Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ETIKA BISNIS TENTANG GOOD

CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

DISUSUN OLEH :

M ADIL ABDURRAHMAN 2018021049


INDAH TIANDA PUTRI 2018021001
M DHANI NURRAHMAN 2018021061
DIRHAMKA SJAFI 2017021077
JOICE CH NGANTUNG 2020121006

STUDI MANAJEMEN – S1

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YAI


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................1
PENDAHULAN.............................................................................................2
A. Latar Belakang...................................................................................2
B. Rumusan Masalah.............................................................................3
C. Tujuan Penulisan...............................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................5
A. Good Corporate Governance (GCG).................................................5
1. Pengertian Good Corporate Governance.......................................5
2. Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance........................7
3. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance.................................9
4. Unsur dan Aspek Good Corporate Governance..........................12
B. Stakeholder dan Corporate Governance.........................................16
1. Pengertian Stakeholders..............................................................16
2. Kelompok Stakeholders................................................................18
3. Kode etik terhadap stakeholder....................................................19
C. Tahap-Tahap / Upaya Penerapan Corporate Govermance............26
PENUTUPAN.............................................................................................30
A. Kesimpulan.......................................................................................30
B. Saran................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................31

1
PENDAHULAN

A. Latar Belakang 

Pada praktiknya, dalam mencapai tujuannya suatu perusahaan

tentu tak luput dari banyak permasalahan. Salah satu masalah yang

bisa terjadi adalah masalah keagenan (agency problem). Masalah

keagenan ini bisa terjadi akibat pemisahan tugas manajemen

perusahaan dengan para pemegang saham. Sebuah perusahaan bisa

saja dijalankan oleh para manajer professional yang memiliki hanya

sedikit atau sama sekali tidak memiliki saham dalam perusahaan

tersebut. Karena itu, para manajer bisa saja membuat keputusan yang

sama sekali tidak sesuai dengan tujuan memaksimalkan kekayaan

para pemegang saham. Menurut Arijanto (2010:127) dinyatakan:

“Suatu kegiatan perusahaan yang terencana baik dan dan terprogram

tentu dapat tercapai dengan sistem tata kelola yang baik pula.” Karena

itu perusahaan perlu untuk menerapkan Good corporate

governance (GCG).

Good corporate governance adalah seperangkat aturan atau

mekanisme adminsistrasi untuk memuluskan hubungan

antarmanajemen, pemegang saham dan kelompok kepentingan

(stakeholders). Persoalan penting yang menjadi penunjang

keberhasilan penerapan prinsip ini, terletak pada tuntutan menjalankan

2
fungsi-fungsi akuntabilitas, disclosure, fairness, transparency dan

tanggung jawab.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh McKinsey & Co dalam

Tjager et.al (2002:5) menyatakan bahwa “corporate governance

menjadi perhatian utama para investor menyamai kinerja finansial dan

potensi pertumbuhan khususnya bagi pasar-pasar yang sedang

berkembang (emerging markets)” yang artinya investor cenderung

menghindari perusahaan-perusahaan yang buruk dalam penerapan

corporate governance (tidak ingin berinvestasi pada perusahaan-

perusahaan tersebut). Karena itu dengan adanya keuntungan

perusahaan juga tidak mengalami kesulitan dalam menarik modal dari

luar. Dengan menerapkan tata kelola yang baik akan mengarahkan

perusahaan pada kegiatan yang efektif dan efisien sehingga

menghasilkan profit, ditambah dengan kemudahan dalam memperoleh

dana atau modal, secara logis perolehan laba akan lebih meningkat

lagi.

B. Rumusan Masalah

1. Sebutkan pengertian Good Corporate Governance 

2. Bagaimanakah Prinsip-prinsip Good Corporate Governance 

3. Jelaskan Nilai Corporate Governance Perception Index 

4. Sebutkan Manfaat Good Corporate Governance dan Kaitannya

dengan Kinerja Keuangan Perusahaan

3
C. Tujuan Penulisan

Bagi penyusunan makalah ini, kami tim penulis atau kelompok

yang membahas tentang Good Corporate Governance (GCG) ,

berharap dalam makalah ini bisa bermanfaat untuk jangka panjang

maupun jangka pendeknya sebagai informasi yang sangat berharga.

