai patient centered care (PCC) berdasarkan pengalaman perawat

di ruang rawat inap rumah sakit USU belum pernah diteliti dan ditemukan dalam

penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti

pengalaman perawat pelaksana dalam menerapkan patient centered care (PCC) di

ruang rawat inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.


8

2. Rumusan masalah

Adapun rumusannmasalah penelitiannini adalahhBagaimana ipengalaman

perawattpelaksana dalammmenerapkan Patienti centered care (PCC) dirruang

rawattinap rumahhsakit Universitasi Sumatera Utara?

3. Tujuan penelitian

Tujuannpenelitian iniaadalah untuk mengungkapkandan mengeskplorasi

pengalamannperawat pelaksanaadalam menerapkannpatient centerd care (PCC)

diiruang rawattinap rumahhsakit UniversitassSumatera iUtara.

4. Manfaat penelitian

4.1. Pendidikan Keperawatan

Penelitianiini diharapkanndapat menjadiddata dasarruntukppengembangan

ilmuukeperawatan. Selain itu, Sebagai informasi tambahan dalam pembelajaran

dan pendidikan keperawatan yang diharapkan dapat memberi pengetahuan terkait

penerapan patienttcentered caree(PCC) dirrumah sakituUniversitas Sumatera

Utara

4.2. Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan dalam

pelayanan, khususnya bagi perawat pelaksana untuk meningkatkan mutu

pelayanan di rumah sakit terutama pelayanan yang erat kaitannya dengan

penerapan patient centered care (PCC).


9

4.3. Penelitian Keperawatan

Penelitiannini diharapkan dapat menjadi salah satu referensiddan dapat

dijadikan tambahannide pemikirannbagi penelitisselanjutnya untukklebih

mengembangkannhasil penelitianyyang lebihhmendalam mengenai ipengalaman

perawatppelaksana dalamnmenerapkan patienti centered care dirrumah isakit

UniversitassSumatera iUtara
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Patient Centered Care

1.1. Defenisi patient centered care

Defenisi PCC belum ada disepakati secara global, sehingga menjadi

hambatan dalam prakteknya. Namun, beberapa peneliti telah memberikan

pendapatnya mengenai defenisi PCC ini. Menurut Zhao, et al (2016) Perawatan

yang fokus pada pasien melibatkan sudut pandang dan keadaan pasien dalam

megambil keputusan tindakan kepada pasien. Memperluas peran pasien dalam

perawatannya untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap penyakitnya.

Memberikan dukungan serta kenyamanan melalui pelayanan ini secara adil dapat

meningkatkan kepercayaan diri pasien

Pelayanan perawatan yang berpusat pada pasien memiliki konsep yang

multidimensi. Menurut The Institute of Medicine (2001) PCC merupakan

pelayanan yang mengembangkan kemitraan antar tenaga kesehatan dengan pasien

dan keluarga yang menghargai nilai, kebutuhan, pilihan pasien dalam mengambil

keputusan, hingga pasien memperoleh pemahaman serta dukungan dalam

perawatannya (Gusmano, Maschke, & Solomon, 2019). Namun, menurut WHO

pada tahun 2015 pelayanan perawatan yang berfokust pada individu adalah

pelayanan yang memperhatikan prespektif komunitas. Memahami masyarakat

sebagai peserta yang menerima manfaat dari pelayanan ini dengan tanggap

10
11

terhadap kebutuhan dan preferensi secara holistik dan manusiawi (World Health

Organization, 2015).

Defenisi lain PCC menurut Australian Commission on Safety and Quality In

Health Care (2011) PCC adalah suatu pelayanan yang inovatif dalam intervensi

(perencanaan), pelaksanaan, dan evaluasi perawatan yang didasarkan pada

kolaborasi antar penyedia layanan kesehatan, pasien, dan keluarga yang

mutualisme. Perawatan yang berpusat pada pasien dan keluarga ini berlaku untuk

pasien dari segala usia, dan diterapkan dalam layanan kesehatan. Beberapa istilah

yang berkaitan dengan patient centered care yaitu sebagai berikut menurut

Australian Commission on Safety and Quality In Health Care (2011) yaitu

Consumer-centered care (perawatan yang berpusat pada konsumen), Person-

centered care (perawatan yang berpusat pada orang atau individu), Personalised

care (perawatan pribadi), Family centered care (perawatan yang berpusat pada

keluarga).

1.2. Konsep-konsep dalam patient centered care (PCC)

Konsep PCC merupakan konsep yang multidimensi karena defenisinya

beragam dan kompleks serta interpretasinya heterogen (Ester & Sook-Hee, 2019),

Menurut Patient-Family Centered Care ada 4 inti dalam konsep pelayanan yang

berpusat pada pasien (dalam Rosa, 2018), yaitu sebagai berikut:

1. Bermartabat dan respek, sebagai tenaga kesehatan perawat harus

mendengarkan pasiennya, peduli dan menghormati latar belakang dan

kebiasaan pasien. Pasien juga berperan dalam perencanaan dan pemberian


12

perawatan untuk memutuskan pelayanan kesehatan pada pasien. Aspek ini

juga mencerminkan sikap caring saat melakukan perawatan kepada pasien.

2. Membagi Informasi, dalam hal ini perawat harus memberi informasi yang

lengkap mengenai kondisi pasien. Termasuk juga rencana perawatan dan

intervensi yang diberikan kepada pasien, serta hal-hal yang berkaitan

kepada pasien dengan menguatkan dan memberdayakan pasien. Hal ini

akan dapat meningkatkan pengetahuan pasien dalam mengambil

keputusan perawatannya.

3. Partisipasi, dimana pasien dan keluarga terlibat untuk ikut serta dalam

perawatannya serta memberikan pilihan ataupun keputusannya terkait

dengan perawatan.

4. Kolaborasi, perawat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain

untuk mengajak pasien dan keluarganya dalam mengambil keputusan atas

perencanaan dan pengembangan, pelaksanaan, serta evaluasi yang akan

diperoleh pasien.

1.3.Dimensi patient centered care (PCC)

Berdasarkan penelitian Picker Institute dan Harvard Medical School yang

partisipannya melibatkan pasien dan keluarganya serta para profesional kesehatan

mengidentifikasi 8 dimensi dalam pelaksanaan PCC, yaitu sebagai berikut (dalam

Araki , 2019):

1. Menghormati nilai, preferensi dan kebutuhan

Memberikan perawatan kepada pasien dengan menghormati

keyakinan serta nilai yang dianutnya, mempertahankan martabat serta peka


13

terhadap kebutuhan dan keinginan pasien. Melibatkan pasien dalam proses

pengambilan keputusan dan memberi informasi tentang kondisinya.

Dimensi ini berpusat pada kualitas hidup pasien yang dipengaruhi oleh

pengobatan maupun penyakitnya.

2. Koordinasi dan integrasi perawatan

Pelayanan pasien yang terkoordinasi dan terintegritas dapat

mengurangi perasaan cemas dan takut pasien. Koordinasi perawatan

berupa koordinasi perawatan klinis, koordinasi layanan pendukung, serta

koordinasi perawatan pasien.

3. Informasi dan edukasi

Memberikan informasi yang utuh dan akurat kepada pasien mengenai

status kesehatannya, pengobatannya, peningkatan kesehatannya, serta

dampak atau prediksi penyakit kedepan (prpgnosis) untuk memastikan hak

otonomi pasien dan kemampuannya membuat keputusan tentang

kesehatannya

4. Kenyamanan Fisik

Meningkatkan kenyaman fisik pada pasien berkaitan dengan

manajemen nyeri, dukungan melakuan kegiatan sehari-hari, lingkungan di

rumah sakit (misalnya privasi pasien, kebersihan, kenyamanan,

aksesibilitas untuk kunjungan)

5. Dukungan emosional dalam mengurangi kecemasan

Memberi dukungan secara emosional kepada pasien dengan

mengurangi ketakutan dan cemas pasien tentang masalah kesehatannya,


14

dampak penyakitnya terhadap dirinya dan orang lain, serta dampak kondisi

kesehatan pasien terhadap keuangannya.

6. Keterlibatan keluarga

Mengakui dan menghormati peran keluarga atau teman pasien yang

ikut membantu memenuhi kebutuhan dan memberi dukungan pada pasien

dalam pemeliharaan kesehatannya, boleh terlibat dalam pengambilan

keputusan perawatan pasien.

7. Kontinuitas dan transisi

Memastikan pasien dan keluarga mampu melaksanakan perawatan

secara mandiri kepada pasien setelah pulang dari rumah sakit dengan

memberikan informasi mengenai pengobatan, pematasan fisik, serta

nutrisi.

8. Akses pelayanan

Meyakinkan dan memastikan pasien melakukan akses rawat jalan,

akses ke spesialis atau layanan khusus bila diperlukan setelah di rawat

inap. Memberi informasi mengenai jadwal dan ketersedian para

profesional perawatan umum maupun spesialis.

1.4. Komponen penilaian dalam patient centered care (PCC)

Seluruh bagian dirumah sakit termasuk tenaga keperawatan harus

menerapkan PCC, tidak membuat keputusan sendiri tanpa melibatkan pasien

(Rosa, 2018). Komponen penilaian berdasarkan presepsi pasien terhadap

pelayanan kesehatan Patient Centered Care menggunakan skala PPIQ (Casu ,

Gremigni, & M, 2018) yaitu :


15

1. Komunikasi efektif, Komunikasi yang efektif ini mengacu pada perilaku

komunikasi tenaga kesehatan seperti memberikan informasi yang jelas,

memperhatikan dan mendengarkan pasien ketika dia berbicara, berbicara

dengan nada yang tenang, menunjukkan rasa hormat.

2. Minat terhadap agenda pasien, Seberapa besar pengetahuan perawat

terhadap perasaan, keinginan serta harapan pasien tentang penyakit dan

perawatannya.

3. Empati, Kemampuan memahami emosi pasien dan keadaanya,

memberikan dukungan pada pasien dengan meningkatkan kepercayaan

dirinya dan selalu berada dekat dengan pasien.

4. Keterlibatan pasien dalam perawatan, Perilaku perawat dalam

menawarkan kesempatan dan waktu kepada pasien untuk berbicara,

mengungkapkan pendapatnya, serta berdiskusi dan memutuskan bersama

untuk pilihan pengobatan.

Tenaga kesehatan menjadi komponen utama dalam evaluasi PCC,

berdasarkan prespektif maupun pengalaman perawat. Dengan memberikan

informasi kepada pasien, serta melibatkan pasien dalam perawatannya dapat

memberikan pelayanan yang berkualitas. Sehingga mengadakan pelatihan PCC

untuk perawat menjadi salah satu elemen penting dalam menerapkan PCC

(Cheraghi, Esmaeili, & Salsali, 2017).

1.5. Manfaat penerapan patient centered care (PCC)

Pelayanan yang disesuaikan pada pasien dapat meningkatkan kepuasan

pasien terhadap pelayanan kesehatan dan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.


16

Implementasi PCC telah memberikan manfaat yang signifikan kepada pasien,

karena pasien dapat mengatur kesehatannya dengan lebih baik ketika mereka

terlibat dan didukung dalam perawatannya (Cheraghi, Esmaeili, & Salsali, 2017).

Menurut Jarrar, et al (2018) pelaksanaan PCC dapat meningkatkan kualitas

pelayanan bahkan keselamatan pasien. Sehingga hasil perawatan yang diberikan

dapat mengurangi dampak negatif dari waktu kerja yang lama perawat. Selain itu,

PCC telah terbukti dapat meningkatkan outcomes pada pasien, dimana pasien

merasa puas dalam perawatan, bahkan dapat mengurangi biaya dan penggunaan

sumber daya lebih baik (Gluyas, 2015).

Hasil dari penerapan PCC mendapatkan manfaat bagi pasien dan

organisasi pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization (2015) PCC

memiliki dampak yang positif pada pelayanan kesehatan. Selain itu, juga memberi

manfaat kepada masyarakat luas. Beberapa manfaat pelaksanaan PCC menurut

WHO (2015) terhadap pasien dan keluarganya, komunitas, tenaga kesehatan dan

sistem kesehatan sebagai berikut:

1. Bagi pasien dan keluarganya

Meningkatkan kepuasan pasien terhadap perawatannya. Dimana

membina hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien, peningkatan

akses terhadap layanan, perawatan yang tepat waktu, mampu berkolaborasi

dengan para profesional sehingga meningkatkan keterampilan dalam

pengambilan keputusan, peningkatan kemampuan melakukan perawatan

secara mandri, serta koordinasi perawatan yang lebih baik.

2. Bagi Komunitas
17

Manfaat PCC terhadap komunitas yaitu memudahkan mengakses

perawatan khususnya pada kelompok yang terpinggirkan, meningkatnya

angka dan perilaku kesehatan, masyarakat mampu mengontrol dan

mengendalikan suatu penyakit, perawatan lebih tanggap sesuai kebutuhan

di komunitas, membangun kesadaran komunitas dan kepercayaan pada

layanan kesehatan

3. Bagi tenaga kesehatan

Kepada tenaga kesehtan dan penyedia layanan komunitas dapat

meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi kelelahan walaupun beban

kerja meningkat, peningkatan peran yang memperluas keterampilan tenaga

kesehatan, mendapatkan kesempatan pendidikan dan pelatihan untuk

mengasah keterampilan baru

4. Bagi sistem kesehatan

PCC juga berdampak baik terhadap sistem kesehtan yaitu

mengurangi durasi rawat inap pasien di rumah sakit, keseuaian

diagnostik dan ketepatan waktu rujukan, meningkatkan keselamatan

pasien, akses perawatan setara untuk semua, mengurangi penggunaan

fasilitas kesehatan yang tidak perlu, mengurangi biaya perawatan per

kapita, dan mengurangi mortilitas dan morbiditas dari penyakit yang

menular dan tidak menular


18

1.6. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Patient Centered Care (PCC)

PCC melibatkan beberapa konsep seperti konsep caring, informasi,

komunikasi dalam membangun hubungan terapeutik. Salah satu faktor dalam

pelaksanaan PCC adalah empati (Oktaviana & Dwiantoro, 2018). Namun menurut

Sailsman, Halley-Boyce, dan Sailsman (2018) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi Patient Centered Care (PCC), sebagai berikut:

1. Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan yang unik dan merangkul, suportif lingkungan

dianggap paling penting dari semua faktor dalam peraturan perawatan di

rumah sakit dan puskesmas. Dukungan yang diberikan pemimpin harus

berkomitmen dalam mempromosikan sistem perawatan ini. Menciptakan

lingkungan yang mendukung tenaga kerja untuk tumbuh dan berkembang,

serta iku serta dalam menyatukan dan mempertahankan organanisasi untuk

misi bersama.

2. Proses evaluasi dan umpan balik

Untuk mendapatkan kesuksesan dalam PCC, organisasi harus

memantau kinerja tenaga kesehatan secara sistematis berdasarkan ulasan

dari pasien dan keluarga sebagai pengguna layanan. Pelayanan kesehatan

seharusnya tidak hanya untuk pasien tapi untuk penyedia layanan. Oleh

karena itu, Pasien dan keluarga juga harus begitu terlibat dalam kesehatan

dan kesejahteraan mereka dan mampu memberikan informasi keputusan

tentang perawatan mereka. PCC dipromosikan untuk memastikan pasien


19

dan keluarganya berpengetahuan luas, terpapar informasi, aktif dalam

rencana perawatan.

3. Intervensi dan implementasi yang proaktif

Rencana perawatan yang tertulis harus menyediakan kebutuhan

pasien dan memantau kemajuan pasien. Dalam rencana perawatan harus

menuliskan berbagai istilah dan metode yaitu clinical pathway, peta

perawatan, rencana tindakan mutidisiplin, dan rencana asuhan

keperawatan.

4. Komunikasi

Koordinasi perawatan adalah proses komunikasi kolaboratif yang

menjadi tanda keberhasilan dalam semua sektor perawatan, terutama

selama transisi perawatan. Kemampuan berkomunikasi merupakan

komponen penting dalam PCC di seluruh rangkaian perawatan.

5. Dukungan teknologi informasi kesehatan

Teknologi yang terhubung kepada pasien dan keluarga dapat

memberikan informasi dan komuikasi yang tepat dalam perawatannya,

menghubungkan tenaga kesehatan dengan pasien secara elektronik.

6. Transisi perawatan

Transisi idealnya harus memberikan perawatan yang terpusat dan

mengatasi masalah yang dialami. Dalam mengelola transisi perawatan ada

5 kunci yaitu, akses pasien masuk diformalkan melalui komunikasi tindak

lanjut, fokus pada logistik (peralatan terpenuhi), pastikan melakukan


20

pergantian shift, tentukan cara komunikasi untuk berkoordinasi yang lebih

baik, menghindarkan kembalinya pasien ke rumah sakit

1.7. Hambatan dalam penerapan Patient Centered Care

Meskipun PCC dipandang sebagai gerakan yang positif di masa depan

terhadap pelanyanan kesehatan. Namun ada beberapa hambatan pelaksanaan

pelayanan kesehatan ini. Hambatan-hambatan tersebut yaitu sebagai berikut:

Tidak ada defenisi yang jelas mengenai PCC, kurangnya program pendidikan

yang mendukung PCC untuk semua penyedia layanan kesehatan, Fragmentasi

perawatan yang berfokus kepada penyakit bukan pada pasien, beban kerja

penyedia layanan dan mengalami kekurangan.

Menurut Jardien-Baboo, et al (2016) pelaksanaan PCC masih kurang

memadai karena kesulitan-kesulitan ditemukan seperti sumber daya yang tidak

memadai, perilaku tenaga kesehatan yang tidak professional, dan peningkatan

administrasi pekerjaan karena takut di ligitasi. Menurut Marti, dkk (2015)

Hambatan yang lain dalam melaksanakan PCC selama resusitasi oleh tim atau

kelompok resusitasi yaitu perbedaan bahasa saat berkomunikasi dengan pasien

dan keyakinan, kurangnya kemampuan kerja teman sejawat, keterbatasan sarana

dan prasarana, serta beban kerja perawat.

Selain itu hambatan lain dalam pelaksanaan PCC pada pasien dan keluarga

yaitu lingkungan yang terbatas, dimana terbatasnya ruang yang tersedia untuk

mendiskusikan hal yang bersifat rahasia, dukungan unit perawatan, waktu yang

terbatas saat proses pergantian shift, potensi pelanggaran informasi pasien (Falgg,

2015).
21

1.8. Penerapan Patient centered care berdasarkan Komisi Akreditasi Rumah

Sakit tahun 2017

PCC merupakan salah satu komponen dalam penilaian standar akreditasi

rumah sakit pada tahun 2012 hingga 2017. KARS mengharuskan rumah sakikt

untuk menyelenggarakan pelayanan yang terintegras, berikut adalah aspek-aspek

penerapan PCC berdasarkan Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2017:

1. Akses ke rumah sakit dan kontinuitas pelayanan (ARK)

Membangun suatu pelayanan yang berkesinambungan dibutuhkan

sistem pelayanan yang terintegritas oleh para profesional kesehatan.

Bertujuan untuk menyesuaikan kebutuhan pasien terhadap pelayanan

rumah sakit, mengorganisasikan pelayanan, lalu mengintervensi tindakan

berikutnya. Hasil yang diharapkan dapat menigkatkan mutu pelayanan

kepada pasien dan efisien dalam pemakaian sumber daya yang tersedia di

rumah sakit. Seingga proses penerimaan pasien di rumah sakit harus

memenuhi standar sesuai dengan yang telah ditetapkan.

