Anda di halaman 1dari 13

EVALUASI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

A. Pendahuluan
Ada pepatah yang mengatakan bahwa apabila kita menanam, maka suatu saat kita
akan memanennya. Artinya, apapun yang kita lakukan akan menghasilkan suatu hasil
atau dampak. Dan setiap seseorang yang melakukan kegiatan akan selalu ingin tahu
hasil dari kegiatan yang dilakukan. Entah itu kegiatan yang bersifat rutinitas ataupun
kegiatan yang dilakukan hanya untuk mengisi waktu luang. Hasil itu dapat berupa
baik atau pun buruk. Terlepas dari itu, semua kegiatan mempunyai hasil masing-
masing, baik itu kegiatan dibidang ekonomi, bisnis, industri, dan kegiatan-kegiatan
lainnya. Tanpa terkecuali, bidang pendidikan. Pendidik dan peserta didik, siswa dan
guru, merupakan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Mereka
juga ingin mengetahui proses dan hasil yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran
yang dilakukan.
Untuk menyediakan informasi tentang baik atau buruknya proses dan hasil kegiatan
pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan evaluasi. Kegiatan
evaluasi yang dilakukan guru mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi
pembelajaran sekaligus. Di sisi lain, evaluasi merupakan kegiatan yang tak terelakkan
dalam setiap kegiatan atau proses pembelajaran. Dengan kata lain, kegiatan evaluasi
merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran atau
pendidikan (Dimyati, 2009:189).
Dalam prosesnya, ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk mengevaluasi
proses dan hasil pembelajaran. Misalnya, guru memberikan ulangan atau pun kuis
pada setiap materi yang telah selesai dipelajari. Di samping itu, evaluasi guru juga
dapat dilakukan dengan cara pengamatan guru secara langsung pada saat
pembelajaran sedang berlangsung. Namun, tentu terdapat syarat-syarat dan prosedur
tertentu dalam evaluasi ini agar dicapai hasil yang akurat dan valid.
Sebagai seorang calon guru, kita perlu mengetahui evaluasi hasil belajar dan
pembelajaran lebih dalam lagi sebagai bekal awal untuk terjun di dunia pendidikan.
Di samping itu, guru akan dianggap memiliki kualifikasi kemampuan mengevaluasi,
apabila guru mampu menjawab mengapa, apa, dan bagaimana evaluasi dalam
kegiatan pembelajaran atau pendidikan.
B. Pengertian Evaluasi
Davies mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan
atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja,
proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Sedangkan Wand dan Brown
mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses untukmenentukan nilai dari
sesuatu. Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi, dengan batasan sebagai proses
memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan batasan-batasan
sebelumnya, dapat kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Berdasarkan batasan-batasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secaar
umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu
(tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan yang lain)
berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian (Dimyati, 2009:191).
Walaupun tidak semua proses evaluasi melalui pengukuran, seorang calon guru atau
guru harus mengetahui tentang pengukuran. Selain itu perlu dipahami pula oleh setiap
calon guru atau guru perihal penilaian. Pengukuran lebih menekankan kepada proses
penentuan kuantitas sesuatu melalui membandingkan dengan satuan ukuran tertentu
(Arikunto dalam Dimyati, 2009:191). Sedangkan penilaian menekankan kepada
proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik-bauruk yang bersifat
kualitatif. Dari batasan pengukuran dan penilaian, dapat ditandai adanya perbedaan
yang nyata antara keduanya. Pengukuran dilakukan apabila kegiatan penilaian
membutuhkannya, bila kegiatan penilaian tidak membutuhkannya maka kegiatan
pengukuran tidak perlu dilakukan. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif akan
diolah dan dibandingkan dengan kriteria, hingga didapatkan hasil penilaian yang
bersifat kualitatif (Dimyati, 2009:191).
C. Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia, dimana di dalamnya
terjadi proses membudayakan dan memberadabkan manusia. Agar terbentuk manusia
yang berbudaya dan beradab, maka diperlukan transformasi kebudayaan dan
peradaban. Transformasi dalam proses pendidikan adalah proses untuk
membudayakan dan memberadabkan siswa. Lembaga pendidikan merupakan tempat
terjadinya transformasi. Keberhasilan transformasi untuk menghasilkan keluaran
seperti yang diharapkan dipengaruhi dan atau ditentukan oleh bekerjanya komponen
atau unsur yang ada dalam lembaga pendidikan. Unsur-unsur transformasi dalam
proses pendidikan, meliputi:
a. Pendidik dan personal lainnya;
b. Isi pendidikan;
c. Teknik;
d. Sistem evaluasi;
e. Sarana pendidikan, dan
f. Sistem administrasi.

Untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas transformasi dalam proses pendidikan


perlu dilaksanakan evaluasi terhadap bekerjanya unsur-unsur transformasi.

Keluaran dalam proses pendidikan adalah ssiwa yang semakin berbudaya dan beradab
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Untuk mengetahui dan menetapkan apakah
siswa telah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan lembaga pendidikan atau belum,
diperlukan kegiatan evaluasi (Dimyati, 2009:193).

D. Syarat-Syarat Umum Evaluasi


1. Kesahihan atau Validitas
Kesahihan atau validitas adalah ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang
seharusnya dievaluasi. Kesahihan dapat diterjemahkan pula sebagai kelayakan
interpretasi terhadap hasil dari suatu instrumen evaluasi atau tes, dan tidak
terhadap instrumen itu sendiri (Gronlund dalam Dimyati, 2009:194). Kesahihan
instrumen evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman.
Dari dua cara tersebut, diperoleh empat macam kesahihan yang terdiri dari:
a. Validitas ramalan (predictive validity)
Validitas ramalan dapat diartikan sebagai ketepatan dari suatu alat pengukur
ditinjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang
dicapai kemudian.
b. Validitas bandingan (concurrent validity)
Validitas bandingan adalah ketepatan dari suatu tes terlihat dari korelasinya
terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat ini secara nyata. Apabila
validitas ramalan melihat hubungannya dengan masa yang akan datang,
validitas bandingan melihat hubungannya dengan masa sekarang.
c. Validitas isi (content validity)
Validitas isi diartikan sebagai ketepatan suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut.
Suatu tes hasil belajar dikatakan valid menurut validitas isi ini bilamana
materi tes tersebut betul-betul dapat mewakili secara menyeluruh
(representatif) dari bahan-bahan pelajaran yang diberikan.
d. Validitas konstruk (construct validity)
Validitas konstruk dapat diartikan sebagai ketepatan suatu tes ditinjau dari
susunan (konstruksi) tes tersebut. Untuk mengetahui apakah tes yang kita
susun memenuhi syarat-syarat validitas konstruk ini, maka kita harus
membandingkan susunan tes tersebut dengan syarat-syarat penyusunan tes
yang baik.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan hasil evaluasi meliputi:
1. Faktor instrumen evaluasi itu sendiri.
2. Faktor-faktor administrasi evaluasi dan penskoran, juga merupakan faktor-
faktor yang mempunyai suatu pengaruh yang mengganggu kesahihan
interpretasi hasil evaluasi.
3. Faktor-faktor dalam respons-respons siswa.
2. Keterandalan atau Reliabilitas
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat
kepercayaan bahwa suatu instrumen evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat
(Arikunto, 1990:81). Keterandalan dapat kita artikan sebagai tingkat kepercayaan
keajegan hasil evaluasi yang diperoleh dari suatu instrumen evaluasi.
Keterandalan berhubungan erat dengan kesahihan, karena keterandalan
menyediakan keajegan yang memungkinkan terjadinya kesahihan (Arikunto,
1990:81).
Nurkancana dan Sumartana (Aunurrahman, 2012:218) menjelaskan beberapa cara
yang dapat di pergunakan untuk mencari taraf reliabilitas suatu tes, yakni:
a. Teknik Ulangan
Teknik ulangan adalah suatu cara yang ditempuh untuk mencari reliabilitas
suatu tes dengan cara memberikan tes tersebut kepada sekelompok anak dalam
dua kesempatan yang berlainan.
b. Teknik Bentuk Paralel
Pada teknik bentuk paralel digunakan dua bentuk tes yang sejenis (tetapi tidak
identik), baik mengenai isinya, proses mental yang diukur, tingkat kesukaran
maupun jumlah item. Kedua tes ini diberikan kepada kelompok subyek yang
sama tanpa adanya rentang waktu. Skor yang diperoleh dari kedua tes tersebut
selanjutnya dikorelasikan.
c. Teknik Belah Dua
Dalam teknik ini, tes yang telah diberikan kepada kelompok subyek dibelah
menjadi dua bagian. Tiap-tiap bagian diberikan skor secara terpisah. Unumnya
ada dua prosedur yang dapat dipergunakan untuk membelah dua suatu tes,
yaitu:
a. Prosedur ganjil genap, artinya seluruh item yang bernomor ganjil
dikumpulkan menjadi satu kelompok, dan seluruh item yang bernomor
genap menjadi kelompok lain.
b. Prosedur secara random, misalnya dengan menggunakan undian, atau
dengan menggunakan tabel bilangan random.

