P
ada dasarnya kurikulum mempunyai aspek utama yang menjadi ciri-cirinya
sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasan Langgulung yang dikutip oleh
Ramayulis (2004:127-128), yaitu:
Tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum itu:
1. Pengetahuan (knowledge) ilmu-ilmu data, aktivitas-aktivitasnya dan pengalaman-
pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu;
2. Metode dan cara-cara mengajar dan bimbingan yang diikuti murid-murid untuk
mendorong mereka kearah yang dikehendaki dan tujuan-tujuan yang dirancang;
3. Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai hasil proses
pendidikan yang dirancangkan dalam kurikulum.
Pada rincian diatas ada empat kandungan utama kurikulum yaitu tujuan pendidikan,
materi yang akan diberikan, metode mengajar, dan cara penilaian. Jika dikaitkan
dengan falsafah pendidikan yang dikembangkan oleh pendidikan Islam tentu semua
akan menyatu dan terpadu dengan ajaran Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan yang
ingin dicapai oleh kurikulum dalam pendidikan Islam dan juga sama dengan tujuan
pendidikan; yaitu membentuk akhlak yang mulia dalam kaitannya dengan tujuan
penciptaan manusia yaitu mengabdi kepada Allah Swt.
Pada pembahasan di atas, telah dijelaskan prinsip-prinsip kurikulum pendidikan
Islam oleh pakar pendidikan Islam. Pada pembahasan ini, akan dikemukan ciri-ciri
kurikulum pendidikan Islam menurut Omar Muh. Al-Toumy al-Syaibany (1979:490-512)
sebagai berikut:
1. Mengutamakan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai tujuannya, kandungan,
metode, alat dan teknik yang bercirikan ajaran Islam. Pemberian materi kepada
peserta didik baik di lingkungan sekolah ataupun keluarga berdasarkan nilai-nilai
al-Quran dan as-Sunnah;
penafsiran arti dan konteks literatur agama- sangat tergantung pada keahlian syekh
dan kemampuannya mengajarkan metode-metode penafsiran arti dan menjelaskan
bahasa Al-Qur’an. Seni pidato juga merupakan bagian penting dari pendidikan ilmu-
ilmu agama, sebab kemampuan untuk menyampaikan ceramah yang menggugah dan
ceramah ilmiah adalah salah satu peran inti seorang ulama dalam pendidikan dan
kehidupan beragama masyarakat.
Cakupan kurikulum lembaga pendidikan tinggi Islam pada abad ke-10 dapat
diketahui dengan jelas dari berbagai sumber. Diantaranya adalah kitab al-Fihris
(indeks) oleh Ibn al-Nadim pada tahun 988. Sumber kedua adalah karya-karya
Ikhwan al-Shafa, sebuah persaudaran sufi yang mengabdikan diri bagi peningkatan
pendidikan di dunia Islam pada abad ke 10 dan 11.
Fredrich Dieterici mengemukakan kesimpulan sehubungan dengan materi dan
topik-topik yang tercakup dalam ensiklopedi pengajaran yang dikemukakan oleh
ikhwan al-Shafa :
1. Disiplin-disiplin ilmu;
2. Tulis baca, arti kata dan gramatika, ilmu hitung, sastra, sajak dan puisi, ilmu tentang
tanda-tanda dan isyarat, ilmu sihir dan jimat, kimia, dagang, dan keterampilan
tangan, jual beli, komersial, pertanian, dan peternakan, serta biografi dan kisah-
kisah;
3. Ilmu-ilmu agama;
4. Ilmu Al-Qur’an, tafsir, hadits, fiqih, dzikir, zuhud, taSawuf, dan syahadah;
5. Ilmu-ilmu filosofis;
6. Matematika, logika, ilmu angka-angka, geometri, ilmu-ilmu alam, dan antropologi,
astronomi, musik, aritmatika dan hokum-hukum geometri, zat bentuk, ruang
waktu dan gerakan, kosmologi, produksi, peleburan, dan elemen-elemen,
meteorologi dan mineorologi dan lain-lain.