1. Untuk mengetahui pengertian Good Corporate Governance 

2. Mengidentifikasi Prinsip-prinsip Good Corporate Governance 

3. Mengetahui Nilai Corporate Governance Perception Index 

4. Untuk Mengetahui lebih detail akan Manfaat Good Corporate

Governance dan Kaitannya dengan Kinerja Keuangan

Perusahaan

5.

4
PEMBAHASAN

A. Good Corporate Governance (GCG)

1. Pengertian Good Corporate Governance


Good Corporate Governance (GCG) adalah seperangkat

peraturan yang menetapkan hubungan antara pemangku

kepentingan pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta

para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya

sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan

kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan

perusahaan (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2001).

Good corporate governance merupakan sebagai tata cara

kelola perusahaan sehat yang sudah diperkenalkan oleh

pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF).

Menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG),

Corporate Governance adalah serangkaian mekanisme yang

mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar

operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para

pemangku kepentingan (stakeholders).

Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur

yang digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau

memimpin bisnis dan usaha-usaha korporasi dengan tujuan untuk

meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta kontinuitas usaha. good

corporate governance merupakan struktur, sistem, dan proses yang

5
digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk

memberi nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan

dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan

stakeholder lainnya, berlandaskan moral, etika, budaya dan aturan

berlaku lainnya.

Menurut Bank Dunia (World Bank), good corporate

governance adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah

yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber

perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi

jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang

saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

Berikut definisi dan pengertian good corporate governance

dari beberapa sumber buku:

• Menurut Tunggal (2013), good corporate governance

adalah sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi

proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai

saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada

stakeholders, karyawan dan masyarakat sekitar.

• Menurut Agoes (2011), good corporate governance

adalah suatu sistem yang mengatur hubungan peran

Dewan Komisaris peran Direksi, pemegang saham, dan

pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan

yang baik juga disebut sebagai proses yang transparan

6
atas penentuan tujuan perusahaan, pencapainya dan

penilaian kinerjanya.

• Menurut Kusmastuti (2008), good corporate governance

merupakan sistem tata kelola yang diselenggarakan

dengan mempertimbangkan semua faktor yang

mempengaruhi proses institusional, termasuk faktor-

faktor yang berkaitan dengan regulator.

• Menurut Sutedi (2011), good corporate governance

adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh

organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal,

komisaris, dewan pengawas dan direksi) untuk

meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas

perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham

dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan

kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan

perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

2. Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance


Good corporate governance merupakan langkah yang

penting dalam membangun kepercayaan pasar (market confidence)

dan mendorong arus investasi international yang lebih stabil dan

bersifat jangka panjang. Adapun tujuan dari penerapan Good

Corporate Governance adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan nilai tambah (value added) bagi semua pihak

yang berkepentingan (stakeholders).

7
2. Memastikan bahwa sasaran yang ditetapkan telah dicapai.

3. Memastikan bahwa aktiva perusahaan dijaga dengan baik.

4. Memastikan perusahaan menjalankan praktik-praktik usaha

yang sehat.

5. Memastikan kegiatan-kegiatan perusahaan bersifat

transparan.

Manfaat langsung yang dirasakan perusahaan dengan

mewujudkan prinsip-prinsip good corporate governance adalah

meningkatnya produktivitas dan efisiensi usaha. Manfaat lain

adalah meningkatnya kemampuan operasional perusahaan dan

pertanggungjawaban kepada publik. Selain itu juga memperkecil

praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta konflik kepentingan.

Corporate governance yang baik dapat mendorong pengelolaan

organisasi yang lebih demokratis (partisipasi banyak kepentingan),

lebih accountable (adanya pertanggungjawaban dari setiap

tindakan), dan lebih transparan serta akan meningkatkan keyakinan

bahwa perusahaan dapat memberikan manfaat jangka panjang.

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia

(FCGI), manfaat pelaksanaan good corporate governance antara

lain adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses

pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi

8
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan

kepada stakeholders.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih

murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada

akhirnya akan meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan

modalnya di Indonesia.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja

perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan

shareholders’s value dan deviden. Khusus bagi BUMN akan

dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil

privatisasi.

3. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance


Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006),

terdapat lima prinsip dalam good corporate governance yaitu

sebagai berikut:

a. Transparansi (Transparency)

Transparency yaitu keterbukaan dalam mengemukakan

informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan. Perusahaan

dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat

waktu kepada segenap stakeholdersnya. Informasi yang

diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan,

kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Keterbukaan

9
dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui

keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat

ditingkatkan.

b. Kemandirian (Indenpency)

Independency atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana

perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan

kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Perusahaan

dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan

pengaruh/tekanan dari pihak maupun yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlau dan prinsip-prinsip

korporasi yang sehat.

c. Akuntabilitas (Accountability)

Accountability yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan

pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga

pengelolaannya berjalan secara efektif. Bila prinsip

accountability (akuntabilitas) ini diterapkan secara efektif, maka

perusahaan akan terhindar dari agency problem (benturan

kepentingan peran). Perusahaan harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan

wajar, untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur

dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap

10
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan

pemangku kepentingan lain.

d. Pertanggung jawaban (Responsibility)

Responsibility adalah kesesuaian atau kepatuhan di dalam

pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat

serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang

berlaku termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak,

hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup,

kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian, dan

persaingan yang sehat. Para pengelola wajib memberikan

pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola

perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud

kepercayaan yang diberikan kepadanya.

e. Kewajaran (Fairness)

Fairness adalah keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-

hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fairness

diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara

baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan

kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil).

Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan

pemegang saham, pemangku kepentingan lainnya dan semua

11
orang yang terlibat di dalamnya berdasarkan prinsip-prinsip

kesetaraan dan kewajaran stakeholder.

4. Unsur dan Aspek Good Corporate Governance


Menurut United Nation Development Program (UNDP), good

corporate governance terdiri dari beberapa unsur, yaitu:

1. Participation. Mengarah pada jaminan keterlibatan

bahwa setiap warga negara dalam pembuatan suatu

keputusan, baik secara langsung maupun melalui

intermediasi atau institusi yang mewakili kepentingannya.

Hal ini dibangun atas dasar demokrasi dan partisipasi secara

konstruktif.

2. Rule of Law. Bahwa hukum harus mencerminkan nilai

keadilan dan kesamaan setiap orang didepan hukum serta

dilakukannya law enforcement dan hak asasi manusia.

3. Transparency (Transparansi). Hal ini dibangun atas

dasar kebebasan informasi dimana proses, lembaga, dan

informasi dapat langsung diakses oleh pihak-pihak yang

membutuhkan. Setiap informasi tersebut harus bersifat

komunikatif, dapat dipahami dan dimonitor.

4. Responsiveness. Bahwa setiap proses dan

kelembagaan yang ada harus dapat melayani setiap

stakeholders.

12
5. Consensus Orientation. Hal ini menyelesaikan bahwa

prinsip corporate governance menjadi mediasi antara

kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan yang

terbaik bagi kepentingan yang lebih luas dalam setiap

kebijakan maupun prosedur.

6. Equity. Bahwa semua warga negara mempunyai

kesempatan yang sama dalam upaya meningkatkan dan

mempertahankan kesejahteraannya.

7. Effectiveness and Efficiency (Efektivitas dan

Efisiensi). Adanya jaminan bahwa setiap proses dan

lembaga yang ada harus menghasilkan sesuatu yang sesuai

dengan program yang telah digariskan dengan

menggunakan sumber daya yang tersedia.

8. Accountability (Akuntabilitas). Bahwa pengambil

keputusan dalam pemerintahan sektor swasta dan

masyarakat mesti bertanggungjawab kepada publik dan

lembaga-lembaga stakeholders.

9. Strategic Vision. Pimpinan suatu perusahaan harus

berlandaskan perspectif corporate governance.

Good corporate governance adalah prinsip perusahaan

yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang

dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan

perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan

13
perusahaan. Menurut Sutedi (2011), aspek-aspek yang harus

dijalankan dalam pelaksanaan good corporate governance

adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan terhadap hak-hak dalam Corporate

Governance harus mampu melindungi hak-hak para

pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas.

