Yang Mempengaruhi
(Analysis Of The Quality Of Pharmaceutical Services In Tegal City Primary Health
Care And Factors That Influence)
1Cholilah, 1Triwijayanti, 2*Satibi
1Fakultas Farmasi. Universitas Setia Budi, Surakarta 2Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
*
Korespondensi Penulis
Nama: Satibi Satibi Phone: +62-8122755352 Email: satibi@ugm.ac.id
INTISARI
Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan ditingkat
pertama guna mencapai derajat kesehatan, namun pada pelaksanaannya masih terkendala
dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang terstandar. Tujuan penelitian untuk
mengetahui mutu pengelolaan obat dan mutu pelayanan farmasi klinik di Puskesmas Kota
Tegal serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif non eksperimental. Penelitian dilakukan diseluruh puskesmas di Kota Tegal.
Pengambilan data secara prospective dan retrospective dengan penelusuran dokumen guna
mendapatkan data sekunder serta dilakukan pengamatan langsung, wawancara dengan
tenaga kefarmasian, kepala puskesmas dan kepala seksi farmasi Dinkes Kota Tegal untuk
mendapatkan data primer. Indikator yang digunakan yaitu indikator pengelolaan obat dan
indikator pelayanan farmasi klinik yang selanjutnya dilakukan analisis data secara
deskriptif dengan menghitung nilai dari indikator dengan rumus kemudian dibandingkan
dengan standar dan antarpuskesmas. Indikator yang sudah memenuhi standar terdapat
16 indikator dan 28 indikator belum memenuhi standar. Hasil indikator pengelolaan
sediaan farmasi antara lain kesesuaian item dengan pola penyakit 76,39%, ketepatan
perencanaan 321,10%, ketepatan jumlah permintaan 169,84%, penyimpanan psikotropik
72,92%, ITOR 1,87 kali/tahun, tingkat ketersediaan obat 37,94%. Hasil indikator
pelayanan farmasi klinik antara lain pelabelan 80,56%, penyerahan obat disertai
informasi 60%, polifarmasi 6,04%, PIO 0%, konseling 0%, visite 0%, MESO 0% dan PTO
0%. Hasil ini menunjukkan indikator pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinik di
puskesmas Kota Tegal belum efisien.
Kata Kunci : Puskesmas, Pengelolaan Obat Dan Farmasi Klinik, Kota Tegal
ABSTRACT
Primary Health Care is a health facility that organizes health efforts at the first level to
achieve a degree of health. but in its implementation is still constrained in realizing
standardized pharmaceutical services. The purpose of this research is to find out the
quality of drug management and the quality of clinical pharmacy services in Tegal City
Primary Health Care as well as the influencing factors. This research is non-experimental
descriptive research. The research was conducted in all Primary Health Care in Tegal City.
Prospective and retrospective data collection with document searches to obtain secondary
data and conducted direct observations, interviews with pharmaceutical personnel, head
of Primary Health Care, and head of a pharmacy section of Tegal City health office to
obtain primary data. Indicators used are indicators of drug management and indicators of
clinical pharmacy services which are then carried out descriptive data analysis by
calculating the value of the indicators then compared with standards and inter Primary
Health Care. Indicators that have met the standard there are 16 indicators and 28
indicators that do not meet the standards. The results of pharmaceutical preparation
management indicators include the suitability of items with disease patterns 76.39%,
planning accuracy 321.10%, the accuracy of the number of requests 169.84%,
psychotropic storage 72.92%, ITOR 1.87 times/year, the drug availability rate of 37.94%.
The results of clinical pharmacy service indicators include labeling 80.56%, drug delivery
with information 60%, polypharmaceuticals 6.04%, PIO 0%, counseling 0%, visite 0%,
MESO 0% and PTO 0%. These results show that the indicators of drug management and
clinical pharmacy services in Tegal city primary health care have not been efficient.
Keywords: Primary Health Care, management of drug preparations and pharmacy clinics,
Tegal City
PENDAHULUAN
Pelayanan Kefarmasian di puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di puskesmas harus
mendukung tiga fungsi pokok puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan
strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat (Kemenkes RI, 2016). Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga
kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting
karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian
telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai
komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian
tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup
pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan
rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) (Depkes RI, 2009).
Dinas Kesehatan Kota Tegal mempunyai 8 (delapan) Unit Pelaksanaan Teknis Dinas
(UPTD) puskesmas dengan 3 puskesmas keliling dan 22 puskesmas pembantu. Jumlah
apoteker sebanyak ± 4 (empat) orang dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebanyak ± 20 (dua
puluh) orang yang berasal dari tenaga PNS dan karyawan BLUD. Pembinaan puskesmas
yang dilakukan oleh Dinkes Kota Tegal belum optimal karena terkendala masalah efisiensi
anggaran (Dinkes Kota Tegal, 2016). Masih kurangnya jumlah tenaga kesehatan terutama
tenaga kefarmasian di puskesmas terutama apoteker, menjadikan beban kerja untuk
tenaga kesehatan di puskesmas semakin tinggi, selain itu kurang meratanya penempatan
tenaga kefarmasian menjadi penyebab menurunnya kualitas pelayanan yang dilakukan di
puskesmas. Kurangnya Apoteker yang bertugas di puskesmas membuat proses
pengelolaan obat yang terjadi tidak maksimal. Hal ini menyebabkan masih banyaknya
obat yang ED di puskesmas. Tenaga kesehatan di puskesmas perawatan jumlahnya belum
memadai, dan tenaga kefarmasian di puskesmas yang ada di kota lebih memadai daripada
yang ada di pinggiran kota.
