Anda di halaman 1dari 21

Nama : Agustina

NIM : 19100007

KELAS : 4A

Mata Kuliah : KMB II

A. Kanker kolon (Kanker Usus Besar)

1. Definisi

Kanker kolon atau usus besar merupakan kanker yang menyerang daerah
usus besar. Perkembangan kanker ini sangat lambat, sehingga sering diabaikan oleh
penderita. Pada stadium dini, sering sekali tidak ada keluhan dan tidak ada rasa sakit
yang berat. Penderita kanker jenis ini umumnya datang ke dokter setelah timbul rasa
sakit yang berlebihan (stadium lanjut), sehingga pengobatannya menjadi lebih sulit
(Mangan, 2009).

2. Anatomi dan fisiologi


Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus.
Panjangnya bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung
muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari
saekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada
usus kecil, yaitu sekitar 6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus diameternya akan
semakin kecil. Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum, kolon asenden, kolon
transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.
2

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi


Struktur usus besar:

a. Caecum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa
iliakakanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya
saekum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas,
tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di
sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis,
menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecali
b. Kolon asenden
Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan
di hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli
dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.
3

c. Kolon desenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri,
dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri,
bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.
d. Kolon sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior
(pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat
peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak +15 cm
di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding
belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile)
e. Rektum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva
dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar. Rektum
memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian
distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan.
3. Etiologi
Penyebab kanker kolon ini belum diketahui dengan pasti, tetapi ada
hubungannya dengan faktor makanan yang mengandung lemak hewan tinggi, kadar
serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam kolon dengan asam
empedu dan makanan. Faktor-faktor tersebut akan memproduksi bahan
karsinogenik yang memicu kanker kolon (Wijayakusuma, 2010). Selain itu ada
beberapa faktor resiko tinggi terkena kanker kolon menurut Wijayakusuma (2010),
4

antara lain:
a. Umur lebih dari 40 tahun dan memiliki riwayat gangguan pencernaan

b. Ada salah satu keluarga yang menderita karsinoma kolon

c. Kolitis ulseratif

d. Menderita poliposis atau ada keluarga yang menderita poliposis (multiple polip
dalam kolon)

4. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala pada pasien kanker kolon menurut Mangan (2009): a. Perut
terasa nyeri, kembung, dan tegang
b. Kadang-kadang jika diraba terasa adanya tonjolan pada perut

c. Nafsu makan menurun

d. Keluar darah dari dubur


e. Tanda-tanda adanya penyempitan dan penyumbatan dari usus besar sampai
dubur, seperti susah buang air besar.
5. Komplikasi
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi) saluran cerna.
Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi saluran usus. Adanya
sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi dan nyeri
perut. Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus mengalami kebocoran
(perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan gejala yang berat seperti nyeri perut
hebat, perut terlihat membesar dan tegang, muntah, serta infeksi berat.
6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal


adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
1) Pemeriksaan laboratorium klinis

Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan


5

diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan


terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan
tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan
ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat
dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin diatas, dalam
menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA
(Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan
pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma
Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi
untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan
metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan
nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal.
Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa
parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium
lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA
serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah
pembedahan.
1) Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah


terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi
usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa
definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik
berbagai jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini.
2) Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai
double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam
6

mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama
sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti
kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau
digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai
riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada
barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik
pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien
dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.

3) Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa


kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan
menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5
cm dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling
akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan
keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium
enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari
striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi
utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari
0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk
mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi
terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi diagnostik.
7

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar
tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian
yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan
mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat
diperoleh dari data subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui
observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti,
2017):
1) Pengumpulan Data
a) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal
b) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya
keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
c) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien
dengan timbulnya kanker kolon.
d) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
kronis lainnya
e) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien dengan anggota
keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah
pasien mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan
bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
2) Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
8

a) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja yang
sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar darah atau
tidak, keras, lembek, cair ?
c) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau tidak,
menyikat gigi.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?
Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
e) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan
olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.
f) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan
dengan obat-obatan ( narkoba ).
g) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman- teman sekitar
lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
h) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan
dengan keluarga.
i) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang
dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah dan
larangan-Nya.
j) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga
besarnya dan lingkungan sekitar.
9