Untuk menentukan kualifikasi isi kurikulum pendidikan Islam, membutuhkan
syarat dan perumusan diantaranya adalah:
1. Materi yang tersusun dalam kurikulum tidak bertentangan dengan fitrah manusia;
2. Relevan terhadap tujuan pendidikan Islam yaitu pendidikan bertujuan untuk
beribadah kepada Allah Swt dengan penuh ketaqwaan;
3. Penyesuaian dengan tingkat perkembangan usia peserta didik;
4. Peserta didik sejak dini diperkenalkan dengan berbagai macam keterampilan
dengan mempraktekan di lapangan;
5. Penyusunan kurikulum bersifat integral, teroganisasi dan terlepas dari segala
perbedaan antara materi satu dengan materi lainnya;
Menurut pendidikan Islam ada empat hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu
dalam merancang kurikulum, yaitu (1) waktu yang tersedia; (2) tekanan internal dan
eksternal; (3) persyaratan tentang isi kurikulum; (4) tingkat dari isi kurikulum yang
akan disajikan (Muhammad Ansyar, 1989:8-20).
Kurikulum itu setidaknya terdiri dari empat unsur yaitu tujuan, isi, metode, dan
evaluasi. Unsur pertama dari kurikulum adalah tujuan. Demikian pula Islam
mengutamakan tujuan yang hendak dicapai secara jelas. Tujuan yang utama dari
pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang paripurna (insane
kamil). Memahami dirinya yang terdiri dari dua dimensi. Dimensi abdun (hamba)
dan dimensi khalifah (pemimpin) (Ali Shariati, 1995:5). Hal ini termaktub dalam al-
Qur’an surat ad-Dzariat ayat 56 dan surat al-Baqarah ayat 30:
Artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (Q.S. Adz- Dzariyat:56).
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: «Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.» mereka berkata: «Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?» Tuhan berfirman: «Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.» (Q.S. Al- Baqarah:30)
Unsur yang kedua adalah isi. Ibnu Khaldun mengatakan sebagaimana dikutip
oleh Abdul Mujib (2006:149-150) mengkelompokan isi kurikulum pendidikan Islam
dengan dua tingkatan diantaranya:
1. Tingkatan pemula (manhaj ibtida’i), pada tingkatan ini materi kurikulum
difokuskan pada pembelajaran al-Quran dan as-Sunnah. Beliau memandang bahwa
al-Quran merupakan sumber segala ilmu pengetahuan dan asas pelaksanaan
pendidikan Islam sedangkan as-Sunah menjelaskan pemahaman terhadap isi al-
Quran. Karena al-Quran dan as-Sunnah mencakup materi akidah, syariah, ibadah
dan akhlak.
2. Tingkat Atas (manhaj ‘ali), pada tingkatan ini memiliki dua kualifikasi yaitu ilmu-
ilmu yang dengan dzatnya sendiri seperti ilmu syariah yang mencakup fiqih, tafsir,
hadist, ilmu kalam dan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu yang ditunjukan bukan untuk
dzatnya sendiri seperti; ilmu lugha (ilmu lingustik), ilmu matematika, ilmu mantiq
(logika).
Abdul Mujib (2006:153-154) memandang pendapat di atas mencerminkan
dikotomi keilmuan dan masih membedakan ilmu yang bersumber dari Allah dan
ilmu produk manusia. Padahal, dalam epistemologi Islam dinyatakan bahwa semua
ilmu bersumber dari Allah Swt, sedangkan manusia hanya menginterprestasikannya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:
Artinya:
“Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)». (Q.S. al-Kahfi {18}: 109)
Allah Juga berfirman :
Artinya:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: «Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit». (Q.S. al-Isra’
{17}: 85)
Oleh karena itu, Abdul Mujib (2006:153) menawarkan isi kurikulum pendidikan
Islam dengan tiga orientasi, yang bersumber dari al-Quran surat Fushshilat ayat 53:
Artinya:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami disegenap
ufuk dan pada diri mereka sendiri (anfus), sehingga jelaslah bagi mereka bahwa
al-Quran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu.” (Q.S. Fushshilat {41}: 53)
Ayat di atas terkandung tiga isi kurikulum pendidikan Islam sebagai berikut:
1. Isi kurikulum yang berorientasi pada “ketuhanan”. Rumusan isi kurikulum yang
berkaitan dengan ketuhanan, mengenai dzat, sifat, perbuatan-Nya, dan relasinya
terhadap manusia dan alam semesta. Bagian ini meliputi ilmu kalam, ilmu
metafisikan alam, ilmu fiqh, ilmu akhlak (taSawuf), ilmu-ilmu tentang al-Quran
dan as-Sunnah (tafsir, hadist, lingustik, usul fiqh, dan sebagainya). Isi kurikulum
pendidikan Islam haruslah berpijak pada wahyu al-Quran.
