Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

FARMAKOLOGI DALAM ASUHAN KEBIDANAN

DISUSUN OLEH :

AUDIA PARAMATA
NABILA PUTRI ANGRIANI H. NGIU
SITI MASRINA DJAFAR
SITI AMELIA K. HASAN
MIFTAHULJANNAH LATIEF

TUGAS MATA KULIAH


FARMAKOLOGI DALAM ASUHAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
Kata Pengantar

Puji Syukur Alhamdulillah. Dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa,
kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa melimpahkan rahmat
karunia dan hidayahnya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan judul
“Farmakologi”.

Sholawat serta salam semoga terlimpah curah kepada Rasulullah Muhammad


SAW yang telah memberikan pencerahan kepada kita dengan agama Rahmatan lil’alamin,
agama islam. Dengan selesainya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan serta
dukungan dari semua pihak baik moril ataupun materil sehingga makalah ini dapat selesai
dengan baik. Tentunya semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua
terlebih bagi saya sendiri yang mengerjakan makalah ini. Karena keterbatasan
saya,makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka saran dan kritik sangat dibutuhkan
demi penyempurnaannya. Akhir kata, sekian dari saya, kurang lebihnya saya mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Gorontalo, 27 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB.I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan....................................................................................................2

BAB.II PEMBAHASAN........................................................................................................3
2.1 KONSEP FARMAKOLOGI..........................................................................................3
2.2 DEFINISI OBAT...........................................................................................................3
2.3 RUANG LINGKUP FARMAKOLOGI ..........................................................................3

BAB III PENUTUP...............................................................................................................39


3.1 Kesimpulan..................................................................................................................39
3.2 Saran...........................................................................................................................39
3.3 Daftar Pustaka.............................................................................................................40

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam arti luas, obat ialah setiap :at kimia yang dapat


mempengaruhi proses hidup,maka )armakologi merupakan ilmu yang
sangat luas &akupannya% Namun untuk tenagamedis, ilmu ini
dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk
maksud pen&egahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit% 5elain itu
agar mengerti bah(a penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai
gejala penyakit% Farmakologi men&akup pengetahuan tentang
sejarah, sumber, si)at kimia dan )isik, komposisi, e)ek )isiologi
dan biokimia, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotrans)ormasi,
ekskresi dan penggunaan obat% 5eiring berkembangnya
pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebuttelah berkembang
menjadi ilmu tersendiri ;5etia(ati dkk,+883<4abang )armakologi
diantaranya )armakognosi ialah &abang ilmu )armakologi
yangmemepelajari si)at2si)at tumbuhan dan bahan lain yang
merupakan sumber obat, )armasiialah ilmu yang mempelajari &ara
membuat, mem)ormulasikan, menyimpan, danmenyediakan obat% )
armakologi klinik ialah &abang )armakologi yang mempelajari
e)ekobat pada manusia% )armakoterapi &abang ilmu yang
berhubungan dengan penggunaanobat dalam pen&egahan dan
pengobatan penyakit, toksikologi ialah ilmu yangmempelajari
kera&unan :at kimia, termasuk obat, :at yang digunakan dalam
rumahtangga, pestisida dan lain2lain serta )armakokinetik ialah
aspek )armakologi yangmen&akup nasib obat dalam tubuh yaitu
absorpsi, distribusi, metabolisme, danekskresinya dan )
armakodinamik yang mempelajari e)ek obat terhadap )isiologi
dan biokimia berbagai oran tubuh serta mekanisme kerjanya% Pada
penulisan makalah iniakan di bahas tentang aspek )armakologi yaitu )
armakodinamik

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Konsep Farmakologi ?


1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Obat ?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan ruang lingkup Farmakologi ?

1
1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui apa itu konsep Farmakologi.

1.3.2 Untuk mengetahui apa itu Obat

1.3.3 Untuk mengetahui apa itu ruang lingkup Farmakologi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP FARMAKOLOGI
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat dan
pengaruhnya terhadap makhluk hidup. Ada 8 cabang ilmu farmakologi
yang bisa dipelajari. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari obat-
obatan dan pengaruhnya pada makhluk hidup.
2.2 DEFINISI OBAT
Menurut BPOM Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
2.3 RUANG LINGKUP FARMAKOLOGI
Secara singkat perkembangan farmakologi itu dapat di kategorikan
pada beberapa cabang antara lain :
2.3.1. FARMAKOGNOSIS
1. Sejarah Farmakognosi Farmakognosi telah diciptakan melalui
penggabungan dua kata dalam bahasa Yunani. Farmakon (obat)
dan Gnosis (pengetahuan), yaitu pengetahuan tentang obat.
Tata nama Farmakognosi pertama kali dan paling sering
digunakan oleh C.A Seydler, seorang mahasiswa kedokteran di
Halle/Saale, Jerman, yang secara tegas menggunakan Analetica
Pharmacognostica sebagai judul utama tesisnya pada tahun
1815. Selain itu, penelitianpenelitian lebih lanjut telah
mengungkapkan bahwa Schmidt telah terlebih dahulu
menggunakan istilah Farmakognosis di dalam monografinya
yang berjudul Lehrbuch der Materia Medica (yaitu catatan-
catatan kuliah tentang Materia Medis) pada tahun 1811 di Wina.
Kompilasi ini khusus membahas tentang tumbuh-tumbuhan

3
berkhasiat obat dan karakteristiknya yang bersesuaian. Istilah
Materia Medica adalah kata latin yang dikemukakan mula-mula
oleh seorang dokter Yunani Disocorides pada abad pertama
sesudah Masehi. Bahan dasar alam atau umumnya disebut
bahan alam tersebut berasal dari tumbuhan (bahan alam nabati),
dari hewan (bahan alam hewani) dan dari mineral (bahan alam
mineral). Dari ketiga jenis bahan alam ini, tumbuhan merupakan
jumlah terbesar yang digunakan sebagai sumber bahan untuk
farmasi. Bahan disini dapat berupa simplisia atau hasil olahan
simplisia berupa ekstrak medisinal, yaitu ekstrak yang digunakan
untuk pengobatan dan mengandung kumpulan senyawa kimia
alam yang secara keseluruhan mempunyai aktivitas biologi, atau
hasil olahan (simplisia) berupa senyawa kimia murni yang dapat
digunakan sebagai prazat (prekursor, zat pemula) untuk sintesis
senyawa kimia obat. Memang cukup menarik mengetahui bahwa
leluhur kita telah memiliki pengetahuan yang luas, mendalam
dan terperinci tentang pletora (banyak) obat yang berasal dari
tumbuhan, tetapi sayangnya, mereka tidak mempunyai
pengetahuan yang memadai tentang adanya senyawa-senyawa
murni kimia di dalam sebagian besar obat-obat tersebut. Kamfor
diketahui memiliki kegunaan yang sangat banyak dalam
perawatan dan pengobatan banyak penyakit oleh bangsa Mesir,
Cina, India, Yunani dan Romawi kuno, misalnya untuk tubuh
bagian dalam sebagai stimulan dan karminatif untuk 8 tubuh
bagian luar sebagai antripuritik, counteriritant, dan antiseptik.
Mula-mula, kamfor diperoleh hanya dengan cara mendinginkan
minyak atsiri dari sasafras, rosemary, lavender, sage.
Sedangkan, bangsa Yunani dan Romawi kuno memperolehnya
sebagai hasil samping dari pembuatan minuman anggur. Kini
kamfor diperoleh secara sintesis skala besar (campuran
rasemat) dari α-pinena yang terdapat di dalam minyak

4
terpenting. Penduduk asli Afrika menggunakan ekstrak
tumbuhan dalam upacara–upacara ritual mereka yang membuat
subjeknya tidak dapat menggerakkan tubuhnya sama sekali,
tetapi akan sadar selama selama 2 atau 3 hari. Selanjutnya,
peradaban awal juga menemukan sejumlah minuman
terfermentasi yang hanya diperoleh dari karbohidrat, isi pokok
tumbuhan yang banyak mengandung alkohol dan cuka. Seiring
waktu, mereka juga mengenal produkproduk tumbuhan tertentu
yang khususnya digunakan untuk meracuni tombak dan panah
dalam membunuh buruan dan juga musuh mereka. Yang
menarik, mereka menemukan bahwa beberapa ekstrak
tumbuhan memiliki sifat yang unik, yaitu menjaga kesegaran
daging dan juga menutupi rasa dan aroma yang tidak sedap.
Sumber informasi yang tersedia untuk memahami sejarah
penggunaan tumbuhan obat (juga nutrisi dan racun) adalah
catatan
2. Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempeajari
tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat
digunakan sebagai obat alami yang telah melewati berbagai
macam uji coba.
Beberapa istilah dalam pelajaran farmakognosi antara lain :
1) simplisia
2) Simplisia nabati
3) Eksudat tanaman
4) Simplisia hewani
5) Simplissia mineral
6) Alkaloida
7) Glikosida
8) Enzim
9) Vitamin
10) Hormon

5
11) pemerian

12) Beberapa istilah dalam pelajaran farmakognosi antara lain:


