Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memper-
hatikan pola pembelajaran tertentu, hal ini sesuai dengan pendapat Briggs
(1978:23) yang menjelaskan model adalah “seperangkat prosedur dan
berurutan untuk mewujudkan suatu proses” dengan demikian model
pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk
melaksanakan proses pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran pada hakekatnya
merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik,
baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk
komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan disepakati oleh pihak-pihak
yang sehubungan dalam proses pembelajaran sehingga menunjukkan
adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau fungsi belajar bagi si
peserta belajar.
B. Rumusan masalah
1. Pengertian Model Desain
2. Macam- macam Model Desain Pembelajaran PAI?
3. Pola – pola Pengembangan Desain Pembelajaran?
4. Perbedaan Model – model Desain Pembelajaran PAI?
C. Tujuan
1. Mengetahui macam-macam model desain pembelajaran PAI.
2. Mengetahui berbedaan masing-masing model desain pembelajaran PAI.
3. Agar dapat membuat desain pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Desain Pembelajaran


Secara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan.
Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai barang atau benda
tiruan dari benda sesungguhnya, misalnya globe merupakan bentuk dari
bumi. Selanjutnya istilah model digunakan untuk menunjukkan pengertian
petama sebagai kerangka proses pemikiran.[1]
Jadi Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata
lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Di luar istilah tersebut dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah
desain pembelajaran. Jika model pembelajaran lebih berkenaan dengan
pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain
pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu
sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran
tertentu. Herbert Simon mengartikan desain sebagai proses pemecahan
masalah yang memiliki tujuan untuk mencapai solusi terbaik dalam dalam
memecahkan masalah dengan memanfaatkan seumlah informasi yang
tersedia.
Gagne (1992) menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk
membantu proses belajar siswa, dimana proses belajar itu memiliki
tahapan segera dan tahapan jangka panjang. Menurut Gagne dalam proses
belajar seorang siswa dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Sedangkan desain pembelajaran berkaitan dengan
faktor eksternal yaitu pengeturan lingkungan dan kondisi yang
memungkinkan siswa dapat belajar.
Shambaugh menjelaskan tentang desain pembelajaran yakni sebagai “ an
intellectual process to help teachers systematically analyze learner needs
and construct structures possibilities to responsively address those needs.”
Dengan demikian dapat diartikan bahwa suatu desain pembelajaran
diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran
kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan
tersebut.

Pendapat yang lebih spesifik dikemukakan oleh Gentry yang berpendapat


bahwa desain pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan
pembelajaran, strategi dan tekhnik untuk mencapai tujuan serta
merancang media yang dapat digunakan untuk pencapaian efektivitas
pencapaian tujuan. Selanjutnya ia menguraikan bahwa penerapan suatu
desain pembelajaran memerlukan dukungan dari lembaga yang akan
menerapkan, pengelolaan kegiatan, serta pelaksanaan yang intensif
berdasarkan analisis kebutuhan.
Dari beberapa pengertian diatas maka desain instruksional berkenaan
dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk
mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan
tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan
strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode,
tekhnik dan media yang dapat dimanfaatkan seta tekhnik evaluasi untuk
mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan.
Sedangkan Para ahli dalam bidang perencanaan merumuskan desain
dengan definisi bahwa desain adalah salah satu aspek dari proses
pengembangan yang terdiri dari enam fase. Untuk mengembangkan
berbagai bentuk atau aktifitas baru yang dianalisis sebagai proses yang
terdiri dari enam karakteristik yang saling berhubungan yaitu :
1. Riset (analisis)
2. Desain (sintesisi)
3. Produksi (formasi)
4. Distribusi(penyebaran)
5. Utilisasi (kinerja)
6. Eliminasi (penghentian)
Dalam mendesain pembelajaran harus diawali dengan studi kebutuhan
(need assasment), sebab berkenaan dengan upaya untuk memecahkan
persoalan yang berkaitan dengan proses pembelajaran siswa dalam
mempelajari suatu bahan atau materi pelajaran.
B. Macam-macam Model Desain Pembelajaran PAI
1. Model Briggs
Pengembangan intruksional model briggs ini berorientasi pada rancangan
sistem dengan sasaran guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan
intruksional maupun tim pengembang intruksional yang anggotanya
meliputi guru, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media,
dan perancang intruksional.