3) Riwayat pengkajian nyeri


P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang biasa
memperberat dan mengurangi nyeri ?
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan
?
R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala yang dirasakan
menyebar?
S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?
T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan?
4) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi

b) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan


c) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
d) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya
benda asing, skelera putih ?
e) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat trauma ?
f) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
g) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?
h) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
i) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
5) Pemeriksaan dada
a) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan, irama,
gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan.
b) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan kiri
dinding dada.
c) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru
dan hepar.
d) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara ronchi
dan wheezing
10

6) Kardiovaskuler
a) Inspeksi: Bentuk dada simetris
b) Palpasi: Frekuensi nadi,
c) Parkusi: Suara pekak
d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur

7) System pencernaan / abdomen


a) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah ada
benjolan benjolan / massa.
b) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses) turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar teraba, apakah
lien teraba?
c) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan
menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor).
d) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali permenit.
8) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
a) Warna dan suhu kulit
b) Perabaan nadi distal
c) Depornitas extremitas alus
d) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
e) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
f) Derajat nyeri bagian yang cidera
g) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
h) Reflek patella

9) Pemeriksaan pelvis/genitalia
a) Kebersihan, pertumbuhan rambut
b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak.
11

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang, keluarga,
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam
penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti,
2017). Diagnosa yang mungkin muncul menurut (PPNI, 2017):
3. Pre kemoterapi
1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
4. Intra kemoterpi
a. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
b. Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif
5. Post kemoterapi
a. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau pengobatan (misal.
Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
c. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan makanan.
12

5. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan untuk
mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan
keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah
pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan, rencana tindakan dan
penilaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan analisis data dan diagnosa
keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).
Rencana Keperawatan Pre kemoterapi
1) Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (D.0080)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat ansietas
pasien menurun.
Kriteria Hasil :
a) Verbalisasi kebingungan menurun
b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
c) Perilaku gelisah menurun
d) Perilaku tegang menurun
e) Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan darah menurun Intervensi Reduksi
Ansietas (I.09314):
Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal kondisi, waktu, stressor)
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik
13

1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan


2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinka
3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perl
3) Latih teknik relaksasi Kolaborasi
4) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Rencana keperawatan Intra kemoterapi


a. Resiko infeksi ditandai dengan Efek prosedur invasif (D.0142)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko infeksi dapat
menurun.
Kriteria Hasil :
1) Demam menurun
2) Kemerahan menurun
3) Nyeri menurun
4) Bengkak menurun

Intervensi Pencegahan Infeksi (I.14539): Observasi


1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar Kolaborasi
3) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

b. Risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif (D.0139)
14

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko gangguan


integritas kulit menurun.
Kriteria Hasil :
1) Elastisitas meningkat
2) Hidrasi meningkat
3) Kerusakan jaringan menurun
4) Kerusakan lapisan kulit menurun
Intervensi perawatan integritas kulit (I.11353):
Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik
2) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering Edukasi
4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

Rencana keperawatan Post kemoterapi


a. Nausea berhubungan dengan tindakan kemoterapi (D.0076)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nausea
dapat menurun.
Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) Keluhan mual menurun
3) Perasaan ingin muntah menurun
4) Pucat tampak membaik
Intervensi Menejemen Mual (I.03117): Observasi
1) Identifikasi faktor penyebab mual
2) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
3) Monitor mual Terapeutik
4) Kontrol faktor lingkungan penyebab mual
5) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik Edukasi
6) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
7) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
15

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan (D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan persepsi tentang
penampilan pasien dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
2) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
3) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
4) Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik

5) Hubungan sosial membaik


Intervensi Promosi citra tubuh (I.09305):
Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
3) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri Terapeutik
4) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
5) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan (D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan persepsi tentang
penampilan pasien dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
a. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
b. Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
c. Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
d. Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik
16

e. Hubungan sosial membaik


Intervensi Promosi citra tubuh (I.09305):
Observasi
2) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
4) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri Terapeutik
5) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
1) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
2) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
3) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh

Edukasi

1) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh


2) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
3) Latih peningkatan penampilan diri

Resiko defisit nutrisi (D.0032)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien
meningkat
Kriteria hasil :
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Kekuatan otot pengunyah meningkat
c. Kekuatan otot menelan meningkat
Frekuensi makan membaik
e. Nafsu makan membaik

Intervensi Manajemen Nutrisi (L.03119)


1) Identfikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi atau intoleran makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
17

4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

Terapeutik
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
1) Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
2) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda nyeri, antiemetik.
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

6. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :

1) Tindakan keperawatan mandiri


2) Tindakan keperawatan kolaboratif
3) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.

7. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009).
18

Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana tentang


kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada
pada pasien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan psien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yaitu (Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
19
12

Anda mungkin juga menyukai