13) Simplisia : adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai
obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
14) Simplisia nabati : adalah simplisia berupa tanaman utuh,
bagian tanaman atau eksudat tanaman.
15) Eksudat tanaman : Adalah isi sel yang secara spontan keluar
dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
16) Simplisia hewani : adalah simplisia yang berupa hewan utuh,
bagian hewan atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa zat kimia murni.
17) Simplisia mineral : adalah simplisia yang berupa mineral
(pelikan) yang belum diolah atau dioleh dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
18) Alkaloida : adalah suatu basa organik yang mengandung unsur
Nitrogen (N) pada umumnya berasal dari tanaman , yang
mempunyai efek fisiologis kuat/keras terhadap manusia.
19) Glikosida : adalah suatu zat yang oleh enzim tertentu akan
terurai menjadi satu macam gula serta satu atau lebih bukan
zat gula. Contohnya amigdalin, oleh enzim emulsin akan terurai
menjadi glukosa + benzaldehida + asam sianida.
20) Enzim : Adalah suatu biokatalisator yaitu senyawa atau zat
yang berfungsi mempercepat reaksi biokimia / metabolisme
dalam tubuh organisme.
21) Vitamin : adalah suatu zat yang dalam jumlah sedikit sekali
diperlukan oleh tubuh manusia untuk membentuk metabolisme

6
tubuh. Tubuh manusia sendiri tidak dapat memproduksi
vitamin.
22) Hormon : adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh kelenjar
endokrin yang mampengaruhi faal, tubuh dan mempengaruhi
besar bentuk tubuh.
23) Pemerian : Adalah uraian tentang bentuk, bau, rasa, warna
simplisia, jadi merupakan informasi yang diperlukan pada
pengamatan terhadap simplisia nabati yang berupa bagian
tanaman (kulit, daun, akar, dan sebagainya)
Arkeologis dan dokumen tertulis. Stimulus utama untuk menulis
tentang tumbuhan obat adalah keinginan untuk meringkas
informasi untuk generasi di masa mendatang dan untuk
menghadirkan tulisan-tulisan para sarjana klasik (sebagian besar
dari Yunani kuno) kepada para pembaca yang lebih luas. Tradisi-
tradisi Jepang, India, dan Cina yang didokumentasikan pada
banyak manuskrip dan buku-buku kuno. Tidak ada catatan tertulis
yang tersedia untuk wilayah lain di dunia karena tulisantulisan
tersebut tidak pernah diproduksi (sebagai contoh di Australia,
berbagai bagian Afrika dan Amerika Selatan, beberapa daerah di
Asia) atau karena dokumen-dokumen tersebut hilang atau
dimusnahkan oleh (terutama negara Eropa) penjajah (sebagai
contoh MesoAmerika). Oleh karena itu, catatan tulisan pertama
dilaporkan oleh penjelajah kuno yang dikirim oleh pemerintah
feodal untuk mencari kekayaan dunia baru di berbagai belahan
dunia. Orang-orang ini termasuk misionaris, penjelajah, pedagang,
peneliti dan petugas kolonial. Informasi ini penting untuk komunitas
Eropa karena berbagai alasan, seperti panah beracun yang
disiapkan untuk mengancam para penjelajah dan penduduk tetap,
dan juga prospek untuk menemukan obat baru). Manusia selalu
menggunakan tumbuhan dengan banyak cara dalam tradisi masa
evolusi manusia. Seleksi tumbuhan obat merupakan proses yang

7
dilakukan secara hati-hati sehingga sejumlah besar tumbuhan obat
digunakan oleh berbagai budaya dunia. Contoh, di negara Eropa
zaman dulu telah ditemukan jamur obat yang ditemukan bersama
manusia es dari Austria, di pegunungan Alpen (3300 SM). Dua
objek berbentuk kenari diidentifikasi sebagai 9 pohon berpori
(Piptoporus betulinus) suatu jamur hambalan yang umumnya
terdapat di pegunungan tinggi dan lingkungan lainnya. Spesies ini
mengandung bahan alam beracun dan salah satu unsur aktifnya
(asam agarat) merupakan pencahar yang sangat kuat dan efektif
sehingga senyawa ini menyebabkan diare berlangsung singkat dan
kuat. Asam agarat memiliki efek antibiotik yang melawan
mikobakteria dan efek toksik terhadap berbagai mikroorganisme.
Manusia es dapat menderita kram gastrointestinal dan anemia
karena di dalam ususnya terdapat telur cacing cambuk (Trichuris
trichiuria). Penemuan Piptoporus betulinus menunjukkan
kemungkinan pengobatan masalah-masalah gastrointestinal
dengan menggunakan jamur-jamur ini. Herba yang telah dibakar
dan ditempatkan di atas insisi kulit sering dipraktekkan pada
budaya Eropa kuno dan juga goresan parut pada kulit manusia es
mengindikasikan kegunaan tumbuhan obat
2.3.2 BIOFARMASI
Biofarmasi adalah suatu produk obat farmasi apapun yang
diproduksi, diektraksi dari atau disintetiskan dari sumber biologi.
Biofarmasi terdiri dari gula, protein, atau asam nukleat atau
kombinasi dari zat-zat tersebut, atau dapat berupa sel atau jaringan
hidup
1. Aspek-aspek Biofarmasi Biofarmasi adalah ilmu yang bertujuan
menyelidiki pengaruh pembuatan sediaan obat terhadap efek
terapeutisnya. Efek obat tidak tergantung kepada efek
farmakologinya saja, tetapi juga kepada cara pemberian dan
terutama dari faktor formulasinya. Faktor formulasi yang dapat

8
mempengaruhi efek obat dalam tubuh adalah : a. Bentuk fisik
zat aktif (amorf atau Kristal, kehalusannya) Obat-obat dapat
berupa benda padat pada temperatur kamar (aspirin, atropin),
bentuk cair (tocopherol, etanol), atau dalam bentuk gas
(nitrogen oksida). Kecepatan disolusi obat berbanding lurus
dengan luas permukaannya, artinya semakin kecil ukuran
partikelnya semakin luas permukaan kontaknya sehingga
semakin baik disolusi/kelarutannya. Ukuran molekular obat
yang biasa digunakan bervariasi dari sangat kecil (ion Lithium
Bobot molekul 7) sampai sangat besar (alteplase suatu protein
dengan Berat molekul 59.050). Pada umumnya obat-obat
memiliki ukuran Berat molekul 100 sampai 1000. Obat dengan
berat molekul lebih dari 1000 tidak mudah berdifusi antara
kompartemen tubuh (dari tempat pemberian ke tempat
kerjanya). b. Keadan kimiawi (ester, garam, garam kompleks,
dan sebagainya) Zat hidrat yang mengandung air kristal seperti
pada ampicilin trihidrat ternyata dapat menyebabkan absorpsi
menjadi lebih lambat dibandingkan dengan bentuk kimianya
yang tidak mengandung air kristal yaitu ampicilin. Hormon
kelamin yang diuraikan oleh getah lambung dapat diberikan per
oral sebagai esternya yang stabil misalnya etinil estradiol dan
testosterondekanoat, begitu pula eritromisin yang diberikan
sebagai esternya yaitu eritromisin stearat dan eritromisin
estolat. Direktorat Pembinaan SMK (2013) 9 Dasar-Dasar
Farmakologi 2 c. Zat pembantu (zat pengisi, zat pelekat, zat
pelican, zat pelindung dan sebagainya) Penggunaan laktosa
sebagai bahan pengisi pada tablet fenitoin dapat meningkatkan
bioavaibilitas dari fenitoin sehingga absorbsinya ditingkatkan
dan mencapai kadar toksik. Pemakaian zat-zat hidrofob seperti
asam stearat dan magnesium stearat sebagai pelicin untuk
mempermudah mengalirnya campuran tablet kecetakan

9
ternyata dapat menghambat melarutnya zat aktif. Oleh sebab
itu perlu pengaturan jumlah yang tepat untuk penggunaan zat
pembantu ini. d. Proses teknik yang digunakan dalam membuat
sediaan (tekanan pada mesin tablet, kecepatan alat emulgator,
dan sebagainya) Tekanan yang berlebihan pada pembuatan
tablet dapat membuat tablet memperlambat waktu hancur
tablet sehingga proses absorpsi zat aktif akan terhambat.
Beberapa hal yang juga sering dibahas dalam biofarmasi atau
biofarmasetik terkait pengaruh formulasi obat adalah : a.
Farmaceutical Avaibility/ FA (Ketersediaan Farmasi),
merupakan ukuran untuk bagian obat yang secara in vitro
dibebaskan dari bentuk pemberiaannya dan tersedia untuk
proses absorpsi. Kecepatan melarut obat tergantung dari
berbagai bentuk sediaan dengan urutan sebagai berikut:
Larutan suspensi - emulsi - serbuk - kapsul - tablet – tablet film
coatedtablet salut gula (dragee) – tablet enterik coated – tablet
long acting (retard, sustained release). FA hanya dapat diukur
secara in vitro di laboratorium dengan mengukur kecepatan
melarutnya zat aktif dalam waktu tertentu (dissolution rate).
Gambar 1.1. Fase-fase melarut dari tablet Direktorat
Pembinaan SMK (2013) Dasar-Dasar Farmakologi 2 10 b.
Biological Availability/ BA (Ketersediaan hayati), adalah
persentase obat yang diabsorpsi tubuh dari suatu dosis yang
diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutiknya. BA
dapat diukur pada keadaan sebenarnya yang dialami oleh
pasien secara in vivo dengan mengetahui kadar plasma obat
setelah tercapai kondisi setimbang (steady state). c.
Therapeutical Equivalent (Kesetaraan terapeutik), adalah
syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat paten yang meliputi
kecepatan melarut dan jumlah kadar zat berkhasiat yang harus
dicapai di dalam darah. Kesetaraan terapeutik dapat terjadi