Model pengembangan intruksional briggs ini bersandarkan pada prinsip


keselarasan antara:
1. Tujuan yang akan di capai
2. strategi untuk mencapainya.
3. Evaluasi keberhasilannya, yang dalam bahasa sehari-hari dapat di
nyatakan bentuk pertanyaan :
a) Mau kemana?
b) Dengan apa?
c) Bilamana sampai tujuan?
Dengan mengutup pendapat briggs (1977), berdasarkan 3 prinsip dasar
pengembangan yang dipakai, urutan kegiatan pengembangan intruksional,
menurut Briggs adalah sebagai berikut :
• Mau kemana? meliputi:
1. Identifikasi masalah/ tujuan
2. Rumusan tujuan dalam perilaku belajar
3. Penyusunan materi silabus
4. Analisis tujuan
• Dengan apa? Meliputi:
1. Analisis tujuan
2. Jenjang belajar dan strategi intruksional
3. Rancangan intruksional (guru)
4. Strategi intruksional (tim pengembangan intruksional)
• Bilmana sampai tujuan? Meliputi:
1. Penyusunan es
2. Evaluasi formatif
3. Evaluasai sumatif
Berdasarkan pendapat Briggs tersebut, secara keseluruhan model
pengembangan itruksional dari Briggs, terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Identifikasi kebutuhan/ penetu tujuan
Dalam langkah ini Briggs menggunakan pendekatan bertahap 4 yaitu:
mengidentifikasi tujuan kurikulum secara umum dan luas, menentukan
prioritas tujuan, mengidentifikasi kebutuhan kurikulum baru, dan
menentukan prioritas remedialnya.
2) Penyusunan garis besar kurikulum/ rincian tujuan kebutuhan
intruksional yang telah di tuangkan dalam tujuan-tujuan kurikulum
tersebut pengujiannya harus di rinci, disusun dan di organisasi menjadi
tujuan-tujuan yang lebih spesifik.
3) Perumusan tujuan
Sesudah tujuan kurikuler yang bersifat umum di tentukan dan diorganisasi
menurut tujuan yang lebih khusus, tujuan sebaiknya dirumuskan dala
tingkah laku belajar yang dapat di ukur.Analisis tugas/ tujuan
Dalam langkah ini perlu di adakan analisis terhadap tiga yaitu:
a) Proses informasi : untuk menetukan tata urutan pemikiran yang logis
b) Klasifikasi belajar untuk mengedidentifikasi kondisi belajar yang
diperlukan
c) Tugas belajar untuk menentukan persyaratan belajar dan kegiatan
belajar mengajar yang sesuai.
• Penentuan tujuan menganalisis tujuan
• Rincian tujuan penyiapan evaluasi hasil belajar
• Rumusan tujuan sekuers dan jenjang belajar
Penentuan kegiatan belajar
5) Penyimpanan evaluasi hasil belajar
6) Menentukan jenjang belajar
7) Menentukan kegiatan belajar
Penentuan strategi intruksional ini di tinjau dari dua segi yaitu: dari segi
guru sebagai perancang kegiatan intruksional dan menurut tim
pengembangan intruksional. Dalam pengembanganstrategi intruksional
oleh guru ini, guru perlu menjabarkan strategi dalam teknik-teknik
mengajar dalam fungsinya sebagai penyeleksi materi pelajaran. Kegiatan
yang perlu dilakukan guru dalam pengembangan strategi intruksional ini
meliputi: pemilihan media, perencanaan kegiatan belajar, pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar dan pelaksanaan evaluasi belajar.
Sedangkan dalam pengembangan strategi intruksional yang dilakukan oleh
tim pengembangan terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:penentuan stimulus belajar yaitu stimulus apa yang paling sesuai
untuk TIK tertentu,pemilihan media, penentu kondisi belajar, perumusan
strategi pengembangan media, evaluasi formatif, dan penyusunan
pedoman pemanfaatan.
8) Pemantauan bersama
Pada pemantauan bersama ini di lakukan oleh guru sebagai perancang
kegiatan intruksional dan tim pengembangan intruksional.

