A. Definisi
Penyakit trofoblastik gestasional (PTG) adalah suatu spektrum dari dua kondisi
premaligna yaitu; partial mola hidatidosa dan complete mola hidatidosa, hingga tiga
kondisi tumor ganas yaitu; invasive mola, koriokarsinoma gestasional, dan placental site
hrophoblastic tumor (PSTT) yang nantinya ketiga keadaan ini lebih dikenal dengan
neoplasia trofoblastik gestasional. Jaringan trofoblastik gestasional terbentuk dari sel
perifer blastokista beberapa hari setelah konsepsi. !aringan tersebut dibagi menjadi
lapisan yaitu; lapisan luar sinsitiotrofoblas yang dibentuk oleh sel$sel besar
multinucleated dan lapisan dalam dari sel mononuclated yang membentuk sitotrofoblas.
Sinsitiotrofoblas menginvasi endometrium secara agresif membentuk suatu hubungan
antara fetus dan ibu yang dikenal sebagai plasenta. normalnya pertumbuhan trofoblas
diatur secara ketat oleh mekanisme yang belum bisa ditentukan untuk mencegah
perkembangan metastasis lebih lanjut. Penyakit trofoblastik gestasional ganas muncul
ketika mekanisme pengontrol ini gagal, menghasilkan invasi dari jaringan trofoblas yang
mencapai miometrium, yang mengi&inkan penyebaran secara hematogen dan
pembentukan emboli tumor.
Menurut FIGO,2006 istilah Gestational trophoblastic neoplasia (GTN) atau
Penyakit tropoblas ganas (PTG) menggantikan istilah istilah yang meliputi
chorioadenoma destruens, metastasizing mole, mola invasif dan koriokarsinoma.
Molahidatidosa, berdasarkan morfologi, histopatologi dan kariotyping dibedakan
menjadi molahidatidosa komplet dan molahidatidosa parsial.Sejumlah 15-28%
molahidatidosa mengalami degenerasi keganasan menjadi PTG. Diagnosis PTG dapat
ditegakkan berdasarkan diagnosis klinik dengan atau tanpa histologi.Diagnosis PTG
ditetapkan dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kadar β HCG.
Banyak kriteria diagnosis untuk menegakkan PTG. Pemeriksaan histologi
seringkali tidak dimungkinkan karena penderita pada umumnya berusia muda yang masih
membutuhkan fungsi organ reproduksi. Staging klinik menurut Hammond menyatakan
PTG terbagi 2 yaitu PTG tidak bermetastasis dan PTG bermetastasis. PTG bermetastasis
terbagi risiko rendah dan risiko tinggi. Faktor risiko tinggi bila kadar HCG urin >100.000
u/ml atau kadar HCG serum >40.000 u/ml, interval lebih dari 4 bulan, bermestastasis ke
otak atau hati, kegagalan kemoterapi sebelumnya, kehamilan sebelumnya adalah
kehamilan aterm.
Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO) menetapkan
beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG yaitu:
1. Menetapnya kadar Beta HCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau lebih
(misalnya hari 1,7, 14 dan 21)
2. Kadar Beta HGC meningkat >10% pada tiga pengukuran berturut-turut setiap minggu
atau lebih (misalnya hari 1,7 dan 14)
3. Tetap terdeteksinya kadar Beta HCG sampai 6 bulan atau lebih
4. Kriteria histologist untuk korioarsinoma
Secara histopatologis pembakuan istilah yang dianjurkan WHO adalah sebagai berikut:
Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit trofoblas ganas.
Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko kegagalan pada
kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi sistem skoring
WHO. Perhitungang faktor prognostic dengan skor 0-6 dianggap sebagai pasien dengan
resiko rendah, sedangkan dengan skor >7 maka dianggap sebagai beresiko tinggi.