10
pada pabrik yang berbeda atau pada batch yang berbeda dari
produksi suatu pabrik. Hal ini sangat penting terutama untuk
obat-obat yang mempunyai luas terapi yang sempit seperti
digoksin dan antikoagulansia. d. Bioassay adalah cara
menentukan aktivitas obat dengan menggunakan organisme
hidup (hewan percobaan dan kuman). Kebanyakan obat dapat
diukur aktivitasnya dengan metode kimia dan fisika seperti
spektrofometer. Untuk obat yang belum diketahui struktur
kimianya atau merupakan campuran dari beberapa zat aktif,
metode biologis bioassay dapat dilakukan. Tetapi setelah
metode Fisiko-Kimia dikembangkan, bioassay mulai
ditinggalkan, begitu pula dengan penggunaan satuan biologi
dan selanjutnya kadar dinyatakan dalam gram atau miligram e.
Standarisasi ialah kekuatan obat yang dinyatakan dalam
Satuan Internasional atau IU (International Unit) yang
bersamaan dengan standart-standart internasional biologi
dikeluarkan oleh WHO. Ukuran-ukuran standart ini disimpan di
London dan Copenhagen. Obat yang kini masih distandarisasi
secara biologi adalah insulin (menggunakan kelinci), ACTH
(menggunakan tikus), antibiotik polimiksin dan basitrasin,
vitamin A dan D, faktor pembeku darah, preparat-preparat
antigen dan antibodi, digitalis dan pirogen.

2.3.3. FARMAKOKINETIKA

Farmakokinetika adalah cabang ilmu yang memplejari tentang


perjalanan obat mulai sejak diminum hingga keluar melalui organ
ekskresi ditubuh manusia. Dengan kata lain farmakokinetika adalah
mempelajari pengaruh tubuh terhadap suatu obat.
Proses farmakokinetika dimulai dari :
1) Penyerapan (Absorbsi)
2) Distribusi

11
3) Biotransformasi
4) Ekskresi (eliminiasi)
Farmakokinetik didefinisikan sebagai setiap proses yang
dilakukan tubuh terhadap obat yaitu absorpsi, distribusi,
biotransformasi (metabolisme), distribusi dan ekskresi (ADME),
sehingga sering juga diartikan sebagai nasib obat dalam tubuh.
Dalam arti sempit farmakokinetik khususnya mempelajari
perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dari obat dan
metabolitnya di dalam dan jaringan berdasarkan perubahan waktu
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang
berlangsung cukup rumit. Umumnya ini didasari suatu rangkaian
reaksi yang dibagi dalam tiga fase yaitu : 1. Fase farmasetik,
adalah fase yang meliputi waktu hancurnya bentuk sediaan obat,
melarutnya bahan obat sampai pelepasan zat aktifnya kedalam
cairan tubuh. Fase ini berhubungan dengan ketersediaan farmasi
dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorbsi. 2. Fase
farmakokinetik, adalah fase yang meliputi semua proses yang
dilakukan tubuh, setelah obat dilepas dari bentuk sediaannya yang
terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. 3. Fase
farmakodinamik, fase pada saat obat telah berinteraksi dengan
reseptor dan siap memberikan efek farmakologi, sampai efek
farmakologi diakhiri.

Absorbsi, distribusi dan eksresi obat dalam tubuh pada hakikatnya


berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena semaua
proses ini tergantung dari lintasan obat melalui serangkaian
membran sel tersebut. Membran sel terdiri dari suatu lapisan
lipoprotein (lemak dan protein yang mengandung banyak pori kecil
dan berisi air. Membran ini dapat dilewati dengan mudah oleh zat-
zat tertentu, tetapi ada juga zat yang sukar melewati membran sel,

12
sehingga disebut semi permiabel (semi = setengah, permiabel =
dapat dilewati).
Zat-zat lipofil yang larut dalam lemak dan tidak bermuatan listrik
umumnya lebih mudah melintasi membran sel dibandingkan
dengan zat-zat hidrofil yang bermuatan listrik (ion)
a. Sistim transportasi obat Untuk dapat mentransport obat ketempat
yang tepat dalam tubuh molekul zat kimia harus dapat melintasi
membrane semi permiabel berdasarkan adanya perbedaan
konsentrasi, antara lain melintasi dinding pembuluh ke ruang
antar jaringan (interstitium). Pada proses ini beberapa
mekanisme transport memegang peranan yaitu: 1. Transport
pasif : tidak menggunakan energi, misalnya perjalanan molekul
obat melintasi dinding pembuluh ke ruang antar jaringan
(interstitium), yang dapat terjadi melalui dua cara : • Filtrasi
melalui pori-pori kecil dari membran. Zat-zat yang difiltrasi adalah
air dan zat-zat hidrofil yang molekulnya lebih kecil dari pori,
seperti alkohol, urea (BM < 200) • Difusi, zat melarut dalam
lapisan lemak dari membran sel. Zat lipofil lebih lancar
penerusannya dibandingkan zat hidrofil. 2. Transport aktif :
memerlukan energi. Pengangkutan dilakukan dengan mengikat
zat hidrofil (makro molekul) pada protein pengangkut spesifik
yang umumnya berada di membran sel (carrier). Setelah
membran dilintasi obat dilepaskan kembali. Glukosa, asam
amino, asam lemak dan zat gizi lain di absorpsi dengan cara
transport aktif. Berbeda dengan difusi, cepatnya penerusan pada
transport aktif tidak tergantung dari konsentrasi obat. Gambar
1.4. Proses transportasi obat menggunakan carrier Direktorat
Pembinaan SMK (2013) Dasar-Dasar Farmakologi 2 14 3.
Endosistosis (Pinosistosis dan fagositosis) Pada pinositosis
tetesan-tetesan cairan kecil diserap dari saluran cerna,
sedangkan pada fagositosis yang diserap adalah zat padat,

13
membran permukaan tertutup keatas dan bahan ekstrasel
ditutup secara vesikular. Gambar 1.5 : Proses transportasi obat
(a) pinositosis (b) fagositosis, b. Absorpsi Absorpsi suatu obat
adalah pengambilan obat dari permukan tubuh termasuk juga
mukosa saluran cerna atau dari tempat-tempat terntentu pada
organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem
pembuluh limfe. Karena obat baru dapat menghasilkan efek
terapeutik bila tercapai konsentrasi yang sesuai pada tempat
kerjanya, maka absorpsi yang cukup menjadi syarat untuk suatu
efek terapeutik, kecuali untuk obat yang bekerja lokal dan
antasida. Absorbsi obat umumnya terjadi secara pasif melalui
proses difusi. Kecepatan absorpsi dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya yang terpenting adalah sifat fisikokima bahan
obat, terutama sifat stereokimia dan kelarutannya seperti : •
Besar partikel • Bentuk sediaan obat • Dosis • Rute pemberian
dan tempat pemberian • Waktu kontak dengan permukaan
absorpsi • Besarnya luas permukaan yang mengabsorbsi • Nilai
pH dalam darah yang mengabsorpsi • Integritas membran •
Aliran darah organ yang mengabsorbsi Direktorat Pembinaan
SMK (2013) 15 Dasar-Dasar Farmakologi 2 Gambar 1.6.
Berbagai tempat terjadinya proses absorpsi obat c. Absorpsi
obat melalui rute oral Pemberian oral merupakan rute pemberian
yang paling mudah dan paling sering digunakan sehingga
absorpsi dalam saluran cerna mempunyai peran yang besar.
Usus halus merupakan organ absorpsi yang terpenting, tidak
hanya untuk makanan melainkan juga untuk bahan obat. Hal ini
disebabkan luasnya permukaan yang dibutuhkan untuk absorpsi
serta adanya lipatan mukosa, jonjot mukosa , kripta mukosa dan
mikrovili pada usus. Bahan yang peka terhadap asam lambung
harus dilindungi terhadap asam lambung dengan zat penyalut
yang tahan terhadap asam. d. Absorpsi obat melalui rute bukal