2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

Melibatkan pasien serta keluarganya untuk menentukan pilihannya

sesuai dengan kebutuhan, harapan, nilai dan kultur budaya yang dapat

meningkatkan hasil perawatan. Dengan ini, mengoptimalkan hak pasien

dalam pemberian PCC diawali dengan menetapkan hak, lalu memberi

pendidikan kesehatan pada pasien mengenai hak dan kewajibanny.


22

Memberi informasi kepada pasien mengenai bagaimana mereka harus

bersikap tentang hak dan kewajibannya.

3. Asesmen Pasien (AP)

Pengkajian yang baik dan efektif akan mendapatkan pengetahuan

mengenai kebutuhan pelayanan, pengobatan pasien yang sesuai dan

berkelanjutan serta pelayanan yang terencana yang akan membantu saat

kondisi pasien berubah. Saat melakukan pengkajian pada pasien ada 3

proses utama yaitu mengumpulkan informasi dari data kondisi pasien

(fisik, psikologis, sosial, kultur, spiritual, dan riwayat kesehatan). Selain

pengkajian awal, pengkajian ulang harus tetap dilakukan selama perawatan

untuk mengidentifikasi kebutuhan lain pada pasien. pengakjian ulang ini

juga penting untuk mengetahui respon pasien terhadap asuhan pelayanan

dan pengobatan yang diberikan.

4. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)

Memberi asuhan dan pelayanan pasien dengan aman, serta

komunikasi yang efektif dan kolaboratif sesuai dengan standar. Tanggung

jawab tenaga kesehatan di ruma sakit untuk memastikan bahwa rencana

dan pelaksanaan (implementasi) terkoordinasi, merespon setiap kebutuhan

pasien, melaksanakan upaya pencegahan, kuratif, rehabilitatif dan paliatif.

Dalam melaksanakan pelayanan yang terintegrasi dilaksanakan dengan

terencana yaitu ketua tim dalam profesional pemberi asuhan (Clinical

leader) dapat dilakukan oleh dokter yang bertanggung jawab dalam


23

pelayanan, PPA merupakan tim dari interdisiplin yang berkolaborasi

dalam pelaksanaan layanan, menjaga kesinambungan pelayanan,

keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga selama asuhan.

5. Pelayanan Anastesi dan Bedah (PAB)

Tindakan anastesi dan bedah merupakan proses kompleks yang

sering dilaksanakan di rumah sakit dan membutuhkan pengkajian yang

lengkap dan menyeluruh kepada pasien, perencanaan yang terintegrasi,

melakukan observasi yang terus menerus (memantau pasien), pemindahan

pasien ke ruang perawatan sesuai kriteria tertentu, merehabilitas, serta

pemulangan.

6. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO),

Pelayanan yang berkaitan dengan farmasi dan alat kesehatan.

Maksudnya untuk mencapai hasil mutu dan kualitas hidup pasien yang

meningkat. Tujuannya untuk menjamin mutu, keamanan sediaan farmasi

dan alat kesehatan, menjamin perlindungan hukum bagi tenaga farmasi,

melindungi pasien dan tenaga kesehatan dari penggunaan obat yang tidak

sesuai sebagai tindakan patient safety.

7. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)

Memberikan asuhan kepada pasien bergantung pada cara

berkomunikasi. Komunikasi yang efektif ketika pesan dapat diterima dan

dimengerti oleh komunikan. Komunikasi merssupakan salah satu faktor

dalam pelaksanaan PCC, kegagalan berkomunikasi sering menyebabkan


24

kekacauan dalam keselamatan pasien. Komunikasi yang efektif dalam

memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, supaya mereka

memahami kondisi kesehatannya, berpartispasi lebih baik dalam

perawatannya, mendapat informasi dalam mengambil keputusan mengenai

pengobatannya.

2. Studi Fenomenologi

2.1 Defenisi Studi Fenomenologi

Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang mengamati setiap

keunikan manusia berdasarkan pengalaman secara subjektif. Metode penelitian ini

dimulai oleh Edmund Husserl salah satu toko pertama pendiri dan dikembangkan

oleh Martin Heidegger untuk memahami dan mempelajari pengalaman hidup

manusia. Bertujuan untuk meneliti struktur pengalaman dalam kesadaran manusia

(Tuffour, 2017). Penelitian fenomenologi berbeda dengan penelitian kualitatif

yang lain dalam memahami inti dari suatu fenomena berdasarkan prespektif

partisipan yang mengalaminya. Fenomenologi tertarik pada semua jenis

pengalaman manusia yang mencakup pengalamannya di kehidupan sehari-hari,

merupakan cara yang valid atau sesuai dalam penelitian (Eddles-Hirsch, 2015).

Penelitian fenomenologi bertujuan untuk memahami makna pengalaman

tersebut serta berupaya mengungkapkan pengalaman yang dialami partisipan.

Melalui pengumpulan data serta berusaha masuk ke dunia partisipan sehingga

pengalaman partisipan dapat dialami juga oleh peneliti dengan cara yang sama

(Polit & Beck, 2012). Pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan wawancara
25

secara mendalam dengan partisipan, observasi langsung, dan refleksi intropeksi

(Polit & Beck, 2012; Yuksel & Yildirim, 2015). Selain itu, dengan studi

fenomenologi dapat memecahkan masalah atau menggali fenomena yang diteliti

sehingga dapat membantu dalam menjawab pertanyaan serta tujuan penelitian ini

(Khan, 2014).

2.2 Jenis-jenis Penelitian Fenomenologi

Jenis penelitian fenomenologi dibagi berdasarkan dari karya Husserl dan

Heidegger. Beberapa literature yang membahas ide mereka yang bertujuan untuk

melihat peredaan yang jelas antara fenomenologi Deskriptif oleh Husserl dan

fenomenologi interpretative oleh Heidegger. perbedaan antara dua jenis metode

fenomenologi adalah sebagai berikut (Gill, 2014; Polit & Beck, 2012):

1. Descriptive Phenomenology

Fenomena deskriptif ini dikembangkan oleh Edmund Husserl sebagai

pendiri Filosofi fenomenologi yang menggambarkan makna dari pengalaman

manusia. Dalam Ensiklopedia Britannica, Husserl tahun 1927 menyatakan bahwa

istilah fenomenologi menunjukkan pada dua hal yaitu metode deskriptif jenis baru

dan ilmu hipotesis yang berasal darinya (Gill, 2014).

Fenomenologi deskriptif memiliki 4 langkah untuk menganlisa data yaitu

bracketing, intuiting, analyzing, dan describing. Bracketing merupakan suatu

proses dimana peneliti mengidentifikasi dan membebaskan asumsi atau

pendapatnya, menghindari pemikiran tentang suatu fenomena atau membebaskan

diri dari teori-teori yang diketahuinya. Metode ini menjadi fenomena yang
26

dimurnikan, yang berarti bebas dari asumsi, praduga, keyakinan atau pendapat

terkait fenomena tersebut. Langkah yang kedua yaitu Intuiting merupakan mampu

melihat esensi melalui intuisi, peneliti terbuka terhadap ide terkait dengan realita

yang dirasakan oleh partisipan. Kemudian, Analyzing merupakan proses analisa

data yang mempunyai beberapa fase, yaitu: mengumpulkan pernyataan penting

(signifikan), kemudian mengaktegorikan dan menjelaskan arti (makna) dari

fenomena yang dialami. Tahap akhir adalah Describing, dimana peneliti

menuliskan narasi secara mendalam mengenai fenomena yang ditelitinya. Proses

analisa data dalam fenomenologi deskriptif ini dapat menggunakan proses analisa

data dengan Collaizi, Giorgi dan Van Kaam (Polit & Beck, 2012; Gill, 2014)

2. Interpretive Phenomenology

Fenomenologi interpretatif ini dikembangkan oleh Martin Heidegger yang

merupakan mahasiswa Husserl. Heidegger mengembangkan jenis fenomenologi

yang berbeda pada subjek dan metode dalam penelitian, Makna dari deskripsi

fenomenologis adalah interpretasi. Sedangkan dalam metodologi fenomenologi

interpretif, interpretasi bukan pilihan melainkan menjadi aspek integral dari

penelitian. Intinya fokus pada pemahaman dan interpretif (penafsiran), bukan

hanya sekedar menguraikan, tetapi secara khusus mengeksplorasi pengalaman

manusia tentang keberadaannya. Pendekatan fenomenologi interpretif memiliki

tujuan untuk mendapatkan pemahaman pengalaman hidup dengan langkah

memahami dan masuk ke dalam pengalaman partisipan (Gill, 2014).


27

Fenomenologi pada filosofi Heidegger dalam menganalisa data adalah

Max Van Manen (1990), analisa dara menggunakan metode yang merupakan

kombinasi dari karakteristik fenomenologi deskriptif dan interpretif. Berdasarkan

pendekatan Van Manen dalam mendeskripsi pengalaman partisipan dilakukan

dengan 3 metode yaitu the detailed or line-by-line approach, the selective or

highlighting approach, dan the holistic approach. The detailed or line-by-line

approach, peneliti mencari makna dari suatu pengalaman dengan membaca dan

menganalisa kalimat secara detail. the selective or highlighting approach, peneliti

mengamati pertanyaan yang paling sering muncul dalam esensial dari pengalaman

partisipan. the holistic approach peneliti membaca teks deskripsi secaraa

keseluruhan dan menemukan makna dari teks tersebut. Dengan ketiga metode

terbut peneliti akan menemukan tema yang merupakan objek refleksi dan

interpretif melalui validasi kepada partisipan (Polit & Beck, 2012)


BAB 3

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi

deskriptif. Studi fenomenologi fokus mengeksplor lebih dalam bagaimana

individu mengalami suatu peristiwa dan mengintreprestasikan pengalaman

tersebut dalam bentuk data (Polit & Beck, 2012). Sesuai dengan tujuannya,

peneliti memilih desain fenomenologi deskriptif ini untuk dapat mengeksplorasi

pengalaman yang dialami oleh partisipan sesuai kondisi atau realita yang dialami

partisipan. Hingga memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengalaman

perawat pelaksana dalam menerapkan patient centered care (PCC) di ruang rawat

inap rumah sakit Universitas Sumatera Utara.

Pendekatan fenomenologi deskriptif yang memberikan penjelasan dan

pemahaman secara terperinci, membutuhkan deskripsi yang kaya dan padat serta

analisa yang rinci terkait pengalaman yang dialami partisipan. Oleh karena itu,

peneliti telah mengeksplor secara luas dan mendalam mengenai pengalaman

partisipan. Sehingga mendapat deskripsi yang rinci mengenai pengalaman

partisipan sesuai dengan kenyataannya di lapangan melalui wawancara yang

mendalam.

Menurut Polit & Beck (2012) dalam penerapannya, pendekatan

fenomenologi deskriptif memiliki 4 langkah yaitu bracketing, intuiting, analyzing,

describing yang telah dilaksanakan oleh peneliti. Bracketing, dimana peneliti

28
29

menyatu dengan fenomena yang dialami partisipan, membebaskan asumsi yang

diketahui oleh peneliti. Intuiting, pada tahap ini peneliti mengumpulkan data

dengan wawancara mendalam kepada partisipan. Analyzing, proses dimana

peneliti menganalisa data yang telah dikumpulkan menjadi transkip wawancara.

Describing, proses terakhir dimana peneliti memahami dan mendefinisikan setiap

makna menjadi narasi yang disajikan secara tertulis

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Meranti dan Cendana

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara, yang telah lulus uji Akreditasi Rumah

Sakit oleh KARS 2017 di tahun 2019. Selain itu penelitian terkait patient

cemtered care belum pernah diteliti di rumah sakit Universitas Sumatera Utara.

2.2 Waktu Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret

hingga Juni 2021. Sedangkan Penyusunan proposal penelitian sudah dimulai sejak

Oktober 2020.

3. Partisipan dan Teknik Sampling

Jumlah partisipan dalam penelitian ini yaitu 8 partisipan. Partisipan dalam

penelitian fenomenologi biasanya tidak memiliki jumlah yang besar. Jumlah

partisipan dalam penelitian kualitatif ini ditentukan berdasarkan terpenuhinya

kebutuhan informasi (saturasi data). Dimana data yang diperoleh sudah sesuai

pola, kategori dan demensi fenomena yang diteliti dan peneliti tidak mendapatkan
30

informasi baru dari partisipan penelitian ini (Polit & Beck, 2012; Eddles-Hirsch,

2015).

Menurut Morse Polit & Beck (2012) Jumlah partisipan yang diperlukan

untuk mencapai saturasi data tergantung pada pertanyaan penelitian dan

kemampuan partisipan dalam mengungkapkan pengalamanya. Semakin besar

jumlah informasi yang didapat dari partisipan kemungkinan semakin sedikit

partisipan yang dibutuhkan. Sehingga tidak ada aturan atau batasan untuk

menentukan jumlah partisipan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti dapat

menghentikan proses pengumpulan data penelitian ini sampai 8 partisipan karena

telah mencapai saturasi data.

Metode penentuan partisipan dalam penelitian ini adalah metode purposive

sampling, yaitu memilih partisipan yang bermanfaat untuk penelitian ini dan

memiliki pengetahuan mengenai studi ini. Ditentukan berdasarkan kriteria yang

sesuai dengan kebutuhan informasi dan tujuan dalam penelitian (Polit & Beck,

2012). Oleh karena itu, Partisipan yang dipilih untuk penelitian ini mampu

menjelaskan fenomena yang dialami serta dapat mengartikulasikan perasaan

dalam menjalani pengalamannya terkait penerapan patient centered care di rumah

sakit.

Kritertia inklusi yang ditentukan untuk memperoleh partisipan yang

sesuai, sebagai berikut: (1) perawat yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara, (2) perawat yang memiliki pengalaman kerja

minimal 3 tahun di rumah sakit Universitas Sumatera Utara, (3) perawat dengan

pendidikan terakhir minimal profesi ners, (4) perawat yang terlibat dalam
31

menerapkan metode PCC kepada pasien di rumah sakit USU, (5) bersedia menjadi

partisipan dan diwawancarai.

4. Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data dengan metode, alat dan prosedur

pengumpulan data, sebagai berikut :

4.1 Metode

Metode penelitian ini hanya menggunakan satu metode pengumpulan data

yaitu wawancara yang mendalam (in-depth interview) kepada partisipan yang

merupakan perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Universitas

Sumatera Utara. Wawancara secara mendalam dilakukan untuk dapat memahami

makna pengalaman dari fenomena yang dibagikan partisipan (Polit & Beck,

2012). Wawancara dilakukan setelah calon partisipan mengisi lembar persetujuan

(informed consent) menjadi partisipan. Peneliti menggunakan teknik wawancara

semi terstruktur yang kalimat pertanyaannya terbuka (open ended question) sesuai

dengan panduan wawancara

Selama kegiatan wawancara peneliti memanfaatkan alat perekam yang

merekam seluruh informasi saat wawancara berlangsung. Tujuannya untuk

menghindari hilangnya informasi yang penting dari partisipan dan mempermudah

peneliti membuat transkip hasil wawancara penelitian. Dalam keadaan pandemi

COVID-19, sebanyak 6 partisipan bersedia diwawancarai secara langsung, dan

ada 2 partisipan yang bersedia diwawancarai melalui media komunikasi online

(telefon) oleh peneliti sebagai instrumen penelitian.

4.2 Alat
32

Peneliti sebagai instrumen penelitian dalam pengumpulan data penelitian

merupakan alat yang utama. Oleh karena itu, peneliti wajib memiliki kemampuan

dalam menganalisa data penelitian dan memakai alat dalam mengumpulkan data.

Alat untuk mengumpulkan data penelitian yaitu kuesioner data demografi

partisipan, panduan wawancara, dan field note (catatan lapangan). Alat bantu

tambahan yaitu alat perekam suara digital dan media komunikasi yang digunakan

saat wawancara.

Panduan wawancara penelitian ini disusun oleh peneliti. Panduan

wawancara berisi lima pertanyaan terbuka. Tujuannya untuk membantu peneliti

memusatkan topik pertanyaan supaya informasi yang diperoleh sesuai dengan

topik penelitian. Panduan wawancara diuji validitas oleh seorang dosen Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang ahli mengenai penelitian kualitatif

dan penelitian ini. Tujuannya untuk menilai relevansi setiap item pertanyaan yang

digunakan peneliti. Hasil dari validasi panduan wawancara tersebut telah

dinyatakan valid dan relevan digunakan untuk mewawancarai partisipan

penelitian ini.

Alat pengumpulan data juga menggunakan kuesioner data demografi

digunakan untuk membuktikan bahwa kriteria partisipan sudah sesuai dengan

kriteria inklusi sebagai partisipan penelitian dan untuk mengumpulkan informasi

(identitas) mengenai partisipan. Didalam kuesioner data demografi partisipan

terdapat informasi mengenai data identitas partisipan berupa nama, umur, jenis
33

kelamin, lama waktu bekerja di rumah sakit USU, pendidikan. Kuesioner ini diisi

sesuai dengan kondisi partisipan.

Cacatan lapangan (field note) menjadi ulasan tertulis mengenai yang

dilihat, didengar, dipikirkan, dialami saat wawancara. Hali ini berupa dokumentasi

respon non-verbal selama proses wawancara berlangsung. Field note berisi kode

partisipan, media komunikasi dan waktu wawancara, gambaran partisipan saat

wawancara dilakukan, gambaran suasana saat wawancara, gambaran respon

partisipan selama wawancara berlangsung dan respon partisipan saat terminasi.

Alat bantu tambahan dalam penelitian ini adalah alat perekam suara dan

media komunikasi online. Alat perekam suara digital yang digunakan adalah voice

recorder handphone untuk merekam semua percakapan antara partisipan dengan

peneliti saat wawancara berlangsung. Namun sebelum merekam suara, peneliti

meminta izin kepada partisipan merekam seluruh informasi. Sedangkan media

komunikasi yang digunakan saat wawancara, bertujuan untuk memudahkan

peneliti dalam mewawancarai partisipan di keadaan pandemi COVID-19. Media

tersebut adalah telefon seluler, sesuai kesepakatan partisipan dengan peneliti.

4.3 Prosedur pengumpulan data

Proses pengumpulan data penelitian ini diawali setelah memperoleh izin

penelitian dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan

dinyatakan lulus uji etik (ethical clereance) oleh komite etik penelitian

Universitas Sumatera Utara. Kemudian, diserahkan ke pihak rumah sakit untuk

mendapatkan izin melaksanakan penelitian di Rumah Sakit Universitas Sumatera


34

Utara. Kemudian, peneliti membawa surat-surat tersebut dan menjelaskan tentang

prosedur penelitian kepada kepala ruangan untuk mendapatkan arahan terkait

perawat pelaksana agtau calon partisipan penelitian yang sesuai dengan kriteria

inklusi penelitian ini.

Kemudian, Peneliti membangun hubungan saling percaya dengan

partisipan (prolonged engagement) sekalian perkenalan lebih dalam. Tujuannya

untuk mendapatkan informasi dan memahami lebih dalam mengenai pengalaman

partisipan. Peneliti berinteraksi dengan partisipan dalam waktu tertentu sebelum

melakukan wawancara kepada partisipan, dimana peneliti tetap berkomunikasi

dengan partisipan secara bertahap baik langsung maupun melalui media online.