Indikator mutu pengelolaan obat yang terdiri dari seleksi obat, perencanaan obat,
permintaan dan penerimaan obat, penyimpanan obat, pendistribusian obat, pengendalian
obat, pencatatan, pelaporan, pengarsipan serta pemantauan dan evaluasi obat. Indikator
mutu pelayanan farmasi klinik yang terdiri dari pengkajian resep, Pelayanan Informasi
Obat, konseling, visite pasien (khusus rawat inap), Monitoring Efek Samping Obat,
Pemantauan Terapi Obat, Evaluasi penggunaan obat (Satibi dkk, 2019). Kegiatan
pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan hal yang baru dilakukan di puskesmas
karena masih belum terpenuhinya jumlah kebutuhan tenaga kefarmasian di puskesmas
baik TTK maupun apoteker. Penelitian tentang mutu pelayanan kefarmasian sebelumnya
telah dilakukan oleh Herman dkk tahun 2011 di Puskesmas Kota Bogor dan Bekasi, Widha
dkk tahun 2015 di Puskesmas Kota Magelang, Dianita dkk tahun 2017 di Puskesmas
Kabupaten Magelang, Daulay dkk tahun 2017 di Puskesmas Kabupaten Brebes, Robiyanto
dkk tahun 2019 di Puskesmas Kota Pontianak. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana mutu pelayanan kefarmasian
yang ada saat ini di puskesmas. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
mutu pengelolaan obat, mutu pelayanan farmasi klinik dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas Kota Tegal.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode
cross sectional. Sumber data primer yang digunakan berasal dari observasi langsung dan
wawancara yang berupa data kuantitatif dari puskesmas di Kota Tegal, sumber data
sekunder berasal dari LPLPO puskesmas tahun 2019, RKO puskesmas tahun 2018, 360
lembar resep tahun 2019, 100 resep bulan Agustus-September tahun 2020, sampel obat
yang digunakan sebanyak 95-160 item obat. Sampel penelitian yaitu 8 puskesmas yang
ada di Kota Tegal, 4 Apoteker dan ± 20 orang TTK, 8 Kepala Puskesmas dan Kepala Seksi
Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan Dinkes Kota Tegal.
Indikator Mutu Pelayanan Kefarmasian
Indikator mutu pelayanan kefarmasian yang digunakan adalah indikator mutu
pengelolaan obat dan indikator farmasi klinik. Indikator pengelolaan obat terdiri dari
kesesuaian item dengan formularium nasional, kesesuaian item dengan pola penyakit,
kecukupan dana, ketepatan perencanaan, kesesuaian item dan jumlah permintaan,
kesesuaian item penerimaan, penyimpanan sesuai bentuk sediaan, penyimpanan sesuai
suhu, penyimpanan narkotika sesuai peraturan, penyimpanan obat tidak dipergunakan
untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi, penilaian ketepatan
penyimpanan obat secara FEFO, penyimpanan obat High-Alert, penilaian ketepatan
penyimpanan obat LASA, ketepatan item dan jumlah distribusi, Inventory Turn Over Ratio
(ITOR), tingkat ketersediaan obat (satu bulan), item stok kosong, item stok kurang (1
sampai <12 bulan), stok aman (12- <18 bulan), item stok berlebihan (>18 bulan), obat
tidak diresepkan (>3 bulan), nilai obat Expiration Date (ED), nilai obat rusak, kesesuaian
jumlah fisik obat dan evaluasi pengelolaan obat secara periodik (Satibi dkk, 2019).
Indikator mutu pelayanan farmasi klinik yang terdiri dari pengkajian resep, pelabelan,
penyerahan obat disertai informasi, waktu pelayanan, polifarmasi, dokumentasi PIO,
jumlah pasien konseling, dokumentasi visite, dokumentasi MESO, dokumentasi PTO, biaya
per kunjungan resep, item obat per resep, sediaan generik, antibiotik pada diare non-
spesifik, pemberian oralit dan zink untuk diare, antibiotik pada Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) non-pneumonia dan penggunaan injeksi (Satibi dkk, 2019).
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: Tahap
pertama dilakukan analisis data dari lembar checklist observasi langsung secara deskriptif
dari implementasi pelayanan kefarmasian masing-masing puskesmas di Kota Tegal,
kemudian data diolah dan dihitung dengan rumus. Tahap kedua membuat transkrip
rekaman hasil wawancara dari tenaga kefarmasian, kepala puskesmas dan kepala seksi
kefarmasian dan perbekalan kesehatan Dinkes Kota Tegal ke dalam lembar wawancara.