14
atau sublingual Mukosa yang tervaskularisasi dengan baik pada
rongga mulut dan tenggorokan memiliki sifat absorpsi yang baik
untuk senyawa yang tidak terionisasi (lipofil). Bahan obat pada
rute ini tidak dipengaruhi oleh asam lambung serta tidak
melewati hati setelah diabsorpsi serta menghasilkan efek
terapeutik yang cepat. Karena permukaan absorpsi yang relatif
kecil, rute bukal dan sublingual sebaiknya hanya untuk bahan
obat yang mudah diabsorpsi. Direktorat Pembinaan SMK (2013)
Dasar-Dasar Farmakologi 2 16 e. Absorpsi obat pada pemakaian
melalui rektum Absorpsi obat pada rectum terjadi pada 2/3
bagian bawah rectum. Obat yang diabsorbsi tidak mencapai hati
karena langsung masuk ke vena cava inferior. Proses absorpsi
umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan pemberian
oral. f. Absorpsi obat melalui hidung Mukosa hidung yang
memiliki sifat absorpsi yang baik seperti mukosa mulut, cocok
untuk pemakaian obat menurunkan pembengkakan mukosa
secara topikal pada rhinitis. g. Absorbsi obat pemakaian pada
mata Jika obat harus diabsorbsi untuk masuk kedalam bagian
mata, maka obat mempunyai sifat lipofilik dan hidrofilik secara
bersamaan akan mengalami absorpsi yang lebih baik, karena
epitel kornea bersifat lipofilik sedangkan bagian stroma bersifat
hidrofilik. Zat-zat yang memiliki sifat-siafat lipofilik dan hidrofilik
secara bersamaan adalah asam lemah dan basa lemah. h.
Absorpsi obat melalui paru-paru Obat yang cocok untuk
pemakaian melalui paru-paru adalah yang berbentuk gas.
Walaupun paru-paru dengan luas permukaan alveolar yang
besar (70-100m2 ) mampu juga mengabsorpsi cairan dan zat
padat. Aerosol berfungsi terutama untuk terapi lokal dalam
daerah saluran pernafasan misalnya pada pengobatan asma
bronchial i. Absorpsi obat pemakaian pada kulit Kemampuan
absorpsi obat melalui kulit mungkin lebih rendah dibandingkan

15
melalui mukosa. Zat yang larut dalam lemak pada umumnya
diabsorpsi lebih baik dibandingkan zat hidrofilik. Sejumlah faktor
dapat meningkatkan proses absorpsi melalui kulit seperti
peningkatan suhu kulit, pemakaian zat pelarut dimetilsulfoksid
dan kondisi kulit yang meradang. j. Distribusi Setelah proses
absorbsi, obat masuk ke dalam pembuluh darah untuk
selanjutnya ditransportasikan bersama aliran darah dalam sistim
sirkulasi menuju tempat kerjanya. Distribusi obat dibedakan atas
2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Direktorat
Pembinaan SMK (2013) 17 Dasar-Dasar Farmakologi 2 •
Distribusi fase pertama Terjadi segera setelah penyerapan, yaitu
ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati,
ginjal, dan otak. • Distribusi fase kedua Jauh lebih luas yaitu
mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas
misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak Penetrasi dari
dalam darah ke jaringan pada proses distribusi seperti pada
absorbsi juga sangat bergantung kepada beberapa hal,
khususnya : 1. Ukuran molekul 2. Ikatan pada protein plasma 3.
Kelarutan dan sifat kimia 4. Pasokan darah dari organ dan
jaringan 5. Perbedaan pH antara plasma dan jaringan Molekul
obat yang mudah melintasi membran sel akan mencapai semua
cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel, sedangkan obat yang
sulit menembus membran sel maka penyebarannya umumnya
terbatas pada cairan ekstra sel. Berdasarakan sifat fisiko
kimianya, berdasarkan ruang distribusi yang dapat dicapai,
dibedakan 3 jenis bahan obat : 1. Obat yang hanya terdistribusi
dalam plasma 2. Obat yang terdistribusi dalam plasma dan ruang
ekstrasel sisa 3. Obat yang terdistribusi dalam ruang ekstra sel
dan intra sel Beberapa obat dapat mengalami kumulatif selektif
pada beberapa organ dan jaringan tertentu, karena adanya
proses transport aktif, pengikatan (affinitas ) jaringan dengan zat

16
tertentu atau daya larut yang lebih besar dalam lemak. Kumulasi
ini digunakan sebagai gudang obat (yaitu protein plasma,
umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak). Salah satu
kumulasi yang terkenal adalah glikosid digitalis yang dikumulasi
secara selektif di otot jantung (sebagian kecil dalam hati dan
ginjal). Diketahuinya kumulasi obat pada jaringan ini juga
bermanfaat untuk menilai resiko efek samping dan efek
toksisnya. Selain itu ada beberapa tempat lain misalnya tulang,
organ tertentu, dan cairan trans sel yang dapat berfungsi sebagai
gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat ke susunan
saraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu
sawar darah otak dan sawar uri (plasenta). Obat yang mudah
larut dalam lemak pada umumnya lebih mudah menembus
sawar tersebut. Direktorat Pembinaan SMK (2013) Dasar-Dasar
Farmakologi 2 18 k. Metabolisme (Biotransformasi) Pada
dasarnya obat merupakan zat asing bagi tubuh sehingga tubuh
akan berusaha untuk merombaknya menjadi metabolit yang tidak
aktif lagi dan sekaligus bersifat lebih hidrofil agar memudahkan
proses ekskresinya oleh ginjal. Obat yang telah diserap usus ke
dalam sirkulasi lalu diangkut melalui sistim pembuluh porta ke
hati. Dalam hati seluruh atau sebagian obat mengalami
perubahan kimiawi secara enzimatis. Enzim yang berperan pada
proses biotransformasi ini adalah enzim mikrosom di retikulum
endoplasma sel hati. Perubahan kimiawi terhadap obat yang
dapat terjadi setelah proses metabolisme/biotransformasi
adalah : 1. Molekul obat berubah menjadi metabolit yang lebih
polar (hidrofil) sehingga mudah untuk diekskresikan melalui urin
pada ginjal. 2. Molekul menjadi metabolit yang tidak/kurang aktif
lagi (bioinaktivasi/ detoksifikasi), proses ini disebut juga first pass
efect/ FPE (efek lintas pertama). Untuk menghindari resiko FPE
maka rute pemberian secara sublingual, intrapulmonal,

17
transkutan, injeksi dan rektal dapat digunakan. Obat yang
mengalami FPE besar, dosis oralnya harus lebih tinggi
dibandingkan dengan dosis parenteral. 3. Molekul obat menjadi
metabolit yang lebih aktif secara farmakologi (bioaktivasi)
Contohnya adalah kortison yang diubah menjadi bentuk aktif
kortison, prednison menjadi prednisolon. 4. Molekul obat menjadi
metabolit yang mempunyai aktifitas yang sama (tidak mengalami
perubahan). Contohnya adalah klorpromazin, efedrin, dan
beberapa senyawa benzodiazepin. Disamping hati yang menjadi
tempat biotransformasi utama, obat dapat pula diubah di organ
lain seperti di paru-paru, ginjal, dinding usus (asetosal,
salisilamid, lidokain), di dalam darah (suksinil kholin) serta di
dalam jaringan (cathecolamin). Kecepatan proses
biotransformasi/metabolisme umumnya bertambah bila
konsentrasi obat meningkat sampai konsentrasi maksimal,
sebaliknya bila konsentrasi obat melewati maka kecepatan
metabolisme dapat turun. Disamping konsentrasi obat, beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi proses metabolisme adalah : a.
Fungsi hati, Pada gangguan fungsi hati metabolisme dapat
berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat
menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan.
Direktorat Pembinaan SMK (2013) 19 Dasar-Dasar Farmakologi
2 b. Usia Pada bayi yang baru dilahirkan (neonatal) semua
enzim hati belum terbentuk dengan sempurna sehingga reaksi
metabolismenya lebih lambat, antara lain pada obat-obatan
seperti kloramfenikol, sulfonamida, diazepam dan barbital. Untuk
mencegah efek toksik pada obat-obat ini maka dosis perlu
diturunkan. Sebaliknya pada bayi juga dikenal obat-obat yang
metabolismenya lebih cepat pada bayi seperti fenitoin,
fenobarbital, karbamazepin dan asam valproat. Dosis obat-obat
ini harus dinaikkan agar tercapai kadar plasma yang diinginkan.

18
a. Faktor genetik Ada orang yang tidak memiliki faktor genetik
tertentu misalnya enzim untuk asetilasi INH dan sulfadiazin.
Akibatnya perombakan obat ini dapat berjalan lebih lambat. b.
Penggunaan obat lain Adanya pemakaian obat lain secara
bersamaan, dapat mempercepat metabolisme (induksi enzim)
dan menghambat metabolisme (inhibisi enzim). l. Ekskresi
Ekskresi adalah pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh
terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni, dan dikeluarkan
dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya. Disamping itu
ada pula beberapa cara lain, yaitu: • Kulit, bersama keringat,
misalnya paraldehide dan bromida • Paru-paru, dengan
pernafasan keluar, misalnya pada anestesi umum, anestesi gas /
anestesi terbang seperti halotan dan siklopropan. • Hati, melalui
saluran empedu, misalnya fenolftalein, obat untuk infeksi saluran
empedu, penisilin, eritromisin dan rifampisin. • Air susu ibu (ASI),
misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain.
Harus diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi
atau toksis pada bayi. • Usus, bersama tinja, misalnya sulfa dan
preparat besi.
2.3.4. FARMAKODINAMIKA
Farmakodinamika Adalah bagian dari ilmu farmakologi yang
mempelajari efek biokimia dan Fisiologi obat, serta mekanisme
kerjanya denga tujuan meneliti efek utama obat, mengetahui
interaksi obat dengan sel, dan mengetahui respon yang terjadi
(Anonim, 2013)
Farmakodinamika lebih focus membahas dan mempelajari seputar
efek obat-obatan didalam tubuh baik dari segi fisiologi maupun
biokimia. Farmakodinamika sering disebut dengan aksi atau efek
obat.
1. Prinsip-prinsip Farmakodinamik a. Mekanisme kerja obat Secara
garis besar dikenal dua jenis mekanisme kerja obat yaitu melalui

