Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

JENIS OBAT ANTIKONVULSAN DAN ANTIDEPRESEN


(Guna memenuhi tugas ilmu keperawatan dasar II)
Dosen Pembimbing: Apt. Abdul Roni, S.Farm., M.Farm.

Disusun Oleh:

1. Risna Yuni S 010118A120


2. Serly Dwi Aditya 010118A129
3. Eva Duwi RatnaNingrum (010118A052)
4. Ovie Intan Ariani (010115A092)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2021

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... I


Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
3. Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi konvulsan
2. Definisi Epilepsi ................................................................................. 2
3. Jenis Epilepsi ..................................................................................... 2
4. Antikonvulsan .................................................................................... 3
5. Generasi pertama ............................................................................... 6
6. Generasi kedua ................................................................................... 13
7. Lakosamida ........................................................................................ 17
8. Rufinamida ......................................................................................... 17
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan ........................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada zaman ini banyak manusia yang sering mengalami kejang baik karena penyakit
turunan maupun karena suatu penyakit yang muncul saat dewasa. Penyebab terjadinya
kejang antara lain trauma terutama pada kepala, encephalitis (radang otak), obat, birth
trauma (bayi lahir dengan cara vacuumkena kulit kepala-trauma), penghentian obat
depresan secara tiba-tiba, tumor, demam tinggi, dan lain-lain.
Terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan istrirahat yang cukup karena
kelelahan yang berlebihan dapat mencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan
stress dengan menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya.
Sedangkan terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan obat anti epilepsi atau yang
sering dikenal dengan antikonvulsan.
Pada makalah ini akan menjelaskan tentang obat-obat antikonvulsan mulai dari
pengertian sampai mekanisme kerjanya.
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang paling umum. Sekitar 5-6% dari
populasi memiliki kemungkinan mengalami depresi (prevalensi sesaat), dan diperkirakan
sekitar 10% dari masyarakat dapat mengalami depresi selama hidupnya (prevalensi selama
hidup). Gejala-gejala depresi seringkali tidak jelas dan tidak disadari baik oleh dokter
maupun penderita. Penderita dengan keluhan-keluhan yang tidak jelas yang menolak
penjelasan bahwa keluhan tersebut merupakan pewujudan dari penyakit somatic (jasmani)
dan mereka yang secara simplistic bisa dikatakan menderita neurosis seharusnya dicurigai
menderita depresi.
Depresi merupakan suatu penyakit yang heterogen yang telah digolongkan dan
diklasifikasikan dengan berbagai macam cara. Depresi mayor dan distimia merupakan
sindroma depresi murni, dimana gangguan bipolar dan gangguan siklotimik menandakan
depresi yang diasosiasikan dengan mania.
Sebuah usaha intensif untuk memformulasikan panduan untuk mengatasi depresi
dilakukan dengan publikasi antar disiplin pada Depression Guideline Panel (1993) dan
sekarang diperbarui dalam farmakoterapi yang baru (Mulrow et al, 1999). Pengobatan
farmakologis dianjurkan, meskipun diketahui terdapat masih ada peranan terapi

4
elektrokonvulsi untuk delusi atau bentuk-bentuk depresi yang berat yang mengancam hidup.
Selain penelitian intensif, mekanisme kerja berbagai pengobatan farmakologis masih belum
dimengerti, meskipun kebanyakan dari pengobatan tersebut dipercaya memiliki pengaruh
pada dua neurotransmitter monoamine: serotonin dan noreepinefrin.

2. Rumusan Masalah

2.1. Apa yang dimaksud dengan Epilepsi?

2.2. Ada berapakah jenis Epilepsi?

2.3. Apa yang dimaksud dengan Antikonvulsan dan ada berapakah golongan obatnya?
2.4. Bagimanakah mekanisme kerja, efek samping dan dosis dari setiap golongan
obatnya?
3. Tujuan

3.1. Untuk mengetahui tentang penyakit Epilepsi

3.2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari penyakit Epilepsi

3.3. Untuk mengetahui tentang Antikonvulsan secara luas dan golongannya

3.4. Untuk mengetahui mekanisme kerja, efek samping dan dosis dari setiap golongan
obatnya.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Epilepsi

Epilepsi (Yun = serangan) atau sawan/ penyakit ayan adalah suatu ganguan saraf yang
timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya
adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini
disertai pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron tersebut. Lazimnya
pelepasan muatan listrik ini terjadi secara teratur dan terbatas dalam kelompokkelompok
kecil, yang memberikan ritme normal pada elektroencefalogram (EEG). Serangan ini
kadangkala bergejala ringan dan (hampir) tidak ketara, tetapi ada kalanya bersifat
demikian hebat sehingga perlu dirawat di rumah sakit.

5
Insidensi epilepsi relatif tinggi pada anak-anak dan lansia. Pada serangan parsial,
hiperaktivitas terbatas pada hanya satu bagian dari kulit otak, sedangkan pada serangan
luas (‘generalized’) hiperaktivitas menjalar ke seluruh otak. Sekitar 30% dari pasien
epilepsi mempunyai keluarga dekat yang juga menderita gangguan epilepsi. Penderita
baru disebut pasien epilepsi bila mengidap minimal 2 serangan kejang (konvulsi) dalam
kurun wktu 2 tahun.
2. Jenis Epilepsi

2.1. Grand mal

Bercirikan kejang kaku bersamaan kejutan-kejutan ritmis dari anggopta badan dan
hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Pada awalnya serangan demikian
diawali oleh suatu perasaan alamat khusus (aura). Hilangnya tonus membuat penderita
terjatuh, berkejang hebat dan ototototnya menjadi kaku. Fase tonis ini berlangsung kira-
kira 1 menit untuk kemudian disusul dengan fase klonis dengan kejang-kejang dari kaki-
tangan, rahang dan muka. Penderita kadang-kadang menggigit lidahnya sendiridan juga
dapat terjadi inkontinesia urin atau feces. Selain itu dapat timbul hentakan-hentakan
klonis. Lamanya serangan antara 1 dan 2 menit yang disusul dengan keadaan pingsan
selama beberapa menit dan kemudian sadar kembali dengan perasaan kacau serta
depresi.

2.2. Petit mal

Bercirikan serangan yang hanya singkat sekali antar beberapa detik sampai
setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Seperti
Grand mal, Petit mal juga bersifat serangan luas di seluruh otak. Gejalanya berupa
keadaan termangu-mangu (pikiran kosong, kehilangan respon sesaat), muka pucat,
pembicaraan terpotomg-potong atau mendadak berhenti bergerak, terutama anak-
anak. Setelah serangan, penderita kemudian melanjutkan aktivitasnya seolah-olah
tidak terjadi apa-apa. Bila serangan singkat tersebut berlangsung berturut-turut
dengan cepat. maka dapat pula timbul suatu status epileptikus. Serangan Petit mal
pada anak-anak dapat berkembang menjado Gran mal pada usia pubertas.

2.3. Parsial (epilepsi psikomotor)

Bentuk serangan parsial umumnya berlangsung dengan kesadaran hanya


menurun untuk sebagian tanpa hilangnya ingatan. Penderita memperlihatkan

6
kelakuan otomatis tertentu seperti gerakan mengunyam atau menelan makan atau
berjalan dalam lingkaran.
3. Antikonvulsan
3.1. Definisi Antikonvulsan

Konvulsi adalah manifestasi gangguan otak, lokala atau umum, dapat terjadi
oleh karena cacat bawaan, penyakit degenerasi, trauma spp,anoksia, demam,
gangguan metabolisme, epilepsi, anafilaksis, neoplasma, penyakit serebrovaskulus,
keracunan, dan gejala putus alcohol atau obat lain.

Antikonvulsan adalah obat yang digunakan untuk mengembalikan kestabilan


rangsangan sel saraf sehingga dapat mencegah atau mengatasi kejang. Selain
mengatasi kejang, antikonvulsan juga digunakan untuk meredakan nyeri akibat
gangguan saraf (neuropati) atau mengobati gangguan bipolar.
Antikonvulsan digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan
epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi,
sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulasi penyakit lain. Bromide obat
pertama yang digunakan untuk terapi epilepsi telah ditingglkan karena ditemukannya
berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek
antikonvulsi spesifik, yang berarti efek antikonvulsannya tidak berkaitan langsung
dengan efek hipnotiknya. Fenitoin (defenilhidantoin) sampai saat ini masih tetap
merupakan obat epilepsi. disamping itu karbamazepin yang relative lebih baru makin
banyak digunakan, karena dibandingkan dengan anobarbital pengaruhnya terhadap
perubahan tingkah laku maupun kemampuan kognitif lebih kecil.