Kemudian, Peneliti menyampaikan tujuan dan prosedur penelitian serta

menanyakan kesediaan partisipan. Peneliti memberikan informed consent kepada

partisipan yang bersedia. Lalu apabila pertisipan bersedia, maka mereka

menandatangani informed consent atau lembar persetujuan yang telah disediakan

peneliti. Kemudian peneliti melakukan kontrak waktu dan tempat atau media

komunikasi yang digunakan saat wawancara dengan partisipan.

Sebelum melakukan pengumpulan data dengan wawancara kepada seluruh

partisipan, Peneliti terlebih dahulu melakukan Pilot study untuk menilai

kemampuan dan keterampilan peneliti menjadi alat utama penelitian untuk

mengumpulkan informasi melalui wawancara, kemudian melakukan analisa data

terkait penelitian. Pilot study ini dilaksanakan pada salah satu partisipan yang

bersedia, menggunakan panduan wawancara. Kemudian transkip wawancara


35

dikonsultasikan dengan pembimbing. Setelah hasil pilot study diterima dan

disetujui oleh pembimbing, wawancara dapat dilanjutkan kepada partisipan yang

lain.

Proses pengumpulan data melalui wawancara dilakukan sesuai dengan

waktu yang telah disetujui bersama dengan partisipan. Pertanyaan yang diajukan

sesuai dengan panduan wawancara. Kemudian melanjutkan berbagai pertanyaan

dengan teknik probing, sehingga mendapatkan informasi yang lebih banyak dari

partisipan, berdasarkan pengalaman partisipan. Selama wawanacara peneliti

berupaya membebaskan partisipan mengungkapkan pengalamamnya.

5. Pertimbangan Etik

Pertimbangan etik dalam studi kualitatif sangat penting dilakukan karena

peneliti berinteraksi secara langsung dengan partisipan penelitian. Selain itu

penelitian kualitatif tidak menggunakan analisis statistik sehingga peneliti

memiliki tanggung jawab yang besar dalam penelitian ini (Sanjari, et al., 2014).

Oleh karena itu, Sebelum melakukan pengumpulan data, penelitan ini telah

dinyatakan lulus Etichal Clearence oleh komite etik penelitian Universitas

Sumatera Utara pada tanggal 04 April 2021. Oleh karena itu, penelitian ini

dimyatakan tidak menyalahi prinsip etik, tidak membahayakan partisipan dan

menghargai martabat partisipan. Peneliti berupaya menaati prinsip etik dalam

penelitian ini untuk melindungi partisipan. Selain itu, saat menjelaskan informasi

terkait penelitian kepada partisipan, peneliti tetap memperhatikan etika penelitian

untuk memastikan perlindungan hak partisipan.


36

Berikut merupakan beberapa prinsip etik yang diperhatikan oleh peneliti

berdasarkan Polit dan Beck (2012) yaitu menghormati harkat dan martabat

manusia (respect for person), informed consent, menghormati privasi dan

kerahasian partisian (confidentiality), memperhatikan manfaat yang akan terjadi

(beneficience).

Selama proses pengumpulan data ini peneliti memberikan kebebasan

kepada partisipan untuk menentukan pilihannya, serta akan menghormati hak-hak

partisipan (respect for person). peneliti juga memberikan kebebasan kepada

partsipan untuk menolak ataupun mengundurkan diri sebagai partisipan penelitian

ini (autonomy). Setelah partisipan setuju dan bersedia menjadi partisipan dalam

penelitian ini, maka partisipan mengisi lembar persetujuan (informed consent)

yang telah disediakan.

Menghormati privasi dan kerahasian partisian (confidentiality), Peneliti

menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan partisipan saat diwawancarai dan

hanya digunakan dalam penelitian ini saja (confidentiality). Peneliti juga menjaga

kerahasian identititas partisipan dengan hanya mencantumkan kode berupa nomor

dalam catatan pengumpulan data apabila dipublikasi (anonimity) atau tanpa nama.

Kemudian memperhatikan manfaat (beneficience) yang diterima dalam

penelitian ini. Peneliti meminimalkan dampak yang merugikan bagi partisipan

(nonmalaficience) selama proses pengumpulan data. Meminimalkan

ketidaknyamanan yang mungkin terjadi selama proses wawancara seperti merasa

bosan saat wawancara. Maka dari itu, partisipan diberikan kebebasan untuk

memilih waktu yang tepat melakukan wawancara. Partisipan juga diberikan


37

kebebasan untuk mengakhiri wawancara, apabila ada kepentingan yang mendesak

dari partisipan. Kemudian, wawancara dapat dilanjutkan kembali sesuai

kesepakatan antara peneliti dan partisipan.

6. Analisa Data

Proses analisa data dilaksanakan setiap selesai mewawancarai satu

partisipan. Setelah wawancara peneliti membuat transkip data dan mulai

menganalisa data satu persatu. Metode untuk menganalisa data dalam studi

fenomenologi menggunakan metode Collaizi (1978 dalam Polit & Beck, 2012).

Metode collaizi memberikan langkah-langkah yang lebih jelas, terstruktur dan

sederhana dalam menganalisa data. Berikut proses menganalisa data yang

dilakukan peneliti berdasarkan metode collaizi ini meliputi: (1) membaca semua

transkip wawancara untuk memahami dan merasakan apa yang dialami oleh

partisipan, (2) membaca dan meninjau kembali transkip wawancara untuk

menyaring pernyataan penting dari partisipan, dan membuat daftar pernyataan

signifikan (penting), (3) menjelaskan arti dari setiap pernyaatan penting

(merumuskan makna), dengan menjelaskan arti dari setiap pernyataan yang

didiapat. Peneliti harus teliti agar tidak membuat kesalahan arti dari pernyataan

signifikan partisipan, (4) mengelompokkan makna yang dirumuskan ke dalam

beberapa kelompok tema, setelah tema terorganisir peneliti memvalidasi kembali

kepada partisipan, (5) mengintegrasikan hasil pengorganisasian dalam bentuk

suatu deskripsi yang lengkap serta menarik sesuai dengan topik penelitian, (6)

merumuskan deskripsi lengkap dari fenomena yang sedang diteliti tersebut


38

sebagai pernyataan identifikasi yang tegas, (7) mengembalikan hasil yang didapat

pada partisipan sebagai tahap validasi terakhir.

7. Keabsahan Data (Thrustworthiness)

Menurut Lincoln dan Guba (1985), tingkat keabsahan data (thrustworthiness

of data) untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya dalam penelitian

kualitatif terdiri dari 4 kategori, yaitu kredibilitas (Credibility), dependabilitas

(dependability), confirmabilitas (confitmability), transferabilitas (transferability)

(Polit & Beck, 2012; Squires & Dorsen, 2018 )

Credibility mengacu pada tingkat kebenaran terhadap data, sehingga temuan

dalam penelitian ini dapat dipercaya. Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan

Credibilty dalam penelitian ini dengan 2 metode yaitu prolonged engagement dan

member check. Yang pertama prolonged engagement dilakukan peneliti dengan

berinteraksi bersama partisipan sebelum melakukan wawancara, dan peneliti

berusaha mendekatkan diri kepada partisipan. Untuk memudahkan peneliti

membangun kepercayaan dengan partisipan dan memahami pengalaman

partisipan lebih dalam. Selanjutnya member check, dalam hal ini peneliti

mengirim kembali hasil interpretasi peneliti kepada partisipan untuk

mengkonfirmasi ulang hasil tersebut. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada

pernyataan dan kategori yang tidak sesuai dengan presepsi partisipan. Peneliti

memberi kebebasan untuk partisipan membantah hasil analisa, apabila ada yang

tidak sesuai dengan yang dimaksud oleh partisipan

Dependability berarti kestabilan data dari waktu ke waktu dan kondisi,

apabila penelitian ini diulang oleh peneliti lain. Strategi yang dilakukan peneliti
39

untuk mencapai dependability dalam penelitian ini dengan mendokumentasikan

semua hasil dari pengumpulan data dalam penelitian. Kemudian menunjukkan dan

mendiskusikan setiap hasil pengumpulan data seperti transkip wawancara, hasil

analisa data penelitian kepada pembimbing.

Confirmability atau kepastian, dimana objektivitas data sesuai dengan apa

yang terjadi sesungguhnya pada partisipan. Tanpa ada pengaruh dari motivasi

ataupun kepentingan peneliti. Sehingga hasil penelitian ini nanti dapat dikuatkan

atau dikonfirmasi oleh peneliti lain. Startegi yang dilakukan untuk mencapai

confirmability penelitian ini dilakukan dengan mempertanggung jawabkan data

dan menjaga objektivitasnya. Kemdian, menyerahkan setiap hasil temuan selama

proses penelitian ke pembimbing sebagai pakar dalam penelitian kualitatif untuk

dikonfirmasi sehingga lebih objektif (check expert).

Transferability yaitu seberapa jauh hasil penelitian bisa diaplikasikan pada

kelompok atau tempat lain. Strategi yang dilakukan peneliti untuk mencapai

transferability dalam penelitian ini yaitu dengan meyediakan laporan penelitian

(thick description). Dengan cara menuliskan seluruh hasil penelitian secara detail,

mulai dari proses pengumpulan data penelitian dan konteks penelitian.

8. Hambatan dan Keterbatasan Peneliti

Ada 2 hambatan yang dialami peneliti selama melaksanakan penelitian ini

yaitu, pertama, peneliti kesuliyan untuk mendapatkan partisipan karena Rumah

Sakit USU membatasi mahasiswa untuk melakukan penelitian langsung di rumah

sakit dalam keadaan pandemi COVID-19. Oleh karena itu, Peneliti hanya

mendapatkan 8 partisipan dalam penelitian ini. Partisipan yang bersedia


40

diwawancarai secara langsung ada 6 orang dan partisipan yang bersedia

diwawancarai secara online melalui telepon seluler hanya 2 orang. Sehingga

peneliti sedikit kesulitan dalam melihat respon ataupun ekspresi wajah partisipan

saat diwawancarai. Kemudian hambatan yang kedua adalah peneliti Cuma

menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yaitu wawancara

mendalam kepada partisipan, seharusnya dalam penelitian kualitatif menggunakan

2 metode yaitu wawancara dan observasi. Metode observasi tidak dapat

dilaksanakan karena dalam keadaan pandemi COVID-19, mahasiswa dibatasi

untuk melakukan kunjungan langsung dalam waktu yang lama di ruang rawat

rumah sakit USU.

Keterbatasan dalam penelitian yaitu berasal dari peneliti sendiri yang baru

pertama kali melaksanakan penelitian kualitatif sehingga terbatas untuk menjadi

sebuah instrumen dalam penelitian ini. Keterbatasan tersebut salah satunya yaitu

prolonged engagement belum efektif dilakukan peneliti. Peneliti hanya sekali

bertemu secara langsung untuk perkenalan dengan partisipan karena kesibukan

yang dimiliki partisipan. Peneliti melanjutkan prolonged engagement melalui

online. Pertemuan selanjutnya partisipan meminta langsung melakukan

wawancara. Kemudian, dalam melakukan tehnik probing, peneliti masih

mengalami kesulitan dalam mengembangkan pertanyaan dari ungkapan-ungkapan

partisipan.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu,

pertama penjelasan mengenai karakteristik partisipan dan pada bagian kedua

penjelasan terkait pengalaman Perawat pelaksana dalam menerapkan patient

centered care di ruang rawat inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

1.1. Karakteristik Partisipan

Jumlah partisipan dalam penelitian ini sebanyak 8 (delapan) orang perawat

pelaksana di Ruang rawat inap Cendana dan Meranti Rumah sakit Universitas

Sumatera Utara. Partisipan seluruhnya perempuan dengan usia rata-rata mulai 26

hingga 43 tahun. Partisipan merupakan perawat pelaksana yang sudah bekerja di

rumah sakit Universitas Sumatera Utara selama 3 hingga 9 tahun, selama 3 tahun

ada 1 orang, 4 tahun ada 1 orang, 5 tahun ada 3 orang, 8 tahun ada 1 orang, dan

bahkan 9 tahun ada 2 orang. Seluruh partisipan dalam penelitian ini dengan

pendidikan terakhirnya profesi ners dan pernah mengikuti seminar dan pelatihan

mengenai pelayanan kepada pasien yang diadakan di Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara, namun belum pernah mengikuti seminar atau pelatihan menegnai

patient centered care di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

41
42

Data mengenai karakteristik partisipan dilampirkan pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1 Karakteristik Partisipan


Partisipan Usia Jenis Kelamin Pendidikan Lama
Terakhir Bekerja
P1 43 tahun Perempuan Ners 9 Tahun
P2 32 tahun Perempuan Ners 5 Tahun
P3 34 tahun Perempuan Ners 8 Tahun
P4 36 tahun Perempuan Ners 4 Tahun
P5 39 tahun Perempuan Ners 9 Tahun
P6 32 tahun Perempuan Ners 5 Tahun
P7 35 tahun Perempuan Ners 5 Tahun
P8 26 tahun Perempuan Ners 3 Tahun

1.2. Pengalaman perawat pelaksana dalam menerapkan patient centered care

(PCC) di ruang rawat inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

Dari hasil analisis data yang menggunakan metode Colaizzi pada hasil

wawancara yang telah dilaksanakan kepada 8 partisipan, peneliti menemukan 6

(enam) tema utama mengenai pengalaman perawat pelaksana dalam menerapkan

patient centered care (PCC) di ruang rawat inap Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara. adapun kesembilan tema tersebut yaitu : (1) Menghormati nilai-

nilai, keunikan, pilihan dan privasi pasien, (2) Melaksanakan pelayanan yang

berfokus dalam memenuhi kebutuhan biologis, fisik, psikososial dan spiritual

pasien, (3) Melibatkan keluarga pasien dalam merawat pasien di rumah sakit, 4)

Melakukan komunikasi dan edukasi yang efektif dalam proses asuhan pasien, (5)

Mendapatkan kepuasan bekerja dan dukungan dalam upaya melaksanakan


43

pelayanan yang berfokus pada pasien, (6) Menghadapi kendala kerja dari pihak

pasien dan tenaga kesehatan.

1.2.1. Menghormati nilai-nilai, keunikan, pilihan, dan privasi pasien

Dalam menerapkan patient centered care, Partisipan memberikan

pelayanan dengan menghormati nilai-nilai, keunikan, pilihan dan privasi pasien.

Hal ini diwujudkan patisipan dengan menghormati setiap nilai-nilai yang dianut

pasien, menerima setiap keunikan pasien dan keluarga, menerima pilihan dan

keputusan yang diberikan pasien, serta menjaga kebutuhan privacy atau

kerahasaiaan pasien.

Partisipan menghormati nilai-nilai yang dianut pasien dengan menerima

semua pasien tanpa membedakan background budayanya, menghormati setiap

kebiasaan pasien dan kebiasaan beribadah sesuai agamanya, dan menyesuaikan

perencanaan dengan budaya pasien. Hal ini diungkapkan partisipan berikut:

“…Setiap pasien masuk kita sama ratain pasien, ya bukan ke budaya


nya harus seperti apa…” (P2)
“…Jadi kita harus menghormati kebiasaan pasien itu apa
kebudayannya harus kita hormati tapi tidak mengurangi bahwasanya
pelayanan itu tidak kita dilakukan…” (P1)
“…pasien itu harus kita hormati apa yang menjadi haknya seperti
misalnya kebudayannya religiusnya kebiasaanya contoh kecilnya misalnya
kalau beragama muslim kita patuhi jam waktu ibadahnya…” (P3)
Partisipan juga berupaya menerima setiap keunikan yang dimiliki pasien

dan keluarga, dengan menerima pasien sebagai individu yang memiliki kebutuhan

dan karakter berbeda-beda, Hal itu seperti yang diungkapkan partisipan dibawah

ini:

“…setiap pasien itu berbeda-beda dietnya karena beda-beda


kebutuhannya gak sama semua…” (P7)
44

“…karakter pasien dan keluarga gak sama yakan, ada yang dia
bangsanya karakternya emosional dia hanya mau mementing dirinya
sendiri nggak memikirkan orang lain, yang dia tidak paham tetapi marah-
marah dia tidak mengerti pun marah-marah pokoknya diajak komunikasi
pun rasanya dia tidak gimana ya nggak mau gitu, banyak juga seperti itu
tapi gitulah…” (P1)

Selain itu, partisipan menerima apapun pilihan dan keputusan pasien. Hal

ini dilakukan partisipan dengan menghargai pilihan dalam mengambil keputusan

perawatannya dan menerima keputusan yang diberikan pasien. Pernyataan

partisipan sebagai berikut:

“…kita edukasi si pasiennya, kalau yang tadi itu istilahnya udah


terakhirla dia tetap gak mau juga ya kita gak boleh paksakan kita harus
tetap menghargai pilihannya karena dia yang merasakanya gitu…” (P7)
“…hak mereka lah untuk memilih ininya kan keputusannya semua
keputusan tetap ada di pasien…” (P4)

Terakhir, partisipan turut menjaga privacy atau kerahasian pasien.

Dilakukan partisipan dengan menjaga kerahasiaan informasi mengenai pasien dan

mengadakan diskusi yang rahasia mengenai pasien di ruangan tertentu. Berikut ini

kutipan dari pernyataan partisipan:

“…pasien pun kalau misalkan permintaan pasien orang lain tidak


boleh tau info tentang dia,ya kita jaga itu…” (P4)
“…kan kalau itu yang bersifat rahasia atau edukasi yang penting
untuk si pasien itu biasanya kita arahkan keluarga pasien itu keluar di
ruangan yang sepi jadi dokter pun lebih lebih tenang untuk
memberitahukan apa yang menjadi pokok permasalahan…” (P3)

Saat melakukan tindakan, salah satu partisipan mengungkapkan turut

menjaga privacy pasien dengan memasang sampiran setiap melakukan tindakan.

Berikut ini kutipan dari pernyataan partisipan tersebut:


45

“…perawat yang mau melakukan tindakan keperawatan yang


berhubungan dengan misalnya dengan tindakan yang tidak harus tidak
boleh diketahui oleh pasien lain itu harus kita tutupi dengan sampiran
gitu…” (P3)

1.2.2. Melaksanakan pelayanan yang berfokus dalam memenuhi kebutuhan

biologis, fisik, psikososial dan spiritual pasien

Dalam menerapkan patient centered care, partisipan melaksanakan

pelayanan yang berfokus dalam memenuhi kebutuhan biologis, fisik, psikososial

dan spiritual pasien. Hal ini dilaksanakan partisipan dengan memenuhi kebutuhan

pasien secara biologis dan fisik, memperhatikan kebutuhan psikosisosial pasien,

dan memenuhi kebutuhan spiritual pasien.

Partisipan memenuhi kebutuhan pasien secara biologis dan fisik yaitu

dengan membantu pemenuhan kebutuhan biologis pasien, membantu pasien

memenuhi kebutuhan rasa nyaman secara fisik, dan melaksanakan pelayanan

manajemen nyeri sesuai kebutuhan fisik pasien. Partisipan memenuhi kebutuhan

biologis pasien dengan melakukan pengkajian yang fokus pada keluhan pasien

dan secara holistik, memenuhi setiap kebutuhan pasien selama dirawat,

memberikan kebutuhan pasien sesuai dengan keluhan dan diagnosa keperawatan

pasien. Berikut ini kutipan dari pernyataan partisipan:

“…pasien yang paling utama jadi kita melakukan pengkajian itu


selalu kita menanyakan kepada pasien mulai dari datang apa yang dia
rasakan apa keluhan kemudian dari apa yang assesmen kita terhadap
pasien, baru kita tegakkan diagnosa...” (P6)
“…Buu ini kan selama rawat inap jadi kebutuhan ibu kita yang
penuhi jadi kalau misalnya aa ada kekurangan itu atau masukan dari ibu
misalnya kurang ini kurang itu harus ibu kasi tau ke perawat…” (P3)
“…untuk menentukan kebutuhannya kita melihat dulu dari
masalah nya apa diagnosanya apa…” (P8)
46

Dalam pemenuhan kebutuhan biologis pasien, partisipan membantu

memenuhi kebutuhan nutrisi dan mobilisasi pasien secara adekuat serta kebutuhan

medis pasien. Hal tersebut sesuai kutipan dari pernyataan partisipan berikut ini:

“…dia kan pasiennya itu pasien stroke nah kebutuhan dia itu
seperti apa, berartikan pemenuhan nutrisi yang harus kita buat
apanamanya kita berikan secara adekuat. Kemudian Mobilisasi, kita juga
harus berikan apanamanya kita harus berikan intervensi mobilisasinya
bila pasien itu sudah terdiagnosa medis stroke gitukan…” (P2)
“…kita bantu memenuhi kebutuhan terapi medisnya gitu, itukan
yang diinstruksi dokter dulu…” (P8)

Kemudian untuk kebutuhan secara fisik, partisipan membantu memenuhi

kebutuhan rasa nyaman pasien dengan memberi ruangan yang nyaman, tenang,

sesuai keinginan pasien, dan lingkungan yang mendukung penyembuhan pasien,

serat mengubah posisi pasien. Hal ini disampaikan oleh partisipan dengan

pernyataan dibawah ini:

“…berikan lingkungan ruangan yang nyaman juga ke pasienla


seperti kurangi pengujung rumah sakit misalnya satu kamar itu rame jadi
ya kita batasi pengunjungnya…” (P8)
“…yang tadinya oo kondisi dan lingkungannya yang tidak
mendukung yaa kita bantu untuk memfasilitasi ruangan atau lingkungan
yang mendukung untuk penyembuhan pasien…” (P1)
“…untuk menciptakan kenyamanan pasien post op misalnya rubah
posisinya misalnya naikkan kepala nya satu eh 30 derajat…” (P3)

Disamping itu, partisipan juga kerap melaksanakan manajemen nyeri yang

tepat sesuai kebutuhan fisik pasien. Hal ini dilaksanakan oleh partisipan dengan

mengkaji tingkat nyeri pasien, mengajarkan tehnik relaksasi dan berkolaborasi

dengan dokter untuk memberi analgetik ke pasien. Sesuai dengan pernyataan

partisipan sebagai berikut:


47

“…awalnya kita apakan dulu seberapa nyeri tingkat nyerinya yang


dirasakan pasien itu, misalnya kita kasi dengan jari kan dari 1-5 angka
lima ini udah berat kali la ya kan…” (P3)
“…apalagi nyeri dada itu kita ajarkan tehnik relaksasi…” (P5)
“…kalau timbul nyeri sekali kita lakukan kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik…” (P3)

Selain memenuhi kebutuhan biologis dan fisik, partisipan juga

memperhatikan kebutuhan psikososial pasien. Hal ini dilaksanakan partisipan

dengan memberi dukungan emosional dan membangun hubungan yang baik

dengan pasien. Partisipan memberi dukungan emosional dengan berusaha

memahami setiap permasalahan pasien, mengalihkan perhatian pasien dengan

melakukan hal-hal yang disukai pasien dan memfasilitasinya. Berikut pernyataan

yang sesuai:

“…kita yang selalu disitu, kita yang memahami, kita yang


mengetahui apa keluhannya, kita yang mengetahui apa yang harus
dilakukan sama pasien gitu…” (P1)
“…bantu pasien supaya dia nggak kepikiran sama penyakitnya
dengan melakukan hal yang disukainya…” (P5)
“…pasiennya kita berikan apa biasanya yang membuat dia itu
tidak kepikiran tentang operasinya. Misalnya ini pasien yang sudah tua
dia videocall dengan cucunya gitu, atau dengan menonton film
kesukaannya…” (P4)
Dalam memperhatikan kebutuhan psikososial pasien, partisipan berusaha

menjalin hubungan sosial dengan membina hubungan saling percaya bahkan

melalui sentuhan kepada pasien, melakukan pendekatan interpersonal, dan

memperkenalkan diri sebagai perawat yang bertanggung jawab atas asuhan

pasien. Berikut penyatannya:

“…dalam membangun hubungan percaya ke pasien kakak suka


tepuk bahunya dulu tapi sesama ya, Maksudnya sama pasien yang
48

perempuan aja gitu. Pokoknya gitu saya rangkul dulu saya tanya gitukan
kasi sentuhan…” (P5)
“…komunikasi yang baik ya kita perkenalan dan meyakinkan
pasien bahwa saya la perawat yang akan merawatnya dan berusaha
semaksimal munkin untuk menjaganyanya...” (P7)

Kemudian, partisipan membantu pemenuhan kebutuhan spiritual pasien

dengan mengizinkan pasien melaksanakan kegiatan terkait dengan keagamaanya

dan bahkan memfasilitasi kebutuhan rohani pasien. Pernyataan partisipan sebagai

berikut:

“…kalau sebelum covid mereka gitu datang mengadakan apa


namanya ya, mungkin untuk mendoakan pasien kesembuhan pasien itu
sebelum covid itu kita izinkan…” (P7)
“…biasanya kita ada menyediakan ya pasien yang non muslim
pendeta yang datang, yang muslim ada ustadz yang datang kita
sediakan…” (P4)

1.2.3. Melibatkan keluarga pasien dalam merawat pasien di rumah sakit

Dalam menerapkan patient centered care, Partisipan turut melibatkan

keluarga dalam merawat pasien di rumah sakit. Hal ini diwujudkan partisipan

dengan mendukung peran keluarga terhadap pasien di rumah sakit dan bekerja

sama dengan keluarga dalam perawatan pasien di rumah sakit.

Partisipan dalam mendukung peran keluarga terhadap pasien di rumah

sakit terwujud dengan mendukung peran keluarga sebagai pendamping dan

sebagai penerima informasi mengenai pasien di rumah sakit. Dalam mendukung

peran keluarga sebagai pendamping pasien di rumah sakit diwujudkan partisipan

dengan menerima keluarga yang menemani pasien di ruangan, mendukung

keluarga sebagai penanggung jawab pasien, serta menjadikan keluarga sebagai

perantara antara pasien dan perawat. Berikut penyataan partisipan :


49

“…keluarga wajib ada yang mendampingi nemani pasien itu satu


atau dua orang…” (P4)
“…keterlibatan keluarga itu nomor satu karena keluarga la
penanggung jawab pasien itu gitu…” (P8)
“…tidak bisa semua pasien itu mengerti apa rencana kita dan
pasien itu gak paham gak mengerti apa yang mau kita lakukan pun tidak
mengerti jadi harus kita libatkan memang keluarga…” (P1)

Selanjutnya partisipan juga mengakui peran keluarga sebagai penerima

informasi mengenai pasien, dilaksanakan partisipan dengan memberi informasi

kepada keluarga terkait penyakit pasien dan setiap intervensi yang akan dilakukan

kepada pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut ini:

“…selama di ruangan itu kek misalnya kaya melibatkan keluarga


ini misalnya edukasi tentang penyakitnya gitukan keluarganya harus
tau…” (P4)
“…kemudian kita kasi tahu keluarganya apa perencanaan
tindakan selanjutnya…” (P8)

Selain mendukung peran keluarga, partisipan juga bekerja sama dengan

keluarga dalam perawatan pasien di rumah sakit. Hal ini dilaksanakan dengan

melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan dan merawat pasien di rumah

sakit. Partisipan melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan perawatan

pasien dengan meminta persetujuan dari keluarga apabila pasien tidak sadar,

memberi kesempatan keluarga untuk berdiskusi mengenai pasien dan menghargai

keputusan keluarga untuk pasien. Berikut penyataan partisipan yang sesuai:

“…jika pasien tidak sadar misalnya pasien dengan stroke ya gak


sadar jadi minta persetujuannya itu kepada keluarga…” (P2)
“…kami memberikan waktu memberikan waktu untuk keluarga
berunding…” (P3)
“…keluarganya menolak itu ya kita edukasi fungsinya gunanya
apa untuk kebaikan pasien tapi tetap keputusan itu ada pada keluarga dan
pasien…” (P6)
50

Selanjutnya partisipan juga turut melibatkan keluarga dalam merawat

pasien. Dimana keluarga terlibat dalam pemberian obat dan memobilisasi pasien.

Sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut:

“…libatkan keluarga untuk memantau dia minum obat,


mengingatkan dia minum obat gitulah…” (P5)
“…kita berkolaborasi bekerja sama dengan keluarga untuk
melakukan tindakan-tindakan perawatan contoh melakukan miring kiri
miring kanan kita kolaborasi dengan keluarga contoh misalnya kita
melukakan miring kiri nanti jam segini..” (P6)

Partisipan juga melibatkan keluarga dalam asuhan keperawatan, hal ini

terealisasikan saat partisipan melibatkan keluarga dalam asuhan keperawatan

pasien, dengan melibatkan keluarga dalam pengkajian pasien. Berikut pernyataan

partisipan:

“…keluarga itu harus terlibat dalam pelaksanaan asuhan


keperawatan dirumah sakit…” (P1)
“…dalam memberikan pelayanan askep lah ke pasien kita
ikutsertakan lah keluarga…” (P7)
“…Pengkajian ya seperti biasa oo kita pasti dari head to toe ya
baru nanti kita tanya dari keluarganya bagaimana…” (P6)
1.2.4. Melakukan komunikasi dan edukasi yang efektif dalam proses asuhan

Pasien

Partisipan melakukan komunikasi dan edukasi yang efektif dalam proses

asuhan pasien. Hal tersebut terwujud dengan partisipan melakukan komunikasi

efektif kepada pasien dan keluarga serta tenaga kesehatan, memberikan informasi

tentang pelayanan dan asuhan pasien, serta memberi edukasi secara mandiri

kepada pasien dan keluarga.


51

Komunikasi yang efektif dilaksanakan partisipan dengan menerapkan

tehnik komunikasi efektif saat berinteraksi kepada pasien dan keluarga,

melakukan komunikasi efektif saat diskusi dengan pasien dan keluarga serta saat

kolaborasi antar tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan pada pasien.

Partisipan menerapkan tehnik komunikasi efektif kepada pasien dengan

melaksanakan komunikasi yang benar, perlahan dan menenangkan bagi pasien

dan keluarga, memakai bahasa yang mudah dimengerti pasien dan sesuai dengan

budaya pasien, menggunakan tehnik bahasa tubuh dan mendengarkan keluh kesah

pasien. sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut:

“…intinya komunikasi yang efektif komunikasi yang benar e


sehingga pasien dan keluarga pasien itu mengerti gitu…” (P1)
“…jadi kita ngomong perlahan-lahan la kita bilang itu bisa
dilakukan nanti di rumah setelah pulang…” (P5)
“…Yaa kita ngikut si pasiennya la kak kekmana kebiasaannya
misalnya komunikasi nya biasa pake bahasa apa …” (P8)

Kemudian, Partisipan juga melakukan komunikasi efektif saat diskusi

dengan pasien dan keluarga. Dimana partisipan menjadi fasilitator pasien keluarga

dalam mengambil keputusan perawatan pasien dan diskusi mengenai

permasalahan pasien, dan melakukan negosiasi dengan pasien yang tidak mau

menerima donor darah. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan partisipan sebagai

berikut:

“…keluarga pasti berunding dulu nanti perawat yang ditanya nah


disitu baru kita yang memberi edukasi apa kenapa apa perlunya dilakukan
tindakan ini bagaimana prosesnya nanti kita edukasi…” (P6)
“…mengatakan ketika ibu nanti ada pertanyaan mengenai pasien
boleh tanyakan ke perawat, perawat ada di konter supaya bisa kita
diskusikan permasalahan pasien …” (P6)
52

“…ada juga pasien itu yang tidak boleh dia menerima misalnya
pasien itu membutuhkan darah karena kebudayaannya tidak boleh nerima
donor dari orang lain makanya di edukasi la Kita berikan edukasi
bahwasanya itu harus diberikan dan tidak menyalahi dari kebudayaan
mereka sendiri…” (P1)

Lalu, partisipan juga melakukan komunikasi efektif saat kolaborasi

mengenai pasien. Hal ini diwujudkan partisipan dengan melakukan komunikasi

dengan PPA melalui catatan integrasi pasien, melakukan komunikasi dengan

dokter mengenai pasien, komunikasi dengan dokter dan farmasi mengenai obat

pasien, komunikasi dengan dokter dan ahli gizi mengenai nutrisi pasien,

kolaborasi dengan fsioterapi. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut:

“…Dari catatan pasien juga disitu la komunikasi antar beberapa


PPA di catatan pasien…” (P7)
“…untuk obat pasien dokter meminta untuk penambahan dosis
kita komunikasikan dengan farmasi input gitukan …” (P8)
“…kita konsulkan ke bagian gizi juga nanti orang gizinya juga
yang mengkaji pasiennya gitu, kalau misalnya dokternya minta si pasien
ini butuh 6 butir 6 putih telur ya kita mengkosulkan ke bagian gizi…” (P4)

Selain itu, dalam komunikasi partisipan turut memberi informasi tentang

pelayanan dan asuhan kepada pasien dan keluarga. Hal ini dilakukan oleh

partisipan dengan memberi informasi mengenai fasilitas dan perawatan yang

diterima pasien, serta pelayanan lanjutan (rawat jalan) pasien di rumah sakit.

Informasi yang diberi partisipan kepada pasien mengenai fasilitas dan perawatan

di rumah sakit berupa orientasi mengenai rumah sakit dan ruangan secara jelas

kepada pasien. Sesuai dengan pernyataan berikut:

“…orientasi mengenai rumah sakit ya. Kita kasi tahu tentang


fasilitas-fasilitas yang ada di rumah sakit ini apa aja, hak-hak dan
kewajiban pasien la …” (P2)
53

“…Jadi yang yang terlebih dahulu kami uraikan itu orientasi


ruangan dulu…” (P3)

Selanjutnya, partisipan juga memberi informasi mengenai perawatan atau

prosedur medis yang sedang dijalani pasien dan peralatan yang terpasang pada

pasien dengan jelas. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh partisipan sebagai

berikut:

“…kita jelaskan sejelas-jelasnya mengenai tindakan itu yang


pasien mengerti…” (P8)
“…Kemudian apa yang ada terpasang pada bapak itu juga kita
jelaskan seperti dia make gelang gelangnya itu apa warna apa
digelangnya itu ada tulisan apa kan kita jelaskan, misalnya dia terpasang
infus segala macam terpasang syringe pump syringe pump apa aja…”
(P8)

Kemudian, partisipan memberi informasi mengenai akses pelayanan

lanjutan pasien (rawat jalan) pasien dengan mengingatkan pasien untuk

melakukan control, memberitahu prosedur control ke poli dan jadwal melakukan

control ke poli pada pasien. Hal tersebut sesuai dengan penyataan partisipan

sebagai berikut:

“…kalau mau pulang selalu kita ingatkan gitu walaupun gak ada
apa harus selalu kita ingatkan harus rutin untuk control…” (P5)
“…apa apa aja yang bakal dia bawa ke control, kemana dia
control kadang adakan yang dari rawat inap ada 3 dokter penanggung
jawabnya nanti setelah ini kemana setelah ini kemana itu tetap kita
edukasi…” (P5)
“…dikasi tau dia control ke poli ini nanti ya bu. Dan dijelaskan
lagi nanti misalnya nanti pas kalau jam control eh jam waktu controlnya
itu…” (P3)

Selanjutnya partisipan turut melakukan edukasi mandiri kepada pasien dan

keluarga. Hal ini dilaksanakan partisipan dengan mengedukasi pasien mengenai


54

perawatannya, mengedukasi keluarga tentang keterampilan merawat pasien dan

perencanaan pulang pasien. Partisipan mengedukasi pasien mengenai

perawatannya berupa edukasi yang sesuai kebutuhan dan masalah pasien,

mengedukasi pasien dalam pemberian insulin secara mandiri dan pemberian terapi

medikasi, edukasi pemberian dan efek samping obat, serta edukasi tindakan

operasi yang akan dilakukan kepada pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan

partisipan sebagai berikut:

“…edukasinya diberikan lah juga sesuai dengan kebutuhan atau


masalah si pasien…” (P7)
“…jadi kita edukasi cara penyuntikan insulinnya gitu teknik
penyuntikannya. Karena itukan pasien DM dengan insulin itukan biasanya
kan biasanya harus mandiri harus mandiri gitukan jadi itukan
pemakaiannya 3 kali sehari semalam…” (P3)
“…edukasi pemberian obat bagaimana cara minum obatnya
kayamana, misalnya pasiennya itu dapat obat siang obatnya siangnya itu
ada 5 macam obat kita jelaaskan la gimana cara minum ke lima obat
tersebut kan gak mungkin kan sekaligus di minum, kasi jarak la gitu satu
diminum kemudian 2-3 menit lagi diminum yang selanjutnya lagi gitu
karena kan efek samping obat itu ada jadi mana tau pasiennya alergi
jadikan kita tau dia minum obat yang mana gitu…” (P8)

Kemudian, partisipan juga turut mengedukasi keluarga tentang

keterampilan merawat pasien. Hal ini dilakukan partisipan dengan mengajarkan

keluarga terkait fsioterapi pasien, perawatan luka pasien, serta mengajarkan

keluarga dalam pemberian nutrisi pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan

partisipan sebagai berikut:

“…latihan-latihan fsioterapi apa segala macam itu kita edukasi


keluarga…” (P6)
“…keluarga kita ajarin perawatan tubuhnya gimana, perawatan
kalau dia ada luka…” (P5)
55

“…kalau mau memberi makan lewat NGT pasti kita ajarkan juga
keluarga, yang pertama ya kita suru keluarga untuk melihat kita dulu
bagaiamana cara kita memberi makan…” (P7)

Selain itu, mengedukasi keluarga merawat pasien yang bedrest dengan

mengajarkan keluarga memandikan pasien dan mengajarkan keluarga

memobilisasi pasien di tempat tidur. Berikut ni pernyataan partisipan:

“…kita latih bagaimana cara memandikan pasien nanti misalnya


belum mampu nanti ke kamar mandi mampunya membersihkan diri di
tempat tidur jadi kita sudah edukasi caranya bagaimana terus kita
menjelaskan itu semua kepada keluarga…” (P6)
“…pasien bedrest yakan kita ajarkan lah juga keluarganya untuk
membantu pasien mobilisasi…” (P7)

Kemudian tentang perencanaan pulang pasien, Partisipan tidak lupa

mengedukasi keluarga cara perawatan tubuh pasien di rumah, mengedukasi

mengenai obat-obatan pasien yang dibawa pulang dan memastikan keluarga

mampu melakukan perawatan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan

partisipan sebagai berikut:

“…kita latih juga keluarga sebelum pulang untuk perawatan tubuh


kek pasien-pasien post op atau ganggren-ganggren gitu gimana
perawatan luka, ke keluarganya la…”
“…kita edukasi mereka sebelum pulang kan mereka yang cepat
pahamnya “begini bu! oo seperti ini yaa nanti kita memberikan obat-
obatan ini, obatnya apa seperti ini mereka sudah tahu banyak nya sih…”
(P6)
“…sudah diedukasi setelah diedukasi kami lihat kami perhatikan
bagaimana dia cara melakukannya…” (P2)

1.2.5. Mendapatkan kepuasan bekerja dan dukungan dalam upaya melaksanakan

pelayanan yang berfokus pada pasien


56

Selama berupaya melaksanakan pelayanan yang berfokus kepada pasien,

partisipan mendapatkan kepuasan bekerja dan dukungan berupa arahan maupun

motivasi. Dalam hal ini, Partisipan sebagai perawat mendapatkan kepuasan dalam

bekerja dari berbagai pihak, partisipan mendapatkan dukungan dari tim kerja,

dukungan dari pemimpin di rumah sakit, serta mendapat dukungan dalam diri

sendiri.

Partisipan dalam penelitian ini mendapatkan kepuasan dalam bekerja.

Hasil dari kepuasan bekerja yang diterima partisipan, yang tergambarkan dari

kepuasan saat merawat pasien, meningkatnya kepuasan pasien, dan meningkatnya

mutu rumah sakit. Kepuasaan partisipan saat merawat pasien terwujud dengan

merasa puas dengan perawatan yang diberikan kepada pasien dan apabila pasien

kembali pulang dengan keadaan sehat, serta menambah pengetahuan perawat

mengenai kebutuhan pasien dan memudahkan pengkajian pasien. Seperti

pernyataan berikut ini:

“…pasiennya sehat pasien sembuh pasien senang dengan kita


dengan perawatan kita pasti itu memiliki kepuasanya sendiri lah…” (P4)
“…ketika pasien menerima perawatan yang kita berikan pasien
bisa menerima pulang dan sembuh gitukan aa respon feedback yang di
berikan ke kita juga baik bagus yaa yang paling kita dapat rasa kepuasan
gitu, kepuasan senang bersykur bisa memberikan pelayanan yang baik ke
pasien…” (P6)
“…jadinya kita jadi lebih peka la ke pasien jadi mudah kita
mengkaji masalahnya gimana yakan …” (P8)
Bukan hanya bagi partisipan sendiri, partisipan juga menyatakan bahwa

hasil dalam kepuasan bekerja terlihat meningkatnya kepuasan pasien yaitu dapat

meningkatkan outcome dan kepuasan pasien serta pasien merasa lebih nyaman

mendapat perawatan dari perawat. Seperti ungkapan partisipan dibawah ini:


57

“…semakin bagus perawatan pelayanan yang kita berikan


otomatis jugakan pasien akan merasa senang puas…” (P6)
“…Pasien pasti lebih nyaman dengan tindakan yang kita berikan,
dah gitu saling terbuka antara keluarga pasien dan perawat, saling
membantu sih…” (P4)

Bahkan pelayanan yang berfokus pada pasien ini juga berpengaruh

terhadap mutu rumah sakit, dimana partisipan mengungkapkan bahwa penerapan

PCC ini dapat meningkatkan kualitas dan citra rumah sakit di masyarakat. Berikut

ungkapan dari partisipan:

“…pasien merasa puas dengan pelayanan pasien rumah sakit ya


dapat meingkatkan kualitas rumah sakitnya la ya…” (P3)
“…citra dan nama rumah sakit USU akan semakin bagus
dikalangan masyarakat gitu…” (P6)

Selanjutnya, Partisipan mendapatkan berbagai dukungan. Salah satunya

mendapatkan dukungan dari pemimpin di rumah sakit yang berupa arahan dari

kepala ruangan dan motivasi dari manajer rumah sakit. Arahan yang diterima

partisipan dari kepala ruangan yaitu diingatkan untuk memberikan pelayanan yang

prima kepada pasien, tidak lupa mengedukasi pasien, lebih teliti, memberikan

kenyamanan pada pasien dan melakukan tindakan sesuai dengan SOP. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“…kepala ruangan selalu memberikan motivasi untuk memberikan


pelayanan yang prima kepada pasien yang intinya untuk kebutuhan pasien
itu juga kan kepada pasien itu harus terpenuhi dengan pelayanan prima
itu. Jadi kalo misalnya reward moral aja sih dari kepala ruangan…” (P2)
“…kami selalu diingatkan sama kepala ruangan selalu pasien
diutamakan, pelayanan yang diutamakan, kenyamanan pasien yang
diutamakan… jangan lupa mengedukasi pasien, … lebih teliti ke
pasien…” (P5)
58

“…kalau arahannya sih tetap menerapkan SOP tetap menerapka


pokoknya bekerja harus sesuai SOP la tidak melenceng dari ketentuan gitu
sih…” (P8)
Kemudian, motivasi yang diterima partisipan dari manajer rumah sakit

yaitu partisipan diingatkan direktur dan manajer rumah sakit untuk memberikan

pelayanan yang prima kepada pasien. Seperti pernyataan partisipan berikut ini:

“…direktur itu pastinya memberikan dukungan ya memberikan


dukungan bagaimana caranya ya tadi pelayanan itu harus dimajukan
pelayanan nomor satu ke pasien, pelayanan yang utama pelayanan yang
baik service excellent itu yang utama diberikan dukungan…” (P3)
“…manajer rumah sakit sampaikan juga ya kenyamanan pasien
juga pelayanan nomor satu, anggap pasien itu seperti keluarga…” (P5)

Selain itu, dukungan juga diterima partisipan dari tim kerjanya, Dukungan

yang diterima partisipan berupa perhatian dari tim kerja saat handover, serta

dukungan untuk saling melengkapi dalam bekerja tim sesama perawat. Sesuai

pernyataan partisipan dibawah ini:

“…kalau kitakan dilakukan setiap hari kan bekerjakan dengan tim,


tim itulah yang menjadi teman partner kita memberikan asuhan
keperawatan. Jadi saya rasa dukungan motivasi itu datangnya dari
motivasi teman-teman ya yang setiap harinya dinas…” (P3)
“...saling mengingatkan juga dari pasien datang kita jelaskan ini
ini ya terus kasi tahu apa yang perlu dilakukan, itu semua dilakukan di
handover overan jadi berlanjutnya jadi perlu hubungan yang baik sesama
ini…” (P6)
“…kita semua kerjanya tim team work jadi harus saling
melengkapilah. Kalau memang gak bisa melakukannya komunikasikan ke
teman yang lain gitu …” (P5)

Selain dukungan yang diterima dari luar, partisipan juga mendapat

dukungan itu dari dalam diri sendiri. Dimana partisipan kerap menyadarkan diri

sendiri terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan sepenuh hati, memotivasi diri
59

serta tim untuk ikhlas dan tetap waspada dalam memberikan pelayanan kepada

pasien. Hal imi sesuai pernyataan partisipan berikut:

“…Kita kerjakanlah dengan ikhlas aja ya orang udah ini kok


pilihan saya sudahlah kerjakanlah gitu jadi ya bekerja bekerja dengan
sepenuh hati gitu ya…” (P1)
“…dari diri sendiri menekankan harus tetap memberikan
pelayanan yang maksimal dan ikhlas kepada pasien…” (P7)
“…memotivasi untuk diri sendiri dan sesama tim aja yang apa ini
apalagi masa pandemi ini gitu masa pandemi termasuk semua harus
waspada…” (P6)

1.2.6. Menghadapi kendala kerja dari pihak pasien dan tenaga kesehatan di

rumah sakit

Partisipan dalam menerapkan patient cenered care di rumah sakit

membutuhkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak yang terlibat yaitu pasien

dan keluarga, juga dengan para pemberi asuhan (PPA) di rumah sakit. Oleh

karena itu, selama menerapkan patient cenered care partisipan juga berupaya

menghadapi kendala kerja untuk mencapai kerja sama yang baik tersebut, dimana

partisipan mengahadapi kendala kerja yang berasal dari pihak pasien dan

menghadapi kendala kerja dari para tenaga kesahatan.

Kendala kerja dari pihak pasien yang dihadapi partisipan yaitu kesulitan

membangun kerja sama dengan pasien dan keluarga, serta kesulitan

berkomunikasi dengan keluarga pasien. Kesulitan dalam membangun kerja sama

dengan pasien dan keluarga ini terjadi karena pasien dan keluarga yang tidak

memahami kondisi pekerjaan perawat, kurangnya pengetahuan pasien sehingga

mudah terpengaruh orang lain dan sulit diajak bekerja sama. Hal ini sesuai dengan

pernyataan partisipan berikut:


60

“…kita edukasi udah kita kasi penjelasan bahwasanya seperti ini


kondisinya pasien banyak, ada pasien yang gawat e o makanya gak kita
dahulukan dia karena kita tau mana yanga prioritas yang mau
dikerjakan…” (P1)
“…kadang ada keluarga atau pihak-pihak ketiga yang tidak tahu
tentang pasien tapi dia ikut nimbrung jadi disitu sih pasien-pasien sering
jadi ikut komplain gitu…” (P4)
“…Hambatannya ya sebenarnya gini ya terkadang keluarga dan
pasien gak saling kerja dengan kami istilahnya gini dokter nya bilang gini
tetapi pasiennya gak mau gitu jadi itukan hambatan ya kan jadi itulah
yang membuat gak maksimal pelayanannya…” (P7)

Selanjutnya, partisipan juga merasa kesulitan berkomunikasi dengan

keluarga pasien. Hal ini terjadi saat partisipan berkomunikasi dengan pasien dan

keluarga yang berbahasa daerah dan tidak paham bahasa indonesia, serta

komunikasi dengan pasien dari luar negeri dan bahasa inggris pun tidak paham.

Hal ini sesuai pernyataan partisipan berikut ini:

“…yang menghambat pelayanan ke pasien itu ya komunikasi dek,


komunikasi ke pasien-pasien yang dari daerah yang dia gak bisa bahasa
indonesia dan kakak juga gak bisa bahasa daerah dia gitu tapi memang
kita kadang-kadang ada memang ya yang translatekan…” (P5)
“…kebetulan pasien kita ada nih pasien dari luar negeri yang
kerja sama dengan PBB ha itu dia gak ngeri bahasa indonesia dia gak
ngertti bahasa inggris gitu, itu yang disitu sih yang ini susahnya…” (P5)
Selain kesulitan dari segi bahasa, kesulitan berkomunikasi dengan pasien

dan keluarga yang dialami partisipan juga terjadi saat memberi informasi pada

pasien dari luar kota tanpa pendamping yang paham serta kurangnya komunikasi

keluarga dengan pasien anak. Berikut pernyataan partisipan :

“…dari luar misalnya dari luar kota atau pendalaman itu


hambatann dari bahasa ataupun pengetahuan kurang memahami kurang
pemahaman itu salah satunya. ..” (P3)
“…masalah yang paling sering kadang ketika pasien anak-anak
aja kadang komunikasi kepada keluarga itu masih sering kurang…” (P6)
61

Selain kendala kerja yang dari pihak pasien, partisipan juga menghadapi

kendala kerja dari para tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Hal ini terjadi

karena keterbatasan yang dimiliki perawat dalam bekerja dan kurangnya kerja

sama antar tenaga kesehatan. Keterbatasan yang dimiliki perawat dalam bekerja

timbul dari beban kerja perawat yang tinggi, kurangnya SDM perawat di ruangan,

serta kurangnya pemhaman perawat mengenai konsep PCC. Hal ini sesuai dengan

pernyataan partisipan berikut ini:

“…kalau job eh pekerjaan yang terlalu tinggi gitukan, beban kerja


yang tinggi bisa jadi pelayanan prima itu bisa berkurang…” (P2)
“…karena kalau seandainya pasiennya banyak, dan SDM sedikit
itu bisa mempengaruhi, karena paling tidak dirawatan itukan 3 pasien 1
perawat inikan sempat pasien kami itu 11 orang dengan apa dengan 2
orang aja yang jaga. Jadi tidak semua kebutuhan orang itu bisa terpenuhi
dan tertangani…” (P2)
“…hambatan dari yang lain itu saya rasa dari SDMnya kurang
memahami juga tidak mengetahui, tidak mengerti tentang pemberian
informasi yang diberikan pasien dokter gitu…” (P3)

Selanjutnya, kurangnya kerja sama antar tenaga kesehatan diungkapkan

partisipan karena kesulitan menyesuaikan waktu berkolaborasi dengan profesi

lain, hanya perawat dan dokter yang sempat berkolaborasi, dokter anak yang tidak

standby di ruangan. Sesuai pernyataan patisipan berikut ini:

“…Tetapi itu jarang dan bahkan terjadi karena penyesuaian


waktulah dari perawat dokter, perawatkan 24 jam bersama pasien. Tetapi
kek apoteker, sama dokter juga kita tidak bisa pastikan kepada mereka
gitukan…” (P2)
“…kan karena rawatan anak itukan dilantai 4 dek jadi dokternya
gak standby di ruangan cendana jadi itu sih msalah yang sering muncul di
perawatan anak gitu…” (P6)
62
Tabel 1.2 Matriks Kumpulan Tema
TEMA 1 KATEGORI SUB KATEGORI KODE
Menghormati nilai-nilai, keunikan, Menghormati setiap nilai-nilai yang Menerima semua pasien tanpa membedakan background budayanya
pilihan dan privacy pasien dianut pasien Menghormati setiap kebiasaan pasien
Menghormati kebiasaan beribadah pasien sesuai agamanya
Menyesuaikan perencanaan dengan budaya pasien
Menerima setiap keunikan pasien dan Menerima pasien sebagai individu yang memiliki kebutuhan berbeda-beda
keluarga Menerima pasien dan keluarga dengan perilaku yang berbeda-beda
Menerima pilihan dan keputusan yang Menghargai pilihan pasien dalam mengambil keputusan
diberikan pasien Menerima keputusan yang diberikan pasien
Menjaga kebutuhan privacy atau Menjaga kerahasiaan informasi mengenai pasien
kerahasiaan pasien Mengadakan diskusi rahasia mengenai pasien di ruangan tertentu
Memasang sampiran setiap melakukan tindakan keperawatan
TEMA 2 KATEGORI SUB KATEGORI KODE
Melaksanakan pelayanan yang Berusaha memenuhi kebutuhan Membantu pemenuhan kebutuhan Melakukan pengkajian kebutuhan pasien yang fokus pada keluhan pasien
berfokus dalam memenuhi pasien secara biologis dan fisik biologis pasien Mengidentifikasi kebutuhan pasien dengan pengkajian secara hoslistik
kebutuhan biologis, fisik, Memenuhi setiap kebutuhan pasien selama dirawat
psikososial dan spiritual pasien Memberikan kebutuhan pasien sesuai dengan keluhan pasien
Memberi kebutuhan pasien sesuai dengan diagnosa keperawatanya
Memenuhi kebutuhan nutrisi dan mobilisasi pada pasien secara adekuat
Membantu memenuhi kebutuhan terapi medis pasien
Membantu pasien memenuhi kebutuhan Memberi ruangan yang nyaman dan tenang bagi pasien
rasa nyaman secara fisik Menyesuaikan suasana kamar sesuai keinginan pasien
Memfasilitasi ligkungan yang mendukung penyembuhan pasien
Mengubah posisi yang nyaman bagi pasien
Melaksanakan pelayanan managemen Mengkaji ulang tingkat nyeri yang dirasakan pasien
nyeri sesuai kebutuhan fisik pasien Mengajarkan pasien tehnik relaksasi untuk mengurangi nyeri pasien
Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik ke pasien
Memperhatikan kebutuhan Memberi dukungan emosional Berusaha memahami setiap permasalahan pasien
psikososial pasien Mengalihkan perhatian pasien dengan melakukan hal yang disukai pasien
Memfasilitasi pasien melakukan hal-hal yang disukai pasien
Menjalin hubungan sosial dengan Membina hubungan saling percaya terlebih dahulu dengan pasien dan keluarga
pasien Membangun kepercayaan pasien melalui sentuhan
Melakukan pendekatan interpersonal dalam komunikasi dengan pasien
Memperkenalkan diri sebagai perawat yang bertanggung jawab atas asuhan pasien
Membantu pemenuhan kebutuhan Mengizinkan pasien melaksanakan kegiatan terkait dengan agamanya
spiritual pasien Menfasilitasi kebutuhan rohani pasien
TEMA 3 KATEGORI SUB KATEGORI KODE
Melibatkan keluarga pasien dalam Mendukung peran keluarga terhadap Mendukung peran keluarga sebagai Menerima keluarga yang menemani pasien di ruangan
merawat pasien di rumah sakit pasien di rumah sakit pendamping pasien di rumah sakit Mendukung keluarga sebagai penanggung jawab pasien
Menjadikan keluarga sebagai perantara pasien dengan perawat
Mengakui peran keluarga sebagai Memberi informasi terkait penyakit pasien kepada keluarga
penerima informasi mengenai pasien Menjelaskan setiap intervensi yang dilakukan kepada keluarga pasien
Bekerja sama dengan keluarga dalam Melibatan keluarga dalam pengambilan Meminta persetujuan dari keluarga pada pasien yang tidak sadar
perawatan pasien di rumah sakit keputusan perawatan pasien Memberi kesempatan keluarga untuk berdiskusi mengenai pasien
Menghargai keputusan keluarga untuk pasien
Melibatkan keluarga dalam merawat Melibatkan keluarga dalam pemberian obat pasien
pasien di rumah sakit Bekerja sama degan keluarga dalam memobilisasi pasien
63
Melibatkan keluarga dalam asuhan keperawatan pasien
Melibatkan keluarga dalam pengkajian pada pasien
TEMA 4 KATEGORI SUB KATEGORI KODE
Melakukan komunikasi dan Melakukan komunikasi yang efektif Menerapkan tehnik komunikasi efektif Melakukan komunikasi yang benar kepada pasien dan keluarga
edukasi yang efektif dalam proses kepada pasien dan keluarga, serta pada pasien dan keluarga Berkomunikasi dengan pasien dan keluarga secara perlahan
asuhan pasien tenaga kesehatan Melakukan komunikasi yang menenangkan pasien
Komunikasi menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
komunikasi menggunakan bahasa sesuai dengan suku pasien
Menggunakan teknik bahasa tubuh
Mendengarkan keluh kesah pasien
Melakukan komunikasi efektif saat Menjadi fasilitator pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan perawatan pasien
diskusi dengan pasien dan keluarga Menjadi fasilitator pasien dan keluarga mengenai permasalahan yang dialami pasien
Melakukan negosiasi dengan pasien yang tidak mau menerima donor darah
Melakukan komunikasi efektif antar Melakukan komunikasi dengan PPA melalui catatan terintegrasi pasien
tenaga kesehatan saat kolaborasi Komunikasi dengan dokter mengenai pasien
mengenai pasien Melakukan komunikasi dengan dokter dan farmasi mengenai obat pasien
Komunikasi dengan dokter dan ahli gizi mengenai nutrisi pasien
Melakukan kolaborasi dengan fsioterapis
Memberi informasi tentang pelayanan Memberi informasi mengenai fasilitas Melakukan orientasi mengenai rumah sakit secara jelas pada pasien
dan asuhan pasien kepada pasien dan dan perawatan yang diterima pasien Melakukan orientasi ruangan terlebih dahulu pada pasien
keluarga Menginformasikan prosedur medis yang sedang dijalani pasien dengan jelas
Menjelaskan peralatan yang terpasang dengan pasien dengan jelas
Memberi informasi mengenai pelayanan Mengingatkan pasien untuk melakukan control ke poli
lanjutan (rawat jalan) pasien Memberitahu pasien prosedur control ke poli setelah dirawat
Memberitahu jadwal control ke rawat jalan kepada pasien
Melakukan edukasi mandiri kepada Mengedukasi pasien mengenai Memberi edukasi sesuai dengan kebutuhan dan masalah pasien
pasien dan keluarga perawatannya Mengedukasi pasien dalam pemberian insulin secara mandiri
Melakukan edukasi pada pasien saat memberikan terapi medikasi pasien
Melakukan edukasi tentang pemberian dan efek samping obat yang dikonsumsi
pasien
Melakukan edukasi mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan kepada pasien
Mengedukasi keluarga tentang Mengajarkan keluarga latihan fsioterapi untuk pasien
keterampilan merawat pasien Mengajarkan keluarga perawatan luka pasien
Mengajarkan keluarga dalam pemberian nutrisi pasien
Mengajarkan keluarga mandikan pasien di tempat tidur
Mengajarkan keluarga memobilisasi pasien di tempat tidur
Mengedukasi keluarga mengenai Mengedukasi keluarga cara perawatan pasien di rumah sebelum pulang
perencanaan pulang pasien Mengedukasi keluarga mengenai obat-obatan pasien yang dibawa pulang
Memastikan keluarga mampu melakukan perawatan pada pasien
TEMA 5 KATEGORI SUB KATEGORI KODE
Mendapatkan kepuasan bekerja dan Mendapatkan kepuasan dalam bekerja Mendapatkan kepuasan saat merawat Merasa puas dengan perawatan yang diberikan kepada pasien
dukungan dalam upaya pasien Merasa puas apabila pasien kembali pulang dengan keadaan sehat
melaksanakan pelayanan yang Menambah pengetahuan perawat mengenai kebutuhan pasien
berfokus pada pasien Memudahkan perawat dalam pengkajian pasien
Meningkatnya kepuasan pasien Meningkatkan outcome dan kepuasan pasien
Pasien merasa nyaman mendapatkan perawatan yang diberikan perawat
Meningkatnya mutu rumah sakit Meningkatkan kualitas rumah sakit
Meningkatkan citra rumah sakit di masyarakat
Mendapat dukungan dari pemimpin di Mendapat arahan dari kepala ruangan Diingatkan kepala ruangan memberikan pelayanan yang prima kepada pasien
rumah sakit Diingatkan kepala ruangan untuk mengedukasi pasien
64
Diingatkan kepala ruangan lebih teliti ke pasien
Diingatkan kepala ruangan memberikan kenyamanan pada pasien
Diingatkan kepala ruangan untuk mengutamakan pelayanan kepada pasien
Diingatkan kepala ruangan melakukan tindakan sesuai SOP
Mendapat mortivasi dari manajer rumah Didukung direktur rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang prima ke pasien
sakit Diingatkan manejer rumah sakit memberikan pelayanan prima
Mendapatkan dukungan dari tim kerja Mendapat dukungan dalam kerja sama tim
Mendapat perhatian dari tim kerja saat handover
Melengkapi sesama perawat dalam kerja tim
Mendapat dukungan dari dalam diri Menyadarkan diri sendiri untuk melakukan pekerjaan sepenuh hati
sendiri Memotivasi diri untuk tetap ikhlas melakukan pelayanan
Memotivasi diri sendiri dan tim untuk tetap waspada
TEMA 6 KATEGORI SUB KATEGORI KODE
Menghadapi kendala kerja dari Menghadapi kendala kerja dari pihak Kesulitan membangun kerja sama Pasien dan keluarga yang tidak memahami kondisi pekerjaan perawat
pihak pasien dan tenaga kesehatan pasien dengan pasien dan keluarga Kurangnya pengetahuan pasien sehingga mudah terpengaruh orang lain
di rumah sakit Pasien dan keluarga yang sulit diajak bekerja sama dengan tenaga kesehatan
Kesulitan dalam berkomunikasi dengan Kesulitan komunikasi dengan pasien yang menggunakan bahasa daerah dan tidak
keluarga pasien paham bahasa indonesia
Kesulitan komunikasi dengan pasien luar negeri yang tidak bisa bahasa indonesia dan
inggris
Sulitnya memberi informasi pada pasien dari luar kota tanpa pendamping yang
paham
Kurangnya komunikasi keluarga dengan pasien anak-anak
Menghadapi kendala kerja dari para Keterbatasan yang dimiliki perawat Menghadapi hambatan dalam beban kerja perawat yang tinggi
tenaga kesehatan di rumah sakit dalam bekerja Kekurangan sumber daya manusia perawat di ruangan
Kurangnta pemahaman perawat mengenai PCC
Kurangnya kerja sama antar tenaga Kesulitan menyesuaikan waktu berkolaborasi dengan profesi lain
kesehatan Hanya perawat dan dokter yang sempat berkolaborasi langsung
Dokter anak yang tidak standby melakukan perawatan anak diruangan
65