Hak-hak tersebut mencakup hal-hal dasar pemegang

saham, yaitu : a) Hak untuk memperoleh jaminan keamanan

atas metode Pendaftaran kepemilikan; b) Hak untuk

mengalihkan dan memindah-tangankan kepemilikan saham;

c) Hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang

perusahaan secara berkala dan teratur; d) Hak untuk ikut

berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS); e) Hak untuk memilih anggota

dewan komisaris dan direksi; f) Hak untuk memperoleh

pembagian laba (profit) perusahaan.

2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang

saham (the equitable treatmment of shareholders). Kerangka

yang dibangun dalam Corporate Governance haruslah

menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh

pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas

dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan

berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan

14
transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip

ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka

ketika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung

benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest).

3. Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan

perusahaan (the role of stakeholders). Kerangka yang

dibangun dalam Corporate Governance harus memberikan

pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan,

sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan

mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan

dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan

lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesinambungan usaha

(going concern).

4. Pengungkapan dan transparansi (disclosure and

transparancy). Kerangka yang dibangun dalam Corporate

Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang

tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang

berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut

mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja,

kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang

diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai

dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga

diharuskan untuk meminta auditor eksternal (KAP)

15
melakukan audit yang bersifat independen atas laporan

keuangan.

5. Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the

responsibilities of the board). Kerangka yang dibangun

dalam Corporate Governance harus menjamin adanya

pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif

terhadap manajemen oleh dewan komisaris terhadap

perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat

kewenangan-kewenangan serta kewajiban-kewajiban

profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan

pemangku kepentingan lainnya.

D. Stakeholder dan Corporate Governance

1. Pengertian Stakeholders
Stakeholders dapat diartikan sebagai segenap pihak yang

terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat.

Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini

adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti

nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal,

pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah,

pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya. Stakeholder

dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan.

Stakeholders, Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan

hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya

16
manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumber daya

alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembaga-lembaga publik telah

menggunakan istilah stakeholder ini secara luas ke dalam proses-

proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara

sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak,

lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau

suatu rencana.

Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi

berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi

yang penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang

mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang

dapat memengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian

tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) secara singkat

mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu

kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini

sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana

dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan

kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard

(1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.

Istilah ‘pemangku kepentingan’ (stakeholders) merujuk

kepada semua pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh

tindakan perusahaan. Oleh karena itu, teori pemangku kepentingan

(stakeholders) menjadi relevan untuk menjelaskan pengembangan

17
CG serta CSR di perusahaan. Gray et al (2001) dalam Ismurniati

(2010) menyatakan bahwa stakeholder adalah : pihak-pihak yang

berkepentingan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau

dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan, para stakeholder

antara lain masyarakat, karyawan, pemerintah, supplier, pasar

modal dan lain-lain.” Freeman dan Reed dalam Solihin(2008:51)

menempatkan para pemangku kepentingan dalam sebuah grid

denganmenggunakan dua dimensi.

Freeman dan Reed mengajukan geradi (grid) pemangku

kepentingan kontemporeryang menunjukan realitas pemangku

kepentingan masa kini, dimana stake(interest/claim – kepentingan)

yang dimiliki oleh pemangku kepentingan tidak selalukongruen

dengan sumber kekuasaan yang dimiliki pemangku kepentingan

(Solihin,2008:52). Contohnya adalah pemerintah yang secara

tradisional hanya memiliki kepentingan sebagai influencer (pemberi

pengaruh pada perusahaan), saat ini juga memiliki kekuasaan yang

bersumber dari kekuatan voting selain kekuasaan yang bersikap

politis.

5. Kelompok Stakeholders
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh

stakeholder terhadap suatu issu stakeholder dapat diketegorikan

kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder

dan stakeholder kunci . Sebagai gambaran pengelompokan

18
tersebut pada berbagai kebijakan, program, dan proyek pemerintah

(publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder seperti berikut :

1. Stakeholder Utama (primer)

Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan

kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program,

dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama

dalam proses pengambilan keputusan.