3.2. Penggolongan Antikonvulsan

3.2.1. Obat generasi pertama

- Berbital : fenobarbital dan mefobarbital memiliki sifat antikonvulsif khusus


yang terlepas dari sifat hipnotiknya. yang digunakan terutama senyawa kerja
panjang untuk memberikan jaminan yang lenih kontinu terhadap serangan
Gran mal.
- Fenitoin : Struktur obat ini mirip barbital, tetapi dengan cincin lima hidantoin
ini terutama digunakan digunakan pada Gran mal.

7
- Suksinimida : etosuksinimida dan mesuksimida. Senyawa ini memiliki
kesamaan dalam penyusunan gugus cin-cinnya dengan fenitoin. Terutama
digunakan pada Petit mal.
- Lainnya : asam valproat, diazepam dan klonazepam, karbamazepin dan
okskarbazepin.
3.2.2. Obat generasi ke dua

Viogabatrin, lamotrigin dan gabapentin (Neurontin), juga felbamat, topiramat dan


pregabaline. Obat-obat ini umumnya tidak diberikan tunggal sebagai mono terapi
sebagai tambahan dalam kombinasi dengan obat-obat klasik (generasi ke satu).
Keberatan obat-obat yang agak baru ini adalah pengalaman penggunaannya yang masih
relatif singkat dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama, yang sudah
membuktikan keampuhan dan keamanannya. lagi pula harganya lebih tinggi.
3.3. Mekanisme kerja

Mekanisme kerja antikonvulsan dapat dijelaskan berdasarkan 2 prinsip. Pertama


berdasarkan pemblokiran terhadap transpor elektrokimia oleh bsaluran-saluran ion natriu
atau kalsium. Kedua adalah peningkatan penghambatan dari neurontransmitter GABA,
atau penurunan transmisi glutamat.
Cara kerja Antikonvulsan belum semuamnya jelas. namun dari sejumlah obat terdapat
indikasi mengenai mekanisme kerjanya, yaitu :
3.3.1. Memperkuat efek GABA : valproat dan vigabatin bersifat menghambat
perombakan GABA oleh transminase, sehingga kadarnya di sinaps meningkat dan
neurotransmisi lebih diperlambat. Juga topiramat bekerja menurut prinsip
memperkuat GABA, sedangkan lamotrigin meningkatkan kadar GABA.
Fenobarbital juga menstimulasi pelepasannya.
3.3.2. Menghambat kerjanya aspartat dan glutamat. Kedua asam amino ini adalah
neurotransmitter yang merangsang neuron dan menimbulkan serangan epilepsi.
Pembebasannya dapat dihambat oleh lamotrigin, juga oleh valproat, karbamazepin
dan fenitoin.
3.3.3. Memblokir saluran-saluran (channels) Na, K dan Ca yang berperan penting pada
timbul dan perbanyakan muatan listrik. Contohnya adalah etosuksimida, valproat,
karbamazepin, lamotrigin, pregabalin dan topiramat.
3.3.4. Meningkatkan ambang serangan dengan jalan menstabilkan membran sel, antara
lain felbamat.

8
3.3.5. Mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal dipangkalnya (focus)
dalam SSP, yaitu fenobarbital dan klonazepam.
3.3.6. Menghindari menjalarnya hiperaktivitas (muatan listrik) tersebut pada neuron otak
lainnya, seperti klonazepam dan fenitoin.
3.4. Penggunaan

Pada penggunaan awal dari antikonvulsan harus diperhitungkan pengaruh


penggunaan bersamaan dari antikonvulsan lain (co-medikasi). Kombinasi demikian
dapat menyebabkan induksi enzim (karbamazepin, fenobarbital, fenitoin) atau inhibisi
enzim oleh obatnya sendiri (felbamat, topiramat, valproat). Berdasarkan hal ini ada
kalanya dosis baru dinaikkan untuk memberikan perlindungan secukupnya atau
penurunan dosis untuk mengurangi efek samping. Pada terapi kombinasi sebagian pasien
hanya membutuhkan dosis lebih rendah dari masing-masing antikonvulsan.
Kombinasi. Bagi orang yang resisten terhadap monoterapi (kurang lebih 30% dari
pasien) diperlukan kombinasi dari 2 atau 3 jenis obat sekaligus. Terapi kombinasi ini
sebetulya tidak dianjurkan karena kemungkinan timbulnya interalksi dan bertambahnya
efek samping. Namun ketidakpatuhan pasien dalam minum obat akan berkurang, yang
merupakan penyebab utama kegagalan terapi (85%). Pada kasus resisten dapat
digunakan kombinasi dengan antikonvulsan generasi ke dua felbamat, vigabatrin,
lamotrigin, dalam dosis serendah mungkin, yang barangsur-angsur dinaikkan.
Pentakaran. Kebanyakan obat antikonvulsan memiliki plasma-t1/2 yang agak panjang
(10-50 jam lebih) sehingga dosis dapat diberikan 1 kali sehari. Namun pada umumnya
obat diberikan 2 atau 3 kali sehari. untuk meniadakan kemungkinan terjadinya serangan
akibat terluapnya satu dosis.
3.5. Efek samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa gangguan saluran pencernaan
(nausea, muntah, obstipasi, diare dan hilang cita rasa. Begitu pula efek SSP (rasa kantuk,
pusing, ataxia, mudah tersinggung) sering kali terjadi. Selain itu juga reaksi
hipersensitivitas (dermatitis, ruam, urticaria, sindrom Steven-johnson, hepatitis), rontok
rambut, hirsutisme, kelainan psikis, gangguan darah dan hati, serta perubahan berat
badan. Kebanyakan antikonvulsan mempengaruhi sistem endokrin, misalnya
metabolisme vitamin D, dengan akibat penurunan kadar kalsium dan fosfat dalam darah.
3.6. Interaksi

9
Beberapa antikonvulsan menyebabkan (auto) induksi enzim hati (sistemoksidasi
P450), seperti karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan primidon. Oleh karena itu obat-
obat ini dapat saling menurunkan kadarnya dalam darah dengan peningkatan
ekskresinya. Kadar dari antikoagulansia, zat-zat anti-HIV dan steroida (antikonseptiva)
diturunkan. Akibatnya induksi enzim ini telah menimbulkan kehamilan pada wanita
yang menggunakan pil antihamil.
Sebaliknya beberapa obat menyebabkan penghambatan enzim melalui kompetisi
untuk titik pengikatan yang sama. misalnya valproat mampu meningkatkan kadar
fenobarbital dengan kuat, sedangkan efek valproat dikurangi oleh fenitoin. Pada lansia
imduksi enzim dapat meningkatkan kecenderungan osteoporosis (fenitoin dan
fenobarbital0.

4. Generasi Pertama

4.1. Asam valproat : asam dipropilasetat, DPA, Depakene, Leptilan (Na-).

• Khasiat antikonvulsi dari derivat asam valerian ini ditemukan secara kebetulan
(Meunier, 19630 dan dianggap sebagai obat pilihan pada absences. Dalam
kombinasi dengan obat-obat lain juga efektif pada Gran mal dan serangan
psikomotor. Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan hambatan enzim
yang menguraikan GABA, sehingga kadar neurotransmitter ini di otak
meningkat.
• Resorpsinya di usus cepat, setelah 15 menit sudah tercapai kadar plasma
maksimal. PP lebih kurang 90%, plasma-t ½ kurang lebih 10 jam dan
diekskresi sebagai glukuronida, terutama melalui urin. Resorpsi dari
suppositoria juga baik, tetapi bersifat merangsang bagi selaputlendir, juga
pada penggunaan sebagai injeksi. Efek rangsangan lokal ini dapat banyak
dikurangi dengan menggunakan tablet enteric coated dan tablet slow-release.
Yang terakhir juga menguntungkan karena memberikan kadar plasma yang
lebih merata. Antara kadar plasma dan efek terapi (terhindarnya serangan)
tidak terdapat hubungan langsung, berbeda dengan antikonvulsan lainnya. Ada
indikasi bahwa pentakaran 1 kali sehari sama efektifnya dengan 2 atau 3 kali
sehari.
• Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna yang bersifat
sementara, adakalanya juga sedasi, ataksia, udema pergelangan kaki dan
rambut rontok (reversibel). Efek lainnya adalah kenaikan berat badan,
terutama pada remaja putri.
• Kehamilan. Senyawa ini bersifat teratogen pada hewan, maka tidak boleh
diberikan pada wanita hamil.