19
perantara reseptor dan tanpa melibatkan reseptor, seperti yang
digambarkan pada bagan dibawah ini.
Mekanisme aksi obat yang diperantarai reseptor adalah
berdasarkan teori pendudukan reseptor (Receptor Occupancy)
yaitu obat baru dapat menghasilkan efek farmakologi jika terjadi
ikatan komplek antara obat dan reseptor. Reseptor didefinisikan
suatu makromolekul seluler yang secara spesifik langsung
berikatan ligan (obat, hormon dan neurotransmitter) untuk memicu
serangkaian reaksi dalam tubuh sehingga timbul efek farmakologis.
Keterangan : D = Drug / Obat R = Receptor D-R = Kompleks obat-
reseptor Ikatan atau komplek yang terbentuk antara obat dan
reseptor digambarkan seperti gembok dan anak kunci, dalam arti
hanya obat yang sesuai yang dapat berikatan dengan reseptornya.
Beberapa mekanisme kerja obat tanpa melibatkan reseptor dapat
digolongkan sebagai berikut: 1. Secara fisika • Massa fisis,
contohnya laktulosa dan biji psyllium akan mengadsorpsi air jika
diberikan secara peroral sehingga volume akan mengembang dan
memicu peristaltik (laksativa/purgativa). • Osmosis, contohnya
adalah laksansia osmotis (natrium sulfat dan magnesium sulfat),
lambat sekali diabsorbsi usus dan secara osmosis menarik air ke
dalam usus sehingga volume usus bertambah dan memicu
peristaltik usus untuk mengeluarkan isinya. Contoh obat lain yang
juga bekerja dengan cara osmosis adalah diuretik osmosis seperti
sorbitol dan manitol. • Adsorbsi, contohnya adalah kaolin dan
karbon aktif akan menyerap racun pada pengobatan diare dan
sebagai antidotum. • Rasa, contohnya adalah gentian (senyawa
pahit) akan memacu aliran asam klorida ke lambung sehingga
menambah nafsu makan • Radioaktivitas, contohnya senyawa
Iodium131 memiliki aktivitas radiasi pada pengobatan
hipertiroidisme. • Pengendapan protein, contohnya fenol bersifat
denaturasi protein mikroorganisme sehingga bersifat desinfektan. •

20
Barrier fisik, contohnya sukralfat, melapisi membran mukosa
lambung sehingga akan melindungi lambung dari serangan
pepsinasam. • Surfaktan, contohnya sabun pembersih kulit bersifat
antiseptik dan desinfektan. • Melarut dalam lemak dari membran
sel, contohnya anestetik terbang, berdasarkan sifat lipofilnya, obat
ini melarut dalam lemak dari membran sel, sehingga menghambat
transport oksigen dan zat-zat gizi akhirnya menyebabkan aktivitas
sel terhambat. Direktorat Pembinaan SMK (2013) 23 Dasar-Dasar
Farmakologi 2 2. Secara Kimia • Aktivitas asam basa, contohnya
antasida lambung (Al(OH)3) yang bersifat basa akan menetralkan
kelebihan asam lambung. • Pembentukan khelat, contohnya adalah
zat-zat khelasi seperti EDTA/ Etilen Diamin Tetra Acetat dan
dimercaprol yang dapat mengikat logam berat seperti timbal dan
tembaga dalam tubuh sehingga toksisitasnya berkurang. • Aktivitas
oksidasi dan reduksi, contohnya adalah kalium permanganat
konsentrasi rendah mempunyai aktivitas oksidasi morfin dan
strychnin sehingga toksisitasnya berkurang. • Reduktor, contohnya
adalah vitamin C 3. Proses metabolisme • Contohnya antibiotika
mengganggu pembentukan dinding sel kuman, sintesis protein, dan
metabolisme asam nukleat. 4. Secara kompetisi atau saingan,
dalam hal ini dapat dibedakan dua jenis kompetisi yaitu untuk
reseptor spesifik dan enzym-enzym.Contoh: Obatobat Sulfonamida
b. Efek terapeutis Tidak semua obat bersifat betul-betul
menyembuhkan penyakit, banyak diantaranya hanya meniadakan
atau meringankan gejala-gejalanya. Oleh karena itu dapat
dibedakan tiga jenis pengobatan, yaitu : • Terapi kausal, yaitu
pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan penyebab
penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria dan
sebagainya. • Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk
menghilangkan atau meringankan gejala penyakit, sedangkan
penyebabnya yang lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya

21
pemberian analgetik pada reumatik atau sakit kepala, obat
hipertensi dan obat jantung. • Terapi substitusi, yaitu pengobatan
dengan cara menggantikan zatzat yang seharusnya dibuat oleh
organ tubuh yang sakit , misalnya insulin pada penderita diabetes,
oralit pada penderita diare, tiroksin pada penderita hipotiroid,
estrogen pada hipofungsi ovarium dimasa klimakterium wanita.
Efek terapeutis obat tergantung dari banyak sekali faktor, antara
lain dari bentuk dan cara pemberian, sifat fisikokimia yang
menentukan absorbsi, biotransformasi dan ekskresinya dalam
tubuh. Begitu pula dari kondisi fisiologis pasien (fungsi hati, ginjal,
usus dan peredaran darah). Faktor-faktor individual lainnya,
misalnya etnik, kelamin, luas permukaan badan dan kebiasaan
makan juga dapat memegang peranan penting. Direktorat
Pembinaan SMK (2013) Dasar-Dasar Farmakologi 2 24 c. Plasebo
Salah satu faktor penting dalam penyembuhan penyakit adalah
kepercayaan akan dokter dan obat yang diminumnya. Berdasarkan
kepercayaan ini dibuatlah plasebo yang dalam bahasa latin berarti
saya ingin menyenangkan. Zat inaktif dalam plasebo umumnya
terdiri laktosa dengan dibubuhi sedikit kinin untuk rasa pahit dan
sering juga zat warna. Bentuk tablet sebaiknya sangat kecil atau
sangat besar dan warnanya mencolok (kuning atau coklat) guna
menambah efek psikologisnya. Beberapa bentuk penggunaan
plasebo dan tujuannya adalah : • Pengobatan sugesti, kadangkala
memberikan efek yang mengagumkan pada pasien yang
sesungguhnya tidak mengalami gangguan organis lainnya dan
pada penderita kanker stadium akhir yang penyembuhan sangat
sulit. • Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian
penelitian suatu obat baru yang akan dinilai efek farmakologisnya. •
Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tidak
terlupa menelan pil KB tersebut pada saat menstruasi. d. Efek obat
yang tidak diinginkan • Efek samping Adalah segala pengaruh obat

22
yang tidak diinginkan pada tujuan terapi yang dimaksud, pada dosis
normal (WHO 1970). Khasiat utama suatu obat seringkali muncul
bersamaan dengan efek samping yang kadangkala tidak dapat
dihindarkan. Obat yang ideal seharusnya bekerja dengan waktu
yang cepat dengan aktivitas tertentu tanpa menimbulkan keluhan
atau gangguan untuk aktivitas yang lain. Oleh sebab itu saat ini
setiap industri farmasi yang telah mengeluarkan obat baru selalu
harus melakukan pengujian terhadap kemungkinan munculnya efek
samping pada pasien. Hal ini dilakukan pada uji klinis fase IV yang
disebut juga Post Marketing Surveilance. • Idiosinkrasi Adalah
peristiwa dimana suatu obat secara kualitatif memberikan efek
yang sama sekali berlainan dari efek normalnya. Hal ini umumnya
terjadi karena kelainan genetis pada pasien yang bersangkutan.
Contohnya adalah pasien yang menggunakan obat neuroleptika
yang bertujuan untuk menenangkan, akan tetapi efek yang terjadi
justru sebaliknya dimana pasien malah menjadi tegang fdan
gelisah. • Alergi Direktorat Pembinaan SMK (2013) 25 Dasar-Dasar
Farmakologi 2 Adalah peristiwa hipersensitif akibat pelepasan
histamin di dalam tubuh atau terjadinya reaksi khusus antara
antigen-antibodi. Gejala-gejala alergi yang terpenting dan sering
terjadi adalah pada kulit yaitu urtikaria (gatal dan bentol-bentol),
kemerah-merahan dan sebagainya. Pada alergi yang lebih hebat
dapat berupa demam, serangan asma, anafilaksis shock dan lain-
lain. Contoh reaksi alergi sangat umum dijumpai pada pasien yang
alergi pada pemberian penisilin, dimana akan timbul reaksi gatal,
kemerahan dan bengkak. • Fotosensitasi Adalah kepekaan
berlebihan terhadap cahaya akibat penggunaan obat, terutama
pada penggunaan lokal. Tetrasiklin dan turunannya kadangkadang
juga dapat menyebabkan fotosensitasi pada pemakaian oral. e.
Efek toksis Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat
menunjukkan efek toksis. Secara umum, hebatnya reaksi toksis

