NIM : 19100007
KELAS : 4A
1. Definisi
Kanker kolon atau usus besar merupakan kanker yang menyerang daerah
usus besar. Perkembangan kanker ini sangat lambat, sehingga sering diabaikan oleh
penderita. Pada stadium dini, sering sekali tidak ada keluhan dan tidak ada rasa sakit
yang berat. Penderita kanker jenis ini umumnya datang ke dokter setelah timbul rasa
sakit yang berlebihan (stadium lanjut), sehingga pengobatannya menjadi lebih sulit
(Mangan, 2009).
a. Caecum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa
iliakakanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya
saekum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas,
tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di
sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis,
menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecali
b. Kolon asenden
Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan
di hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli
dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.
3
c. Kolon desenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri,
dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri,
bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.
d. Kolon sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior
(pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat
peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak +15 cm
di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding
belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile)
e. Rektum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva
dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar. Rektum
memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian
distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan.
3. Etiologi
Penyebab kanker kolon ini belum diketahui dengan pasti, tetapi ada
hubungannya dengan faktor makanan yang mengandung lemak hewan tinggi, kadar
serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam kolon dengan asam
empedu dan makanan. Faktor-faktor tersebut akan memproduksi bahan
karsinogenik yang memicu kanker kolon (Wijayakusuma, 2010). Selain itu ada
beberapa faktor resiko tinggi terkena kanker kolon menurut Wijayakusuma (2010),
4
antara lain:
a. Umur lebih dari 40 tahun dan memiliki riwayat gangguan pencernaan
c. Kolitis ulseratif
d. Menderita poliposis atau ada keluarga yang menderita poliposis (multiple polip
dalam kolon)
4. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala pada pasien kanker kolon menurut Mangan (2009): a. Perut
terasa nyeri, kembung, dan tegang
b. Kadang-kadang jika diraba terasa adanya tonjolan pada perut
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai
double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam
6
mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama
sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti
kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau
digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai
riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada
barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik
pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien
dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
3) Kolonoskopi
a) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja yang
sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar darah atau
tidak, keras, lembek, cair ?
c) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau tidak,
menyikat gigi.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?
Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
e) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan
olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.
f) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan
dengan obat-obatan ( narkoba ).
g) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman- teman sekitar
lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
h) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan
dengan keluarga.
i) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang
dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah dan
larangan-Nya.
j) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga
besarnya dan lingkungan sekitar.
9
6) Kardiovaskuler
a) Inspeksi: Bentuk dada simetris
b) Palpasi: Frekuensi nadi,
c) Parkusi: Suara pekak
d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur
9) Pemeriksaan pelvis/genitalia
a) Kebersihan, pertumbuhan rambut
b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak.
11
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang, keluarga,
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam
penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti,
2017). Diagnosa yang mungkin muncul menurut (PPNI, 2017):
3. Pre kemoterapi
1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
4. Intra kemoterpi
a. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
b. Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif
5. Post kemoterapi
a. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau pengobatan (misal.
Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
c. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan makanan.
12
5. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan untuk
mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan
keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah
pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan, rencana tindakan dan
penilaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan analisis data dan diagnosa
keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).
Rencana Keperawatan Pre kemoterapi
1) Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (D.0080)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat ansietas
pasien menurun.
Kriteria Hasil :
a) Verbalisasi kebingungan menurun
b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
c) Perilaku gelisah menurun
d) Perilaku tegang menurun
e) Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan darah menurun Intervensi Reduksi
Ansietas (I.09314):
Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal kondisi, waktu, stressor)
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik
13
b. Risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif (D.0139)
14
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan (D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan persepsi tentang
penampilan pasien dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
2) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
3) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
4) Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan (D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan persepsi tentang
penampilan pasien dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
a. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
b. Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
c. Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
d. Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik
16
Edukasi
Terapeutik
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
1) Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
2) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda nyeri, antiemetik.
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
6. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :
7. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009).
18