9) Evaluasi formatif
Evaluasi ini untuk memperoleh data dalam rangka revisi dan perbaikan
materi bahan belajar.
10) Evaluasi sumatif
evaluasi ini untuk menilai sistem penyampaian secara keseluruhan pada
akhir kegiatan.[2]
2. Model Gerlach dan Ely
Model pengebangan intruksional yang di kembangan Gerlach dan Ely ini
maksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurutnya
langkah0langkah dalam pengembangan intruksional terdiri dari:
1) Merumuskan tujuan intruksional
2) Menentukan isi materi pelajaran
3) Menetukan kemampuan awal peserta didik
4) Menentukan teknik dan strategi
Strategi merupakan pendekatan yang dipakai guru dalam memanipulasi
informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan tugas/ peran peserta
didik dalam kegiatan belajar mengajar. Jadi tahap ini guru harus menetkan
untuk dapat mencapai tujuan intruksional secara baik.
5) Pengelompokan belajar
Pada tahap ini guru harus menentukan bagaimana kelompok belajar akan
di atur.
6) Menentukan pembagian waktu
Dalam langkah ini guru harus menentukan alokasi waktu penyajian sesuatu
strategi dan teknik yang digunakan.
7) Menentukan ruang
Dalam menentukan ruang perlu memperhatikan jumlah peserta didik dan
strategi yang di gunakan.
8) Memilih media intruksional yang sesuai
Pemilihan media ini harus menunjang pencapaian tujuan intruksional dan
sesuai dengan strategi dan teknik yang digunakan
9) Mengevaluasi hasil belajar
Untuk menilai sejauh mana tujuan intruksioanal tercapai, maka evaluasi di
kembangkan berdasarkan tujuan intruksional
10) Menganalisis umpan balik
Yang dilakukan dalam rangka untuk menyempurnakan/ perbaikan
itruksional.[3]

3. Model kemp
Model desain system interuksional yang dikembangkan oleh Kemp
merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp pengembangan
desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen, yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala
yang timbul.komponen-komponen itu digambarkan oleh Kemp seperti
yang digambarkan pada gambar di bawah ini.
Model system intruksional yang dikembangkan Kemp ini tidak ditentukan
dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan.
Mengembangkan sistem instruksional, menurut Kemp dari mana saja bisa,
asal saja urutan komponen tidak diubah, dan setiap komponen itu
memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu
model Kemp, dilihat dari kerangka sistem merupakan model yang sangat
luwes.
Komponen-komponen dalam suatu desain instruksional menurut Kemp
adalah:
1. Hasil yang ingin dicapai
2. Analisi tes mata pelajaran
3. Tujuan khusus belajar
4. Aktivitas belajar
5. Sumber belajar
6. Layanan pendukung
7. Evaluasi belajar
8. Tes awal
9. Karakteristik belajar
Kesembilan komponen itu merupakan suatu siklus yang terus-menerus
direvisi setelah dievaluasi baik evaluasi sumatife maupun formatife dan
diarahkan untuk menentukan kebutuhan siswa, tujuan yang ingin dicapai,
prioritas, dan berbagai kendala yang muncul.[4]
4. Model Banathy
Model desain sistem pembelajaran dari Banathy berbeda dengan model
Kemp. Model ini memandang bahwa penyusunan sisten instruksional
dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam
mendesain suatu program pembelajaran yakni:

1. Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan pengembangan


sistem maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan arah yang
harus dicapai oleh siswa atau peserta didik.
2. Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai perumusan
tujuan. Melalui rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa setiap tujuan
ada alat untuk menilai keberhasilannya.
3. Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni kegiatan
mengiventarisasi seluruh kegiatan belajar-mengajar, menilai kemampuan
penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan kegiatan
yang mungkin dapat diterapkan.
4. Merancang sistem, yaitu kegiatan menganalisis sistem menganalisis
setiap komponen sistem, mendistribusikan dan mengatur penjadwalan.
5. Mengimplementasi dan melakukan kontrol kualitas sistem, yakni
melatih sekaligus menilai efektifitas sistem, melakukan penempatan dan
melaksanakan evaluasi.
6. Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.
Manakala kita lihat langkah 1-4 merupakan tahapan dalam rangka proses
rancangan, sedangkan tahap 5 dan 6 adalah tahap pelaksanaan dari
perencanaan yang sudah dirumuskan.[5]
Spesifikasi tujuan
Tujuan Sistem
III. Menganalisis dan Merumuskan Kegiatan Belajar
I. Menganalisis dan merumuskan
II. Kiteria tes
Menilai Kemampuan
Identifikasi Kegiatan belajar
Inventarisasi Kegiatan Belajar
5. Model Dick and Cery
Seperti desain model banathy, dalam mendesain pembelajaran model Dick
and Cery harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran
umum. Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus
yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta
menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu.
Mengapa hal ini perlu dirumuskan? Oleh sebab rumusan kemampuan
khusus harus berpijak dari kemampuan dasar atau kemampuan awal.
Manakala telah dirumuskan tujuan khusus yang harus dicapai selanjutnya
dirumuskan tes dalam bentuk Criterion Reference Test, artinya tes yang
mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus.
Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya dikembangkan strategi
pembelajaran, yakni scenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan
dapat mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan bahan-
bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan.
Langkah akhir dari desain adalah melakukan evaluasi, yakni evaluasi
formatife dan evaluasi sumative. Evalusi formative berfungsi untuk menilai
evektivitas program dan evaluasi sumatife berfungsi untuk menentukan
kedudukan setiap siswa dalam penguasaan materi pelajaran. Berdasarkan
hasil evaluasi inilah selanjutnyadilakukan umpan balik dalam merevisi
program pembelajaran.[6]
6. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) adalah model
yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan
kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan
pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai
pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. PPSI
terdiri dari 5 tahap yakni:
1. Merumuskan tujuan, yaknikemampuan yang harus dicapai oleh sisiwa,
ada 4 syarat dalam perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional,
artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur,
berbentuk hasil belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah
laku dan dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.
2. Mengembangkan alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan
menyusun item soal untuk masing-masing tujuan. Alat evaluasi disimpan
pada tahap 2 setelah perumusan tujuan untuk meyakinkan ketepatan
tujuan sesuai dengan kriteria yang telah di tentukan.
3. Mengembangkan kegiatan belajar mengajar, yakni merumuskan semua
kemungkinan kegiatan belajar dan menyeleksi kegiatan belajar perlu
ditempuh.
4. Mengembangkan program kegiatam pembelajaran yakni merumuskan
materi pelajaran. Menetapkan metode dan memilih alat dan sumber
pelajaran.
5. Pelaksanaan program, yaitu kegiatan mengadakan pra tes,
menyampaikan materi pelajaran, mengadakan psikotes, dan melakukan
perbaikan.[7]
III.kegiatan belajar
1. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar
2. Menetapkan kegiatan belajar yang tidak perlu dan perlu ditempuh
Rumusan Tujuan
1. Operasional
2. Berbentuk hasil belajar
3. Berbentuk tingkah laku
4. Hanya satu bentuk TL