Korelasi yang diperoleh dari kedua belahan itu menunjukkan reliabilitas tes.
Sedangkan Gronlund (Dimyati, 2009:196) mengemukakan adanya empat faktor
yang mempengaruhi keterandalan, yaitu sebagai berikut:

1. Panjang tes. Panjang tes berhubungan dengan banyaknya butir tes, pada
umumnya lebih banyak butir tes lebih tinggi keterandalan evaluasi.
2. Sebaran skor. Koefisien keterandalan secara langsung dipengaruhi oleh
sebaran skor dalam kelompok tercoba. Dengan kata lain, besarnya sebaran
skor akan membuat perkiraan keterandalan yang lebih tinggi akan terjadi
menjadi kenyataan.
3. Tingkat kesulitan tes. Tes acuan norma yang paling mudah atau paling sukar
untuk anggota-anggota kelompok yang mengerjakan, cenderung
menghasilkan skor tes keterandalan yang rendah. Ini disebabkan antara hasil
tes yang mudah dan yang sulit keduanya dalam satu sebaran skor yang
terbatas.
4. Objektivitas. Objektivitas suatu tes menunjukkan kepada tingkat skor
kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh siswa satu dengan siswa yang
lain) memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan tes.
3. Kepraktisan
Dalam memilih tes dan instrumen evaluasi yang lain, kepraktisan merupakan
syarat yang tidak dapat diabaikan. Kepraktisan evaluasi terutama dipertimbangkan
pada saat memilih tes atau instrumen evaluasi lain yang dipublikasikan oleh suatu
lembaga. Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan
yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
menginterpretasi atau memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam
menyimpannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi
meliputi:
1. Kemudahan mengadministrasi. Jika instrumen evaluasi diadministrasikan oleh
guru atau orang lain dengan kemampuan yang terbatas, kemudian
pengadministrasian adalah suatu kualitas penting yang diminta dalam
instrumen evaluasi.
2. Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi. Kepraktisan dipengaruhi
pula oleh faktor waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi.
3. Kemudian menskor. Secara tradisional, hal yang membosankan dan aspek
yang mengganggu dalam melancarkan evaluasi adalah penskoran.
4. Kemudahan interpretasi dan aplikasi. Dalam analisis terakhir, keberhasilan
atau kegagalan evaluasi ditentukan oleh penggunaan hasil evaluasi.
5. Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding. Untuk
berbagai kegunaan pendidikan, bentuk-bentuk ekuivalen untuk tes yang sama
seringkali diperlukan. Instrumen evaluasi yang sebanding adalah instrumen
evaluasi yang memiliki kemungkinan dibandingkan makna dari skala skor
umum yang dimiliki.
E. Fungsi dan Tujuan Evaluasi
Secara umum evaluasi bertujuan untuk melihat sejauhmana suatu program atau suatu
kegiatan tertentu dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan secara spesifik evaluasi
memiliki banyak tujuan dan manfaat. Karena itu menurut Reece dan Walker
(Aunurrahman, 2012:209) terdapat alasan mengapa evaluasi harus dilakukan, yaitu:
1. Memperkuat kegiatan belajar
2. Menguji pemahaman dan kemampuan siswa
3. Memastikan pengetahuan prasyarat yang sesuai
4. Mendukung terlaksananya kegiatan pembelajaran
5. Memotivasi siswa
6. Memberi umpan balik bagi siswa
7. Memeberi umpan balik bagi guru
8. Memelihara standar mutu
9. Mencapai kemajuan proses dan hasil belajar
10. Memprediksi kinerja pembelajaran selanjutnya
11. Menilai kualitas belajar
Pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan mempunyai manfaat yang luas, tidak sekadar
mengukur keberhasilan proses belajar akan tetapi dapat memberikan manfaat dalam
berbagai kegiatan lain baik bagi guru maupun bagi siswa (Nurkancana dalam
Aunurrahman, 2012: 211). Beberapa fungsi atau manfaat evaluasi pendidikan dan
pembelajaran tersebut adalah untuk:

1. Mengetahui taraf kesiapan anak untuk menempuh suatu pendidikan tertentu.


2. Mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses pendidikan.
3. Mengetahui apakah suatu mata pelajaran yang kita ajarkan dapat dilanjutkan
dengan bahan yang baru ataukah harus mengulang pelajaran-pelajaran yang telah
lampau.
4. Mendapatkan bahan-bahan informasi dalam memberikan bembingan tentang jenis
pendidikan tentang jenis pendidikan dan jabatan yang sesuai untuk siswa.
5. Mendapatkan bahan-bahan informasi apakah seorang anak dapat dinaikkan ke
kelas yang lebih tinggi atau harus mengulang di kelas semula.
6. Membandingkan apakah prestasi yang dicapai anak sudah sesuai dengan
kapasitasnya atau belum.
7. Untuk menafsirkan apakah seorang anak telah cukup matang untuk kita lepaskan
ke dalam masyarakat atau untuk melanjutkan ke lembaga pendidikan yang lebih
tinggi.
8. Untuk mengadakan seleksi.
9. Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang dipergunakan dalam lapangan
pendidikan.