10
• Interaksi. Karena DPA dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan fenitoin,
maka berdasarkan penelitian kadarnya di dalam darah, dosisnya harus
dikurangi (sampai 30-50%) untuk menghindari sedasi berlebihan. Sebaliknya,
khasiat DPA juga diperkuat oleh antikonvulsan lainnya.
• Dosis : Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. dari gram natriumnya (tablet e.c.)
untuk kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-
3 dd 300-500 mg, maksimal 3 g sehari. Anak-anak 20-30 mg/kg/sehari. Asam
bebasnya memberikan kadar plasma yang 15% lebih tinggi (lebih kurang
sama dengan persentase natrium dalam na-valproat), tetapi lain daripada itu
tidak menguntungkan.

4.2. Karbamazepin : Tegretol

o Senyawa trisiklis (1964) yang mirip imipramin ini selain bekerja


antikonvulsan, juga berkhasiat antidepresif dan antidiuretik, mungkin
berdasarkan peningkatan sekresi di hipofisis atau hambatan perombakannya.
Penggunannya pada epilepsi Gran mal dan bentuk parsial yang sama
efektifnya dengan febitoin, tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Fenobarbital
dan valproat memperkuat efeknya. tidak efektif pada absences. Resorpsi
lambat dan kadar maksimal dalam plasma dsapat tercapai setelah 4-24 jam.
Pengikatan proteinnya tinggi, kurang lebih 80%, sedangkan plasma-t1/2
sangat variabel (7-30 jam). Di dalam hati karbamazepin dioksidasi menjadi
metabolit epoksida yang juga berufek antikonvulsan.
o Efek samping yang paling sering terjadi berupa sedasi, sakit kepala, pusing,
mual, muntah dan ataxia, yang umumnya bersifat sementara (kurang lebih 2
minggu). Sekitar 40% dari penggunaan masih mengalami rasa kantuk setelah
1 tahun. Reaksi kulit juga agak sering terjadi. Efek lainnya adalah anoreksia,
radang kulit dan gangguan psikis. karena dapat terjadi gangguan darah,
hepatitis dan lupus erythematodes, harus dilakukan pemeriksaan darah setiap
minggu/bulan. Kombinasi dengan fenobarbital dan fenitoin dapat menyulitkan
terapi. Selama penggunaan karbamazepam tidak boleh minum alkohol dan
berkendara.
o Kehamilan dan laktasi. zat ini dapat menembus plasenta, berakumulasi
dijaringan janin dan dapat mengganggu pertumbuhan janin. Oleh sebab itu
tidak dianjurkan penggunaannnya selama kehamilan. Dalam keadaan utuh
maupun metabolitnya dapat masuk ke dalam air susu ibu, walaupun tidak
banyak.
o Dosis : Permulaan sehari 200-400 mg dibagi dalam beberapa dosis yang
berangsur-angsur dapat dinakkan sampai 800-1200 mg dibagi dalam 2-4 dosis.
Pada manula setengah dari dosis ini. Dosis awal bagi amak-anak sampai usia 1
tahun 100 mg sehari, 1-5 tahun 100-200 mg sehari, 5-10 tahun 200-300 mg
sehari dengan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg berat badan sehari dibagi
dalam beberapa dosis.

11
o Okskarbazepin (Trileptal) adalah derivat yang sama efektifnya dengan
karbazepin pada dosis yang 50% lebih tinggi. kedua obat ini tidak bersifat
konduktor enzim, maka pada pengguaan lam tidak menimbulkan autoinduksi.
Efek sampingnya lebih ringan, khususnya rash. okskarbazepin terutama
digunakan pada serangan tonis-klonis ‘generalized’ dan pada epilepsi parsial.
Resorpsi cepat dan hampir sempurna (95%) untuk krmudian diubah menjadi
dihidroksikarbamazepin aktif dengan plasma- t1/2 10-25 jam. Lebih dari 95%
diekskresi melalui urin sebagai konyugat dan 0,3% dalam bentuk utuh. Efek
sampingnya berupa perasaan letih, pusing dan ataksia, hiponatriemina,
gangguan tidur, tremor dan radang kulit.
o Kehamilan dan laktasi. Data untuk ini belum cukup, tetapi zat ini masuk
kedalam air susu ibu dan dapat mencapai kadar mencxapai 50% dan kadar
plasma sang ibu.
o Dosis : monoterapi 1 dd 300 mg d.c. ataup.c., lambat laun dinaikkan sampai
dosis pemeliharaan 2-3 dd 200-400 mg.: politerapi pada epilepsi gaeat dan
yang resisten : 1 dd 300 mg dan lambat laun ditingkatkan sampai dosis
pemeliharaan 2-3 dd 300-1000 mg.

4.3. Fenobarbital : fenobarbiton, Luminal.


• Senyawa hipnotik ini terutama digunakan pada serangan ran mal dan status
epilepticus derdasarkan sifatnya yang dapat memblokir pelepasan muatan
listrik di otak. Untuk mengatasi efek hipnotiknya, obat ini dapat dikombinasi
dengan kofein. Tidak boleh diberikan pada absences karena justru dapat
memperburuknya.
• Resorpsi di usus baik (70-90%) dan kurang lebih 50% terikat pada protein;
plasma-t1/2 panjang, kurang lebih 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan
sehari sekaligus. Sekitar 50% dipecah menjadi p-hidroksifenobarbital yang
diekskresi lewat urin dan hanya 10-30% dalam keadaan utuh.
• Efek samping berkaitan dengan efek sedasinya yaitu pusing, mengantuk,
ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Efek samping ini dapat
dikurangi dengan penambahan obat-obat lain.
• Interaksi. Bersifat menginduksi enzim dan antara lain mempercepat
penguraian kalsiferol dengan kemungkinan timbulnya rachitis pada anak kecil.
Penggunaan bersama valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital
dapat ditingkatkan.
• Dosis : 1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada anakanak 2-
12 bulan 4 mg/kg berat badan sehari; pada status epilepticus dewasa 200-300
mg.
• Metilfenobarbital (mefobarbital, Prominal) juga digunakan pada Petit mal.
Dibandingkan dengan fenobarbital, resorpsi di usus kurang baik 950%). Di
dalam hati zat ini dengan cepat diubah seluruhnya menjadi fenobarbital. Efek

12
sedasi dan hipnotiknya lebih ringan, begitu pula khasiat antikonvulsannya,
maka tidak banyak digunakan lagi. Dosis : 2 dd 100-200 mg

4.4. Primidon : Mysoline

• Struktur kimia obat ini sangat mirip fenobarbital, tetapi bersifat kurang sedatif.
Sangat efektif terhadap serangan Gran mal dan psikomotor. Di dalam hati
terjadi biotransformasi menjadi fenobarbital dan feniletilmalonamida
(PEMA), yang juga bersifat antikonvulsan. Penggunaan lainnya dalah pada
neuralgia trigeminus.
• Efek samping pusing, mengantuk, ataksia dan anoreksia (sementara), juga
anemia tertentu yang dapat diatasi dengan asam folat. Pada anak-anak : mudah
terangsang.
• Dosis : dimulai dengan 4 dd 500 mg (2 tablet), pada hari ke-4 dikurangi
sampai 4 dd 250 mg dan pada hari ke-11 125 mg dan seterusnya.

4.5. Fenitoin : difenilhidantoin, Diphantoin, Dilantin

o Senyawa imidazolin ini tidak bersifat hipnotik sepersi senyawa barbital dan
suksinimida. Fenitoin terutama efektif pada Gran mal dan serangan
psikomotor, tetapi tidak boleh diberikan pada Petit mal karena dapat
memprovokasi absences. Sediaan tablet dari dua pabrik yang berlainan dapat
sangat berbeda kesetaraan biologis (BA) dan kadar darahnya, maka selama
terapi sebaiknya jangan mengganti pabrik.
o Fenitoin merupakan anti-epileptikum dengan indeks terapi yang sangat sempit.
Efek terapi yang optimal terletak pada kadar serum total antara 8-20 mg/L. Di
dalam tubuh 90% dari zat ini terikat pada protein plasma. Kadar albumin
dalam serum yang rendah mengakibatkan peningkatan kadar fenitoin bebas
melampaui kadar terapi (0,5-2 mg/L) dan dapat menyebabkan intoksikasi.
Keseimbangan antara fraksi fenitoin total dan fraksi fenitoin bebas juga dapat
terganggu oleh penyakit fungsi hati atau ginjal, usia lanjut dan juga oleh obat-
obat seperti digoksin, aspirin, derivat kumarin, antideabetika oral dan asam
valproat.
o Resorpsi di usus cukup baik, persentase pengikatan pada protein tinggi,
kurang lebih 90%. Setelah mengalami siklus enterohepatik, akhirnya fenitoin
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk glikuronida (60-75%). plasma-t1/2
rata-rata 22 jam.
o Efek samping yang sering kali timbul adalah hiperplasia gusi dan obstipasi.
Efek lainnya pusing, mual dan bertambahnya rambut/buylu badan. wanita
hamil tidak boleh menggumakan fenitoin karena bersifat teratogen.
o Dosis : permulaan sehari 2-5 mg/kg berat badan dibagi dalam 2 dosis dan
dosis pemeliharaan 2 dd 100-300 mg (gram Na) pada waktu makan dengan

13
banyak minum air. pada anak-anak 2-16 tahun, permulaan sehari 4-7 mg/berat
badan dibagi dalam 2 dosis pemeliharaansehari 4-11 mg/berat badan. Bila
dikombinasi dengan fenobarbital, dosisnya dapat diperkecil.
o Fosfenitoin (cerebyx) adalah ester fosfat dari pro-drug fenitoin yang cepat dan
lengkap diuraikan menjadi fenitoin, formaldehida dan fosfat. Digunakan
sebagai injeksi i.m./infus.