Tahap ketiga semua data yang terkumpul dianalisis dan disajikan dalam bentuk analisis
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan indikator pengelolaan obat yang ada di
puskesmas Kota Tegal masih belum baik karena masih banyak indikator yang tidak sesuai
dengan standar. Indikator kesesuaian item dengan Fornas mempunyai nilai 76,95% dan
sudah memenuhi standar yang ditetapkan. Pada indikator kecukupan dana mempunyai
nilai sangat rendah yaitu 0% dikarenakan dana yang disediakan puskesmas tidak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan obat yang kurang dan kosong. Seluruh puskesmas
di Kota Tegal hanya menggunakan obat-obat yang berasal dari gudang farmasi dan untuk
memenuhi kebutuhan obat yang kurang dan kosong puskesmas melakukan permintaan
dan penukaran obat dengan puskesmas lain yang mempunyai persediaan lebih.
Berdasarkan tabel 1 indikator ketepatan perencanaan mempunyai nilai 321,10%,
kesesuaian jumlah permintaan 169,84%, tingkat ketersediaan obat 36,08 bulan, item stok
kosong 1,54%, item stok kurang 14,01%, stok aman 37,94%, item stok berlebihan 41,76%,
obat tidak diresepkan 4,59% dan nilai obat kedaluwarsa 3,85%, indikator-indikator
tersebut mempunyai nilai yang melebihi standar karena masih belum baiknya sistem
pengelolaan obat yang ada di puskesmas Kota Tegal.
Tabel 1. Nilai Indikator Pengelolaan Obat
DAFTAR PUSTAKA
Destiani dkk (2016). Pola Peresepan Rawat Jalan: Studi Observasional Menggunakan
Kriteria Prescribing Indicator WHO di Salah Satu Fasilitas Kesehatan Bandung. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia. Vol. 5 No. 3, hlm 225–23. September 2016.
Departemen Kesehatan RI (2009). Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Dinkes Kota Tegal (2016). Profil Kesehatan Kota Tegal Tahun 2016. Tegal. Dinas
Kesehatan.
Djestawana I G dkk (2012). Pengaruh Pengembangan Organisasi, Kepemimpinan, Jenjang
Karir Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai Puskesmas. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, Vol. 6, No. 6, Juni 2012.
Handayani dkk (2010). Ketersediaan dan Peresepan Obat Generik dan Obat Esensial di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di 10 Kabupaten/Kota di Indonesia. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 1 Januari 2010: 54–60.
Herman dkk (2011). Hubungan Ketersediaan Tenaga Kefarmasian Dengan Karakteristik
Puskesmas Dan Praktik Kefarmasian Di Puskesmas. Jakarta. Kemenkes RI.
Hermanto Dkk (2015). Pengelolaan Obat High Alert Medication Pada Tahap Distribusi Dan
Penyimpanan Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Tesis. Yogyakarta: Program
Pascasarjana, UMY.
Indrayathi dkk (2014). Mutu Pelayanan Puskesmas Perawatan yang Berstatus Badan
Layanan Umum Daerah. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 2, November
2014.
Kemenkes RI (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes RI (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Kemenkes RI (2020). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 tahun
2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
Muharni dkk (2014). Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien ISPA Pada Salah Satu
Puskesmas di Kota Pekanbaru. Jurnal Penelitian Farmasi Indoneisia 3(1), September 2014.
Pratiwi dkk (2019). Gambaran Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas Rawat
Jalan Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2018. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 8(2),
September 2019.
Pulungan dkk (2019). Evaluasi Penggunaan Obat Rasional Di Puskesmas Kabupaten
Serdang Bedagai. Jurnal Dunia Farmasi Vol. 3, No. 3. Agustus 2019: 144-152.
Satibi dkk (2018). Analisis Kinerja Apoteker dan Faktor Yang Mempengaruhi Pada Era
Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas. JMPF Vol. 8 No. 1: 32-38.
Satibi dkk (2019). Penilaian Mutu Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Yogyakarta. UGM
Press.
Susyanty dkk (2020). Kesesuaian Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Media Litbangkes, Vol. 30 No. 1, Maret 2020, 65 – 74.
Thenu dkk (2016). Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Puskesmas Guna Mendukung
Penerapan Sikda Generik Menggunakan Metode Hot Fit di Kabupaten Purworejo. Jurnal
Manajemen Kesehatan Indonesia, Volume 4 No. 02 Agustus 2016.
WHO (1993). How to Investigate Drug Use in Health Facilities, 12-68. World Health
Organization. Geneva.
WHO (2005). Dhiarrhea Treatment Guidelines for Clinic-Based Healthcare Workers.
Genewa: World Health Organization.
Zulkarnaini A dkk (2019). Gambaran Polifarmasi Pasien Geriatri Dibeberapa Poliklinik
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal; Kesehatan Andalas.