Model desain pembelajaran PPSI di gambarkan pada gambar berikut:


C. Perbedaan Model-Model Desain Pembelajaran PAI
No. Model desain pembelajaran Perbedaan
1. Model brigss 1. Identifikasi kebutuhan penentuan tujuan
2. penyusunan garis besar kurikulum / perincian tujuan kebutuhan
intruksional
3. Perumusan tujuan
4. Analisis tugas/ tujuan
5. Penyiapan evaluasi hasil belajar
6. Menentukan jenjang belajar
7. Penentuan kegiatan belajar
8. Pemantauan bersama
9. Evaluasi formatif dan sumatif
2. Model Gerlach dan Ely 1. Merumuskan tujuan
2. Menentukan inti materi pelajaran
3. Menentukan kemampuan awal peserta didik
4. Menentukan teknik dan strategi
5. Pengelompokan belajar
6. Menentukan pembagian waktu
7. Menentukan ruang
8. Memilih media intruksional yang sesuai
9. Mengevaluasi hasil belajar
10. Menganalisis umpan balik
3. Model kemp Model system intruksional yang dikembangkan Kemp ini
tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses
pengembangan. Mengembangkan sistem instruksional, menurut Kemp dari
mana saja bisa, asal saja urutan komponen tidak diubah, dan setiap
komponen itu memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal.
4. Model Banathy Model ini memandang bahwa penyusunan sisten
instruksional dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas.
5. Model Dick and Cery
harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum.
Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni
performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan
kemampuan awal siswa terlebih dahulu.
6. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
1. Merumuskan tujuan,
2. Mengembangkan alat evaluasi.
3. Mengembangkan kegiatan belajar mengajar,
4. Mengembangkan program kegiatan pembelajaran yakni merumuskan
materi pelajaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain,
model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Macam-macam Model Desain Pembelajaran
1. Model Briggs
2. Model Gerlach dan Ely
3. Model kemp
4. Model Banathy
5. Model Dick and Cery
6. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
B. Saran
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses
pembelajaran, serta masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan kami, makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Harjanto. 1997.Perecanaan pengajaran, Jakarta: PT. Rineka Cpta.


Sanjaya Wina. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

________________________________________
[1] Drs. Harjanto, Perecanaan pengajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cpta,
1997), 51
[2]Ibi., 79-83.
[3] Drs. Harjanto, Perecanaan pengajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cpta,
1997), 83-85.
[4] Prof. Dr. H. Wina sanjaya, Mpd, Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 71-72.
[5] Ibid., 73-75
[6] Ibid., 75.
[7] Ibid., 76-77.

PROSEDUR PENGEMBANGAN SISTEM


PEMBELAJARAN PAI
BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk


mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah
cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran kususnya dalam mata pelajaran
agama Islam (fiqih, aqidah-akhlak, sejarah kebudayaan Islam, Al-Qur’an Hadits).

Dalam mengembangkan sistem pembelajaran ada prosedur-prosedurnya atau langkah-


langkahnya, dalam makalah ini akan diuraikan beberapa prosedur pengembangan sistem
pembelajaran khususnaya pembelajaran agama Islam.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian sistem pembelajaran metodik PAI?

2.      Bagaimana prosedur pengembangan sistem pembelajaran metodik PAI?

3.      Apa saja yang menjadi kajian pengembangan pembelajaran metodik PAI?

C.    Tujuan Masalah

1.      Mengetahui pengertian system pembelajaran metodik PAI.

2.      Mengetahui prosedur pengembangan system pembelajaran metodik PAI.

3.      Mengetahui kajian pengembangan pembelajaran metodik PAI.


BAB II

PEMBAHASAN

PROSEDUR PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN PAI

A.    Pengertian Sistem Pembelajaran PAI

Sistem pembelajaran adalah  upaya yang sistematik dan disengaja untuk menciptakan
kondisi agar pembelajaran dapat berjalan  secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