4.6. Diazepam : valium, stesolid, mentalium

• Diazepam digunakan pada epilepsi dan dalam bentuk injeksi i.v. terhadap
status epileptikus. Pada penggunaan oral dan dalam klisma, resorpsinya baik
dan cepat tetapi dalam bentuk suppositoria lambat dan tidak sempurna. sekitar
97-99% diikat pada protein plasma.
• Di dalam hati diazepam dibiotransformasi menjadi antara lain
Ndesmetildiazepam yang juga aktif dengan plasma-t1/2 panjang, antar 42-120
jam. Plasma-t1/2 diazepam sendiri berkisar antara 20-54 jam. toleransi dapat
terjadi terhadap efek antikonvulsinya, sama seperti terhadap efek hipnotiknya.
• Efek sampingnya yaitu mengantuk, termenung-menung, pusing dan
kelemahan otot.
• Dosis : 2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 mg dengan perlahan-lahan (1-2 menit),
bila perlu diulang setelah 30 menit; pada anak-anak 2-5 mg. Pada atatus
epileptikus dewasa dan anak di atas usia 5 tahun 10 mg; pada anakanak
dibawah usia 5 tahun sekali 5 mg. pada konvulsi demam: anak-anak 0,25-0,5
mg/kg berat badan, bayi dan anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg, setelah 5 tahun
10 mg, juga prefentif terhadap demam (tinggi).
• Klonazepam (Rivotril) Adalah derifat klor dari nitrazepam dengan kerja
antikonvulsan lebih kuat. khasiatnya diperkirakan berdasarkan perintangan
langsung dari pusat epilepsi di otak dan juga merintangi penyebaran aktifitas
listrik berlebihan pada neuron lain. Klonazepam terutama digunakan pada
absences anak-anak dan merupakan obat pilihan utama (i.v.) pada status
epileptikus karena khasiatnya lebih kuat dan 2-3 kali lebih cepat daripada
diazepam.
• Kinetik. Sekitar 87% zat ini diikat pada protein plasma dan dimetabolisasi
dalam hati menjadi senyawa metabolit tidak aktif. Plasma-t1/2 18-50 jam,
peroral kadar darah maksimalnya dicapai sesudah 1-3 jam, melalui i.v. setelah
1 menit. Toleransi juga dapat terjadi sesudah beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
• Efek samping yangagak sering terjadi berupa sedasi, mengantuk, pusing dan
cupetnya pikiran, juga kelemahan otot dan sekresi ludah berlebihan, yang
dapat membahayakan pernapasan terutama pada anak-anak. Selama
penggunaan klonazepam dilarang minum alkohol, karena mempengaruhi efek
obat.

14
• Dosis : oral anak-anak 3 dd 0,5-2 mg; dewasa permulaan 0,5 mg sehari,
lambat laun dinaikkan sampai 3 dd 1-3 mg (maksimal 20 mg sehari); dosis
harus dinaikkan dengan dengan berangsur-angsur. Pada status epileptikus i.v.
1 mg (perlahan-lahan), sesudah 30 menit diulang 1 mg; anak-anak 1 dd 0,5
mg.
• Klonazepam (Frisium) Adalah derifat v1,5-benzodiazepin yang dipasarkan
sebagai tranqulizer, tetapi memiliki khasiat antikonvulsann yang sama kuatnya
dengan diazepam. Klonazepam digunakan sebagai obat tambahan pada
absences yang resisten terhadap klonazepam. Tidak dapat dikombinasi dengan
valproat. Sedativa dan hipnotika. Setelah penggunaan melalui oral minimal
87% diresorpsi dan kurang lebih 85% diikat pada protein plasma. Matabolit
utamanya adalah n-desmetikoklobazam yang memiliki sifat antikonvulsan
lemah. Plasma-t1/2 18-30 jam dan diekskresi (81-97%) melalui urin.
• Dosis : oral sehari 5-15 mg, dapat lambat laun ditingkatkan sampai maksimal
80mg sehari.

4.7. Etosuksimida : etilmetilsuksinimids, zarontin

• Derifat pirolidin ini sangat efektif terhadap serangan absence. Efeknya panjang
dengan plasma-t1/2 2-4 hari. Praktis tidak terikat pada protein, ekskresi melalui
ginjal, yaitu 50% sebagai metabolit dan 20% dalam keadaan utuh.
• Efek samping berupa sedasi, antara lain mengantuk dan termenungmenung, sakit
kepala, anoreksia dan mual, juga bersendawa. Leukopenia jarang terjadi tetapi di
samping pemeriksaan hematologi, fungsi hati dan urin perlu dimonitor secara
teratur.
• Dosis : 1-2 dd 250-500 mg sebagai tablet e.c. karena rasanya tidak enak dan
bersifat merangsang.
• Mesuksimida (Celontin) adalah derivat metil dengan sifat dan penggunaan yang
kurang lebih sama. Dosis : 1 dd 300 mg, maksimal 1,2 g sehari.

5. Generasi Kedua

5.1. Felbamat : Taloxa, Felbatol

• Analogon meprobamat ini digunakan sebagai obat tambahan, bila karbamazepin


atau fenitoin tunggal kurang berjhasiat.
• Resorpsi cepat dengan kadar plasma maksimal tercapai dalam 1-4 jam, plasma-
t1/2 12-16 jam. Sekitar 15-30% dari suatu dosis diekskresikan melalui urin dalam
keadaan utuh. Diperkirakan bahwa mekanisme khasiatnya berdasarkan
peningkatan ambang serangan.

15
• Efek samping serius berupa anemia aplastis dan gangguan fungsi hati. Juga mual,
muntah, gangguan penglihatan, pusing dan reaksi alergi pada kulit.
• Dosis : permulaan 0,6-1,2 g di bagi dalam 3-4 dosis, berangsur-angsur dinaikkan
sampai maksimal 3,6 g sehari.

5.2. Gabapentin : neurontin, Alpentin, gabexal.


• Senyawa sikloheksilasetat ini memiliki struktur kimiawi yang berikatan dengan
GABA, tetapi mekanisme kerjanya berlainan. Obat ini digunakan sebagai obat
tambahan pada epilepsi parsial dan untuk penderirita pada siapa antiepileptika
bisa kurang memberikan efek. Disamping itu juga digunakan pada depresi manis
bersama litium dan pada nyeri neuropati dengan efek setelah 1-3 minggu.
• Resorpsi : peroral dalam waktu 2-3 jam sudah tercapai kadar plasma maksimal.
BA kurang lebih 60%, PP ringan sekali dan dapat diabaikan, masa paruhnya 5-7
jam. Diekskresi lengkap melalui urin dalam bentuk utuh.
• Efek samping mengantuk, pusing, ataksia, perasaan letih dan meningkatnya berat
badan.
• Dosis : permulaan 1-3 dd 100-200 mg dan lambat laun ditingkatkan sampai 3 dd
300-400 mg. pada nyeri neuropati 3 dd 600 mg.

5.3. Lamotrigine : lamictal

• Senyawa triazin ini berkhasiat antikonvulsan berdasarkan stabilisasi membran sel


saraf, sehingga menghambat pembebasan neurotransmitter glutamat, yang
berperan penting pada timbulnya serangan epilepsi. Obat ini digunakan antara
lain pada epilepsi Gran mal dan Parsial. Terdapat indikasi bahwa juga efektif
pada depresi aktif.
• Resorpsi cepat dan sempurna dengan kadar plasma maksimal tercapai dalam
waktu 2,5 jam dan plasma-t1/2 sekitar 29 jam. Zat ini diuraikan dalam hati
menjadi dua metabolit N-glukuronida yang tidak aktif dan seluruhnya diekskresi
melalui urin, 8% dalam keadaan utuh.
• Efek samping berupa radang kulit (2-3%) yang biasanya timbul dalam waktu 3
minggu setelah terapi dimulai dan hilang sendirinya setelah pengobatan
dihentikan.
• Dosis : 2 dd 100 mg dan dapat berangsur-angsur ditingkatkan sampai 400 mg
sehari, pemeliharaan 1-2 dd 100 mg.