F. Jenis-Jenis Evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif sering diartikan sebagai kegiatan evaluasi yang dilakukan pada
setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan. Tujuan utamanya adalah untuk
mengetahui sejauh mana suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang
direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif
adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar
siswa dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah
dicapai. Indikator utama keberhasilan atau kemajuan siswa dalam evaluasi formatif
ini adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan
instruksional khusus (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kata lain,
evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja
yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil
tindakan-tindakan yang tepat (Aunurrahman, 2012:221)
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu
yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit
berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada
akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit
pelajaran yang diajarkan dalam semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu
bidang studi (Aunurrahman, 2012:222)
3. Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-
kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan
perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan,
baik pada tahap awal, selama proses, amupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal
dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik
dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus
dikuasai siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-
bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat
memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada
tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas
seluruh materi yang telah dipelajarinya (Aunurrahman, 2012:222)

G. Pendekatan Evaluasi Pembelajaran


Untuk mengetahui seberapa tinggi prestasi belajar yang dicapai oleh siswa, maka guru
juga perlu memahami cara yang dapat dipergunakan untuk mengkonservasikan atau
mengubah skor mentah menjadi skor standar. Cara pertama, ialah dengan jalan
membandingkan skor yang diperoleh oleh seseorang dengan suatu standar yang
absolut. Cara kedua ialah dengan jalan membandingkan skor seseorang dengan skor
yang diperoleh oleh orang lain dalam tes tersebut. Cara pertama dinamakan
penggunaan norma absolut atau disebut juga dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP),
sedangkan cara kedua dinamakan Penilaian Acuan Normatif (PAN). Kedua cara
tersebut disebut juga strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan
substansial, yaitu pengukuran acuan normatif (NRM) yang berusaha menetapkan
status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status
absolut.
Penilaian Acuan Patokan merupakan norma penilaian yang ditetapkan secara absolut
oleh guru atau pembuat tes, berdasarkan atas jumlah soal, bobot masing-masing soal
serta prosentase penguasaan yang dipersyaratkan (Nurkancana dan Sumartana dalam
Aunurrahman, 2012:223). Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada
kelompok perilaku siswa yang khusus. Sedangkan norma relatif yang disebut juga
norma aktual, norma empiris atau dinamakan juga Penilaian Acuan Norma (PAN),
adalah suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang
dicapai oleh peserta tes. Pada pendekatan acuan norma, standar performan yang
digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan
berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompok.
PAN tepat dipergunakan bilamana distribusi kecakapan atau kemampuan kelompok
anak yang diberikan tes mengikuti hukum kurve normal. Tetapi bilamana distribusi
kecakapan anak-anak yang mengikuti tes tidak mengikuti hukum distribusi normal,
maka penggunaan norma relatif tidak dapat memberikan gambaran yang obyektif
(Aunurrahman, 2012:225)

H. Evaluasi Hasil Belajar


1. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Hasil Belajar
Berdasarkan pengertian evaluasi hasil belajar kita dapat menengarai tujuan
utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa
setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan
tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya difungsinya dan titujukan
untuk keperluan berikut ini:
a. Untuk diagnostik dan pengembangan. Maksudnya adalah penggunaan hasil
dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan kelemahan
dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya (Arikunto, 1990:10).
b. Untuk seleksi. Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar seringkali digunakan
sebagai dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis
jabatan atau jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian, hasil dari kegiatan
evaluasi hasil belajar digunakan untuk seleksi (Arikunto, 1990:9)
c. Untuk kenaikan kelas. Menentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan ke
kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi yang dapat
mendukung keputusan yang dibuat guru (Dimyati, 2009:201).
d. Untuk penempatan. Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat
kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan
penempatan siswa pada kelompok yang sesuai (Arikunto, 1990:10).
2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar
Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki
sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Tanah tujuan
pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotorik (Dimyati,
2009:201).
Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan
merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu mengenalnya secara
lebih terinci. Pengenalan terhadap ranah-ranah tujuan pendidikan akan sangat
membantu pada saat memilih data atau menyusun instrumen evaluasi hasil belajar
(Dimyati, 2009:202)
3. Prosedur Evaluasi Hasil Belajar
Berdasarkan pengertian evaluasi hasil belajar kita mendapatkan bahwa evaluasi
hasil belajar merupakan suatu proses yang sistematis. Agar proses evaluasi hasil
belajar dapat diadministrasikan atau dilaksanakan oleh seorang penilai, maka ada
beberapa tahapan atau langkah kegiatan evaluasi hasil belajar yang perlu dilalui
seorang penilai meliputi: persiapan, penyusunan alat ukur, pelaksanaan
pengukuran, pengolahan hasil pengukuran, penafsiran hasil pengukuran, dan
pelaporan dan penggunaan hasil evaluasi (Dimyati, 2009:209)
Rangkuman