23
berhubungan langsung dengan tingginya dosis. Dengan
mengurangi dosis, efek dapat dikurangi pula. Salah satu efek toksis
yang terkenal yaitu efek teratogen yaitu obat yang pada dosis
terapeutik untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin (kasus
Thalidomide) . Dengan SK MENKES RI No 682/Ph/63/6 berlaku
sejak1 Januari 1963, maka obat-obat yang mengandung
thalidomide, meklizin, dan femotazin dilarang penggunaannya di
Indonesia. f. Toleransi, habituasi dan adiksi. Toleransi adalah
peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus menerus untuk
mencapai efek terapeutik yang sama. Macam-macam toleransi
yaitu: a. Toleransi primer (bawaan), terdapat pada sebagian orang
dan binatang tertentu misalnya kelinci sangat toleran untuk atropin.
b. Toleransi sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan
suatu obat selama beberapa waktu. Organisme menjadi kurang
peka terhadap obat tersebut. Hal ini disebut habituasi atau
kebiasaan. c. Toleransi silang, dapat terjadi antara zat-zat dengan
struktur kimia serupa (fenobarbital dan butobarbital), atau kadang-
kadang antara zatzat yang berlainan misalnya alkohol dan barbital.
d. Tachyphylaxis, adalah toleransi yang timbul dengan pesat sekali,
bila obat diulangi dalam waktu singkat . Direktorat Pembinaan SMK
(2013) Dasar-Dasar Farmakologi 2 26 g. Habituasi (kebiasaan) dan
adiksi Habituasi adalah kebiasaan dalam mengkomsumsi suatu
obat. Habituasi dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu dengan: 1.
Induksi enzim Misalnya barbital dan fenilbutazon, menstimulasi
terbentuknya enzim yang menguraikan obat-obat tersebut. 2.
Reseptor sekunder yang dibentuk ekstra oleh obat-obat tertentu
Misalnya morfin sehingga jumlah molekul obat yang dapat
menduduki reseptornya akan berkurang. 3. Penghambatan
absorpsi setelah pemberian oral, misalnya habituasi bagi preparat
arsen. Dengan meningkatkan dosis obat terus menerus pasien
dapat menderita keracunan, karena efek sampingnya menjadi lebih

24
kuat pula. Habituasi dapat diatasi dengan menghentikan pemberian
obat dan pada umumnya tidak menimbulkan gejala-gejala
penghentian (abstinensi) seperti halnya pada adiksi. Adiksi atau
ketagihan berbeda dengan habituasi dalam dua hal yakni : 1.
Adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila
pengobatan dihentikan. 2. Penghentian penggunaan obat adiktif
menimbulkan efek hebat secara fisik dan mental, yang dinamakan
gejala abstinensi. h. Dosis Dosis yang diberikan pada pasien untuk
menghasilkan efek yang diinginkan tergantung dari banyak faktor
antara lain: usia, berat badan, berat ringannya penyakit dan
sebagainya. Takaran pemakaian suatu obat umumnya tercantum
dalam setiap Farmakope. Sebenarnya yang umum dipakai
sekarang adalah dosis pemakaian (usual doses) atau dosis lazim.
Anak-anak kecil terutama bayi yang baru lahir., menunjukkan
kepekaan yang lebih besar terhadap obat, karena fungsi hati, ginjal
serta enzim-enzimnya belum lengkap perkembangannya. Demikian
juga untuk orang tua diatas usia 65 tahun. Perkiraan kebutuhan
dosis untuk lansia: 65 – 74 tahun : dosis biasa - 10% 75 – 84
tahun : dosis biasa – 20% 85 tahun dan lebih : dosis biasa - 30%
Direktorat Pembinaan SMK (2013) 27 Dasar-Dasar Farmakologi 2 i.
Waktu minum obat Bagi kebanyakan obat waktu di telannya tidak
begitu penting, yaitu sebelum atau sesudah makan. Tetapi ada pula
obat dengan sifat atau maksud pengobatan khusus guna
menghasilkan efek maksimal atau menghindarkan efek samping
tertentu. Sebenarnya absorpsi obat dari lambung yang kosong
berlangsung paling cepat karena tidak dihalangi oleh isi usus,
contoh : 1. Obat-obat yang diminum sebelum makan (a.c = ante
coenam) Diharapkan memberikan efek yang cepat sebaiknya
ditelan sebelum makan, misalnya analgetik (kecuali asetosal dan
NSAID = Non Steroid Anti Inflamation Drugs). Obat yang sebaiknya
diberikan pada lambung kosong yakni 1 jam sebelum atau 2 jam

25
setelah makan adalah Penisilin, Sefalosporin, Eritromysin,
Rovamysin, Linkomisin, dan Klindamisin, Rifampisin dan
Tetrasiklin. 2. Obat diminum sesudah makan (p.c = post coenam)
dan saat makan (d.c = durante coenam) Obat yang bersifat
merangsang mukosa lambung harus digunakan pada waktu atau
setelah makan, meskipun absorpsinya menjadi terhambat,
misalnya kortikosteroid dan obat-obat reumatik, antidiabetik oral,
garamgaram besi dan sebagainya. j. Indeks Terapi Hampir semua
obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksik dan
pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Toxic Dose = TD,
Letal Dose = LD, dan dosis terapeutik atau Effective Dose = ED ).
Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat, dilakukan dengan
menggunakan binatang-binatang percobaan dengan menentukan
ED50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pada 50% dari jumlah
binatang percobaan dan LD50 yaitu dosis yang mematikan 50%
binatang percobaan. Perbandingan antara kedua dosis ini
dinamakan Indeks terapi. Semakin besar indeks ini semakin aman
penggunaan obat tersebut. Luas terapi adalah jarak antara LD50
dan ED50, juga disebut jarak keamanan atau Safety margin. Obat
dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil antara dosis
terapi dan dosis toksisnya, mudah sekali menimbulkan keracunan
bila dosis normalnya dilampaui, misalnya antikoagulansia kumarin,
fenitoin, teofilin, litium karbonat dan tolbutamida. k. Kombinasi obat
Dua obat yang digunakan pada waktu yang bersamaan dapat
saling mempengaruhi kerjanya masing-masing, yaitu : Direktorat
Pembinaan SMK (2013) Dasar-Dasar Farmakologi 2 28 1.
Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau
ditiadakan sama sekali oleh obat kedua. Misalnya barbital (bersifat
sedatif ) dan strychnin bersifat (stimulansia). 2. Sinergisme, dimana
kekuatan obat pertama diperkuat oleh obat kedua. Ada dua jenis : •
Adisi atau sumasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat adalah

26
sama dengan jumlah masing-masing kekuatan obat tersebut.
Misalnya kombinasi asetosal dan parasetamol, kombinasi trisulfa. •
Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari
jumlah kedua obat tersebut. Misalnya kombinasi trimetoprim dan
trisulfa. l. Interaksi obat Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat
(index drug) berubah akibat adanya obat lain (precipitant drug),
makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek
yang memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek
yang tidak dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug
Interactions=ADIs) yang lazimnya menyebabkan efek samping obat
dan/atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam
plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma
yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal. Sejumlah
besar obat baru yang dilepas di pasaran setiap tahunnya
menyebabkan munculnya interaksi baru antar obat akan semakin
sering terjadi. Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa
cara, yakni : 1. Interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas)
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik
bersifat langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya
terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible),
yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh:
interaksi karbcnisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin
dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B
dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi. 2. Interaksi
secara farmakokinetik Interaksi dalam proses farmakokinetik yaitu
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) dapat
meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi
obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat
diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun
masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya
perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik

27
yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin
tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi oleh terfenadin,
aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.
Interaksi yang terjadi pada proses absorpsi gastrointestinal
sebelum obat Direktorat Pembinaan SMK (2013) 29 Dasar-Dasar
Farmakologi 2 diabsorpsi contohnya adalah interaksi antibiotika
(tetrasiklin, fluorokuinolon) dengan besi (Fe) dan antasida yang
mengandung Al, Ca, Mg, terbentuk senyawa khelat yang tidak larut
sehingga obat antibiotika tidak diabsorpsi. Interaksi yang
terjadipada proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan
protein plasma. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin
(ikatan protein 99%) dan tolbutamid (ikatan protein 96%) sehingga
kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Interaksi
yang terjadi pada proses metabolisme obat terjadi dengan
mekanisme berupa: penghambatan (inhibisi) metabolisme, induksi
metabolisme, dan perubahan aliran darah hepatik. Hambatan
ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama
berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat
enzim mikrosom hati sitokrom P450 (CYP). Interaksi yang terjadi
pada proses ekskresi obat, dapat terjadi melalui mekanisme pada
proses ekskresi melalui empedu dan pada sirkulasi enterohepatik,
sekresi tubuli ginjal, dan karena terjadinya perubahan pH urin.
Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi
antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama,
contohnya kuinidin menurunkan ekskresi empedu digoksin,
probenesid menurunkan ekskresi empedu rifampisin. m. Interaksi
secara farmakodinamik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi
obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem
fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik,
atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun
profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya

28
dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat
yang berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek
farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi
farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari. Contoh
interaksi pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya:
interaksi antara β-bloker dengan agonis-β2 pada penderita asma;
interaksi antara penghambat reseptor dopamine (haloperidol,
metoclo-pramid) dengan levodopa pada pasien parkinson.
2.3.5. TOKSIKOLOGI
Toksikolog adalah ilmu yang mempelajari efek racun dari obat
terhadap tubuh. cabang ilmu ini berhubungan erat dengan
farmakodinamika karena efek terapi obat tidak bisa dipisahkan dari
efek racunnya.
1. Toksikologi analytis berkaitan dengan deteksi, identifikasi dan
pengukuran obat-obatan dan senyawa asing lainnya
(Xenobiotik) dan metaboliknya.
2. Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi
disiplin ilmu, ia dengan bebas meminjam beberapa ilmu dasar,
guna memplejari interaksi antara tokson dan mekanisme biologi
yang ditimbulkan.
A. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU
Toksikologi analitis berkaitan dengan deteksi, identifikasi dan
pengukuran obat-obatan dan senyawa asing lainnya (xenobiotik)
dan metabolitnya pada spesimen biologis dan yang terkait. Metode
analisis tersedia untuk berbagai senyawa yang sangat beragam:
dapat berupa bahan kimia, pestisida, obat-obatan, penyalahgunaan
obat-obatan (drugs abuse) dan racun alami. Toksikologi analitik
dapat membantu dalam diagnosis, manajemen dan dalam
beberapa kasus pencegahan keracunan. Selain itu, laboratorium
toksikologi analitik dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan lain
seperti penilaian paparan setelah kejadian kimia, pemantauan obat

29
terapeutik, analisis forensik, dan pemantauan penyalahgunaan
obat-obatan. Mereka mungkin juga terlibat dalam penelitian,
misalnya dalam menentukan sifat farmakokinetik dan toksinokinetik
zat atau keefektifan rejimen pengobatan baru. Sehubungan dengan
hal itu, pengetahuan dasar tentang toksikologi klinis dan forensik
sangat penting. Terlebih seorang analis laboratorium harus bisa
berkomunikasi secara efektif dengan klinisi, ahli patologi, petugas
pemadam kebakaran, polisi dan, mungkin juga orang lain. Selain
itu, pemahaman yang baik tentang kimia klinis, farmakologi dan
farmakokinetik sangat diharapkan. Toksikologi modern merupakan
bidang yang didasari oleh multi disiplin ilmu, ia dengan dapat
dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna mempelajari
interaksi antara tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan .
Ilmu toksikologi ditunjang oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia,
biologi, fisika, matematika. Kimia analisis dibutuhkan untuk
mengetahui jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan reseptor
sehingga dapat memberikan efek toksik. Bidang ilmu biokimia
diperlukan guna mengetahui informasi penyimpangan reaksi kimia
pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan
biologis yang diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui
bantuan ilmu patologi, immunologi, dan fisiologi. Untuk mengetahui
efek berbahaya dari suatu zat kimia pada suatu sel, jaringan atau
organisme memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam
menunjukan perubahan wujud atau perubahan makroskopi,
mikroskopi, atau submikroskopi dari normalnya. Perubahan biologi
akibat paparan toksin dapat termanisfestasi dalam bentuk
perubahan sistem kekebalan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan
bidang ilmu immunologi guna lebih dalam mengungkap efek toksik
pada sistem kekebalan organisme.
Analisis toksikologi meliputi: (1) toksikologi darurat dan rumah sakit
umum, termasuk pemeriksaan “bisa” dan (2) kategori khusus:

30
toksikologi forensik, skrining untuk penyalahgunaan obat (drugs
abuse), pemantauan obat terapeutik (therapeutic drugs
monitoring=TDM) dan toksikologi lingkungan serta yang terkait
dengan pekerjaan (occupational toxicology), meskipun ada banyak
tumpang tindih antara semua area ini. Metode analisis yang
digunakan dalam melakukan analisis toksikologi pada sampel
biologis terkait dari studi toksikologi itu sendiri, terutama toksikologi
klinis dan forensik. Laboratorium tidak dapat melakukan apapun
untuk membantu proses diagnostik kecuali seseorang, baik itu
klinisi, ahli patologi, atau orang lain, mencurigai penyebab
keracunan dan memastikan spesimen dikumpulkan dan dikirim
untuk dianalisis. Namun, pengumpulan dan penanganan sampel
yang tepat tidak selalu mudah dan memang merupakan subjek
tersendiri.
B. PERISTILAHAN DALAM BIDANG TOKSIKOLOGI
Dalam lingkup toksikologi sering digunakan beberapa istilah
yang mirip yaitu, racun, toksin, toksikan yang memiliki arti yang
mirip tetapi berbeda. Berikut beberapa definisi yang perlu dipahami.
1. Racun Menurut Taylor, “Racun adalah setiap bahan atau zat
yang dalam jumlah tertentu bila masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit
dan kematian”. Menurut Dorland Dictionary: Racun adalah setiap
zat yang bila dalam jumlah sedikit ditelan atau dihirup atau
diserap atau dioleskan atau disuntikkan ke dalam tubuh atau 4
Toksikologi Klinik dihasilkan dalam tubuh, memiliki aksi kimiawi
dan menyebabkan kerusakan pada struktur atau gangguan
fungsi yang menimbulkan gejala, penyakit atau kematian.
2. Toksin Racun (poison) adalah zat yang memiliki efek berbahaya
pada organisme hidup. Sedangkan toksin adalah racun yang
diproduksi oleh organisme hidup. “Bisa”(venom) adalah racun
yang disuntikkan dari organisme hidup ke makhluk lain. “Bisa”

31
(venom) adalah toksin dan toksin adalah racun, tidak semua
racun adalah toksin, tidak semua toksin adalah venom.
3. Venom atau “bisa” Racun dan “bisa” (venom) adalah toksin,
karena toksin didiskripsikan secara sederhana sebagai bahan
kimia yang diproduksi secara biologis yang mengubah fungsi
normal organisme lain.
4. Toksikan Apa perbedaan toksin dan toxicant? Toksin adalah
produk alami seperti yang ditemukan pada jamur beracun, atau
racun ular. Toksikan adalah produk buatan manusia, produk
buatan yang dipaparkan ke lingkungan karena aktivitas manusia;
Contohnya adalah produk limbah industri dan pestisida.
5. Toksoid Toksoid adalah toksin yang tidak aktif atau dilemahkan.
Toksin adalah racun yang dibuat oleh organisme lain yang bisa
membuat kita sakit atau membunuh kita. Dengan kata lain, toksin
beracun. Toksoid tidak lagi beracun tetapi masih sebagai
imunogenik sebagai toksin dari mana ia berasal.
6. Xenobiotik Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang
artinya asing. Xenobiotik adalah zat asing yang secara alami
tidak terdapat dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan,
insektisida, zat kimia.
Klasifikasi Bahan Toksik
1. Berdasarkan sumbernya, bahan toksik dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Toksin tanaman
b. Toksin hewan
c. Toksin lingkungan (air, tanah, udara)
2. Berdasarkan senyawanya:
a. Logam berat
b. Senyawa organik
c. Racun gas
3. Berdasarkan penggunaannya:

32
a. Obat-obatan Toksikologi Klinik 5
b. Pestisida
c. Pelarut organik
d. Logam berat
2.3.6 FARMAKOTERAPI

Farmakoterapi adalah cabang ilmu yang mempelajari


penggunaan obat untuk menyembuhkan suatu penyakit atau
gejala-gejala yang ditimbulkan. Jika obat berasal dari
tanaman, maka terapi yang dilakukan disebut sebagai
fituterapi
Farmakoterapi adalah sub ilmu dari farmakologi yang
mempelajari tentang penanganan penyakit melalui
penggunaan obat-obatan.[1] Dalam ilmu ini obat-obatan
digunakan untuk membuat diagnosis, mencegah timbulnya,
dan cara menyembuhkan suatu penyakit.[1] Selain itu,
farmakoterapi juga mempelajari khasiat obat pada berbagai
penyakit, bahaya yang dikandungnya, kontraindikasi obat,
pemberian obat yang tepat.[1] Bagian instrumen ilmu
pengetahuan yang menyertai farmakoterapi adalah terapi
operasi, terapi radiasi, terapi fisik.[1]
Ilmu farmakoterapi melibatkan hampir seluruh cabang ilmu obat-
obatan, dan mengintegrasikan multidisiplin ilmu pengetahuan
seperti ilmu kimmia.[1] Dalam dunia industri, farmakoterapi banyak
memberikan keuntungan bagi para wirausahawan tiap tahunnya,
industri farmakoterapi dapat menginvestasikan miliyaran rupiah
dalam bisnis pengembangan obat-obatan.[2]

Ilmu ini merupakan ilmu tertua di dunia.[2] Hampir seluruh


peradaban memiliki cara dan tradisi mengembangkan
farmakoterapi, seperti obat-obatan herbal di Cina.[2] Sebelum
terdapat ilmu farmakoterapi modern, segala bahan yang tersedia di