5.3. Pregabalin (Lyrica0

o Obat ini nadalah analogon dari GABA dan diindikasikan pada terapi tambahan
epilepsi parsial dan untuk penanganan nyeri neuropatis perifer. Bekerja
dengan mempengaruhi secara langsung kalsium (Ca channel) dari sel.

16
o Efek samping terpenting adalah rasa kantuk dan vertigo reversibel (kurang
lebih 25%), yang hilang setelah penggunaan selama 3-4 minggu. Selain itu
juga gangguan ingatan dan konsentrasi, mudah tersinggung, tremor dan
gangguan lambung usus. Berat badan meningkat.
o Dosis : 2-3 dd 75-200 mg.

5.5. Topiramat ; Topamax

o Monosakarida (fructopyranose) ini terutama digunakan sebagai adjuvans pada


epilepsi parsial dan epilepsi luas tonis-klonis. Diserap baik dalam usus (>
80%) dengan BA kurang lebih 50%.
o Dalam hati sebagian (20%) dirombak menjadi beberapa metabolit inaktif, PP
kurang lebih 15% dengan masa paruh diatas 20 jam. Eliminasi melalui urin
untuk 65% dalam bentuk utuh.
o Efek samping mirip pregabalin, kecuali menurunkan berat badan.
o Dosis : Permulaan 1 dd 25 mg a.n. selama 1 minggu, lalu dinaikkan dengan 25
mg/ munggu sampai 1 dd 200 mg (dosis efektif minimal). Kemudian bila perlu
berangsur-angsur dinaikkan sampai maksimal 2 dd 500 mg a.n. Pemeliharaan
2 dd 100-200 mg a.n.

5.6. Vigabatrin : Sabril

o Senyawa heksen ini juga termasuk generasi kedua dan merupakan derivat
sintetik dari GABA. Berkhasiat menghambat secara spesifik enzim
GABAtransaminase yang berfungsi menguraikan GABA. Dengan demikian
kadar neurotransmitter ini meningkat dengan efek antikonvulsan. Obat ini
digunakan sebagai obat tambahan pada pengobatan epilepsi yang kurang
responsnya terhadap antikonvulsan lain.
o Resorpsi cepat (minimal 70%), kadar plasma maksimal tercapai dalam 1-2
jam, t1/2 5-8 jam. Tidak terikat pada protein plasma, praktis tidak
dimetabolisasi dan diekskresi dalam keadaan utuh melalui urin (70% dalam 24
jam).
o Efek samping mengantuk, letih pusing dan sakit kepala, juga gangguan psikis.
Sepertiga dari penggunaan mengalami gangguan penglihatan serius dan
irreversibel setelah digunakan lama (1-3 tahun), maka perlu untuk menjalani
pemeriksaan mata selama pengobatan.
o Kehamilan dan laktasi : Pada hewan percobaan terjadi kelainan pada janin.
Obat ini masuk dalam air susu ibu.
o Dosis : permulaan 1 dd 1 g, lambat laun dinaikkan sampai dosis pemeliharaan
dari 2 dd 1 g- 2 dd 2 g. Anak-anak sehari 40-80 mg/kg berat badan.

5.7. Zonisamida : Zonegran

17
o Adalah suatu derivat dari benzisoksazol sulfonamida yang termasuk dalam
kelompok antikonvulsan baru. Mekanisme kerjanya adalah memblokir
pencetusan reaksi saraf via saluran (channel) Na serta Ca dan dengan
demikian mengurangi menjalarnya serangan epilepsi. Digunakan sebagai obat
tambahan pada epilepsi Parsial.
o Efek samping berupa reaksi terhadap SSP, hipersensitivitas dan pembentukan
batu ginjal.
o Dosis : sebagai monoterapi pada minggu pertama dan kedua 1 dd 100 mg dan
selanjutnya sampai maksimal 1 dd 500 mg. dosis pemeliharan 1 dd 300
mg.5.8. Obat-Obat Baru

5.8.1. Levetirasetam : Keppra

o Adalah suatu senyawa pirolidin yang digunakan sebagai terapi pembantu


terhadap kejang kejang myoklonik dan kejang-kejangt tonik-klonik pada
orang dewasa dan anak-anak 4 tahun.
o Mekanisme kerja antikejangnya tidak diketahui. Setelah penggunaan oral
hampir seluruhnya diabsorpsi dengan cepat dan tidak terikat pada protein
plasma. Ekskresi melalui urin 65% dalam bentuk utuh dan 24% sebagai
metabolit yang tidak aktif.
o Efek samping berupa somnolensi, astenia dan pusing.
o Dosis : sebagai monoterapi oral dengan i.v. permulaan 2 dd 250 mg sampai
maksimal 2 dd 1500mg.

5.8.2. Tiagabin : Gabitril

• Derivat dari asam nipekotin ini digunakan sebagai obat tambahan pada
kejang-kejang parsial orang dewasa. Dapat melintasi barriere otak-darah.
• Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan transpor GABA dan dengan
demikian mengurangi uptake nya pada neuron dan glia.
• Pada pemberian oral diabsorpsi dengan cepat dan terikat pada protein serum
atau plasma dean dimetabolisasi terutama di hati.
• Efek samping timbul cepat pada awal terapi dan berupa pusing-pusing,
somnolensi dan gemetar.

6. Lakosamida ; Vimpat

Asam amino ini digunakan sebagai obat pembantu terhadap serangan parsial orang
dewasa. Juga dapat diberikan dalam bentuk injeksi.
Dosis : oral dan i.v. permulaan 2 dd 50 mg sampai maksimal 2 dd 200 mg.

7. Rufinamida
Banzelm Inoveron senyawa triazol ini juga digunakan terhadap serangan parsial
sebagao obat

18
pembantu.

Dosis : permulaan 2 dd 100 mg pc; maksimal 2 dd 500 mg.

19
8. Depresi
A. Patogenesis Depresi Mayor : Hipotesis Amine

Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin (5-HT).
Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan oleh rendahnya kadar NE otak,
dan peningkatan NE menyebabkan mania. Pada beberapa pasien kadar MHPG (metabolit
utama NE rendah). Hipotesis indolamin menyatakan bahwa rendahnya neurotransmiter
serotonin (5-HT) otak menyebabkan depresi dan peningkatan serotonin (5-HT) dapat
menyebabkan mania. Hipotesis lain menyatakan bahwa penurunan NE menimbulkan depresi
danpeningkatan NE menyebabkan mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT rendah.
Mekanisme kerja obat antidepresan mendukung teori ini – antidepresan klasik trisiklik
memblok ambilan kembali (reuptake) NE dan 5-HT dan menghambat momoamin oksidase
inhibitor mengoksidasi NE. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya
perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat
MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh
enzim monoamin oksidase.
Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan
bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik
yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata.
Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi
depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil.
Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE
(Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan
bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan
sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala
depresi.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa mungkin terdapat hipometabolisme otak di lobus
frontalis menyeluruh pada depresi atau beberapa abnormalitas fundamental ritmik sirkadian
pada pasien-pasien depresi.

20
B. Farmakologi Klinik Antidepresan Indikasi Klinis
• Depresi

Indikasi ini telah diketahui secara luas, meskipun bukti-bukti studi klinis
menyarankan agar obat-obatan digunakan secara spesifik hanya pada episode
depresi mayor.
• Gangguan Panik

Imipramine pertama kali pada tahun 1962 diketahui berdampak pada episode
akut kecemasan yang kemudian dikenal sebagai serangan panic. Dalam banyak
hal, benzodiazepine lebih dianjurkan karena efek klinisnya lebih cepat dan
diterima dengan baik.
• Gangguan Obsesif-Kompulsif

SSRI terbukti sangat efektif untuk menyembuhkan penyakit ini.