Berdasarkan batasan-batasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secaar umum


dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan,
keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan yang lain) berdasarkan kriteria tertentu
melalui penilaian (Dimyati, 2009:191).
Transformasi dalam proses pendidikan adalah proses untuk membudayakan dan
memberadabkan siswa. Lembaga pendidikan merupakan tempat terjadinya transformasi.
Keberhasilan transformasi untuk menghasilkan keluaran seperti yang diharapkan dipengaruhi
dan atau ditentukan oleh bekerjanya komponen atau unsur yang ada dalam lembaga
pendidikan. Unsur-unsur transformasi dalam proses pendidikan, meliputi:
a) Pendidik dan personal lainnya;
b) Isi pendidikan;
c) Teknik;
d) Sistem evaluasi;
e) Sarana pendidikan, dan
f) Sistem administrasi.

Disamping itu, adapun syarat-syarat umum evaluasi, diantaranya:

1. Kesahihan atau validitas


2. Keterandalan atau reliabilitas
3. Kepraktisan

Secara umum evaluasi bertujuan untuk melihat sejauhmana suatu program atau suatu
kegiatan tertentu dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan secara spesifik evaluasi
memiliki banyak tujuan dan manfaat. Karena itu menurut Reece dan Walker (Aunurrahman,
2012:209). Sedangkan jenis-jenis evaluasi adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi Formatif sering diartikan sebagai kegiatan evaluasi yang dilakukan pada
setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan. Tujuan utamanya adalah untuk
mengetahui sejauh mana suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang
direncanakan.
2. Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu
yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit
berikutnya.
3. Diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan
dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan
yang tepat.

Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah-
ranah yang terkandung dalam tujuan. Tanah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar
siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni: ranah kognitif, ranah afektif,
ranah psikomotorik (Dimyati, 2009:201). Beberapa tahapan atau langkah kegiatan evaluasi
hasil belajar yang perlu dilalui seorang penilai meliputi: persiapan, penyusunan alat ukur,
pelaksanaan pengukuran, pengolahan hasil pengukuran, penafsiran hasil pengukuran, dan
pelaporan dan penggunaan hasil evaluasi
SOAL:

1. Jelaskan pengertian evaluasi!


2. Sebutkan dan jelaskan syarat-syarat evaluasi!
3. Menurut pendapat anda, apakah semua pendidik wajib melakukan evaluasi
pembelajaran? Jelaskan disertai bukti-bukti yang mendukung!
4. Dalam pendekatan evaluasi pembelajaran, terdapat dua cara yang dapat dilakukan,
yaitu PAP dan PAN. Jelaskan perbedaan diantara keduanya!
5. Bagaimana ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan pendidikan yang merupakan
sasaran evaluasi?
6. Jelaskan secara jelas prosedur evaluasi hasil belajar dalam pembelajaran bahasa
Indonesia! Berikan contohnya!
7. Jenis-jenis evaluasi ada tiga, yakni evaluasi formatif, evaluasi sumatif, dan evaluasi
diagnostik. Jelaskan hubungan antara evaluasi yang satu dengan evaluasi yang
lainnya!
8. Menurut Nurkancana dan Sumartana (Aunurrahman, 2012:218) ada beberapa cara
yang dapat di pergunakan untuk mencari taraf reliabilitas suatu tes. Sebut dan
jelaskan!
9. Apa tujuan dan fungsi dari evaluasi hasil belajar?
10. Instrumen-instrumen apa saja yang diperlukan dalam evaluasi pembelajaran?

Sumber:
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: ALFABETA.
Dimyati, dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikuntoro, Suharsimi. 1990. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai