Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

A.    Pengertian Pengembangan Kurikulum PAI


Kurikulum merupakan salah satu alat untuk membina dan mengembangkan siswa
kearah perubahan perilaku yang dininginkan. Sedangkan kurikulum pendidikan agama islam
ialah membina manusia dan menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.[4]
Menurut Muhaimin kurikulum berasal dari kata Yunani yang semula digerakan dalam
bidang olahraga yaitu curir yang artinya pelari currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni
jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start sampai finish. Pengertian
ini kemudian digunakan dalam pendidikan. Menurut Muhaimin mengutip pendapat Saylor
kurikulum adalah segala usaha sekolah/perguruan tinggi yang bisa menghasilkan atau
menimbulkan hasil-hasil yang dikehendaki, apakah itu di dalam situasi sekolah maupun di
luar sekolah. Muhaimin mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum itu berangkat dari-
ide yang pada gilirannya diwujudkan dalam bentuk program.
Dengan demikian kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia tetapi berasal dari
bahasa latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan
lari. Lapangan tersebut ada batas star dan finish. Dalam lapangan pendidikan pengertian
tersebut dijabarkan bahawa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai
diajarkan dan kapan diakhiri.[5]
Dengan demikian kurikulum itu merupakan program pendidikan bukan program
pengajaran, yaitu program yang direncanakan yang berisi berbagai bahan ajar dan
pengalaman belajar baik yang berasal dari waktu yang lalu, sekarang maupun yang akan
datang. Berbagai bahan ajar yang dirancang tersebut harus sesuai dengan norma-norma yang
berlaku sekarang, diantaranya harus sesuai dengan pancasila, UUD 1945, GBHN, UU
SISDIKNAS, PP No. 27 dan 30, adat istiadat dan sebagainya. Program tersebut akan
dijadikan pedoman bagi tenaga pendidik maupun peserta didik dalam pelaksanaan proses
pembelajaran agar dapat mencapai cita-cuta yang diharapkan sesuai dengan yang tertera pada
tujuan pendidikan.