• Enuresis
Enuresis merupakan indikasi trisiklik. Bukti kemanjuran untuk indikasi ini
sangat banyak, tetapi terapi obat bukanlah pendekatan yang diinginkan.
• Nyeri Kronis

21
Trisiklik sangat berguna dalam terapi nyeri kronis yang seringkali tidak jelas
apakah keadaan sakit yang sedemikian rupa ini merupakan tanda- tanda depresi
ataukah pasien tersebut mengalami depresi setelah muncul rasa nyeri pada dirinya.
C. Indikasi lain

Bulimia (Fluoxetine), gangguan kurang perhatian (imipramine, desipramine),


fobia social (SSRI), dan gangguan kecemasan umum (SSRI dan MOAI).
D. Pemilihan Obat

Obat antidepresan kemungkinan merupakan obat yang paling sesuai bagi pasien yang
memiliki karakteristik vegetative yang jelas, termasuk retardasi psikomotor, gangguan tidur,
kurang nafsu makan, dan penurunan berat badan sertapenurunan libido.
Trisiklik dan agen-agen generasi kedua dan ketiga yang lain sangat berbeda dalam
tingkatan efek sedasi (yang tertinggi adalah amitriptyline, doxepine, trazodone, dan
mirtazapine; yang terendah protriptyline) dan efek antimuskarinik yang dihasilkan (yang
tertinggi adalah amitriptyline dan doxepine). SSRI pada umumnya tidak memiliki efek
sedative dan terhitung kecil kemungkinannya untuk disalahgunakan hingga overdosis.
Inhibitor MAO membantu pasien yang dideskripsikan sebagai depresi atipikal dalam
membantu identifikasi diri. Pasien depresi yang menunjukkan kecemasan, tanda-tanda fobia,
dan hipokondriasis adalah salah satu dari mereka yang menunjukkan respon baik tehadap
jenis obat ini.
Beberapa dokter menggunakan lithium, sebuah agen antimanik, sebagai terapi primer bagi
depresi. Bagaimanapun sebagian doktertelah menemukan bahwa kombinasi lithium dengan
antidepresan memberikan hasil yang lebih baik dari pemberian antidepresan saja.
Penggunaan potensial lithium adalah untukmencegah pasien mengalami depresi lagi.

E. Dosis

22
F. Efek yang Tidak Diinginkan

23
9. Antidepresan

A. Antidepresan Trisiklik

Sejenis obat yang digunakan sebagai antidepresan sejak tahun 1950an. Antidepresan
trisiklik yang pertama ditemukan adalah impramine. Adapun jenis trisiklik yang lain seperti
amitriptiline, imipramine, trimipramine dan dispramine, dengan dosis 150 –300 mg/hari.
Amoxapine dan trazodone dosis efektif secara klinis : 150 – 600 mg/hari.
Dinamakan trisiklik karena struktur molekulnya mengandung 3 cincin atom. Obat depresi
golongan ini biasanya menyebabkan sedasi dan efek samping antikolinergik, seperti mulut

24
kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, hipotensi ortostatik, kebingungan
sementara, takikardia, dan fotosensitivitas. Kebanyakan kondisi ini adalah efek samping
jangka pendek dan biasa terjadi sertadapat diminimalkan dengan menurunkan dosis obat.
Efek samping toksik termasuk kebingungan, konsentrai buruk, halusinasi, delirium,
kejang, depresi pernafasan, takikardia, bradikardia, dan koma.. Khususnya pada penderita
yang lebih tua, dapat menyebabkan kebingungan, menjadi lambat atau terhenti sewaktu
berkemih, pingsan bila tekanan darah rendah, dan koma. Golongan antidepresan sebaiknya
tidak diberikan pada pasien yang mempunyai masalah detak jantung. Pada pria dapat
mengalami kesulitan untuk dan mempertahankan ereksi, ataugagal ejakulasi.
TCAS atau trisikilk mempunyai efek samping dan kardiologik yang besar. Oleh karena itu
sebaiknya di berikan pada pasien usia muda yang lebih dapat mentolerir efek samping
tersebut. Sampai sekarang golongan ini masih banyak dipakai psikiater untuk mengatasi
depresi yang disertai agitasi.
Kontraindikasi pemberian obat golongan antidepresan ini adalah pasien yang mempunyai
penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati,
epilepsy.
Mekanisme kerja golongan Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin
dan serotonin yang menuju neuron presinaps.
Dibawah ini merupakan salah satu contoh kerja obat trisiklik yaitu:
➢ Imipramin

Imipramin adalah antidepresan dari golongan trisiksik pertama yang dikembangkan pada
tahun 1950 dan mulai tahun 1957 secara klinik mulai digunakan dalam terapi. Merupakan
suatu senyawa derivat dari dibenzazepin yang karena struktur kimianya disebut sebagai
antidepresi trisiklik. Bersama Amitriptilin obat ini obat ini paling banyak digunakan untuk

25
terapi depresi dan dianggap sebagai pengganti penghambat MAO (Monoamin Oksidase)
yang tidak banyak digunakan lagi. Obat ini telah dibuktikan dapat mengurangi keadaan
depresi, terutama depresi endogenik dan psikogenik. Perbaikan berwujud sebagai perbaikan
suasana (mood), bertambahnya aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan,
dan pola tidur yang lebih baik, serta berkurangnya pikiran morbid. Obat ini tidak
menimbulkan euphoria pada orang normal.
Antidepresan trisiklik lebih baik dibanding senyawa penghambat monoamin oksidase dan
menimbulkan efek samping yang lebih rendah. Efek samping tersebut antara lain adalah
mulut kering, mata kabur, konstipasi, takikardia dan hipotensi.
Berdasarkan struktur kimia di atas, Imipramin kemudian ditemukan derivat desmetil yaitu
desipramin (demetilasi imipramin). Imipramin merupakan senyawa prodrug yang di dalam
tubuh akan dimetabolisme di hati secara cepat (N-demetilasi) menjadi bentuk senyawa aktif
desipramin. Potensi relatif dari metabolit desipramin jauh lebih besar dibandingkan dengan
imipramin sendiri.
Hubungan Struktur dan Aktivitas Imipramin

Modifikasi pada sejumlah sistem cincin trisiklik dari golongan antidepresan trisiklin ini
seperti pada cincin dibenzazepin, dibenzasiklohepten danfenotiazin dapat menimbulkan efek
antidepresi yang berbeda.
Modifikasi pada rantai samping
Senyawa menunjukkan aktivitas yang tinggi bila jumlah atom C pada rantai samping
adalah 2 atau 3 (etilamin atau propilamin). Bila jumlah atom C

26
= 1 atau lebih besar dari 3 dan adanya percabangan pada rantai samping akan
menyebabkan senyawa menjadi tidak aktif. Gugus amin pada rantai samping biasanya amin
sekunder, tidak amin tertier seperti pada psikotik. Senyawa akan aktif bila atom N tidak
tersubstitusi atau tersubstitusi dengan gugus metil. Substitusi dengan gugus etil atau gugus
alkil yang lebih tinggi akan menurunkan aktivitas secara drastis dan menimbulkan toksisitas.
Jumlah atom C makin besar maka toksisitasnya semakin besar pula.

Modifikasi pada cincin trisiklik


Adanya substituen 3-Cl, 10-metil dan 10,11-dimetil dapat meningkatkanaktivitas.
Jembatan pada posisi 10, 11-dimetil dapat terbentuk dari –CH2-CH2-
(dihidrodibenzazepin, misalnya desipramin), -CH=CH- (dibenzazepin) atau
-S- (fenotiazin, misalnya desmetilpromazin) dan ketiganya aktif sebagai antidepresi.
Hilangnya jembatan 10, 11 (difenilamin) juga tidak menghilangkan aktivitas antidepresi.
Diduga bahwa jembatan pada posisi 10,11 tidak penting untuk aktivitas antidepresi.
Atom N cincin pada desiparamin dapat diganti dengan atom C (nortriptilin) dan tetap aktif
sebagai antidepresi. Penghilangan salah satu cincin benzene akan menghilangkan aktivitas
antidepresi. Dari 20 turunan fenotiazin, setelah dilakukan uji hanya desmetilpromazin dan
desmetiltriflupromazin yang aktif sebagai antidepresi.

Farmakodinamika Imipramin
Mekanisme kerja Imipramin sebagai antidepresan belum sepenuhnya diketahui. Namun
kemungkinannya Imipramin bekerja dengan cara menghambat ambilan kembali (reuptake)
neuron transmitter seperti norepinefrin dan serotonindi ujung saraf pada sistem saraf pusat.
Berdasarkan struktur kimianya, obat antidepresi golongan trisiklik pada gugus metilnya
terdapat perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai
neurotransmitter. Amin sekunder yang menghambat ambilan kembali norepinefrin dan amin
tertier menghambat ambilan kembali serotonin pada sinap neuron.

27
Farmakokinetika Imipramin
Imipramin diabsorpsi secara cepat di saluran cerna walau tidak sempurna (50%). Kadar
plasma puncak terjadi pada 0,5 – 1 jam setelah pemberian per oral. Dengan waktu paruh 16
jam. Pemberian dosis adalah 100 – 200 mg/hari.