2. Stakeholder Pendukung (sekunder)

Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang

tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap

suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki

kepedulian (consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut

bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan

keputusan legal pemerintah.

3. Stakeholder Kunci

Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki

kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan.

Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai

levelnya, legisltif, dan instansi. Misalnya, stekholder kunci untuk

suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.

6. Kode etik terhadap stakeholder


1. Pelanggan

a. Memberikan produk jasa dengan kualitas terbaik sesuai

kebutuhan.

19
b. Memberikan perlakuan yang adil dalam setiap transaksi.

c. Memelihara kesehatan produk dan kesehatan lingkungan

konsumen.

d. Tanggap dan hormat terhadap martabat konsumen.

e. Menghormati integritas kultur yang berlaku pada konsumen.

2. Pekerja

a. Memberikan pekerjaan dan imbalan yang dapat

memperbaiki kondisi kehidupan mereka.

b. Memberikan kondisi yang menghormati kesehatan dan

martabat pekerja.

c. Bersikap jujur dalam berkomunikasi dengan pekerja dan

terbuka dalam memberikan informasi.

d. Bersedia mendengarkan dan sejauh mungkin bertindak atas

saran, gagasan, permintaan dan keluhan pekerja.

e. Mengajak bermusyawarah apabila terjadi konflik.

f. Mengindari praktik diskriminasi dan menjamin perlakuan dan

kesempatan yang sama pada pekerja sekalipun berbeda

gender, usia, suku, dan agama.

g. Mengembangkan diverfikasi pekerjaan dalam bisnis agar

pekerja dapat sungguh-sungguh bermanfaat.

h. Melindungi pekerja dari kemungkinan terkena penyakit dan

kecelakaan di tempat kerja.

20
i. Mendorong dan membantu pekerja dalam mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan dapat

dialihkan.

j. Tanggap terhadap masalah pengangguran dalam

pembuatan keputusan bisnis dan bekerjasama dengan

pemerintah, serikat pekerja, dan pihak-pihak lain untuk

menangani masalah ini.

3. Pemegang Saham

a. Menetapkan menejemen yang profesional dan tekun.

b. Memperlihatkan informasi yang relefan terhadap investor.

c. Menghemat, melindungi, dan menumbuhkan aset-aset

investor.

d. Menghormati permintaan, saran dan keluhan solusi dari

investor

4. Pemasok

a. Mengusahakan terwujudnya prinsip keadilan dan kejujuran.

b. Menjamin aktifitas bisnis terbebas dari pemaksaan.

c. Membantu terciptanya stabilitas hubungan jangka panjang

dengan pemasok.

d. Berbagi informasi dengan pemasok.

e. Membayar pemasok tepat pada waktunya.

f. Mencari, mendukung dan mengutamakan pemasok.

5. Pesaing

21
a. Mengembangkan pasar terbuka untuk perdagangan dan

investasi.

b. Mengembangkan perilaku yang bersaing dan

menguntungkan secara sosisal.

c. Menghindari dari pemberian gaji atau hadiah yang dapat

dipertanyakan.

d. Menghormati hak cipta dan hak paten.

e. Menolak untuk mencuri gagasan baik inofasi maupun

penciptaan produk.

6. Masyarakat

a. Menghormati hak asasi manusia dan lembaga-lembaga

demokrasi.

b. Mengakui kewajiban kepada pemerintah dan masyarakat

c. Bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan yang ada di

masyarakat.

d. Mengembangkan pembangunan berkelanjutan.

e. Mendukung perdamaian keamanan, keanekaragaman, dan

keutuhan sosial.

Hubungan antara Perusahaan dan Pemangku Kepentingan

Sifat dari hubungan perusahaan dengan stakeholders mengalami

perubahandinamis seiring berjalannya waktu. Beberapa pakar

mengamati terjadinya pergeseranbentuk dari yang semula tidak

aktif (inactive), menjadi reaktif (reactive), kemudianberubah lagi

22
menjadi proaktif (proactive) dan akhirnya menjadi interaktif

(interactive).