B.     Prosedur Pengembanagn Sistem Pembelajaran

1.      Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI)

Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional adala suatu sistem penyampaian yang


berorrientasi kepada tujuan pengajaran. PPSI mengutamakan tujuan yang akan dicapai oleh
pelajaran itu bukan struktur tersebut. PPSI itu berwujudkan satuan pelajaran yang menggambarkan
pedoman belajar-mengajar. PPSI meliputi:

a.       Tujuan Pelajaran yang Hendak Dicapai

Di dalam kurikulum disebut Tujuan Instruksional Umum dan dikembangkan menjadi Tujuan
Instruksional Khusus. Tujuan ini terdapat dua dasar, yaitu:

  Tujuan penguasaan bahan pengetahuan dari bahan pelajaran.

  Tujuan pembentukan yang pada umumnya berpeedoman pada taksonomi tujuan pelajaran Bloom
dan kawan-kawanya.

Sebagai alat kontrol mengenai tujuan yang baik ialah evaluasi, tujuan pelajaran yang baik ialah
apabila dapat dievaluasi.

b.      Bahan Pelajaran yang Sesuai dengan Tujuan Pelajaran

Bahan pelajaran ini bersumber dari pokok-pokok bahasan yang tercantum di dalam kurikulum.

c.       Metode Mengajar atau Uraian Kegiatan Belajar-Mengajar

Dalam metode mengajar terdapat faktor guru, murid, alat pelajaran atau media yang
dipergunakan.

d.      Fasiltas dan Alat yang Menunjang Kegiatan Belajar-Mengajar


Guru bukan semata pemain perana tetapi juga orang yang mempersiapkan kondisi yang
memungkinkan belajar-mengajar berlangsung dengan lancer.

e.       Evaluasi Hasil Belajar

Setelah kegiatan belajar-mengajar selesai pada satu-satuan pelajaran maka diadakan evaluasi,
yang berguna untuk menguji pencapaian siswa atau satu-satuan pelajaran.[1]

C.    Kegiatan Pokok Bagi Para Pengembang Sistem dan Disain Instruksional

Kegiatan pokok tersebut  meliputi:

1. Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning
outcomes).
2. Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3. Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4. Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5. Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang
sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
6. Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
7. Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan
tingkah laku.
8. Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu berada dalam proses
pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
9. Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata
responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.

D.    Proses Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional

Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua
cara:

1.       Dengan pendekatan secara empiris

 Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini  bahan
pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya
diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi
dan pekerjaan penyusunan paket (materi) pengajaran diulang.

2.        Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).


Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasifikasikan sesuai dengan tipe-tipe
tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca-
painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa diciptakan, dan perubahan-perubahan
bilamana perlu bisa diadakan.[2]

E.     Pengembangan Program Pembelajaran.

Dalam pembelajaran perlu dikembangkan berbagai program, diantaranya yaitu:

1.      Program Tahunan

Program tahunan merupakan program umum untuk mata pelajaran yang berlaku untuk setiap
kelas dan merupaka pedoman bagi pengembangan program-program berikutnya yaitu program
semester, program mingguan dan program harian.

Untuk menyusun program tahunan ini diperlukan bahan-bahan antara lain:

a.       Standar kompetensi

b.      Materi pembelajaran.

c.       Kalender akademik / pendidikan

2.      Program semesteran

Program semesteran merupakan program yang akan dilaksanakan dan dicapai dalam satu
semester. Pada umunya program ini berisikan tentang bulan, pokok bahasan yang hendak diajarkan,
waktu yang direncanakann, dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan.