28
Metabolisme Imipramin
Imipramin dimetabolisme di mikrosom hati menjadi metabolit N-desmetil- imipramin
(84%), 2-hidroksiimipramin (10%), dan 10-hidroksiimipramin (6%). Laju demetilasi dari
imipramin berhubungan dengan sitokrom P-450 1A2 and 3A4 sedangkan laju hidroksilasi
berbuhungan dengan sitokrom P-450 2D6 [8] dansitokrom P-450 1A4.
Pada gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa pada Fase I metabolisme, imipramin akan
dimetabolisme menjadi desipramin melalui proses N-demetilasi yang diperantarai oleh enzim
sitokrom P-450 1A2 dan 3A4 menjadi bentuk metabolit aktif desipramin.

Proses metabolisme selanjutnya dari imipramin melalui hidroksilasi oleh enzim sitokrom
P-450 1A4 menghasilkan 2-hidroksiimipramin yang akan dilanjutkan menjadi 2-
hidroksidesipramin.

Selanjutnya 2-hidroksiimipramin dan 2-hidroksidesipramin akan melalui metabolisme fase


II yaitu dengan berkonjugasi dengan glukoronat membentuk konjugat glukoronat melalui
ikatan pada gugus hikroksi. Metabolit yang polar tersebut kemudian dieksresi dari tubuh.

Selective serotonin reuptake inhibitors

Inhibitor ambilan kembali serotonin selektif (Selective serotonin reuptake inhibitors/SSRI)


merupakan grup kimia antidepresan baru yang khas, hanya menghambat

29
ambilan serotonin secara spesifik. SSRI memiliki efek antikolinergik lebih kecil dan
kordiotoksisitas lebih rendah. Golongan obat ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap
system kolinergik, adrenergik atau histaminergik, sehingga efek sampingnya lebiih ringan.
Toleransi lebih banyak terjadi dengan obat antidepresi baru.
Masa kerjanya panjang antara 15-24 jam, fluksetin paling panjang 24-96 jam. Paroksetin
dan fluoksetin dapat meningkatkan kadar antidepresi triksiklik berdasarkan hambatan enzim
CYP. Obat yang termasuk golongan ini adalah:
Fluoksetin Trazodon
Paroksetin Venlafaksin
Sertalin Nefazodon
Fluvoksamin

S-sitalopramin

Interaksi farmakodinamika yang berbahaya akan terjadi bila SSRI dikombinasikan dengan
MAO inhibitor, yaitu akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut
sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kekakuan otot, kejang, kolaps kardiovaskuler
dan gangguan perilaku serta gangguan tanda vital.

➢ FLUOKSETIN

Efek : Fluoksetin merupakan contoh antidepresan yang selektif menghambat ambilan


serotonin. Obat ini sama manfaatnya dengan antidepresan triksiklik dalam pengobatan
depresi mayor. Obat ini bebas dari efek samping antidepresan triksiklik, terutama
antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatana berat badan.

30
Penggunaan dalam terapi : indikasi utama fluoksetin, yang lebih unggul daripada
antidepresan triksiklik, adalah depresi. digunakan pula untuk mengobati bulimia nervosa dan
gangguan obsesi kompulsif. Untuk berbagai indikasi lain, termasuk anoreksia nervosa,
gangguan panik, nyeri neuropati diabetik dan sindrom premenstrual.
Dosis : Dosis diberikan secara oral. Dosis awal dewasa 20mg/hari diberikan setiap
pagi, bila tidak diperoleh efek terapi setelah beberapa minggu, dosis dapat ditingkatkan
20mg/hari hingga 30mg/hari.
Farmakokinetik : Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran R dan enantiomer S
yang lebih aktif. Kedua senyawa mengalami demetilasi menjadi metabolit aktif,
norfluoksetin. Fluoksetin dan norfluoksetin dikeluarkan secara lambat dari tubuh dengan
waktu paruh 1 sampai 10 hari untuk senyawa asli dan 3-30 hari untuk metabolit aktif.
Fluoksetin merupakan inhibitor kuat untuk isoenzim sitokrom P-450 hati yang berfungsi
untuk eliminasi obat antidepresan triksiklik, obat neuroleptika dan beberapa obat antiaritmia
dan antagonis - adrenergik.
Efek samping : efek sampin seperti gangguan fungsi seksual (hilangnya libido, ejakulasi
terlambat dan anorgasme), mual, ansietas, insomnia, anoreksia, berat badan berkurang dan
tremor.
➢ PAROKSETIN

Dimetabolisme oleh CYP 2D6, masa paruh 22 jam. Obat ini dapat meningkatkan kadar
klozapin, teofilin dan warfarin. Iritabilitas terjadi pada penghentian obat secara mendadak.
➢ SETRALIN

Suatu SSRI serupa fluoksetin, tetapi bersifat lebih selektif terhadap SERT (transporter
serotonin) dan kurang selektif terhadap DAT (transporter dopamine). sama dengan fluoksetin
dapat meningkatkan kadar benzodiasepin, klozapin dan warfarin.
➢ FLUVOKSAMIN

Efek sedasi dan efek muskariniknya kurang dari fluoksetin. Obat ini cenderung
meningkatkan metabolit oksidatif benzodiazepin, klozapin, teofilin, dan warfarin, karena
menghambat CYP 1A2, CYP 2C19 dan CYP 3A3/4.
R-S-SITALOPRAM dan S-SITALOPRAM

Selektivitasnya terhadap SERT paling tinggi. Tidak jelas apakah berarti secara klinis.
Metabolismenya oleh CYP 3A4 dan CYP 2C19 meningkatkan interaksinya dengan obat lain.

31
➢ TRAZODON

Trazodon menghambat ambilan serotonin di saraf, ambilan norepinefrin dan dopamine


tidak dipengaruhi. Trazodon berguna bagi pasien depresi disertai ansietas. Obat ini
menimbulkan hipotensi otrostatik, namun biasanya hilang dalam 4-6 jam.
Interaksi obat : Trazodon mengantagonis efek hipotensif klonidin dan metildopa dan
menaikkan kada plasma fenitoin dan digoksin. Berhubung efek sedatifnya harus digunakan
hati-hati bersama dengan depresi SSP yang lain, termasuk alcohol.
Pada pemberian oral, diabsorpsinya secara cepat,biovabilitasnya sempurna, waktu
pencapaian kadar puncak plasma pada keadaan puasa, kira-kira 1,5 jam (0,5-2 jam). Pada
yang tidak puasa kira-kira 2,5 jam. Dianjurkan pemberian setelah makan untuk mengurangi
rasa ngantuk.
Dosis : dosis oral bagi pasien dewasa di RS 150mg/hari dalam dosis terbagi, dinaikkan 50
mg/hari tiap 3-4 hari. Bagi yang depresi berat 400-600 mg/hari. Dosis oral untuk dewasa
rawat jalan 150mg/hari dalam dosis terbagi. Diberikan mala hari, dapat dinaikkan 50 mg/hari
setiap minggu hingga terlihat perbaikan klinik. Pasien tua dan anak-anak, dosis awal 25-
50mg/hari,dinaikkan hingga 100-150 mg/hari dalam dosis terbagi begantung terhadap
responsnya.
Efek samping : menyebabkan efek antikolinergik dan gastrointestinal yang minimal.
Sedasi, mual, muntah, mulut kering, pusing dan hipotensi ortostatik.
➢ VENLAFAKSIN

Venlafaksin dan metabolit aktifnya O-desmetilvenlafaksin bekerja sebagai antidepresi


dengan menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin. Obat ini diindikasikan
untuk depresi, depresi yeng berhubungan dengan sindrom ansietas. Selain itu obat ini juga
efektif untuk gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca trauma, gangguan panik.
Efek samping adalah mual, muntah, pusing, somnolen, insomnia, dan peningkatan tekanan
darah. Seperti efek antidepresi yang mempengaruhi serotonin, obat ini juga menimbulkan
penurunan libido.