B.     Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendekatan berati proses, cara, perbuatan
mendekati; atau usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan
orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Jika hal
ini dikaitkan dengan kurikulum, maka pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan
strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang
sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.[6]
C.    Macam - Macam Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Dalam teori kurikulum setidaknya terdapat sembilan pendekatan yang digunakan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu[7]:
1. Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan
didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan
memiliki sistematisaasi tertentu yang berbeda dengan sistematisaasi ilmu lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu
mata pelajaran / mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk
persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Pada tabel tersebut dapat dijelaskan kedudukan dan kaitan yang erat antara beberapa
aspek / mata pelajaran PAI, yaitu Al-Qur’an Hadist yang merupakan sumber utama ajaran
Islam, dalam arti merupakan sumber aqidah (keimanan), syariah (ibadah dan muamalah) dan
akhlaq, sehingga kajiannya berada disetiap unsur tersebut. Akhlaq merupakan sikap hidup
atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (muamalah)
itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem
kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan / seni, iptek,
olahraga / kesehatan dan lain-lain yang dilandasi oleh aqidah yang kokoh. Sedangkan tarikh
atau sejarah islam merupakan perkembangan perjalanan hidup manusia Muslim dari masa ke
masa dalam usaha bersyariah (ibadah dan mualamah) dan berakhlaq serta dalam
mengembangkan sistem kehidupannya yang dilandasi oleh aqidah.
2. Pendekatan Humanistis
Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide
“memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk
menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar
teori, dasar evaluasi, dan dasar pengembangan program pendidikan.[8]
Sebelum menguraikan lebih jauh tentang pendekatan humanistis tersebut dilihat dari
proses kejadiannya manusia itu terdiri atas dua substansi yaitu : (1) substansi jasad atau
materi yang bahan dasarnya dari materi yang merupakan bagian dari alam semesta dan dalam
pertumbuhan serta perkembangannya tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya (aturan, ketentuan,
hukum Allah yang berlaku dialam semesta). (2) substansi immateri/ non jasadi, yaitu
penghembusan atau peniupan ruh (ciptaan-Nya) kedalam dri manusia, sehingga manusia
merupakan benda organik yang mempunyai hakikat kemanusiaan serta mempunyai berbagai
alat potensial  dan fitrah. Dari kedua substansi tersebut yang paling esensial adalah substansi
materi, jasad hanyalah alat ruh dialam nyata ketika ruh terpisah dari jasad maka hal tersebut
disebut maut. Yang mati adalah  jasad, sedangkan ruh masih melanjutkan eksistensinya
dialam barzah.
Dengan demikian, “memanusiakan manusia” berarti usaha memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan alat-alat potensialnya seoptimal mungkin untuk
difungsikan sebagai sarana pemecahan masalah kehidupan, pengembangan iptek sains dan
budaya, serta pengembangan sikap iman dan taqwa.
Berdaasarkan pengertaian tersebut, maka kurikulum PAI dikembangkan dengan
bertolak pada kebutuhan dan minat peserta didik, yang mendorong mereka untuk dapat
mengembangkan alat-alat potensial dan potensi dasar atau fitrahnya, serta mendorongnya
untuk mampu mengemban amanah sebagai abdullah maupun kholifahtullah. Materi ajar
dipilih sesuai minat dan kebutuhannya. Peserta didik menjadi subjek pendidikan, dalam arti ia
menduduki tempat utama dalam pendidikan. Guru atau dosen berfungsi sebagai psikoog yang
memahami segala kebutuhan dan permasalahan peserta didik, ia berperan sebagai bidan yang
membantu peserta didik melahirkan ide-idenya atau sebagai pembimbing, pendorong,
fasilitator dan pelayan bagi peserta didik.[9]
Disamping itu, pendekatan humanistis dapat dilakukan melalui pengembangan tema-
tema PAI yang berupa problem-problem yang aktual dimasyarakat dan banyak menjadi
perhatian para peserta didik. Melaui tema-tema peserta didik dibimbing dan diarahkan untuk
mampu memecahkan masalah tersebut dalam prespektif ajaran dan nilai-nilai Islam ata ajaran
dan nilai-nilai Islam dijadikan sebagai landasan moral dan etika dalam pengembangan iptek
dan budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya. Bisa pula diterapkan dalam pembelajaran
sejarah Islam yang dimaksudkan untuk menggali, mengembangkan dan mengambil  ibrah
dari pelajaran sejarah dan kebudayaan (peradaban Islam), sehingga peserta didik mampu
menginternalisasi dan tergerak untuk meneladani dan mewujudkan dalam amal perbuatan
serta dalam rangka membangun sikap terbuka dan toleran atau semangat ukhwah Islamiyah
dalam arti luas.
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik tujuan
dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai pesera didik tapi lebih
kepada pembentukan perubahan pada peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani.
Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan
instruksional. Dan siswa hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan
pengawasan peraturan sekolah. Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar,
dan siswa boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
3. Pendekatan Teknologis
Pendidikan merupakan upaya menyiapkan peserta didik untuk menghadapai masa
depan perubahan masyarakat yang semakin pesat yang akibat dari perkembangan IPTEK.
Oleh karena itu pengembangan kurikulum pendidikan harus menggunakan pendekatan
IPTEK.[10]
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum bertolak dari analisis
kompetensi  yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang
diajarkan, kriteria sukses, dan stategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan tugas (job analisis)
tersebut. Pembelajaran PAI dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia
menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan,
mengelolah, melaksanakan dan menilainya. Disamping itu, pendekatan teknologis ingin
mengejarkan kemanfaatan tertentu dan menuntut peserta didik agar mampu melaksanakan
tugas-tugas tertentu sehingga proses dan rencana produknya (hasil) diprogram sedemikian
rupaa agar mencapai hasil pembelajarannya (tujuan dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas
dan terkontrol). Dari rancangan proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut
diharapkan dapat dilaksanakan seecara efektif dan efisien serta memiliki daya tarik.
Pendekatan teknologis ini sudah tentu mempunyai keterbatasan, yaitu : ia terbatas pada
hal-hal yang dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajran maupun
produknya. Karna adanya keterbatasan tersebut maka dalam pembelajaran PAI tidak
selamanya menggunakan pendekatan teknologis.[11]
4. Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan
keahlian bertollak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan
memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif dan kollaboratif, akan
dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai mahluk sosial
yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan orang lain, selalu hidup bersama, berinteraksi
dan bekerja sama. Melalui kehidupan bersama dan kerja sama itulah manusia dapat hidup,
berkembang, dan mampu memecahkan berbagai masalah yanng dihadapi. Tugas pendidikan
terutama membantu agar peserta didik mampu menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut
bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakatnya.
Isi pendidikan terdiri dari problem-problem aktual yang dihadapi dalam kehidupan
nyata di masyarakat. Proses pendidikan atau pengalaman belajar peserta didik berbentuk
kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik antar peserta didik
dan guru/dosen dengan sumber-sumber belajar yang lain. Oleh karena itu, dalam menyusun
kurikulum PAI bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat sebagai isi PAI,
sedangkan proses atau pengalaman belajar peserta didik adalah dengan cara memrankan
ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooparatif dan kolaboratif, berupaya mencari
pemecahan terhadap problem tersebut menuju pembentukan masyarakat yang baik.
Kurikulum rekonstruksi sosial sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan
sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang
konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan
dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib sendiri sesuai
arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang
tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini
diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada
dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari
pemerintah sekolah berusaha mengembangna potensi tersebut. Kurikulum rekonstruksi sosial
bertujuan untuk menghadapka peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan
kemanusian. Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa permasalahan yang muncul tidak
harus diperhatikan oleh “pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
5.      Pendekatan Kompetensi
Kompetensi merupakan jalinan terpadu antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan bertindak.  Pendekatan kompetensi
menitikberatkan kepada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. [12] Ciri-ciri
pendekatan ini yakni berfikir teratur sistemik, sasran penilaian lebih difokuskan pada tingkat
penguasaan dan kemampuan memperbaharui diri (regenerative capability).
Prosedur penggunaan pada pendekatan ini[13]:
a.       Menetapkan standar kopetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap
jenis dan jenjang pendidikan
b.      Memerinci perangkat kopetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan.
c.       Menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata
pelajaran (jjika perlu menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan-kegiatan baru yang
relevan.
d.      Mengembangkan silabus.
e.       Mengembangkan skenario pembelajaran
f.       Mengembangkan perangkat llunak (software)/
g.      Mengembangkan sistm penilaian.
6. Pendekatan Sistem (System Aproach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang sling berfungsi, berinteraksi,
berintelasiberinterelasi dan interpendensi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pendekatan
sistem adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk
memahami teori organisasi dan praktik manajemen. Pendekatan sistem ini terdiri atas
beberapa aspek, antara lain[14]: (1) filsafat sistem, yaitu sebagai cara untuk berfikir (way of
thinking) tentang fenomena secara keseluruhan, (2) analisis sistem, yaitu metode atau teknik
dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision
making), (3) manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem di dalam mengelola sistem
organisasi.