33
alam seperti tanaman, hewan, dan materi lainnya digunakan dalam
percobaan mecari obat untuk penyembuhan.[2] Barulah pada tahun
1800 farmakoterapi diakui sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri
yang terfokus pada pengembangan obat-obatan sintetis, riset-riset,
penggunaannya, dan efek samping yang dimilikiya.[2] Ahli farmasi
adalah para ahli di bidang farmakoterapi yang bertanggungjawab
untuk memastikan keamanan, kewajaran, dan keekonomisan
penggunaan obat-obatan.[3] Kemampuan yang dibutuhkan untuk
menjadi seorang farmakoterapis meliputi pengetahuan,
pengalaman kerja di bidang biomedis dan ilmu pengetahuan klinis.
[3]

2.3.7 FARMAKOVIGILANS

1. Definisi Farmakovigilans
 Farmakovigilans merupakan suatu keilmuan dan aktivitas
tentang deteksi atau pengkajian atau (assesment),
pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah
lainnya terkait dengan penggunaan obat (BPOM)
 Farmakovigilans merupakan Ilmu Pengetahuan dan kegiatan
berkaitan dengan deteksi, evaluasi, pemahaman dan
pencegahan efek samping obat atau DRP (WHO)
 Farmakovigilans merupakan seluruh kegiatan tentang
pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman,
pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait
dengan penggunaan obat ( PERMENKES ).
2. Manfaat Farmakovigilans

Manfaat Farmakovigilans Secara umum farmakovigilans


bertujuan untuk mencegah gangguan baik fisik maupun
mental (harm) yang mungkin ditimbulkan pada manusia
akibat penggunaan produk pengobatan yang secara resmi

34
telah disetujui peredarannya dan digunakan sesuai kondisi
yang diizinkan tersebut atau dari paparan akibat pekerjaan
yang melibatkan produk tersebut. Farmakovigilans juga
bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk
pengobatan yang aman dan efektif, yaitu dengan
memberikan informasi terkait keamanan produk tersebut
kepada pasien, tenaga kesehatan dan masyarakat.Dengan
adanya Farmakovigilans, informasi keamanan penggunaan
obat khususnya pada populasi yang rentan dapat diperoleh,
termasuk juga keamanan penggunaan produk pengobatan
tersebut pada wanita hamil.

2.3.8 FARMAKOGENITIKA

1. Pengertian Farmakogenetika

Farmakogenetik adalah cabang ilmu yang menjelaskan


variabilitas respon obat akibat variasi genetik. Pengamatan
awal dimulai dengan melihat perbedaan respon antara
subjek individu, tetapi sesuai dengan perkembangannya,
farmakogenetik ini juga fokus dengan perbedaan genetik
pada tingkat populasi (Shargel, et al.,
2004).Farmakogenomik secara umum didefinisikan sebagai
pemanfaatan informasi genetik untuk memperkirakan profil
PK-PD suatu obat pada seseorang atau kelompok individu
(Brown, 2003). Farmakogenomik melibatkan studi peranan
genetik pada proses ADME suatu obat dan interaksi tingkat
molekular obat dengan reseptornya. Telah banyak
dipublikasikan, bahwa variasi genetik berpengaruh pada
afinitas interaksi molekular obat dengan reseptornya,
sehingga I Made Agus Gelgel Wirasuta, dkk 161 Etika
Penelitian Farmakogenomik menimbulkan pengaruh atau

35
perubahan efikasi obat tersebut (Shargel, WuPong, and Yu,
2004).

Farmakogenomik mengarahkan pada individualisasi


pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat
keamanan pasien (patient safety), yaitu menekan reaksi yang
tidak diinginkan obat (Adverse Drug Reactions) pada individu
dan mengoptimalkan efikasinya. Farmakogenomik
memungkinkan membuat profil genetik pasien dan
menghubungkan profil tersebut dengan respon obat dan reaksi
ADR-nya (Brown, 2003).

Dasar genetik yang mendasari variasi dalam respon obat


diantara individu menjadi jelas dengan pengenalan metode
analisis modern untuk analisis rantai gen dan ekspresi gen.
Farmakogentik merupakan studi bagaimana gen dapat
mempengaruhi cara seseorang memberi respon terhadap
suatu terapi obat (Shargel, et al., 2004). Menurut FDA (2008),
farmakogenomik didefinisikan sebagai studi variasi karakteristik
DNA dan RNA dalam hubungannya dengan respon obat “the
study of variations of DNA and RNA characteristics as related
to drug response”. Sementara farmakogenetik merupakan
suatu subset dari farmakogenomik (PGx) dan didefinisikan
sebagai studi variasi urutan rantai DNA dalam hubungannya
dengan respon obat “the study of variations in DNA sequence
as related to drug response” (FDA, 2008).

2. Sejarah Farmakogenetik-Farmakogenomik.
Revolusi bioteknologi dimulai sejak akhir 1950-an, yaitu
ketika Watson dan Crick menerbitkan artikel tentang struktur
DNA. Pemisahan kemajuan farmakogenetik menjadi revolusi
pra-dan pascarevolusi bioteknologi merupakan hal yang

36
penting karena dua alasan. Pertama, pentingnya dokter dan
peneliti memperhatikan pengaruh faktor genetik yang
diwariskan dalam pengobatan.
Hal ini semakin menekankan kebutuhan penggunaan
farmakogenomik dalam pengembangan obat dan
penggunaannya. Kedua, pengamatan era pra-bioteknologi
memiliki implikasi sosial yang penting, karena kurangnya
pengetahuan berbasis genetik dan konsepsi sosial tentang
ras di masyarakat dan kurangnya ilmu pengetahuan di era
pra-bioteknologi, pengamatan dari jangka waktu tersebut
digunakan untuk mengkarakterisasi penggunaan obat
berdasarkan ras. Meskipun hal ini memicu perdebatan
hingga sekarang, pengelompokan penggunaan obat
berdasarkan rasisme tetap dapat diterima oleh sebagian
besar masyarakat (Donovan, 2010).
3. Farmakogenetik terhadap obat-obatan yang ada

Farmakogenetik dapat digunakan untuk meningkatkan


efisiensi peresepan, baik untuk mengurangi kejadian efek
samping atau untuk membatasi dosis peresepan kepada
pasien untuk mendapatkan terapi yang optimal. Beberapa
contoh potensial meliputi clozapine obat, digunakan untuk
mengobati skizofrenia dan warfarin digunakan untuk
mencegah pembekuan darah. Faktor-faktor yang akan
mempengaruhi apakah tes ini mungkin digunakan dalam
praktek klinis antara lain: skala efek negatif yang dialami,
ukuran populasi pasien, nilai klinis kemungkinan tes
farmakogenetik, dan adanya perawatan lainnya. Namun
demikian, dalam beberapa kasus, pengembangan tes bisa
memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan
resep obat-obatan yang ada. Suatu upaya regulasi harus

37
dibuat untuk mendorong penelitian farmakogenetik pada
obat-obatan yang ada, di mana ada alasan untuk percaya
bahwa penelitian tersebut secara signifikan dapat
meningkatkan efektivitas atau keamanan. Pendanaan dan
dukungan harus tersedia dalam sektor publik dan
didorongnya kemitraan publik-swasta (Nuffield Council on
Bioethics, 2003).

38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat dan
pengaruhnya terhadap makhluk hidup. Ada 8 cabang ilmu farmakologi
yang bisa dipelajari. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari obat-
obatan dan pengaruhnya pada makhluk hidup.
Secara singkat perkembangan farmakologi itu dapat di kategorikan
pada beberapa cabang antara lain :
1. Farmakognosi
2. Biofarmasi
3. Farmakokinetika
4. Farmakodinamika
5. Toksikolog
6. Farmakoterapi
7. Farmakogenetik atau farmakogenomik
8. Farmakovigilans
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan penyusun
khususnya tentang “Farmakologi Dalam Asuhan Kebidanan” dan pembaca pada
umumnya, saran dan kritikan yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan
untuk perbaikan makalah kami kedepannya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Brown, S.M. 2003. Essentials of Medical Genomics. New Jersey: WileyLiss.P.185-190.

FDA. 2008. Guidance for Industry: E15 Definitions for Genomic Biomarkers,
Pharmacogenomics, Pharmacogenetics, Genomic Data and Sample Coding
Categories. ICH. P.3

Donovan, M.J. 2010.Legal Issues Stemming from the Advancement of


Pharmacogenomics. UCLA Journal of Law and Technology, Vol.14 Issue
1.P.31-65

Kelsey, F. O. (1988). Thalidomide update: regulatory aspects. Teratology. 38, 221–226 .


World Health Organization. Pharmacovigilance

Shadily, Hassan.Ensiklopedia Indonesia. Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve.

"What Is Pharmacoteraphy?". Wisegeek. Diakses tanggal 29 Mei 2014.

The ACCP Clinical Practice Affairs Committee Subcommittee B, 1998–1999


(2000), Practice Guidelines for Pharmacotherapy Specialists.
Pharmacotherapy, 20: 487–490. doi: 10.1592/phco.20.5.487.35054

Dasar-Dasar Farmakologi 2, ASTER NILA, S.Si.,M.Farm.,Apt. MARTA HALIM,


S.Si.,Apt.2013

Direktorat Pembinaan SMK (2013). , ASTER NILA, S.Si.,M.Farm.,Apt. MARTA HALIM,


S.Si.,Apt.2013

https://www.academia.edu/35060491/MAKALAH_FARMAKOGNOSI_SIMPLISIA
_

40

Anda mungkin juga menyukai