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. an-Nahl : 125)
Dan metode membaca yang diungkapkan dalam surat al ‹Alaq ayat 1:
Artinya:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu.” (Q.S. Al-Alaq:1)
Unsur keempat adalah evaluasi. Evaluasi dalam pendidikan Islam mengutamakan
aspek substansi. Sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat al-hajj ayat 37:
Artinya:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan)
Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah
telah menundukannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap
hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
berbuat baik.” (Q.S. al- Hajj:37)
Dalam ayat di atas, yang dievaluasi adalah substansi kemakhlukan yaitu ketakwaan
kepada Allah Swt. Jika ketakwaan seseorang baik maka hail evaluasi terhadap dirinya
juga baik.
2. Orientasi Kurikulum
Pendidikan yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga, terlebih dahulu harus
memiliki visi dan orientasi yang jelas. Sehingga akan berimplikasi pada kurikulum
yang memiliki orientasi pula. Terlepas dari orientasi bersifat duniawi atau ukhrawi.
Namun dalam hal ini, kurikulum menurut pendidikan Islam memiliki lima orientasi:
a. Orientasi pelestarian nilai-nilai. Pelestarian nilai yang dimaksud adalah
pelestarian nilai-nilai yang didasarkan pada Islam. Nilai-nilai ini adalah nilai
Ilahiah (transendental) dan nilai insaniah. Hal ini sesuai dengan tanggung jawab
manusia di muka bumi. Sebagai Abdullah (hamba Allah) dan khalifah (pemimpin).
Artinya:
«Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: «Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi». Mereka berkata : «Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertsbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?» Tuhan berfirman : «Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.» (Q.S. al-Baqarah : 30)
Artinya:
«Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku.» (Q.S. ad-Dzariat:56)
b. Orientasi pada kebutuhan sosial (social demand). Orientasi yang kedua ini memberi
implikasi pada pemberian kontribusi positif pendidikan pada kehidupan sosial
bermasyarakat. Untuk mewujudkan hal ini, harus dirumuskan pola pengaturan
kehidupan sosial yang dapat dijadikan pedoman bagi pendidikan Islam.
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi›ar-syi›ar Allah
dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan
ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. al-Maidah :2).
2) Persahabatan dan permusuhan harus dengan tujuan mendapat ridha Allah
Swt;
3) Manusia adalah umat terbaik yang mengajak manusia lainnya kepada kebaikan
dan melarang kepada kejahatan. Allah Swt berfirman :
Artinya:
«Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma›ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.” (Q.S. Ali Imran:110)
4) Menjauhi sikap saling berburuk sangka, saling benci dan mempererat
persaudaraan. Allah berfirman :
Artinya:
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat (10). Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh
jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu
lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiridan jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim (11). Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (12).” (Q.S. al-Hujurat:10-12)
5) Janganlah membantu orang jahat kalau sudah diketahui ia akan berbuat jahat
(al-hadits);
6) Mendukung masyarakat yang salah sama halnya dengan orang yang jatuh ke
sumur sambil memegang ekor unta yang hampir jatuh ke sumur (al Hadits);
7) Sayangilah orang lain sebagaimana kamu menyayangi dirimu sendiri (al Hadits).
c. Orientasi pada tenaga kerja. Manusia hidup di dunia memerlukan kebutuhan-
kebutuhan lahiriyah, seperti pangan, sandang dan papan. Allah Swt berfirman :
Artinya:
«Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia
menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak
yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu
kamu bermukim, dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu
kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu
(tertentu).” (Q.S. an-Nahl:80)
d. Orientasi pada peserta didik. Implikasi dari orientasi ini adalah pada keberhasilan
peserta didik yang akan menjadi output dari sebuah sistem pendidikan. Mengenai
kebarhasilan ini ada tiga ranah yang dijadikan objek binaan pendidik pada diri
peserta didik menurut Benjamin S. Blomm, yaitu ranah kognitif, ranah apektif dan
ranah psikomotorik (Ahmad Tafsir, 1990: 49-53).
e. Orientasi pada masa depan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan keniscayaan dari kemajuan peradaban.