7. Pendekatan Berorientasi Pada Tujuan


Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai
dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar.[15]
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
a.         Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
b.         Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi
pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.         Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian
terhadap hasil yang dicapai.
d.        Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam
mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.

8. Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan


Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
a.         Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah,
misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak
berhubungan satu sama lain.
b.        Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa
mata pelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang
studi IPA, IPS dan sebagainya.
c.         Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu,
Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang
terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.
9. Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan
tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia
pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific
management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus
diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian
tugas itu.
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd. ada dua pendekatan yang bisa diterapkan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a.      Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down  atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan
dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan
ini juga dinamakan line staff mode. Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top
down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum
construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum
improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan
kira-kira sebagai berikut:
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan
atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah.
Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja,
selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan
atau direvisi.
Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah
untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.[16]
b.      Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif
dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat
sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang
demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum
(curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan
dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala
menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama,  menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum yang
berlaku.
Kedua,  mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan
misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang
kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain.
Ketiga,  mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai
kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai
dengan situasi dan kondisi lapangan.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus
hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi
atau meminta pendapat teman sejawat.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass
roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi,
sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada
gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.

BAB III
KESIMPULAN
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: Pendekatan kurikulum adalah cara kerja
dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah
pengembangan baik dari materi pembelajaran, proses pembelajaran maupun tujuan
pembelajaran yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik dan bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Pengantar Kurikulum, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001)
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah Madrasah dan
Perguruan tinggi. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005)
Munir, Kurikulum Berbasis TIK. (Bandung : ALFABETA, 2010)
Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. (Jakarta : Bumi Akasara, 2003)
Nasution, S. Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta : Bumi Aksara, 2001)
Syaodih, Nana Syaodih Sukmainata dan Erliana. Kurikulum dan Pembelajaran
Kompetensi. (Bandung : PT Refika Aditama, 2012)
Triwiyanto, Teguh. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta : Bumi Akasara, 2015)
Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan (Jakarta: Kencana 2007
Khaerudin,Mahfud Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Jogjakarta: Nuansa Aksara 2007)

[1]
 Nana Syaodih Sukmainata dan Erliana Syaodih, Kurikulum dan Pembelajaran
Kompetensi. (Bandung : PT Refika Aditama, 2012) hlm 2
[2]
 Munir, Kurikulum Berbasis TIK.  (Bandung : ALFABETA, 2010) hlm 3
[3]
 S. Nasution, Asa-Asas Kurikulum.  (Jakarta : Bumi Akasara, 2003) hlm 6
[4] 
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di sekolah Madrasah dan
Perguruan tinggi. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 10
[5]
 Muhaimin, ibid hlm 12
[6] 
Muhaimin, ibid hlm 139
[7]
 Muhaimin, ibid hlm 140
[8] 
Muhaimin, ibid hlm 142
[9]  
Muhaimin, ibid hlm 144
[10] 
Muhaimin, ibid hlm 163
[11] 
Muhaimin, ibid hlm 163
[12] 
Abu Ahmadi, Pengantar Kurikulum, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001), hlm. 29
[13]
 Teguh Triwiyanto, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta : Bumi Akasara,
2015) hlm 183
[14]
 S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta : Bumi Aksara, 2001) hlm 56
[15] Abuddin, Nata. Manajemen Pendidikan (Jakarta: Kencana 2007) hlm 175.
[16] Mahfud, khaeruddin. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Jogjakarta: Nuansa Aksara
2007) hlm 43.
Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik,
menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:
E.       Pendekatan Berorientasi pada Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai
dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
1.         Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
2.         Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi
pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
3.         Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian
terhadap hasil yang dicapai.
4.         Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam
mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.[8]

F.       Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan


Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
1.    Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya:
sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan
satu sama lain.
2.    Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran
(bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan
sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a.     Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b.     Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
c.     Pendekatan tempat atau daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
3.    Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya:
pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul,
akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.