Pola Hubungan Stakeholders Penjelasan mengenai pola

hubungan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Hubungan tidak aktif (inactive); perusahaan meyakini bahwa

mereka dapat membuat keputusan secara sepihak tanpa

mempertimbangkan dampaknya terhadap pihak lain.

2. Hubungan yang reaktif (reactive); perusahaan cenderung

bersifat mempertahankan diri (defensif), dan hanya bertindak

ketika dipaksa untuk melakukannya.

3. Hubungan yang proaktif (proactive); perusahaan cenderung

berusaha untuk mengantisipasi kepentingan-kepentingan para

stakeholders. Biasanya perusahaan memiliki departemen

khusus yang berfungsi untuk mengidentifikasi isu-isu yang

menjadi perhatian para pemangku kepentingan utama. Namun,

perhatian mereka dan para stakeholder dipandang sebagai

suatu permasalahan yang perlu dikelola, bukan dipandang

sebagai suatu sumber keunggulan kompetitif.

4. Hubungan yang interaktif (interactive); perusahaan

menggunakan pendekatan bahwa perusahaan harus memiliki

hubungan berkelanjutan yang saling menghormati, terbuka, dan

saling percaya dengan para pemangku kepentingannya.

Dengan demikian, perusahaan menganggap bahwa suatu

23
hubungan yang positif dengan para pemangku kepentingan

adalah sumber nilai dan keunggulan kompetitif bagi

perusahaan.

Hubungan perusahaan dengan para pemangku kepentingan

diharapkanbersifat interaktif. Dengan demikian, diharapkan

interaksi ini dapat membantu perusahaan mempelajari

ekspektasi masyarakat, memperoleh keahlian dari luar

perusahaan, mengembangkan solusi kreatif, dan memenangkan

dukungan pemangku kepentingan untuk menerapkan berbagai

solusi tersebut. Menurut Tunggal (2009:63) perlunya respon

terhadap para pemangku kepentingan pada era sekarang ini

dipertajam dengan meningkatnya globalisasi perusahaan dan

dengan munculnya teknologi-teknologi yang mampu

memfasilitasi komunikasi cepat pada skala dunia. Suatu

perusahaan dapat membuat sebuah pemetaan mengenai tipe

pemangku kepentingan yang sedang dihadapi dengan

menempatkan dimensi potensi dan dimensi kerja sama untuk

menentukan strategi untuk menghadapi para pemangku

kepentingan tersebut.

Hubungan antara Perusahaan dan Pemangku Kepentingan

Sifat dari hubungan perusahaan dengan stakeholders

mengalami perubahandinamis seiring berjalannya waktu.

Beberapa pakar mengamati terjadinya pergeseranbentuk dari

24
yang semula tidak aktif (inactive), menjadi reaktif (reactive),

kemudianberubah lagi menjadi proaktif (proactive) dan akhirnya

menjadi interaktif (interactive). Pola Hubungan Stakeholders

Penjelasan mengenai pola hubungan tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut:

1. Hubungan tidak aktif (inactive); perusahaan meyakini

bahwa mereka dapatmembuat keputusan secara sepihak

tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pihak lain.

2. Hubungan yang reaktif (reactive); perusahaan cenderung

bersifat mempertahankan diri (defensif), dan hanya bertindak

ketika dipaksa untuk melakukannya.

3. Hubungan yang proaktif (proactive); perusahaan

cenderung berusaha untuk mengantisipasi kepentingan-

kepentingan para stakeholders. Biasanya perusahaan

memiliki departemen khusus yang berfungsi untuk

mengidentifikasi isu-isu yang menjadi perhatian para

pemangku kepentingan utama. Namun, perhatian mereka

dan para stakeholder dipandang sebagai suatu

permasalahan yang perlu dikelola, bukan dipandang sebagai

suatu sumber keunggulan kompetitif.