B. Patologi
Kehamilan mola dan neoplasma trofoblastik gestasional semuanya berasal dari
trofoblas plasenta. Trofoblas normal tersusun dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan
trofoblas intermediet. Sinsitiotrofoblas menginvasi stroma endometrium dengan
implantasi dari blastokista dan merupakan sebuah tipe sel yang memproduksi human
chorionic gonadotropin (hCG). Fungsi sitotrofoblas adalah untuk menyuplai sinsitium
dengan sel-sel sebagai tambahan untuk pembentukan kantong luar yang menjadi vili
korion sebagai pelindung kantung korion. Vili korion berbatasan dengan endometrium
dan lamina basalis dari endometrium membentuk plasenta fungsional untuk nutrisi fetal-
maternal dan membuang sisa-sisa metabolisme. Trofoblas intermediet terletak di dalam
vili, tempat implantasi, dan kantong korion. Semua tipe dari trofoblas dapat
mengakibatkan penyakit trofoblas gestasional ketika mereka berproliferasi.
Mola hidatidosa
Mola hidatidosa mengacu pada kehamilan abnormal yang ditandai dengan
berbagai tingkat proliferasi trofoblas (sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas) dan
pembengkakan vesikuler dari vili plasenta yang berhubungan dengan ketidakadaan atau
abnormalitas fetus/embrio. Dua sindrom dari mola hidatidosa telah diuraikan berdasarkan
pada kriteria morfologi dan sitogenetik.
Mola hidatidosa komplit menjalani pembesaran hidatidosa awal yang seragam
dari vili dengan tidak adanya fetus atau embrio yang pasti, trofoblas secara konsisten
hiperplastik dengan berbagai tingkat atipia, dan vili kapiler tidak ada. Hampir 90% dari
mola hidatidosa komplit adalah 46, XX, berasal dari duplikasi kromosom dari sperma
haploid setelah fertilisasi telur dimana kromosom maternal inaktif atau absen.
10% dari mola hidatidosa adalah 46, XY, atau 46, XX, sebagai hasil dari
fertilisasi ovum kosong oleh 2 sperma (dispermi). Neoplasia trofoblastik (mola invasif
atau koriokarsinoma) mengikuti mola hidatidosa komplit pada 15-20% kasus. Mola
hidatidosa parsial menunjukkan jaringan fetal atau embrionik yang teridentifikasi, vili
korion dengan edema fokal yang bervariasi dalam bentuk dan ukuran, scalloping dan
inklusi stroma trofoblastik yang menonjol, sirkulasi vili yang berfungsi, sebagaimana
hiperplasia trofoblastik fokal dengan hanya atipia ringan.
Sebagian mola parsial memiliki kariotipe triplet (biasanya 69, XXY), sebagai
hasil dari fertilisasi ovum normal oleh 2 sperma. Kurang dari 5% mola parsial akan
berkembang menjadi postmola GTN ; metastasis jarang terjadi dan diagnosis
histopatologi dari koriokarsinoma belum pernah dikonfirmasi setelah mola parsial
Mola invasif
Mola invasif adalah tumor jinak yang timbul dari invasi myometrial terhadap
mola hidatidosa melalui perluasan langsung menembus jaringan atau saluran vena.
Sekitar 10-17% dari mola hidatidosa akan menyebabkan mola invasif, dan sekitar 15%
dari jumlah ini akan bermetastasis ke paru atau vagina. Mola invasif lebih sering
didiagnosis secara klinis daripada patologi berdasarkan kenaikan hCG yang menetap
setelah evakuasi mola dan lebih sering diobati dengan kemoterapi tanpa diagnosis
histopatologi.
Koriokarsinoma
Koriokarsinoma adalah suatu penyakit keganasan yang ditandai dengan
hiperplasia trofoblastik abnormal dan anaplasia, ketidakadaan vili korion, perdarahan,
dan nekrosis, dengan invasi langsung ke miometrium dan invasi vaskular yang
mengakibatkan penyebaran ke tempat-tempat yang jauh, paling sering ke paru, otak, hati,
pelvis dan vagina, ginjal, usus, dan limpa. Koriokarsinoma telah dilaporkan berhubungan
dengan setiap kejadian kehamilan, Sekitar 25% dari kasus diikuti aborsi atau kehamilan
tuba. 25% berhubungan dengan kehamilan preterm atau aterm, dan 50% lainnya timbul
dari mola hidatidosa, meskipun hanya 2-3% dari mola hidatidosa yang berkembang
menjadi koriokarsinoma.