G.      Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)


Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan
tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia
pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific
management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus
diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian
tugas itu.[9]
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua pendekatan yang bisa diterapkan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[10]
1.        Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down  atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan
dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan
ini juga dinamakan line staff mode.
Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik
untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk
penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement).
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira
sebagai berikut.
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan
kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah.
Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok
kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-
catatan atau direvisi.
Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap
sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
2.        Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari
bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat
sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang
demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum
(curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan
dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala
menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum
yang berlaku.
Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang
relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah
yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain.
Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai
kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai
dengan situasi dan kondisi lapangan.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-
menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa
berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan
melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan
diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang
pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.

BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat
dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh
kurikulum yang lebih baik.
Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum.
Menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A., ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan
kurikulum, yakni pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan
teknologis dan pendekatan konstruksi sosial.
Kemudian oleh Dr. Abdullah Idi, M.Ed ditambahkan 3 pendekatan lagi, yaitu
pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan dan
pendekatan akuntabilitas.
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd membaginya menjadi 2 pendekatan yaitu,
pendekatan top down  (administrative/dari atas ke bawah) dan pendekatan grass roots (dari
bawah ke atas).

DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media


Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan). Jakarta: Kencana

[1] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,


2007
[2] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.77
[3]Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku
Sosial Kreatif,  Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010 hlm.139
[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi, hlm.139-140
[5] Ibid. hlm.140
[6] Ibid., hlm.142
[7] Ibid., hlm.164
[8] Baca Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1993, hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm.200-201
[9] Baca Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993,
hlm.50 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2007, hlm.203
[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.78-81
Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik,
menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:
E.       Pendekatan Berorientasi pada Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai
dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
1.         Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
2.         Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi
pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
3.         Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian
terhadap hasil yang dicapai.
4.         Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam
mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.[8]

F.       Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan


Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
1.    Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya:
sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan
satu sama lain.
2.    Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran
(bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan
sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a.     Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b.     Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
c.     Pendekatan tempat atau daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
3.    Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya:
pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul,
akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.

G.      Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)


Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan
tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia
pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific
management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus
diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian
tugas itu.[9]
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua pendekatan yang bisa diterapkan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[10]
1.        Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down  atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan
dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan
ini juga dinamakan line staff mode.
Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik
untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk
penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement).
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira
sebagai berikut.
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan
kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah.
Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok
kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-
catatan atau direvisi.
Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap
sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
2.        Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari
bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat
sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang
demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum
(curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan
dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala
menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum
yang berlaku.
Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang
relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah
yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain.
Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai
kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai
dengan situasi dan kondisi lapangan.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-
menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa
berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan
melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan
diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang
pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.

BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat
dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh
kurikulum yang lebih baik.
Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum.
Menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A., ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan
kurikulum, yakni pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan
teknologis dan pendekatan konstruksi sosial.
Kemudian oleh Dr. Abdullah Idi, M.Ed ditambahkan 3 pendekatan lagi, yaitu
pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan dan
pendekatan akuntabilitas.
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd membaginya menjadi 2 pendekatan yaitu,
pendekatan top down  (administrative/dari atas ke bawah) dan pendekatan grass roots (dari
bawah ke atas).

DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media


Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan). Jakarta: Kencana
[1] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2007
[2] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.77
[3]Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku
Sosial Kreatif,  Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010 hlm.139
[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi, hlm.139-140
[5] Ibid. hlm.140
[6] Ibid., hlm.142
[7] Ibid., hlm.164
[8] Baca Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1993, hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm.200-201
[9] Baca Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993,
hlm.50 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2007, hlm.203
[10] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.78-81
Pendekatan Kurikulum Berdasarkan Cakupan Pengembangannya
Para Pengembang telah menemukan beberapa pendekatan dalam pengembangan
kurikulum. Berikut ini adalah pendekatan-pendekatan yang dikembangkan para
pengembang.  Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik, menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu :
a.      Pendekatan Berorientasi pada Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai
dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan
adalah:
1.      Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
2.      Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi
pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
3.      Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian
terhadap hasil yang dicapai.
4.      Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam
mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. [11]
b.      Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
1.      Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah,
misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak
berhubungan satu sama lain).
2.      Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa
matapelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang
studi IPA, IPS dan sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a.       Pendekatan Struktur: Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b.      Pendekatan Fungsional: Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam
kehidupan sehari-hari.
c.       Pendekatan tempat atau daerah: Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai
pokok pembicaraan.
3.      Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu,
Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang
terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.
c.       Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability  atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan
tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia
pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific
management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus
diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian
tugas itu.[12]
Dilihat dari cakupan Pengembangannya Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd.,
ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
a.      Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan
dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan
ini juga dinamakan line staff mode. Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top
down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum
construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum
improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan
kira-kira sebagai berikut:
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat
pendidikan. Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan
kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Langkah Ketiga,
apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya
diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Langkah
Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk
mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu. [13]
b.      Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif
dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat
sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang
demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum
(curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan
dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala
menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum
yang berlaku. Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature
yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan
masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain. Ketiga, mengajukan hipotesis
atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan
cara penanggulangannya. Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan
dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Kelima, mengimplementasikan
perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang
dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi atau meminta pendapat teman
sejawat. Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui
grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan
diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang
pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.
3.      Pendekatan Kurikulum Berdasarkan Aspek Perencanaan
Dilihat dari aspek perencanaannya, menurut Zainal Arifin ada beberapa pendekatan
yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Menurut penulis, pendekatan yang
dikemukakan oleh Zainal Arifin sudah merangkum pendapat para ahli lainnya, yaitu:
1.      Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Pendekatan
kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ciri-
ciri pendekatan kompetensi adalah berpikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebiih
difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative
capability)