4. Hubungan yang interaktif (interactive); perusahaan

menggunakan pendekatan bahwa perusahaan harus

memiliki hubungan berkelanjutan yang saling menghormati,

25
terbuka, dan saling percaya dengan para pemangku

kepentingannya. Dengan demikian, perusahaan

menganggap bahwa suatu hubungan yang positif dengan

para pemangku kepentingan adalah sumber nilai dan

keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

Hubungan perusahaan dengan para pemangku kepentingan

diharapkanbersifat interaktif. Dengan demikian, diharapkan

interaksi ini dapat membantu perusahaan mempelajari

ekspektasi masyarakat, memperoleh keahlian dari luar

perusahaan, mengembangkan solusi kreatif, dan

memenangkan dukungan pemangku kepentingan untuk

menerapkan berbagai solusi tersebut. Menurut Tunggal

(2009:63) perlunya respon terhadap para pemangku

kepentingan pada era sekarang ini dipertajam dengan

meningkatnya globalisasi perusahaan dan dengan

munculnya teknologi-teknologi yang mampu memfasilitasi

komunikasi cepat pada skala dunia. Suatu perusahaan

dapat membuat sebuah pemetaan mengenai tipe pemangku

kepentingan yang sedang dihadapi dengan menempatkan

dimensi potensi dan dimensi kerja sama untuk menentukan

strategi untuk menghadapi para pemangku kepentingan

tersebut.

26
E. Tahap-Tahap / Upaya Penerapan Corporate Govermance

Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil

dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn,

2000; Shaw,2003). Tahap Persiapan Tahap ini terdiri atas 3 langkah

utama:

1) awareness building,

2) GCG assessment, dan

3) GCG manual building.

Awareness building merupakan langkah awal untuk

membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen

bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan

meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk

kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi

kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau

lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG

saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan

GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna

mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif

bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG

assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang

perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah

apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. GCG manual building,

adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan.

27
Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya

identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman

implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat

dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar

perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-

organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota

perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:

• Kebijakan GCG perusahaan

• Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan

• Pedoman perilaku

• Audit commitee charter

• Kebijakan disclosure dan transparansi

• Kebijakan dan kerangka manajemen resiko

• Roadmap implementasi

Tahap Implementasi Setelah perusahaan memiliki GCG

manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di

perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:

1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh

perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi

GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya

sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk

untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama

28
atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di

perusahaan.

2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan

pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun.

Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan

dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya

mencakup pula upaya manajemen perubahan (change

management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan

oleh implementasi GCG.

3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi.

Internalisasi mencakup upayaupaya untuk memperkenalkan GCG

di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai

peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa

penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu

kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benarbenar tercermin

dalam seluruh aktivitas perusahaan.

Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan

secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana

efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak

independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik

GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang

dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada

beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam

29
bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara

mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN.

Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi

dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG

sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu

berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

30
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Istilah corporate governance pertama kalinya diperkenalkan oleh

Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut

dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report.

Laporan ini dipandang sebagai titik balik yang sangat menentukan bagi

praktik corporate governance di seluruh dunia. Definisi corporate

governance menurut Cadbury Committee dalam Tjager et al (2002 : 27)

adalah: "Seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara para

pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak-

pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal

sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka".

F. Saran

Dengan mempelajari makalah makalah good corporate

governance, Penulis menyarankan agar pembaca bisa memahami lebih

lanjut mengenai corporate governance.

31
DAFTAR PUSTAKA

Arijanto, Agus 2010. Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, Rajawali Pers,
Jakarta.
Brealey, Myers, Marcus, 2008. Dasar-dasar Manajemen Keuangan
Perusahaan, Edisi Kelima, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fahmi, Irham, 2013. Etika Bisnis Teori, Kasus dan Solusi, Penerbit
Alfabeta, Bandung.
Kodrat, dan Herdinata, 2009. Manajemen Keuangan Base don Empirical
Research, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. 
Keown, Martin, Petty, Scott JR, 2011. Prinsip dan Penerapan Manajemen
Keuangan, Edisi Kesepuluh, Jilid 1, PT INDEKS, Jakarta.
Tjager, dan Alijoyo, Djemat, Soembodo, 2003. Corporate Governance,
Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT
Prenhallindo, Jakarta. 
Tangkilisan, Hessel Nogi.S, 2003. Mengelola Kredit Berbasis Good
Corporate Governance, Penerbit Balairung & Co, Yogyakarta.
Warsono, 2003. Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi 3, Jilid 1,
Bayumedia Publishing, Malang.

32

Anda mungkin juga menyukai