C. Manifestasi Klinis
Mola hidatidosa komplit
Mola hidatidosa komplit terutama menunjukkan gejala perdarahan pervaginam,
80-90% kasus terjadi pada 6-16 minggu gestasi. Gejala dan tanda klinis klasik lain seperti
pembesaran uterus lebih dari usia gestasi yang diperkirakan (28%), hiperemesis (8%),
dan hipertensi yang diinduksi kehamilan pada trimester pertama dan kedua (1%), jarang
terjadi pada beberapa tahun belakangan karena dapat didiagnosis lebih awal sebagai
akibat dari meluasnya penggunaan ultrasonografi dan tes hCG yang akurat. Pembesaran
kista teka lutein ovarium bilateral terjadi pada sekitar 15% kasus, kadar hCG sering >
100.000 mIU/mL, dan detak jantung fetus tidak ada. Selain itu tanda dan gejala dari
hipertiroidisme dapat muncul akibat stimulasi kelenjar tiroid oleh kadar sirkulasi hCG
atau oleh substansi penstimulasi tiroid (seperti, tirotropin) yang tinggi yang diproduksi
oleh trofoblas.
Mola parsial
Manifestasi klinis mola parsial tidak sama dengan mola komplit. Lebih dari 90%
pasien dengan mola parsial mempunyai gejala seperti abortus inkomplit atau missed
abortion, dan diagnosis dibuat setelah pemeriksaan histologi post kuretase. Gejala utama
mola parsial adalah perdarahan pervaginam, yang terjadi pada sekitar 75% pasien.
Pembesaran uterus berlebihan, hiperemesis, hipertensi yang diinduksi kehamilan,
hipertiroidisme, dan yang jarang adalah adanya kista teka lutein. Kadar hCG peevakuasi
mola >100.000mIU/mL pada < 10% pasien.
D. Diagnosis
Ultrasonografi
Ultrasonografi memegang peran penting dalam diagnosis mola komplit dan
parsial. Karena vili korion dari mola komplit menunjukkan pembengkakan hidropik
difusa, karakteristik vesicular pola ultrasonografi dapat diamati, terdiri dari multiple
echo (lubang) di dalam massa plasenta dan biasanya tidak ada fetus. Ultrasonografi
memfasilitasi diagnosis dini dari mola parsial dengan menunjukkan daerah kistik fokal di
dalam plasenta dan terdapat sebuah peningkatan diameter transversal kantong gestasi.
E. Diagnosis patologi
Diagnosis patologi mola komplit dan parsial dibuat dengan pemeriksaan specimen
kuretase. Pengecatan imunohistologi untuk p57 dapat membedakan ketiadaan
immunostaining mola komplit dengan mola parsial, dan sitometri alir dapat membedakan
mola komplit diploid dari mola parsial triploid. Sebagai tambahan, diagnosis patologi
mola invasif, khoriokarsinoma, PSTT, ETT kadang dapat dibuat dengan kuretase, biopsi
lesi metastase, atau pemeriksaan specimen histerektomi atau plasenta. Biopsi lesi vagina
menunjukkan tumor trofoblas gestasional berbahaya karena perdarahan masif yang
mungkin dapat terjadi
F. Penatalaksanaan
Hormonal Follow-up
Semua pasien harus diikuti dengan pengukuran hCG setelah evakuasi molar untuk
memastikan remisi. Pasien diperiksa nilai-nilai hCG mingguan sampai tidak terdeteksi
selama 3 minggu dan kemudian pemeriksaan hCG bulanan sampai tidak terdeteksi
selama 6 bulan.5 Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat
diandalkan selama interval follow up hormonal. Sementara insiden postmolar tumor telah
dilaporkan meningkat pada pasien yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi data dari
Gynecologic Oncology Group dan center kami menunjukkan bahwa kontrasepsi oral
tidak mempengaruhi risiko postmolar GTT.
GTT
Referensi :
Cunnigham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstrap III L.C, Hauth J.C, Wenstrom KD. Williams
Obstetrics 23rd ed. 2010. USA : The McGraw-Hill Companies.
Bangun TP, Agus S, editor. Ilmu kandungan sarwono prawirohardjo. Edisi ke -2. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009.