Prosedur menggunakan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi


lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b)
memerinci perangkat kompetensi yang harap dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan
bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau suatu pelajaran (jika perlu
menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan-kegiatan pendukung lainnya yang relevan, (d)
mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario pembelajaran, (f) mengembangkan
perangkat lunak pembelajaran, dan (g) mengembangkan sistem penilaian.
Bukti penguasaan kompetensi tidak cukup dengan kemampuan lisan saja, melainkan
harus diperagakan dalam bentuk pelaksanaan perbuatan yang nyata dan konkret. Dalam
penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu
sebagai berikut.
Pertama, sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan
saja, tetapi juga tingkat untuk kerjapelaksanaan tugas yang telah ditetapkan. Kedua, kriteria
penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas. kriteria  ini dijabarkan
langsung dari hakikat dan tuntutan tugas yang dapat dikerjakan peserta didik, bukan dari
prestasi rata-rata kelompok atau dari patokan mutlak yang tidak jelas rujukannya. Ketiga,
sasaran utama adalah penguasaan kemampuan dan bukan pada cara atau waktu
pencapaiannya.
Pada pengembangan kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menilai penguasaan kemampuannya atas bahan yang dapat disajikan bahkan sebelum
bahan tersebut dikerjakan. Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah
penjaringan dan pengolahan informasi balikan secara teratur untuk melakukan perbaikan
secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri
baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.
Dalam pembentukan kompetensi perlu diusahakan untuk melibatkan peserta didik
seoptimal mungkin, dengan memberikan kesempatan dan mengikutsertakan mereka untuk
turut ambil bagian dalam proses pembelajaran.[14]
2.      Pendekatan Sistem (System Approach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi,
berinteraksi, berinterelasi dan interdependensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Komponen sistem ada yang sederhana sehingga dapat ditetapkan terlebih dahulu, tetapi ada
juga yang kompleks sehingga belum dapat ditetapkan.
Pendekatan sistem  digunakan juga sebagai suatu sistem berfikir, bahkan sistem
pendekatan ini dikembangkan dalam upaya pembaharuan pendidikan. [15] Inti pendekatan
sistem yang berupa proses adalah merumuskan masalah, mengidentifikasi strategi pemecahan
masalah, dan evaluasi. Misalnya, model Instructional Development Institute (IDI) yang
dikembangkan oleh University Consortium on Instructional Development and Technology
(UCIDT) memiliki langkah-langkah sebagai berikut.[16]
a.       Merumuskan masalah, yang meliputi:
1)      Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah
2)      Menganalisis latar; ciri-ciri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber
3)       Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab, dan penjadwalan.
b.       Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi:
1)      Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara;
2)      Menentukan strategi: pendekatan, metode, media, dan sumber belajar;
3)       Membuat prototype: bahan-bahan, pembelajaran, dan bahan-bahan evaluasi.
c.        Melaksanakan evaluasi, yang meliputi:
1)      Uji coba prototype: melakukan uji coba, mengumpulkan data dan evaluasi
2)      Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode, dan teknik evaluasi.
3)      Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.

3.      Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarificatioa Approach)


Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas
keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya
dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri-ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara
lain: (a) peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru sedikit memberikan
informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sering
menggunakan metode tanya jawab, (d) tidak banyak kritik dan destruktif, (e) kurang
menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan
menghayati pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan dengan jelas, sehingga struktur
kegiatan dapat dipahami oleh peserta didik, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi
kebebasan untuk bekerja dan bertanggung jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa
yang mereka rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas kelompok dengan tugas
perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan berfokus pada prestasi
akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta didik menemukan
sistem nilainya sendiri.
Secara umum, tujuan klarifikasi nilai adalah untuk (a) mengembangkan hubungan
pribadi di antara peserta didik secara lebih baik yang mungkin di antara mereka terjadi
konflik nilai atau untuk mengambil keputusan pada masa mendatang, dan (b) melengkapi
kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Secara khusus,
tujuan dan kegunaan pendekatan klarifikasi nilai adalah (a) mengukur dan mengetahui tingkat
kesadaran peserta didik tentang suatu nilai, (b) menyadarkan peserta didik tentang nilai-nilai
yang dimiliki, baik tingkat maupun sifat. Jika nilai yang dimiliki peserta didik sifatnya
negative, maka tugas guru adalah meluruskan atau mengarahkannya menjadi sifat yang
positif, (c) menanamkan nilai kepada peserta didik melalui contoh nyata atau keteladanan dan
cara-cara yang rasional, yang dapat diterima peserta didik sebagai milik pribadinya, (d)
melatih dan membina peserta didik tentang bagaimana cara menilai, menerima, dan
mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum.[17]

5.      Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)


Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara
mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai
informasi tentang masalah-masalah, keinginan atau harapan, dan kesulitan-kesulitan yang
mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan
multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian. Untuk memperlajari
masalah dan keinginan dari guru tersebut, pengembang kurikulum perlu melakukan
penelitian yang tidak bersifat evaluatif melainkan bersifat stimulatif dan mendorong guru
untuk memberikan informasi yang objektif semata-mata demi kepentingan pengembangan
kurikulum yang lebih baik. Melalui pendekatan ini, guru merasa sangat dihargai karena
pendapat atau saran mereka didengar bahkan dijadikan pertimbangan dalam pengembangan
kurikulum. Pengembang kurikulum harus duduk bersama guru untuk membahas silabus yang
berlaku dan mencari alternatif pemecahannya.
6.       Pendekatan Terpadu
Pendekatan ini bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau satu kesatuan yang bermakna
dan berstruktur. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melinkan suatu
totalitas yang berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Dalam organisasi kurikulum
dikenal dengan kurikulum terpadu dengan sistem penyampaian melalui pembelajaran unit.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum


lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Berdasarkan teori kurikulum, Ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan
kurikulum, yakni pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan
teknologis dan pendekatan konstruksi sosial.
Berdasarkan cakupan pengembangannya, lamdasan pengembangan kurikulum terdiri
dari  5 yaitu : yaitu pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi
bahan dan pendekatan akuntabilitas.  pendekatan top down (administrative/dari atas ke
bawah) dan pendekatan grass roots (dari bawah ke atas).
Berdasarkan Aspek Perencanaannya, pendekatan pengembangan kurikulum terdiri
dari pendekatan kompetensi (competency Approach), pendekatan sistem ( system Approach),
pendekatan klarifikasi nilai, (value clarification Approach), pendekatan comprehensive
Approach), pendekatan yang berpusat pada masalah ( problem- centered Approach),  dan
pendekatan terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

Subandijah, 1986, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, Grafindo.

Idi, Abdullah, 2007 Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta,  Ar-Ruzz


Media.

Sanjaya, Wina, 2010, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta,  Kencana.
Noeng, Muhadjir, 2000,  Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku
Sosial Kreatif, Yogyakarta, Rake Sarasin.

Depdikbud.Kurikulum 1978.1979.

Muhaimin, 2010, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan


Perguruan Tinggi, Jakarta,  PT. Raja Grafindo Persada.

Nasution. 1993, Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Arifin Zainal, 2011, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT Remaja


Rosdakarya.

Hamalik oemar, 2007, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja


Rosdakarya.

E mulyasa, 2009, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta, PT Bumi


aksara

[1] Depdikbud.Kurikulum 1978.1979. hlm 37


[2] Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986) hlm.37
[3] Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007)
hlm.20
[4] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.77
[5]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi. ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010)   hlm.139-140
[6] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial
Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000). Hlm 139
[7] Ibid,
[8]  ibid
[9] ibid
[10] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993)
hlm.28
[11] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007),
hlm.200-201
[12] Nasution.Pengembangan Kurikulum.(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993) hlm.50
[13] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.78-81
[14] .E mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi
aksara), 2009, hlm 185
[15] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2007) hlm 38

[16] Arifin Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja


Rosdakarya), 2011, hal 118-119
[17], ibid hlm 120

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dalam teori kurikulum setidaknya ada dua pendekatan yang digunakan untuk
mengembangkan kurikulum, yaitu pendekatan administrasi (administrative approach)  dan
pendekatan akar rumput (grassroots approach) penjelasannya sebagai berikut:

1.    Pendekatan pengembangan kurikulum dengan sistem komando dari atas ke bawah (top


down).
2.    Pengembangan kurikulum yang diawali dengan inisiatif dari bawah, lalu disebarluaskan
pada tingkat yang lebih luas, sering jug dinamakan (battom up.[23]

Pengembangan Kurikulurn (curriculum development) adalah: the planing of learning


opportunities intended to bring about certain desered in pupils and assesment of the extent to
wich these changes have taken piece (Audrey Nichols & S. Howard Nichools). Rumusan ini
menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan
belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah pcrubahan-perubahan yang
diinginkan dan menilai hingga bagaimana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri
siswa. Sedangkan yang dimaksud kesempatan belajar (learning Opportunity) ialah hubungan
yang telah direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan peralatan, dan
lingkungan dimana belajar yang diinginkan diharapkan terjadi.[24] Ini terjadi bahwa semua
kesempatan belajar direncanakan oleh guru, bagi para siswa sesungguhnya adalah
“kurikulurn itu sendiri”. Pengembangan kurikulum adalah proses siklus, yang meliputi empat
unsur. yakni:

a.    Tujuan : mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbangan


tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject
course) maupun kurikulum secara menyeluruh.
b.    Metode dan material : mengembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan
material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tadi yang serasi menurut pertimbangan guru.
c.   
14
 
Penilaian (assesment) : menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu dalam
hubungan dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.
d.   Balikan (feedIack) : umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh yang pada gilirannya
menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.

16
 
Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan sebagai satu disiplin ilmu perlu
bahkan seharusnya mendapat perhatian secara khusus dan menempati kedudukan dan fungsi
sentral dalam sistem pendidikan, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan secara
multidimensional, sebagai berikut :
1.    Kebijakan nasional dalam rangka pembangunan nasional berkenaan dengan sistem
pendidikan nasional.
2.    Kurikulum menempati kedudukan sentral.
3.    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan kebutuhan
pembangunan dan memenuhi keperluan sistem pendidikan.
4.    Kebutuhan,  tuntutan, aspirasi masyarakat yang terus berubah.
5.    Tuntutan profesionalisasi dan fungsionalisasi ketenagaan.
6.    Upaya pembinaan disiplin ilmu.

19
 
Sesuai definisi tentang kurikulum tersebut diatas maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengembangan kurikulum pendidikan agama islam adalah :

1.    Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI.


2.    Proses yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainya
 untuk menghasilkan kurikulum PAI yang baik.
3.    Kegiatan penyusunan (desain).pelaksanaan, penilaian, dan
penyempurnaan kurikulum PAI.
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya tedapat lima pendekatan yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan subjek akademis, pendekatan
humanistis, pendekatan akselerasi, pendekatan rekonstruksi sosial, pendekatan teknologis,
pendekatan fenomenologis, dan pendekatan problem peserta didik.[25] Adapun pendekatan-
pendekatan pengembangan kurikulum pendidikan agama islam antara lain:
[1]Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 2.
[2]Ibid, hlm. 3.
[3]Landasan kurikulum yang kokoh mendasarkan pada pemikiran dan penelitian secara
mendalam sebagai hasil kerja intelektual yang dilakukan secara teliti dan sistematis terhadap
praktik pendidikan. Lihat Imam Effendi, Pengembangan Kurikulum Madrasah Aliyah
Implikasinya terhadap Karakter Pendidikan Islam (Yogyakarta: PPS.IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2004), hlm. 60.
[4]Nasution, Pengembangan Kurikulum (Bandung: Citra Adirya Bakti, 1991), hlm. 9.
[5]Siregar dan Nara, Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: UNJ, 2010). Lihat
Fatah Santoso dkk, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga, 1988), hlm. 1. Lihat Nurhadi, Kurikulum 2004, hlm. 3-9. Lihat
Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 27-28.
[6]Fatah Santoso dkk, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga, 1988), hlm. 1. Lihat Nurhadi, Kurikulum 2004, hlm. 3-9. Lihat Rahmat, Inovasi
Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta: Magnum, 2010), hlm 31-35. Lihat
Sukmadinanat, Penembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 3.8 dan 6.5. Lihat Nurhadi, Kurikulum 2004, hlm. 3-9. Lihat
Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 28-34.
[7]Abdul Majid dan Dian Andriani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004 ), hlm. 56.
[8]Undang-undang No. 30 Tahun 2003, BAB I pasal I ayat I, BAB II pasal 3, yang erat
kaitannya dengan dasar filosofis KTSP PAI. 
[9]Rahmat, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta: Magnum, 2010), hlm.
31.
[10]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1997 ), hlm. 20.
[11]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 29.

[12]Pergeseran pengelolaan tersebutberimplikasi pada penyempurnaan kurikulum pada jenjang


pendidikan dasar dan menengah. Lihat Nurhadi, Kurikulum 2004, hlm. 3.
[13]Rahmat, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta: Magnum, 2010), hlm.
31-32.
[14]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 30.
[15]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 31. Lihat Ibit, hlm. 2.14-2.15
[16]Pada hakikatnya, kurikulum digunakan untuk melayani harapan masyarakat. Oleh karena
itu, dalam mengembangkan kurikulum harus didasarkan pada ide, kreativitas, pikiran, dan
inisiatif dari guru, sekolah/madrasah, dan masyarakat. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 118.
[17]Dalam melaksanakan pembelajaran seorang guru harus memerhatikan dan memahami
keadaan (psikologi) peserta didik sehingga dapat memperlakukannya dengan tepat dan
bijaksana. Lihat Sumadi Suryobroto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998), hal. 2. Lihat Nana Saodih Sukmodinata, Landasan Psikologi Pendidikan (Bandung:
Remaja Roosdakarya, 2003), hal. 22.
[18]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1997), hlm. 25.
[19]Dalam melaksanakan pembelajaran seorang guru harus memerhatikan dan memahami
keadaan (psikologi) peserta didik sehingga dapat memperlakukannya dengan tepat dan
bijaksana. Sumadi Suryobroto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998),
hal. 2. Lihat Nana Saodih Sukmodinata, Landasan Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja
Roosdakarya, 2003), hal. 22.
[20]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 33.
[21]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 34.
[22]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 32.
[23]Hermawan dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2008), hlm. 2.23. Lihat Rahmat, Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012), hlm. 34.
[24]Zais and Robert, Curriculum: Principles and Foundation (New York: Harper and Row,
Publisher, 1976 )
[25]Dakir, Perencanan dan Pengembangan Kurikulum  (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 76.
Lihat Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing,
2012), hlm. 34-41.
[26]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 35.
[27]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah,
dan Pergaruan Tinngi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 142.
[28]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 37.
[29]Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012),
hlm. 35. Lihat Hermawan dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008), hlm. 2.17.
[30]Salim, Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus
Indonesia (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm. 24-25. Lihat Rahmat, Pengembangan dan
Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012), hlm. 38-40.
[31]Kevin Mc Donald: Alain Tauraine, dalam Peter Beilharz (ed) Teori-teori Sosial;
Observasi Kritis Terhadap Filosofis Terkemuka, cet ke 5, terj. Sigit Jatmiko (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 339-350. Lihat Rahmat, Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012), hlm. 38-40.
[32]Secara teoritis, perubahan nilai dalam masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktordeterminan, seperti tension (ketegangan) internal. HAR. Gibb, Modern in Islam (New
York: Octagon Books, 1978), hlm. 17. Perubahan ini dipengaruhi adanya tuntutan
modernisasi, demokrasi, kontak dengan budaya luar, perkembangan IPTEK, munculnya sikap
terbuka, toleransi, dan lain-lain. Lihat Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja
Gafindo, 1999), hlm. 363-364. Lihat Rahmat, Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012), hlm. 38-40.
[33]Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar pedagogis Transformatif untuk
Indonesia (Jakarta: PT. Grasindo bekerja sama dengan Center for Education and Comunity
Development Studies, 2002), hlm. xxxix. Lihat Rahmat, Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing, 2012), hlm. 38-40.
[34]Ibid. Lihat Sutrisno, “Pendidikan (Agama) Islam Berorientasi pada Subyek Didik”  Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Pendidikan Islam (Yokyakarta: UIN Sunan
Kalijaga, 2011), hlm. 7. Lihat Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta:
Baituna  Publishing, 2012), hlm. 40-41 
[35]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (Yogjakarta: Pustaka Pelajar
2005) hlm. 6.
[36]Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta : Rineka Cipta 2004) hlm.
21.
[37]Rahmat, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta: Magnum, 2010), hlm.
215. Lihat Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna  Publishing,
2012), hlm. 13-14