Penyekat Monoamin Oksidase


Monoamine Oksidase (MAO) adalah suatu enzim mitokondria yang ditemukan dalam
jaringan saraf dan jaringan lain, seperti usus dan hati. Dalam neuron, MAO berfungsi sebagai
“katup penyelamat” memberikan deaminasi oksidatif dan mengnonaktifkan setiap molekul

32
neurotransmitter (NE, dopamin, dan serotonin) yang berlebih dan bocor keluar vesikel
sinaptik ketika neuron istirahat. Inhibitor MAO dapat mengnonkatifkan enzim secara
irreversibel atau reversibel sehingga molekul neurotransmitter tidak mengalami degradasi
dan karena keduanya menumpuk dalam neuron presinaptik. Hal ini menyebabkan aktivitas
reseptor nerepineprin dan serotonin, dan menyebabkan aktivasi anti- depresi obat. Tiga
inhibitor MAO yang ada untuk pengobatan depresi sekarang: fenelzin, isokarboksazid dan
tranilsipromin;tidak satupun obat sebagai prototip. Penggunaan inhibitor sekarang terbatas
karena pembatasan diet yang dibutuhkan pasien pengguna inhibitor MAO
Cara Kerja
Sebagian besar ihibitor MAO, seperti Isokarboksazid membentuk senyawa kompleks yang
stabil dengan enzim, menyebabkan inaktivasi yang irreversibel. Ini mengakibatkan
peningkatan depot NE, serotonin dan dopamin dalam neuron dan difusi selanjutnya sebagai
neurotransmitter yang berlebih ke dalam ruang sinaptik. Obat ini menghambat bukan hanya
MAO dalam obat, tetapi oksidase yang mengkatalisis deaminasi oksidatif obat dan substansi
yang mungkin toksik seperti tiramin yang ditemukan pada makanan trtentu. Karena itu,
inhibitor MAO banyak berinteraksi dengan obat ataupun obat-makanan.
Meskipun MAO dihambat setlah beberapa hari pengobatan, kerja antidepresan MAO
inhibitor seperti TCA terlambat beberapa minggu. Fenelzin dan tranilsipromin mempunyai
efek stimulan ringan seperti amfetamin.
Penggunaan dalam Terapi
MAOI digunakan untuk pasien depresi yang tidak responsif atau alergi denagn
antidepresan trisiklik atau yang menderita ansietas hebat. Pasien denagn aktivitas psikomotor
lemah dapat memperoleh keuntungan dari sifat stimulasi MAOI ini. Obat ini juga digunakan
dalam pengobatan fobia. Demikian pula subkategori depresi yang disebut depresi atipikal.
Depresi atipikal ditandai dengan pikiran yang labil, menolak kebenaran dan gangguan nafsu
makan.
Farmakokinetik
Obat-obat in mudah diabsorbsi pada pemberian oral tetapi efek antidepresan memerlukan
2-4 minggu pengobatan. Regenerasi enzim jika dinonaktifkan secara irreversibel, berbeda
tetapi biasanya terjadi beberapa minggu setelah penghentian pengobatan. Dengan demikian
jika merubah obat antidepresan , mesti disediakan waktu minimum 2 minggu setelah
penghentian terapi MAOI. Obat ini dimetabolisme dan diekskresikan dengan cepat dalam
urin.

33
Efek samping

Efek samping yang hebat dan sering tidak diramalkan membatasi penggunaan MAOI.
Misalnya tiramin terdapat pada makanan tertentu seperti keju tua, hati ayam, bir dan anggur
merah biasanya diinaktifkan oleh MAO dalam usus. Orang-orang yang menerima MAOI
tidak dapat mengurai tiramin yang diperoleh dalam makanan ini. Tiramin menyebabkan
lepasnya katekolamin dalam jumlah besar, yang tersimpan di ujung terminal saraf, sehingga
terjadi sakit kepala, takikardia, mual, hipertensi, arotmia jantung dan stroke. Karena itu,
pasien harus diberitahu menghindarkan makanan yang mengandung tiramin. Fentolamin atau
prazosin berguna dalam pengobatan denga MAOI dapat berbahaya terutama pasien depresi
berat dengan tendensi bunuh diri. Ada kemungkinan pasien tersebut mengandung tiramin
secara tidak sengaja. Efek samping lain dalam pengobatan MAOI termasuk mengantuk,
hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering, disuria dan konstipasi. MAOI dan SSRI
janga diberikan bersamaan karena bahaya “sindrom serotonin” yang dapat mematikan. Kedua
obat memerlukan pencucian 6 minggu sebelum memberikan yang lain

34
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Epilepsi adalah suatu ganguan
saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran.
Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di
otak. Epilepsi sendiri memiliki 3 jenis yaitu, epilepsi grand mal, petit mal, dan parsial.
Epilepsi grand mal Bercirikan kejang kaku bersamaan kejutan-kejutan ritmis dari
anggopta badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Epilepsi petit mal
Bercirikan serangan yang hanya singkat sekali antar beberapa detik sampai setengah
menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Epilepsi parsial bentuk
serangan umumnya berlangsung dengan kesadaran hanya menurun untuk sebagian tanpa
hilangnya ingatan.

35
Antikonvulsan adalah obat yang digunakan untuk mengembalikan kestabilan
rangsangan sel saraf sehingga dapat mencegah atau mengatasi kejang. Selain mengatasi
kejang, antikonvulsan juga digunakan untuk meredakan nyeri akibat gangguan saraf
(neuropati) atau mengobati gangguan bipolar. Antikonvulsan terbagi menjadi dua
golongan, yaitu obat generasi pertama : berbital, fenitoin, suksinimida, asam valporat,
diazepam, kionazepam, karbamazepin, dam okskarbezepin. Obat generasi kedua :
viogabatrin, lamotrigin dan gabapentin (Neurontin), juga felbamat, topiramat dan
pregabaline. Obat-obat ini umumnya tidak diberikan tunggal sebagai mono terapi sebagai
tambahan dalam kombinasi dengan obat-obat klasik (generasi ke satu).

Mekanisme kerja antikonvulsan dapat dijelaskan berdasarkan 2 prinsip. Pertama


berdasarkan pemblokiran terhadap transpor elektrokimia oleh bsaluran-saluran ion natriu
atau kalsium. Kedua adalah peningkatan penghambatan dari neurontransmitter GABA,
atau penurunan transmisi glutamat.
Pada penggunaan awal dari antikonvulsan harus diperhitungkan pengaruh
penggunaan bersamaan dari antikonvulsan lain (co-medikasi). Kombinasi demikian
dapat menyebabkan induksi enzim (karbamazepin, fenobarbital, fenitoin) atau inhibisi
enzim oleh obatnya sendiri (felbamat, topiramat, valproat). Berdasarkan hal ini ada
kalanya dosis baru dinaikkan untuk memberikan perlindungan secukupnya atau
penurunan dosis untuk mengurangi efek samping.
Efek samping yang paling sering timbul berupa gangguan saluran pencernaan
(nausea, muntah, obstipasi, diare dan hilang cita rasa. Begitu pula efek SSP (rasa kantuk,
pusing, ataxia, mudah tersinggung) sering kali terjadi.
Interaksi antikonvulsan beberapa menyebabkan (auto) induksi enzim hati (sistem-
oksidasi P450), seperti karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan primidon. Oleh karena
itu obat-obat ini dapat saling menurunkan kadarnya dalam darah dengan peningkatan
ekskresinya. Kadar dari antikoagulansia, zat-zat anti-HIV dan steroida (antikonseptiva)
diturunkan. Akibatnya induksi enzim ini telah menimbulkan kehamilan pada wanita
yang menggunakan pil antihamil.
Hipotesis amin didasarkan pada studi mekanisme kerja berbagai jenis antidepresan.
Trisiklik menghambat pompa reuptake amin (neuroepinefrin atau serotonin), yaitu
“off switches” neurotransmitter amin. Dengan demikian member kemungkinan pada
neurotransmitter lebih lama berada pada reseptor. MAO menutup jalan degradasi utama
untuk neurotransmitter amin, sehingga amin dapat lebih banyak menumpuk pada

36
Simpanan presinaptik dan bertambah pula untuk dilepaskan. Simpatomimetik serupa
amfetamin juga menghambat pompa amin tetapi diperkirakan bekerja terutama dalam
peningkatan lepasnya neurotransmitter katekolamin. Ketiga jenis antidepresan obat – obat
di atas dapat memperbaiki defisiensi neurotransmitter amin dengan mekanisme yang
berbeda.

37
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta, hal.
354-356
Katzung, BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 8. EGC : Jakarta BASIC AND
CLINICAL PHARMACOLOGY, 9th Edition, Mc Graw Hill Mycek, MJ dkk. 2001.
Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika : Jakarta
Deckers CLP et al. Antiepileptica, therepiekauze sinds de komst van nieuwe
middelen.Geneesem.Bull 2003;37;47-56

Boon, PAJM. Electrodematjes beschikbar ompatienten met refractaire epilepsi te selecteren


voor epilepsie-chirurgie. NtvG 2006;150:23534

Cohen AF en Brownswijk H. van. Nieuwe geenesmiddelen; zonisamide. NTvG


2006;150:2313

1
PEMBAGIAN JOBDESK

1. Risna Yuni S 010118A120 : MENGERJAKAN MATERI


TENTANG ANTIKONVULSAN)
2. Serly Dwi Aditya 010118A129 :MENGERJAKAN MATERI
TENTANG ANTIKONVULSAN)
3. Eva Duwi RatnaNingrum (010118A052) : MENGERJAKAN MATERI
TENTANG ANTIDEPRESAN)
4. Ovie Intan Ariani (010115A092) : MENGERJAKAN MATERI
TENTANG ANTIDEPRESAN)

Anda mungkin juga menyukai