2. Pembahasan

Hasil penelitian ini, peneliti memperoleh 6 tema utama tentang

pengalaman perawat pelaksana dalam menerapkan patient centered care (PCC) di

ruang rawat inap rumah sakit Universitas Suamtera Utara. Peneliti mengulas

secara rinci masing-masing tema sebagai berikut :

2. 1 Menghormati nilai-nilai, keunikan, pilihan dan privasi pasien

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dalam menerapkan patient

centered care partisipan memberikan pelayanan dengan menghormati nilai-nilai,

keunikan, pilihan dan privasi pasien. dalam penelitian ini diketahui bahwa

partisipan menghormati setiap nilai-nilai yang dianut pasien, menerima setiap

keunikan pasien dan keluarga, menerima pilihan dan keputusan yang diberikan

pasien, serta menjaga kebutuhan privacy atau kerahasaiaan pasien. Hal ini sejalan

dengan studi fenomenologi yang dilakukan oleh Marti, Andarini, & Lestari (2015)

dalam menerapkan PCC saat resusitasi, tim menghargai pasien, pilihan dan

keyakinan keluarga pasien, dan menjaga privacy atau kerahasiaan pasien.

Partisipan dalam penelitian ini menghormati nilai-nilai yang dianut pasien.

Menurut Leninger manusia memiliki hak untuk dipahami, dihargai, dimengerti

dan digunakan budayanya dalam perawatan (Leininger, 1989). Sesuai dengan

hasil penelitian ini, bahwa partisipan menerima semua pasien tanpa membedakan

background budayanya, kebiasaan ibadah pasien, dan menyesuaikan perencanaan

dengan budaya pasien. Menurut SNARS 2017, standar pelayanan yang berfokus

pada pasien dilakukan dengan mengoptimalkan hak pasien, pelayanan

dilaksanakan dengan penuh perhatian dan menghormati nilai-nilai pribadi dan


66

kepercayaan pasien (standar HPK 1.1). Didukung juga oleh penelitian Lestari,

Widodo & Sumardino (2014) perawat menghargai budaya pasien dengan

memahami budaya–budaya pasiennya yang sangat variatif, walaupun berbeda

jauh dengan budaya perawat itu sendiri. Hasil penelitian Berghout, Exel,

Leensvaart, & Cramm (2015), mengungkapkan pandangan perawat dalam

melaksanakan PCC yaitu memperlakukan pasien dengan hormat tidak peduli

dengan kebangsaan ras dan latar belakang yang dimilikinya.

Kemudian, partisipan menerima setiap keunikan pasien yang memiliki

kebutuhan dan karakter yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pengertian

pasien dan keluarga menurut SNARS 2017, yaitu pribadi yang unik dengan sifat,

sikap, perilaku yang berbeda-beda. Menurut Martha E. Rogers (dalam Kasiati &

Rosmalawati, 2016) menyatakan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang

utuh memiliki sifat dan karakter berbeda-beda, diciptakan dengan karakteristik

dan keunikannya masing-masing. Jacobs (2016 dalam Suharyati, 2020) juga

menyatakan bahwa perawat wajib menghargai harkat dan martabat manusia

dengan keunikan yang dimiliki klien.

Selanjutnya, partisipan penelitian ini menerima setiap keputusan pasien

dengan menghargai apapun pilihan dan keputusan yang diberikan pasien tentang

perawatannya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tabiano, Bucknall,

Marshall, Guinane, & Chaboyer (2015) dalam melibatkan pasien, perawat

medukung hak pasien tersebut untuk membuat pilihannya seperti tingkat

keterlibatan mereka dalam perawatannya dan perawat memberitahu hak pasien

untuk menolak perawatan bila tidak bersedia. Dalam SNARS 2017, standar
67

pelayanan yang berfokus kepada pasien dilakukan dengan melibatkan pasien

dalam pengambilan keputusan dan memberitahu hak pasien untuk menolak atau

tidak melanjutkan pengobatan (HPK 2.3).

Terakhir, partisipan turut menjaga privacy atau kerahasian pasien dengan

menjaga kerahasiaan informasi mengenai pasien dan mengadakan diskusi rahasia

mengenai pasien di ruangan tertentu. Temuan ini sama dengan penelitian Marti,

Andarini, & Lestari (2015) dalam penerapan PCC saat resusitasi, tim resusitasi

menunjukkan sikap menjaga kerahasian pasien dengan menjaga pasien selama

tindakan resusitasi, serta merahasiakan data dan informasi terkait kondisi pasien.

Hal ini juga sesuai dengan pelayanan yang berfokus pada pasien dalam SNARS

2017 terkait hak pasien, yaitu rumah sakit diminta untuk menjaga kerahasian

informasi dan menghormati kebutuhan privasi pasien (HPK 1.2).

2. 2 Melaksanakan pelayanan yang berfokus dalam memenuhi kebutuhan

biologis, fisik, psikososial dan spiritual pasien

Dalam hasil penelitian menunjukkan partisipan menerapkan patient

centered care dengan melaksanakan pelayanan yang berfokus dalam memenuhi

kebutuhan biologis, fisik, psikologis dan spiritual pasien. Hal ini terwujud dalam

usaha partisipan dalam memenuhi kebutuhan pasien baik secara biologis maupun

fisik, memperhatikan kebutuhan psikosisosial pasien, dan memenuhi kebutuhan

spiritual pasien.

Partisipan dalam penelitian ini memenuhi kebutuhan pasien secara

biologis dan fisik. Partisipan membantu pemenuhan kebutuhan biologis pasien

dengan mengkaji dan memenuhi kebutuhan pasien sesuai keluhan dan diagnosa
68

keperawatan selama dirawat, juga memenuhi kebutuhan nutrisi, mobilisasi dan

medis pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Syahbana (2017), menyatakan

bahwa perawat di ruang penyakit dalam melaksanakan perencanaan keperawatan

aspek biologis sesuai dengan hasil diagnosis keperawatan. Didukung juga dalam

penelitian yang dilakukan oleh Riskiyah, Tita, & Juhairah (2017) berdasarkan

pengalaman pasien dalam penerapan patient centered care, pasien menerima

nutrisi disesuaikan dengan kebutuhan dan gizinya, perawat juga memberi obat

baik yang diminum atau disuntikkan ke pasien dan mengecek nama pasien.

Kemudian secara fisik, partisipan turut memenuhi kebutuhan rasa nyaman

pasien. Lingkungan sekitar sangat mempengaruhi kenyamanan pasien terutama

kebisingan, keadaan tempat tidur, serta pencahayaan yang terlalu terang atau

terlalu redup (Bergstrom, 2018). Dalam menerapkan PCC, partisipan memberi

kenyamanan dengan memberi ruangan yang nyaman, tenang, sesuai keinginan

pasien, dan yang mendukung penyembuhan, juga mengubah posisi pasien.

Penelitian oleh Marti, Andarini, & Lestari (2015) menemukan bahwa dalam

penerapan prinsip PCC saat resusitasi, tim telah memperhatikan kenyamanan

pasien melalui sentuhan, menjaga posisi pasien, membersihkan pasien dan

menyelimuti pasien. Kemudian, partisipan penelitian ini juga melaksanakan

manajemen nyeri sesuai kebutuhan fisik pasien dengan pengkajian nyeri, tehnik

relaksasi dan pemberian analgetik. Didukung oleh penelitian Zulhani & Rossa

(2020) menyatakan bahwa implementasi patient centered care (PCC) dapat

menurunkan tingkat nyeri pada pasien pasca-sectio cesarea. Hal ini sesuai dengan

standar pelayanan yang berfokus pada pasien dalam SNARS 2017 yang
69

menyatakan rumah sakit harus mendukung hak pasien terhadap manajemen nyeri

(HPK.2.5) dan menetapkan pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri (PAP.6).

Selanjutnya, partisipan memperhatikan kebutuhan psikososial pasien yang

bertujuan untuk melindungi kesejahteraan psikologis dan sosialnya. Kondisi

psikologis pasien sangat mempengaruhi kondisi sosialnya, begitupun sebaliknya.

Oleh karena itu selama perawatan pasien, partisipan turut memberikan dukungan

emosional dengan memahami permasalahan pasien, mengalihkan perhatian pasien

dengan memfasilitasi hal yang disukai pasien. Temuan ini sejalan dengan

penelitian Riskiyah, Tita, & Juhairah (2017) penerapan PCC berdasarkan

pengalaman pasien, hasilnya pasien merasa dipedulikan dan diperhatikan oleh

perawat dalam perawatannya. Kemudian, partisipan juga menjalin hubungan

sosial dengan pasien, melalui membina hubungan saling percaya dengan berbagai

pendekatan. Kegiatan ini sesuai dengan penelitian Kumalasari, Ciputri, &

Suhartini (2019) bahwa dalam menerapkan relationship centered care, perawat

membina hubungan harmonis melalui pendekatan hubungan baik dengan pasien

dan keluarga, antar profesi perawat dan kesehatan di ruangan ICU. Penelitian

Lateef & Mhlongo (2020) mendapati konsep PCC dapat meningkatkan hubungan

interpersonal sehingga dapat mengubah presepsi pasien terhadap perawat.

Partisipan dalam penelitian ini juga membantu pemenuhan kebutuhan

spiritual pasien dengan mengizinkan pelaksanaan kegiatan keagamaan dan

memfasilitasi kebutuhan rohani pasien. Kegiatan ini sesuai dengan elemen

penilaian pelayanan yang berfokus pada pasien dalam standar HPK 1.1 SNARS

2017 yaitu Rumah sakit harus menanggapi permintaan pasien terkait dukungan
70

agama atau bimbingan kerohanian. Namun penelitian yang dilakukan oleh Haris,

Auliyantika, Fajar, Aliyah, & Afandi (2020), pasien merasa perawat belum

optimal membantu pemenuhan kebutuhan pasien dalam pelaksanaan ibadah, hal

tersebut dikarenakan perawat masih disibukkan dengan pemberian asuhan

keperawatan.

2. 3 Melibatkan keluarga pasien dalam proses asuhan pasien di rumah sakit

Hasil penelitian ini memperlihatkan dalam menerapkan patient centered

care, Partisipan turut melibatkan keluarga dalam merawat pasien di rumah sakit.

Hal ini sesuai dengan SNARS 2017 standar pelayanan yang berfokus pada pasien

(dalam HPK. 2) yakni rumah sakit mendukung partisipasi pasien dan keluarga

dalam proses asuhan. Kegiatan ini dilakukan partisipan dengan mendukung peran

keluarga terhadap pasien di rumah sakit dan bekerja sama dengan keluarga dalam

perawatan pasien di rumah sakit.

Dalam penelitian ini diketahui partisipan mendukung peran keluarga

terhadap pasien. Dimana, Partisipan mendukung peran keluarga sebagai

pendamping yang menemani pasien di ruangan, penanggung jawab dan perantara

pasien. Kegiatan-kegiatan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marti,

Andarini, & Lestari (2015) dalam menerapkan PCC tim resusitasi melibatkan

keluarga selama proses resusitasi pasien dan keluarga sebagai pendamping pasien

memberikan dukungan spiritual kepada pasien. Selanjutnya, partisipan juga

mendukung peran keluarga sebagai penerima informasi terkait penyakit pasien

dan intervensi yang akan dilakukan kepada pasien. Dalam penelitian Marti,

Andarini, & Lestari (2015) juga menyatakan bahwa dalam menerapkan PCC saat
71

resusitasi, partisipasi keluarga yaitu sebagai penerima informasi terkait kondisi

pasien dan prognosis pasien, tindakan apa yang akan dilakukan, kemungkinan

yang terjadi, resiko setiap tindakan baik apabila tindakan itu dilakukan atau tidak

selama proses resusitasi. Dan sesuai dengan SNARS 2017 dalam standar

pelayanan yang berfokus pada pasien, dimana keluarga berhak menerima

informasi tentang penyakit, rencana tindakan pasien (HPK. 2.2).

Dalam penelitian ini dapat diketahui, partisipan bekerja sama dengan

keluarga dalam perawatan pasien. Kegiatan ini dilakukan partisipan dengan

melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan seperti meminta persetujuan

dan keputusan dari keluarga, partisipan juga melibatkan keluarga merawat pasien

di rumah sakit seperti dalam pemberian obat dan memobilisasi pasien. Kegiatan

sebelumnya sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Fauzan & Widodo

(2019), bahwa dalam patient centered care keluarga berhak terlibat dalam proses

pengambilan keputusan selama perawatan pasien di Rumah sakit. Marti, Andarini,

& Lestari (2015) juga menyatakan dalam penerapan prinsip PCC, keluarga juga

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, tim resusitasi pun menghargai

pilihan dan keyakinan keluarga selama proses resusitasi. Terkait keterlibatan

keluarga dalam merawat pasien sesuai dengan temuan Tanaem, Dary, & Istiarti,

(2019) di rumah sakit Soe, dalam menerapkan family centered care perawat

melibatkan keluarga selama proses perawatan anak seperti memandikan dan

memberi obat. Systematic review yang dilakukan oleh Reigada, Pais-Ribeiro,

Novella, & Goncalves (2015) juga menyebutkan bahwa keluarga berperan dalam

melaksanakan tugas perawatan pasien selama 24 jam.


72

2. 4 Melakukan komunikasi dan edukasi yang efektif dalam proses asuhan

pasien

Pada penelitian ini menemukan bahwa partisipan melakukan komunikasi

dan edukasi yang efektif dalam proses asuhan pasien. Memberikan asuhan pasien

merupakan hal yang kompleks dan sangat bergantung pada komunikasi dan

informasi (KARS, 2017). Oleh karena itu, kegiatan ini diajalankan partisipan

dengan melakukan komunikasi efektif kepada pasien dan keluarga serta tenaga

kesehatan, memberikan informasi tentang pelayanan dan asuhan pasien, serta

memberi edukasi secara mandiri kepada pasien dan keluarga.