Model-model Pengembangan Kurikulum di Indonesia


1.      Kurikulum tahun 1964
Bersifat tradisonal yaitu pendidikan dan pengajaran dimaksudkan untuk memberi pelajaran
kepada siswa dengan ciri khusus yakni:
Tujuan pembelajaran hanya memberi bekal kepada siswa agar mampu melanjutkan kejenjang
selanjutnya.
Pembelajaran hanya menekankan penguasaan materi saja.
Pola pembelajaran satu arah (guru aktif siswa pasif)
Organisasi kurikulumnya bervariasi Khusus untuk sekolah kejuruan antara teori dan praktik
dipisahkan. Mata pelajaran PAI masuk kedalam pelajaran budi pekerti.
2.      Kurikulum tahun 1968
Mata pelajaran PAI yang awalnya masuk dalam pelajaran budi pekerti pada tahun 1968 resmi
menjadi mata pelajaran sendiri yakni mata pelajaran PAI karna PKI dibubarkan, sehingga
lebih mengarah kepada Pancasila sebagai dasar Negara RI.
3.      Kurikulum tahun 1975
Adanya kurikulum yang mengajarkan bahwa pembelajran harus memperhatikan lingkungan
yang ada disekitar dimana tempat pembelajaran dilaksanakan. Kurikulum 1975 mulai
mengenal PPSI(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
4.      Kurikulum tahun 1984
Pola pembelajaran dua arah yakni siswa ikut aktif dalam mempelajari mata pelajaran tertentu.
Kurikulum 1984 mengenal adanya sistem semester untuk jenjang SMP dan SMA sedangkan
SD catur wulan (cawu).
5.      Kurikulum tahun 1994
Adapun pengembangan kurikulum pada tahun 1994 yakni:
a)      Adanya penerapan muatan lokal
b)      Konsep link dan match (keterkaitan dan kesepadanan) antara penddikan dengan dunia kerja
c)      Peningkatan wajib belajar yang awalnya 6 tahun menjadi 9 tahun.
6.      Kurikulum tahun 1999
Karena adanya era reformasi maka Kurikulum 1999 disebut kurikulum suplemen yaitu
adanya pelajaran yang bisa tetap diajarkan dan ada yang tidak yakni pelajaran P4 (Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
7.      Kurikulum tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK)
Ciri khusus KBK yakni:
a)      Lebih memgutamakan kemampuan
b)      Menekankan bantuan alat
c)      Evaluasi lebih menekankan kepada kemampuan atau percepatan masing-masing siswa.
d)     Berbasis kinerja: lebih menekankan kinerja.
8.      Kurikulum tahun 2006/2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP memberikan kebebasan pada masing – masing sekolah, KTSP memberikan kebebasan
atau otonomi pada tingkat sekolah. Artinya kepada sekolah dan guru memiliki keluasan
dalam mengembangkan kurikulum secara tepat dan proporsional.

9.      Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 mencoba mengurangi beban guru secara adminstratif yang kemudian guru
hanya akan terfokus pada proses pembelajaran. Kurikulum 2013 dirancang dengan
karakteristik sebagai berikut:
a.       Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin
tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik
b.      Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari dissekolah ke masyarakat dan
memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar
c.       Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan serta menerapkan dalam berbagai
situasi disekolah dan masyarakat
d.      Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam
kompetensi dasar mata pelajaran.

Anda mungkin juga menyukai