Dan dalam agama Islam pun dianjurkan untuk senantiasa menuntut ilmu dan
melakukan inovasi untuk kemajuan. Allah Swt. Menjanjikan derajat yang tinggi
bagi orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan. Allah Swt berfirman :
Artinya:
“Hai orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah
dalam majelis», maka lapangkanlah, niscaya Allah akan member kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan : «Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah:11)
Agar lebih dapat memahami konsep-konsep tersebut, maka berikut ini Anda
diminta untuk mendiskusikan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini:
1) Kemukakan aspek utama yang menjadi ciri kurikulum islami menurut Hasan
Langgulung dan al-Syaibani !
2) Sebutkan materi kurikulum pendidikan Islam menurut Ikhwa al- Shofa !
3) Kemukakan orientasi kurikulum pendidikan Islam!
b. Tingkat Atas (manhaj ‘ali), pada tingkatan ini memiliki dua kualifikasi yaitu
ilmu-ilmu yang dengan dzatnya sendiri seperti ilmu syariah yang mencakup
fiqih, tafsir, hadist, ilmu kalam dan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu yang
ditunjukan bukan untuk dzatnya sendiri seperti; ilmu lugha (ilmu lingustik),
ilmu matematika, ilmu mantiq (logika).
5. a. Orientasi kealaman
b. Orientasi kemanusiaan
c. Orientasi ketuhanan.[]
Rangkuman
Tes Formatif 2
Pilihlah salah satu jawaban yang anda anggap paling benar dan tepat dengan tanda silang
pada hurup a, b, c, dan d.
1. Berikut ini ciri-ciri kurikulum menurut Omar Mohammad al- Taomy al- Syaibani,
kecuali…
a. Mengutamakan tujuan agama
b. Mencerminkan ajaran Islam
c. bersifat parsial
d. Fleksibel
2. Dalam pendidikan Islam merancang kurikulum perlu diperhatikan beberapa hal
berikut ini kecuali…
a. Waktu yang tersedia
b. Tekanan internal dan eksternal
c. Isi kurikulum
d. Kepentingan duniawi
3. Salah satu orientasi kurikulum adalah orientasi kepada kebutuhan sosial. Menurut al-
Maududi terdapat prinsip-prinsip umum pengaturan sosial sebagai berikut, kecuali…
a. Saling menolong
b. Bertujuan mencapai ridla Allah
c. Manusia muslim adalah umat terbaik
d. Amar munkar nahi ma’ruf
4. Salah satu orientasi kurikulum pendidikan Islam adalah orientasi pada perkembangan
ilmu pengetahun. Jiwa orientasi ini terdapat dalam …
a. Q.S. al Mujadilah : 11
b. Q.S. an- Nahl : 80
c. Q.S. al- Hujurat : 10
d. Q.S. Ali Imran : 110
5. Orientasi kurikulum pendidikan Islam yang memberikan kontribusi positif pendidikan
pada kehidupan sosial masyarakat adalah orientasi kurikulum dari aspek…
a. Pelestarian nilai
b. Kebutuhan sosial
c. Psikologi
d. Kealaman
6. Berikut adalah syarat perumusan kurikulum, kecuali….
a. Materi yang disusun tidak bertentangan dengan fitrah
b. Relevan dengan tujuan pendidikan Islam
c. Berorientasi pada akherat saja
d. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
7. Isi kurikulum pendidikan Islam menurut al- Ghazali harus sesuai dengan urutan ilmu.
Urutan isi kurikulum yang pertama adalah…
a. Ilmu-ilmu bahasa
b. Ilmu wajib kifayah
c. Ilmu budaya
d. Al-Qur’an dan sunnah
8. Manhaj ali menurut Ibn Khaldun terdiri dari ilmu-ilmu di bawah ini, kecuali….
a. Fiqh
b. Tafsir
c. Aqidah
d. Mantik
9. Isi kurikulum menurut Abdul Mijib adalah sebagai berikut, kecuali….
a. Kealaman
b. Ketuhanan
c. Filsafat
d. Kemanusiaan
10. Berikut adalah isi kurikulum yang berorientasi kealaman, kecuali….
a. Geofisika
b. Astronomi
c. Filsafat
d. Pertanian