Partisipan dalam penelitian ini turut melakukan komunikasi yang efektif

kepada pasien dan keluarga serta tenaga kesahatan. Hal tersebut dilaksanakan

partisipan dengan menerapkan tehnik komunikasi efektif kepada pasien dan

keluarga seperti melakukan komunikasi dengan perlahan, menenangkan, dan

bahasa yang mudah dimengerti pasien, serta aktif mendengarkan pasien. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marti, Andarini, & Lestari (2015)

dalam menerapkan PCC, komunikasi oleh tim resusitasi kepada keluarga

didasarkan dengan perasaan memahami kondisi psikologis dan menggunakan

bahasa sederhana yang mudah dimengerti. Partisipan juga mewujudkan

komunikasi efektif saat diskusi dengan pasien dan keluarga, dimana partisipan

menjadi fasilitator pasien dalam pengambilan keputusan dengan pasien dan

keluarga. Setianingsih, dkk menyatakan perawat harus memiliki pengetahuan

yang baik dalam penerapan PCC di ICU, untuk menjembati komunikasi yang baik

dengan pasien atau keluarga sehingga pengambilan keputusan klinis pada pasien
73

kritis berjalan dengan baik (Setianingsih, Susilaningsih, & Anna, 2018). Lalu,

partisipan melakukan komunikasi efektif antar tenaga kesehatan baik melalui

catatan pasien, dan komunikasi efektif dengan dokter, farmasi, ahli gizi,

fsioterapis saat kolaborasi mengenai asuhan pasien. Temuan peneliti ini sesuai

dengan standar pelayanan yang berfokus pada pasien dalam SNARS 2017 yaitu

informasi dan hasil asuhan pasien dikomunikasikan antarstaf klinis selama bekerja

dalam sif atau antarsif (MKE 5). Dalam penerapan PCC saat resusitasi pun,

kolaborasi tim dilakukan oleh perawat dan dokter dengan pembagian peran dan

tugas yang jelas, dan komunikasi menjadi bagian kolaborasi (Marti, Andarini, &

Lestari, 2015)

Kemudian, partisipan turut memberi informasi tentang pelayanan dan

asuhan kepada pasien dan keluarga. Kegiatan ini dilaksanakan partisipan dengan

memberi informasi mengenai fasilitas dan perawatan yang diterima pasien berupa

orientasi rumah sakit dan ruangan, informasi prosedur medis dan peralatan yang

terpasang ke pasien. Kemudian, partisipan juga memberi informasi mengenai

pelayanan lanjutan pasien dengan menyampaikan informasi terkait prosedur

jadwal control pasien ke poli. Berdasarkan pengalaman pasien dalam penelitian

Riskiyah, Tita, & Juhairah (2017) mendapatkan bahwa perawat memberikan

penjelasan dan sangat terbuka dalam memberikan informasi tentang kegunaan

obat yang akan diberikan. Sesuai dalam elemen penilaian standar Manajemen

komunikasi dan edukasi (MKE 2) pelayanan yang berfokus pada pasien dalam

SNARS 2017, rumah sakit menjelaskan akses terhadap pelayanan yang disediakan

oleh rumah sakit. Namun, Ernawati & Lusiani (2019) meneliti pengalaman pasien
74

dalam penerapan PCC di rumah sakit, menemukan bahwa pasien masih kurang

puas menerima informasi mengenai pelayanan, informasi medis dan diagnosanya

dari perawat.

Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa partisipan melakukan

edukasi mandiri kepada pasien dan keluarga. Hal ini sesuai dengan standar

manajemen komunikasi dan edukasi (MKE 9) dalam SNARS 2017 yaitu

pemberian edukasi merupakan bagian penting dalam proses asuhan pasien.

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh partisipan dalam penelitian ini adalah

melakukan edukasi pasien mengenai perawatannya sesuai kebutuhan pasien

seperti mengedukasi pemberian insulin dan terapi serta prosedur medis atau

operasi, mengedukasi keluarga merawat pasien seperti perawatan luka, pemberian

nutrisi pasien, merawat pasien yang bedrest, partisipan juga mengedukasi

perencanaan pulang pasien kepada keluarga seperti edukasi mengenai perawatan

pasien dirumah, obat-obatan yang dibawa pulang. Hasil temuan yang didapatkan

oleh Ananda (2020) menyatakan perawat memberi edukasi mandiri berupa

edukasi yang disesuaikan dengan diagnosa keperawatan pasien, edukasi

pemberian obat, perawatan luka, manajemen nyeri, perencanaan pulang pasien.

Namun dalam penerapan PCC saat resusitasi, edukasi dilakukan kapada keluarga

oleh partisipan dalam penelitian Marti, Andarini, & Lestari (2015) edukasi

diberikan tim apabila keluarga menolak suatu tindakan atau ketika keluarga

meminta untuk tetap meneruskan resusitasi padahal sudah melebihi batas yang

ditentukan.
75

2. 5 Mendapatkan kepuasan bekerja dan dukungan dalam upaya melaksanakan

pekayanan yang berfokus pada pasien.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam menerapkan pelayanan yang

berfokus pada pasien, partisipan mendapatkan kepuasan bekerja dan dukungan.

Partisipan sebagai perawat mendapatkan kepuasan dalam bekerja, mendapat

dukungan baik dari tim kerja, pemimpin di rumah sakit, dan bahkan mendapat

dukungan dalam diri sendiri.

Partisipan memperoleh kepuasan dalam bekerja selama melaksanakan

pelayanan yang berfokus pada pasien. Hasil kepuasan bekerja yang dimaksud

partisipan adalah kepuasaan saat merawat pasien apabila pulang dalam keadaan

sehat dan perawat lebih peka kepada pasien, meningkatnya kepuasan pasien

seperti outcomes dan kenyamanan pasien, lalu meningkatnya mutu kualitas rumah

sakit. Sedikit berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Purwandari, dkk

(2019) mengenai kepuasan perawat, menyimpulkan bahwa kepuasan perawat

dalam mengimplementasikan PCC di rumah sakit masih rendah, tetapi mereka

puas untuk membantu pasien. Hasil temuan oleh Casu, Gremigni dan Sommaruga

(2018) menunjukkan pelaksanaan patient centered care bermanfaat bagi pasien

karena dapat meningkatkan kemandirian pasien, pengetahuan pasien terkait

kesehatan, memperbaiki perilaku dalam perawatan dirinya, meningkatkan

kepuasan dan kualitas pasien. Selain itu, pasien dalam penelitian Riskiyah, Tita, &

Juhairah (2017) mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak

menyenangkan dalam penerapan PCC. Terkait mutu pelayanan rumah sakit

sejalan juga dengan penelitian oleh Sinaga (2021) menunjukkan bahwa terdapat
76

hubungan pelaksanaan PCC dengan meningkatnya mutu pelayanan kesehatan di

ruang rawat inap rumah sakit Dr. Pringadi Medan.

Selanjutnya, partisipan mendapat beberapa dukungan berupa arahan dan

motivasi. Salah satunya dukungan dari pemimpin di rumah sakit yaitu berupa

arahan dari kepala ruangan untuk tidak lupa mengedukasi pasien, lebih teliti,

melakukan tindakann sesuai SOP. Mendapat motivasi juga dari manajer rumah

sakit untuk memberikan pelayanan prima kepada pasien. Hasil penelitian Rahmi

(2020) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang paling dominan

berhubungan dengan penerapan PCC adalah faktor kepemimpinan dengan nilai

terbesar yaitu 142,292. Jardien-Baboo, Rooyen, dan Ricks (2016) juga

menuliskan kemampuan manajer perawat menampilkan perilaku yang profesional

dan mengatasi perilaku yang tidak profesional dapat mendukung penerapan PCC.

Selanjutnya Atmaja, Hartini dan Dwiantoro (2018) menyatakan bahwa peran

manajer keperawatan sebagai supervisi akademik sangat berpengaruh dalam

pelaksanaan PCC.

Selain itu, dukungan juga diterima partisipan dari tim kerja yaitu saat

handover partisipan mendapat perhatian tim kerja, sesama perawat saling

melengkapi dan mendukung dalam bekerja. Hal ini hampir sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Jardien-Baboo, Rooyen, dan Ricks (2016) salah

satu faktor yang mempengaruhi penerapan PCC adalah lingkungan kerja yang

positif, dimana perawat bertanggung jawab dalam pergantian shift dan merasa

senang bekerja di lingkungan tersebut.


77

Selanjutnya, partisipan penelitian ini mendapat dukungan dari dalam

dirinya sendiri berupa kesadaran diri untuk melakukan pekerjaan dengan sepenuh

hati, ikhlas dan tetap waspada. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Marti, Andarini, & Lestari (2015) bahwa faktor-faktor yang

mendukung terlaksananya patient centered care saat resusitasi yaitu salah satunya

faktor internal anggota tim yang berupa motivasi dan kesadaran dari diri masing-

masing untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien

2. 6 Menghadapi kendala kerja dari pihak pasien dan tenaga kesehatan di

rumah sakit

Setiap pelaksanaan suatu kegiatan pastinya selalu ada beberapa kendala

terutama dalam bekerja, begitupun dengan penerapan patient centered care oleh

perawat. Dalam penelitian ini partisipan berupaya menghadapi kendala kerja

tersebut baik dari pihak pasien dan menghadapi kendala kerja dari para tenaga

kesehatan di rumah sakit.

Kendala kerja yang dihadapi partisipan berasal dari pihak pasien seperti

kesulitan membangun kerja sama karena pasien dan keluarga terkadang tidak

memahami pekerjaan perawat, kurangnya pengetahuan pasien sehingga mudah

dipengaruhi orang lain. Hal ini juga sama dengan penelitian Kumalasari, Ciputri,

& Suhartini (2019) salah satu kondisi yang dihadapi perawat dalam membina

hubungan dengan pasien dan keluarga adalah stressor dari pasien. Lalu, kesulitan

dalam berkomunikasi karena ada keluarga pasien yang menggunakan bahasa

daerah, ada juga pasien dari luar negeri tidak paham bahasa indonesia dan bahasa

inggris sehingga sulit berbagi informasi. Hal yang sama juga dialami partisipan
78

dalam penelitian Marti, Andarini, & Lestari (2015) bahwa dalam menerapkan

prinsip PCC saat resusitasi, tim juga mengahapi hambatan dari segi bahasa dan

kepercayaan pasien, dukungan keluarga yang kurang, terbatasanya sarana prasana,

dan beban kerja yang tinggi.

Selanjutnya, partisipan dalam penelitian ini juga menghadapi kendala

kerja dari para tenaga kesehatan yang tersedia di rumah sakit. Hal ini terjadi

karena keterbatasan yang dimiliki tenaga keperawatan dalam bekerja seperti

beban kerja yang tinggi, sumber daya manusia yang kurang, dan kurangnya

pemahaman tentang PCC. Temuan ini sama dengan penelitian Jardien-Baboo,

Rooyen, dan Ricks (2016) kendala yang dirasakan oleh perawat dalam

menerapkan patient centered care yaitu kurangnya sumber daya yang memadai,

meningkatnya pekerjaan administrasi dan perilaku perawat yang tidak kompeten.

Selanjutnya kurangnya kerja sama antar tenaga kesehatan karena partisipan sulit

menyesuaikan waktu berkolaborasi dengan profesi lain, dokter yang tidak standby

diruangan, terkadang hanya perawat dan dokter yang sempat berkolaborasi.

Dalam penelitian Rosa (2018) menyatakan seluruh tenaga kesehatan telah

melakukan kegiatan patient centered care, belum maksimal karena kurangnya

waktu untuk berkolaborasi secara langsung, kurangnya tenaga medis pada bagian

gizi dan tidak seimbangnya jumlah pasien dengan tenaga yang tersedia. Kemudian

Lateef & Mhlongo (2020) menyatakan sumber daya yang kurang mengakibatkan

produktivitas dan komitmen yang rendah dalam penerapan PCC, oleh karena itu

mereka menekankan perlunya meningkatkan jumlah perawat serta sumber daya

untuk meningkatkan penerapan PCC.


79

Salah satu langkah meminimalkan hambatan-hambatan tersebut dalam

penerapan PCC adalah melaksanakan pelatihan pada tenaga kesehatan di rumah

sakit. Menurut Rusmawati (2016) bahwa dengan memberikan pelatihan mengenai

patient centered care dapay nebingkatkan presespsi pasien terhadap pelayanan

kesehatan di rumah sakit terutama dengan PCC. Sedangkan Aeni (2014)

menyimpulkan bahwa model case management yang dipimpin oleh case manager

yang dapat dipegang oleh perawat dengan kriteria tertentu, mampu mewujudkan

pelayanan kesehatan berbasis PCC. Case mangement ini terdiri dari beberapa

proses yaitu identifikasi klien dan seleksi, pengkajian dan identifikasi masalah,

pengembangan rencana case maangement, implementasi dan koordinasi kegiataan

perawatan, evaluasi rencana dan tindak lanjut dan pemutusan proses.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kemsimpulan

Pengalaman partisipan sebagai perawat pelaksana selama menerapkan

Patient centered care (PCC) di rumah sakit Universitas Sumatera Utara yaitu

menghormati nilai-nilai, keunikan, pilihan dan privasi pasien. Partisipan

menghormati nilai-nilai budaya yang dianut pasien, menerima keunikan pasien

dan keluarga, menerima apapun pilihan partisipan serta menjaga privacy pasien.

Selanjutnya, partisipan melaksanakan pelayanan yang fokus pada kebutuhan

pasien baik itu kebutuhan secara biologis, fisik (fokus pada kenyamanan dan

manajemen nyeri pasien), kebutuhan psikososial dan spiritual pasien. Partisipan

juga melibatkan keluarga pasien dalam perawatan pasien di rumah sakit, dengan

mendukung peran keluarga terhadap pasien dan bekerja sama dengan keluarga

dalam merawat pasien di rumah sakit. Selain itu, partisipan juga melakukan

komunikasi dan edukasi efektif dalam proses asuhan pasien, partisipan

menerapkan komunikasi efektif kepada pasien dan keluarga serta antar tenaga

kesehatan (kolaborasi), memberikan informasi tentang pelayanan dan asuhan

pasien, lalu memberikan edukasi secara mandiri kepada pasien dan keluarga.

Selama menerapkan patient centered care, partisipan memperoleh

kepuasan kerja dan dukungan dalam upaya melaksanakan pelayanan yang

berfokus pada pasien, kepuasan kerja yang diterima partisipan terlihat dari

kepuasan saat merawat pasien, kepusan pasien dan mutu rumah sakit meningkat.

Kemudian, partisipan menerima dukungan berupa motivasi dari tim kerja dan

80
81

arahan pemimpin di rumah sakit, serta dukungan dari dalam diri. Disamping

memperoleh kepuasan kerja dan dukungan dalam penerapan patient centered

care, partisipan dalam penelitian ini menghadapi berbagai kendala kerja yang

berasal dari pihak pasien dan keluarga, bahkan dari sesama tenaga kesehatan di

rumah sakit yang dapat menghambat proses asuhan kepada pasien.

2. Saran

Sesuai hasil penelitian ini, peneliti memberi saran kepada pendidikan

keperawatan, untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai patient

centered care (PCC), perlu membahas lebih dalam mengenai bagaimana

penerapan patient centered care yang efektif di rumah sakit agar mahasiswa

keperawatan dapat mengaplikasikan bagaimana seharusnya menerapkan Patient

centered care dengan baik ketika praktek di rumah sakit. Hasil penelitian ini juga

dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembelajaran mengenai patient centered

care di indtitusi pendidikan.

Kemudian, kepada pihak rumah sakit khususmya kepala bidang

keperawatan untuk meningkatkan dukungannya kepada staf perawat berupa

seminar ataupun pelatihan mengenai patient centered care (PCC) untuk

mengoptimalkan penerapannya di rumah sakit. Kegiatan supervisi juga lebih

ditingkatkan oleh kepala ruangan agar penerapan patient centered care (PCC)

lebih optimal, terkendali dan terawasi dilaksanakan oleh perawat pelaksana.

Untuk peneliti selajutnya, disarankan untuk meneliti dan membahas lebih

dalam lagi mengenai penerapan patient centered care dengan menambah metode

observasi untuk memperluas data hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Aeni, W. N. (2014). Pengembangan Case Manager dalam Patient Centered Care.


Jurnal Manajemen Keperawatan , 2 (2), 126-134.
Amelia, M. (2018). Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien
Rumah Sakit USU. Skripsi.
Ananda, D. (2020). Pengalaman Ners dalam Pelaksanaan Manajemen Komunikasi
dan Edukasi pada Pasien dan Keluarga di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Araki, M. (2019). Patient Centered Care and Profesional Nursing Practice.
Journal of Biomedical Research and Clinical Investigation , 1 (1).
Atmaja, A. D., Hartini , M., & Dwiantoro , L. (2018). Pengaruh Supervisi Klinik
Model Akademik terhadsap Kemampuan Perawat dalam Mneerapkan Patient
Centered Care. NURSCOPE: Jurnal Keperawatan Pemikiran Ilmiah.
Atinga, R.A; Bawole, J.N; Nang-Beifubah , A. (2016). "Some Patient Are More
Equal Than Others": Patient-Centered Care Differential in Two-Tier Inpatient
Ward Hospital in Ghana. Patient Education and Conseling 399370-377.
Australian Commission on Safety and Quality In Health care. (2011). Patient
Centered Care; Improving Quality and Safety Through Partnership with
Patients and Consumers. Sydney: ACSQHC.
Bachnick, S., Ausserhofer, D., Baernholdt, M., & Simon, M. (2017). Patient-
Centered Care, Nurse Work Environment and Implicit Rationing of Nursing
Care in Swiss Acute Care Hospitals: a cross-sectional multi-center study.
International Journal of Nursng Studies
Bergstrom, A. (2018). Comfort Theory in Practice-Nurse Anesthetists' Comfort
Measures and Interventions in a Preoperative Context. Journal of
Perianesthesia Nursing , 33, 162-171.
Berghout., M., Exel, J. B., Leensvaart, L., & Cramm, J. M. (2015). Healtcare
Profesionals' Views on Patient-centered Care in Hospital. BMC Health
Services Research , 15 (385).
Casu, G., Gremigni, & M, S. (2018). The Patient-Profesional Interaction
Questionnaire (PPIQ) to Assess Patient Centered Care from the Patient
Prespective. Patient Education and Counseling , 102 (1), 126-133.
Cheraghi, M. A., Esmaeili, M., & Salsali, M. (2017). Seeking Humanizing Care in
Patient-Centered Care Process. Holistic Nursing Practice .
Eddles-Hirsch, K. (2015). Phenomenology and Educational Research.
International Journal of Advanced Researsch , 3 (8), 251-260.