3.      Program mingguan dan harian

Program mingguan dan harian adalah penjabaran dari program semesteran, program ini
dicantum kompetensi-kompotensi yang akan dikuasai dan yang perlu diulang peserta didik,
identifikasi kemajuan belajar setiap peserta didik, untuk mengetahui peserta didik yang mendapat
kesulitan dalam belajar dan peserta didik yang memiliki kecepatan dalam belajar.[3]

F.     Pengembangan Strategi Pembelajaran yang Inovatif

Dewasa ini, pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center) lebih dikenal dengan istilah
PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1)      Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan
aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan
dikaji dalam pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat
meningkatkan pemahaman dan kompetensinya.

Dalam pembelajaran aktif guru dapat memposisikan dirinya sebagai fasilisator yang bertugas
memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik. Peserta didik terlibat secara aktif dan banyak
berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak memberikan arahan, bimbingan,
serta mengatur sirkulasi proses pembelajaran.

2)       Pembelajaran Kreatif

Pembelajaran kreatif mengharuskan guru dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas


peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode atau
strategi yang bervariasi misalnya kerja kelompok, bermain peran dan memecahkan masalah.

Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk mampu merangsang kreativitas peserta didik, baik
dalam mengembangkan kecakapan dalam berefikir maupun dalam melakukan suatu tindakan.
Berfikir kreatif selalu dimulai dengan berfikir kritis, yakni menemukan dan melahirkan sesuatu yang
sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu. Berfikir kreatif harus dikembangkan dalam proses
pembelajaran, agar peserta didik terbiasa dalam mengembangkan kreativitasnya. 

3)      Pembelajaran Efektif

Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru, membentuk
kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ketujuan yang ingin dicapai secara optimal.
Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian pembelajaran, peserta didik harus melibatkan secara penuh agar bergairah dalam
pembelajaran, sehingga pembelajaran benar-benar kondusif dan terarah pada tujuan dan
pembentukan kompetensi peserta didik.

Pembelajaran efektif menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif, karena mereka
merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Peserta didik harus
didorong untuk menafsirkan informasi yang disajikan oleh guru sampai informasi tersebut dapat
diterima oleh akal sehat. Dalam pelaksanaannya, memelukan proses pertukaran pikiran, diskusi dan
perdebatan dalam rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar.
4)       Pembelajaran Menyenangkan

Pembelajaran menyenangkan  merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya


terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa
atau tertekan. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik dalam proses
pembelajaran, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari peserta
didiknya. Hal ini disebabkan karena pesatnya perkembangan teknologi informasi sehingga
memungkinkan siswa dapat memperoleh informasi lebih cepat dari pada gurunya. Sehingga dalam
hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis, dan tidak ada beban baik bagi guru maupun bagi
peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran.

Semua stretegi tersebut dirancang agar tujuan pendidikan khususnya pendidikan agama
dapat dicapai secara optimal. Di saat pembelajaran PAI di sekolah umum dihadapkan pada berbagai
problem seperti terbatasnya alokasi waktu, heterogennya pemahaman siswa tentang agama sampai
pada image yang miring tentang pelajaran agama, maka model pembelajaran PAKEM akan menjadi
salah satu solusi efektif.

Lebih dari itu, menurut Muhaimin, pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya religius di
sekolah dapat dilakukan melalui dua strategi, yaitu: bersifat vertikal dan horisontal.

  Penciptaan budaya religius yang bersifat vertikal dapat diwujudkan dalam bentuk meningkatkan
hubungan dengan Allah SWT melalui peningkatan secara kuantitas maupun kualitas kegiatan-
kegiatan keagamaan di sekolah yang bersifat ubudiyah, seperti: sholat berjamaah, puasa Senin
Kamis, khotmul Qur’an, do’a bersama dan lain-lain.

   penciptaan budaya religius yang bersifat horizontal yaitu lebih mendudukkan sekolah sebagai institusi
sosial religius, yang jika dilihat dari struktur hubungan antar manusianya, dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga hubungan yaitu:

a.        Hubungan atasan-bawahan

b.       Hubungan professional

c.       Hubungan sederajat atau sukarela yang didasarkan pada nilai-nilai religius, seperti: persaudaraan,
kedermawanan, kejujuran, saling menghormati dan sebagainya.

Pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya religius sekolah yang bersifat horizontal
tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan pembiasaan, keteladanan dan pendekatan persuasif
atau mengajak kepada warga sekolah dengan cara yang halus, dengan memberikan alasan dan
prospek baik yang bisa meyakinkan mereka. Sikap kegiatannya berupa proaksi, yakni membuat aksi
atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar
dapat ikut memberi warna dan arah pada perkembangan nilai-nilai religiusitas di sekolah. Bisa pula
berupa antisipasi, yakni tindakan aktif menciptakan situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan
idealnya.

Dengan demikian secara umum ada empat komponen yang sangat mendukung terhadap
keberhasilan strategi pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya religius sekolah, yaitu:

  Kebijakan pimpinan sekolah yang mendorong terhadap pengembangan PAI.

  Keberhasilan kegiatan belajar mengajar PAI di kelas yang dilakukan oleh guru agama.

  Semakin semaraknya kegiatan ekstrakurikuler bidang agama yang dilakukan oleh pengurus OSIS
khususnya Seksi Agama.

  Dukungan warga sekolah terhadap keberhasilan pengembangan PAI.[4]

  

BAB III

KESIMPULAN

a.      Prosedur Pengembanagn Sistem Pembelajaran

1.      Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI)

PPSI meliputi:

a)      Tujuan Pelajaran yang Hendak Dicapai.

b)      Bahan Pelajaran yang Sesuai dengan Tujuan Pelajaran

c)      Metode Mengajar atau Uraian Kegiatan Belajar-Mengajar

d)     Fasiltas dan Alat yang Menunjang Kegiatan Belajar-Mengajar

e)      Evaluasi Hasil Belajar.

b.      Pengembangan Program Pembelajaran.

a)      Program tahunan
b)      Program semesteran

c)      Program mingguan atau harian.

DAFTAR PUSTAKA

  

www.pengembangan-sistem-dan-disain.Mr. Zuh.html

www.pengembangan-strategi-pembelajaran-yang.html.

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam,  cet ke- 4 Jakarta: Kalam Mulia, 2005.

Zakiah Daradjat, Metodik Kusus Pembelajaran Agama Islam, Jakarta : Bumi Aksara: 2011.

[1]  Zakiah Daradjat, Metodik Kusus Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara:
2011), hal315-316.
[2] www.pengembangan-sistem-dan-disain.Mr. Zuh.html

[3] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), cet ke-4, hal 149-
150

[4] www.pengembangan-strategi-pembelajaran-yang.html

Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)

Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) adalah model yang dikembangkan di
Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan
perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai
pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. PPSI terdiri dari 5 tahap yakni:

1)      Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh sisiwa, ada 4 syarat dalam
perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional, artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik
atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku
dan dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.

2)      Mengembangkan alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk masing-
masing tujuan. Alat evaluasi disimpan pada tahap 2setelah perumusan tujuan untuk meyakinkan
ketepatan tujuan sesuai dengan kriteria yang telah di tentukan.

3)      Mengembangkan kegiatan belajar mengajar, yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan


belajar dan menyeleksi kegiatan belajar perlu ditempuh.

4)      Mengembangkan program kegiatam pembelajaran yakni merumuskan materi pelajaran.


Menetapkan metode dan memilih alat dan sumber pelajaran.

5)      Pelaksanaan program, yaitu kegiatan mengadakan pra tes, menyampaikan materi pelajaran,
mengadakan psikotes, dan melakukan perbaikan.[[8]]
[[5]] Prof. Dr. H. Wina sanjaya, Mpd, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group,  2010), hal.71-72.

[[6]]  Ibid., hal.73-75.

[[7]]  Ibid., hal.75.
[[8]]  Ibid., hal.76-77.

Anda mungkin juga menyukai