82
83

Ernawati, E., & Lusiani, M. (2019). Pelaksanaan Patient Centered Care Prespektif
Pasien dan Perawat di RS dr. Dradjat Prawiranegara Serang. Falatehan Healt
Journal , 6 (3), 83-90.
Ester, S., & Sook-Hee, Y. (2019). Development of the Patient-Centered Nursing
Culture Scale for Hospitals. J Korean Acad Nurs , 49 (No.5).
Falgg, A. (2015). The Role of Patient Centered Care in Nursing. School of
Nursing, Middle Tennessee State University , 75-86.
Fauzan, A., & Widodo, H. (2019). Hubungan Pelaksanaan Patient centered Care
dengan Pengalaman Klien Rawat inap Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan , 10 (2), 505-518.
Gill, M. J. (2014). The Possibilities of Phenomenology for Organizational
Research. Organizational Research Methods .
Gluyas, H. (2015). Patient-centered Care: Improving Health Care Outcomes.
Nursing Standard , 30, 50-57.
Gusmano, M., Maschke, K., & Solomon, M. (2019). Patient-Centered Care, Yes;
Patient as Consumers, No. Health Affairs , 38, 368-373.
Haris, F., Auliyantika, Y., Fajar, B., Aliyah, W. J., & Afandi, M. (2020).
Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Terpasang Alat Medis: Presepsi
Pasien. Jurnal Keperawatan , 12 (1), 79-84.
HUMAS USU. (2019). Tentang RS USU Lulus Akreditasi Paripurna. diambil
pada tanggal 16 November 2020, dari https://www.usu.ac.id/id/2191-rs-usu-
lulus-akreditasi-paripurna.html
Hwang, J.-I., Kim, S., & Chin, H. (2019). Patient Participation in Patient Safety
and Its Relationships with Nurses' Patient-Centered Care Competency,
Teamwork, and Safety Climate. Korean Society of Nursing Science .
Jardien-Baboo, S., Rooyen, D., & Ricks, E. (2016). Preceptions of Patient-
centered Care at Public Hospital in Nelson Mandela Bay. Health SA
Gesondheid .
Jarrar, M., Minai, M. S., Al-Bsheish, M., Meri, A., & Jaber, M. (2018). Hospital
Nurse Shift Length, Patient Centered Care and the Perceived Quality and
Patient Safety. International Journal Health Plann Management , 1-10.
Jo Delaney, L. (2017). Patient-centered Care as an Approach to Improving Health
Care in Australia. Collegian .
Joint Commission International. 2020. diambil pada tanggal 01 november 2020.
dari:AcreditedOrganization(online):https://www.jointcommissioninternationa
l.org/aboutjci/jciaccreditedorganizations/?c=Indonesia&a=Hospital%20Progr
am#q=indonesia&first=10&f:_Facet_Country=[Indonesia]
84

Kasiati, & Rosmalawati, N. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I. Kementerian


Kesehatan republik Indonesia .
KEMENRISTEKDIKTI.(2017). RS USU Resmi Terima Sertifikat Paripurna.
diambil pada tanggal 16 November 2020, dari
https://www.ristekbrin.go.id/rs-usu-resmi-terima-sertifikat-paripurna/
Khan, S. N. (2014). Qualitative Research Method- Phenomenology. Asian Social
Science , 10 (21), 298-310.
Khuan, L., & Juni, M. (2017). Nurses Opinions of Patient Involvement in Relation
to Patient-cetered Care During Bedside Handover. Asian Nursing Research .
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2020). diambil pada tanggal 05 November
2020, dari: Daftar Rumah Sakit Terakreditasi:
http://akreditasi.kars.or.id/application/report/report_accredited.php
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit Edisi 1/2018. KARS
Kumalasari, Ciputri, A., & Suhartini. (2019). Gambaran Relationship Centered
Care Perawat pada Pasien Kritis di Intensive care Unit (ICU). Undergraduate
Thesis .
Lateef, A. M., & Mhlongo, E. M. (2020). Trends in Patient-Centered Care in
South West Nigeria: A Holistic Assessment of the Nurses Preception of
Primary Healthcare Practice. Global Journal of Health Science , 12 (6).
Lestari, S., Widodo, & Sumardino. (2014). Pendekatan Kultural dalam Praktek
Keperawatan Profesional di Rumah Sakit Jogja International Hospital. Jurnal
Kesmadaska , 1-8.
Marti, E., Andarini, S., & Lestari, R. (2015). Studi Fenomenologi Penerapan
Prinsip Patient Centered Care pada saat Proses Resusitasi di IGD RSUD
Saiful Anwar Malang. The Indonesian Journal of Health Science , 6 (1).
Medrofa, R. (2020). Pelaksanaan Supervisis Kepala Ruangan di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit USU. Skripsi .
Oktaviana, Y., & Dwiantoro, L. (2018). Pengembangan Sikap Empati Perawat
dalam Patient Centere Care melalui Kepemimpinan Transformasional. Jurnal
Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan , 1 (No.2 ).
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
No 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 38
Tahun 2014 tentang Keperawatan. KEMENKES.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang No. 44 Tentang Rumah Sakit.
(2009). Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2009.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang No.36 Tentang Kesehatan.
(2009). Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2009.
85

Polit, D., & Beck, C. (2012). Nursing research: Generating and Assesing
Evidence for Nursing Practice. Philadelphia: 8th Edition, Wolters Kluwer
Health Lippincott Williams and Wilkins.
Purwandari, R., Rifai, A., Afandi, A. T., Kurniawan, D., & Rosyidi, K. (2019). A
Survey of Patient and Nurses Satisfaction toward Patient-centeredcare (PCC)
Implementation in Agricultural-Based Hospital Setting of Jember, Indonesia.
Pakistan Journal of Medical and Health Science , 13 (4), 1134-1137.
Rahmi, C. (2020). Analisi Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan Patient
Centered Care (PCC) di Rumah sakit Umum Daerah Banda Aceh.
Reigada, C., Pais-Ribeiro, J. L., Novella, S. A., & Goncalves. (2015). The
Caregiver Role in Palliative Care : A Sistymatic Review of the Literatur.
Health Care Current Review , 3 (2).
Riskiyah, Hariyanti, T., & Juhariah, S. (2017). Pengalaman Pasien Rawat inap
terhadap Peneraparan Patient Cantered Care di RS UMM. Jurnal Kedoktran
Brawijaya , 29, 358-363.
Rosa, E. (2018). Patient Centered Care di Rumah sakit Konsep dan Implementasi.
Yogyakarta: LP3M
Rusmawati. (2016). Upaya Meningkatkan Kemampuan Perawat dalam
Menerapkan Patient Centered Care (PCC) di Rumah Sakit (Studi di RSUD
Dr. Harjono Ponorogo dan RSUD Dr. Iskak Tulungagung). Thesis .
Sailsman , A., Halley-Boyce , J., & Sailsman , A. (2018). Patient-centered Care
Coordination in Population Health Case Management. Nursing and Care
Open Acces Journal , 5 (4), 244-247.
Sanjari, M., Bahramnezhad, F., Fomani, F. K., Shogi, M., & Cheraghi, M. A.
(2014). Etichal Challenges of Researches in Qualitative Studies;m The
Necessity to develop a Spesific Guidline. Journal of Medical Ethic and
History of Medicine , 7 (14).
Setianingsih, E., Susilaningsih, S., & Anna, A. (2018, 386-391). Gambaran
Tingkat pengetahuan Perawat tentang Patient Centered Care (PCC) di Ruang
ICU RS di Kabupaten Kebumen. the 7th University Colloqium.
Sinaga, D. A. (2021). Hubungan Pelaksanaan Patient Centered Care dengan Mutu
Pelayanan Kesehatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit DR. Pringadi
Medan. Skripsi .
Squires A. & Dorsen C. (2018 ). Qualitative Research in Nursing and Health
Professions Regulation . Continuing education , 15-24.
Suharyati, D. (2020). Modul Model Simple Integrasi Etik dalam Pelayanan
Kesehatan Primer dan di Rumah Sakit. Sleman: DEEPUBLISH.
86

Syahbana, A. (2017). Peran Perawat dalam Melakukan Pelayanan Keperawatan


Holistik Terhadap Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Genteng Banyuwangi. Thesis .
Tabiano, G., Bucknall, T., Marshall, A., Guinane, J., & Chaboyer, W. (2015).
Nurses’ Views of Patient Participation in Nursing Care. Informing Practice
and Policy Worldwide through Research and Scolarship , 2741-2752.
doi:10.1111/jan.12740
Tanaem, G. H., Dary, M., & Istiarti, E. (2019). Family Centered Care pada
Perawatan Anak di RSUD Soe Timor Tengah Selatan. Jurnal Riset
Kesehatan , 8 (1), 21-27. doi: 10.31983/jrk.v8i1.3918
Tuffour, I. (2017). A Critical Overview of Interpretative phenomenlogical
Analysis: A Contemporary Qualitative Researc Approach. Journal of
Helathcare Communications , 2 ( 4).
World Health Organization. (2015). WHO Global Strategy on People-Centered
and Integrated Health Services. Switzerland: WHO.
Yuksel, P., & Yildirim, S. (2015). Theoretical Frameworks, Methods, and
Procedures for Conducting Phenomenological studies in Educational Settings.
Turkish Online Journal of Qualitative Inquiry , 6 (1).
Zhao, J., Gao, S., Wang, J., Liu, X., & Hao, Y. (2016). Differentiation Betwen
Two Healthcare Concepts: Person-Centered and Patient-Centered Care.
Chinese Nursing Association , 398-402.
Zulhani, M. S., & Rossa, E. M. (2020). Pelaksanaan Perawatan Pasien Berpusat
pada Penurunan Tingkat Nyeri Post-Caesar. Jurnal Kesehatan Vokasional , 5
(1), 28-34. doi: https://doi.org/10.22146/jkesvo.53230
87

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Nama Peneliti : Ori Safitri Marito Saragih

NIM : 171101130

Instansi Peneliti : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Pelaksana dalam Menerapkan


Patient Centered Care (PCC) pada Pasien di Ruang Rawat
Inap Rumah sakit Universitas Sumatera Utara

Peneliti merupakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners Fakultas


Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini akan menggunakan
desain penelitian kualitatif dengan pendeatan fenomenologi deskriptif. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi Pengalaman Perawat Pelaksana
dalam Menerapkan Patient Centered Care (PCC) pada Pasien di Ruang Rawat
Inap Rumah sakit Universitas Sumatera Utara. Anda telah diminta untuk menjadi
partisipan dalam penelitian ini. Partisipasi dalam penelitian ini dilakukan secara
sukrela. Tidak ada paksaan ataupun tekanan untuk Anda sebagai partisipan
penelitian ini. Apabila di tengah penelitian Anda tidak ingin melanjutkan
penelitian dan ingin mengundurkan diri, Anda dapat melakukannya tanpa ada
konsekuensi apapun. Berikut ini adalah penjelasan penelitian yang akan saya
lakukan sebagai bahan pertimbangan untuk Anda:

1. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan proses belajar mengajar


Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalaman perawat
pelaksana dalam menerapkan Patient Centered Care (PCC) pada Pasien di
Ruang Rawat Inap Rumah sakit Universitas Sumatera Utara.
3. Jika Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, peneliti akan
mewawancarai Anda sebagai partisipan sesuai dengan waktu dan tempat yang
disepakati. Proses wawancara akan dilakukan 1-2 kali pertemuan dengan
88

durasi lebih kurang 60 menit setiap pertemuan. Proses wawancara akan


direkam menggunakan alat perekam suara.
4. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko. Apabila Anda merasa tidak nyaman
dengan pertanyaan yang peneliti ajukan, Anda dapat menolak menjawab
pertanyaan ataupun mengundurkan diri sebagai partisipan.
5. Seluruh informasi tentang Anda akan dijaga kerahasiaannya dengan tidak
mencantumkan identitas Anda. Seluruh informasi dan data yang didapat juga
akan dijamin kerahasiaannya.
6. Jika ada yang ingin Anda tanyakan, Anda dapat menanyakan kepada peneliti.
7. Jika Anda sudah memahami dengan baik dan bersedia menjadi partisipan,
Anda dapat menandatangani lembar persetujuan sebagai tanda pernyataan
persetujuan Anda. Terima kasih.

Peneliti,

Ori Safitri Marito Saragih

171101130
89

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELTIAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Telah mendapat keterangan secara terinci mengenai penelitian yang


berjudul Pengalaman perawat pelaksana dalam menerapkan patient centered care
(PCC) di ruang rawat inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara, Saya
memahami bahwa keikut sertaan saya menjadi partisipan sangat bermanfaat untuk
peningkatan pelayanan keperawatan dengan perlakuan yang akan diterapkan pada
saya dan mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya bersedia
secara sukarela untuk menjadi partisipan penelitian dengan penuh kesadaran serta
tanpa keterpaksaan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari
pihak manapun.

Medan, …………..…… 2021

Peneliti, Partisipan,

………………………………. ………………………………….
90

Lampiran 3

KUESIONER DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN

Judul Penelitian : Pengalam perawat pelaksana dalam menerapkan patient


centered care (PCC) ruang rawat inap Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara

Nomor Partisipan :

Tanggal :

Data Demografi Partisipan

1. Nama Partisipan (inisial) :


2. Umur :
3. Jenis Kelamin : Perempuan Laki-laki
4. Pendidikan terakhir : Profesi Ners
S2 Keperawatan / Kesehatan

5. Lama bekerja : Tahun


6. Agama :
7. Pelatihan mengenai pelayanan keperawatan yang pernah diikuti:
a. …………………………………………………………………….
b. …………………………………………………………………….
91

Lampiran 4

PANDUAN WAWANCARA
Pengalaman Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Patient Centered Care (PCC)
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas sumatera Utara

1. Bagaimana pengalaman saudara/i selama ini dalam menerapkan Patient


centered care (PCC) di rumah sakit USU ?
2. Menurut saudara/i, bagaimana manfaat dari penerapan Patient centered
care (PCC) selama ini di rumah sakit USU?
3. Bagaimana motivasi atau dukungan yang saudara/i terima selama
menerapkan Patient centered care (PCC) di rumah sakit USU?
4. kesulitan ataupun hambatan seperti apa yang saudara/i rasakan selama
menerapkan Patient centered care (PCC) di rumah sakit USU?
5. Apa harapan saudara/I agar penerapan patient centered care dapat
dilaksanakan dengan baik di rumah sakit USU?
92

Lampiran 5

FIELD NOTE

Kode Partisipan :

Media Wawancara :

Waktu Wawancara :

a. Mulai :

b. Selesai :

I. Gambaran respon partisipan saat dilakukan wawancara :

a. Posisi :

b. Non Verbal :

II. Gambaran suasana tempat selama wawancara berlangsung :

III. Gambaran respon partisipan selama wawancara berlangsung :

III. Respon partisipan saat terminasi :


93

Lampiran 6

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

NO Kegiatan Tahun 2020 Tahun 2021

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

1. Pengajuan Judul
2. Proses Persetujuan
Judul
3. Menyusun BAB I
4. Menyusun BAB II
5. Menyusun BAB III
6. Sidang Proposal
7. Perbaikan Proposal
8. Uji Validitas
Instrumen Penelitian
9. Pengumpulan Data
10. Analisa Data
11. Penyusunan Laporan
12. Sidang Akhir
Penelitian
13. Perbaikan Laporan
Akhir
14. Penyerahan Laporan
dan Manuskrip
94

Lampiran 7
TAKSASI DANA PENELITIAN

NO Kegiatan Biaya
1. Biaya pembuatan proposal penelitian Rp. 350.000
2. Transportasi Rp. 300.000
3. Souvenir Rp. 400.000
4. Biaya pembuatan skripsi Rp. 400.000
5. Uji etik dan izin melakukan penelitian Rp. 450.000
Total Rp. 1.900.000
95

Lampiran 8

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ori Safitri Marito Saragih

Nim : 171101130

Alamat : Jalan Bhayangkara, Desa Mompang Julu, Kec.Panyabungan Utara

No. Telp/ WA : 081361473114

Riwayat pendidikan :

1. SD Negeri 076 Panyabungan Kota : Tahun 2005 – 2011

2. MTsN Negeri Panyabungan : Tahun 2011 – 2014

3. MAN Panyabungan : Tahun 2014 – 2017

4. Fakultas Keperawatan USU Medan : 2017 – Sekarang


96

Lampiran 9
97

Lampiran 10
98

Lampiran 11
99

Lampiran 12
100

Lampiran 13

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN SKRIPSI


Nama : Ori Safitri Marito Saragih

Nim : 171101130
Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Pelaksana dalam Menerapkan
Patient Centered Care di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara.

Pembimbing : Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D


No Tanggal Materi Bimbingan Komentar/sarasn Paraf
pembimbing
1. 7 oktober Perkenalan dan Perbanyak membaca Daring
2020 menyiapkan judul artikel jurnal
penelitian internasional dan
zoom persiapkan 2-3 judul
penilitan yang ingin
diteliti
2. 9 oktober Diskusi Judul penelitian Perbaiki judul Daring
2020 zoom penelitian
3. 18 oktober Diskusi dan pengajuan ACC judul Daring
2020 judul penelitian ke
panitia
4. 19 Diskusi mengenai Membuat outline BAB Daring
november penulisan BAB I I, referensi minimal 5
2020 tahun terakhir dan
membuat time table
5. 27 Outline penulisan BAB I lanjut membuat outline Daring
november dan BAB II
2020
6. 11 Diskusi otline BAB 2 Perbaiki outline BAB Daring
desember Membuat lembar II menambah
2020 konsultasi pembahasan studi
fenomenologi dan
referensi dari
internasional, lanjut
penulisan BAB III
selesaikan dulu semua
draft lalu bisa dikoreksi
7 4 januari Bertanya terkait Lanjutkan BAB3 Daring
2021 penulisan BAB 3
8 14 januari Diskusi BAB 1 dan BAB Revisi BAB 1 dan Daring
2020 3 BAB 3, Baca kembali
zoom BAB 2
101

9 3 februari Diskusi BAB 3 pebaiki BAB 1, 2 dan 3 Daring


2021 zoom
10 6 februari Diskusi proposal ACC ujian proposal Daring
2021 lengkap
10 10 februari Diskusi revisi proposal Buat di tabel semua Daring
2021 penelitian saran-saran dosen
penguji
11 17 februari Revisi proposal Perbaiki proposal Daring
2021 penelitian sesuai saran dosen
penguji dan lanjut
prosesnya
13 22 februari Konsultasi mengenai Syarat:pakar bidang Daring
2021 expert validasi panduan kualitatif atau yang
wawancara diteliti, bukan
pembimbing atau
penguji
14 18 maret Konsultasi upload Ikuti sesuai persyaratan Daring
2021 perubahan judul
15 9 april 2021 Pelaporan perkembangan Lanjut pilot study 1 Daring
(progress) penelitian partisipan, konsul ke
saya
16 5 mei 2021 Diskusi hasil pilot study Lanjut kumpulkan Daring
1 partisipan (tanskip wawancara, analisa
wawancara dan tabel PS) setiap hasil wawancara
(zoom) sampai koding sejenis
17 7 juni 2021 Diskusi hasil analisa Lanjut analisa data Daring
wawancara hasil wawancara
Buat kategori dan tema
(matriks tema)
18 14 juni 2021 Analisa data Buat judul di tabel Daring
analisis (matriks tema),
kurangi jumlah tema,
periksa apa ada
kategori yang bisa
digabungkan krn
sejenis
19 20 juni 2021 Revisi analisa Matriks Perbaiki Daring
tema (koding) pengelompokan koding
sejenis yang tidak tepat
dan tidak sesuai
Perbaiki
pengelompokan sub
kategori, kategori dan
tema
20 27 juni 2021 Revisi Analisa matriks Perbaiki sesuai saran Daring
tema (pengelompokan untuk mendapatkan
Kategori) sub tema sampai tema
102

21 2 juli 2021 Revisi analisa matriks Perbaiki kata-kata Daring


tema (Penentuan tema) dalam tema
Lanjut penulisan BAB
4
22 19 Juli 2021 Konsul BAB 4 Lanjut ujian sidang

23
103

DOKUMENTASI BIMBINGAN ONLINE


104
105
106
107

Lampiran 14
108
109
110

Anda mungkin juga menyukai