Anda di halaman 1dari 7

ULANGAN TENGAH SEMESTER

PENGANTAR ILMU HUKUM

NAMA : MAHARDIKA MULAS MAULANA

NIM : 1401620027

DOSEN PENGAMPU : Dwi Afrimetty SH., MH

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA
Mentalitas Praktisi Hukum Yang Lemah

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang masalah hukum
yang ada di Indonesia yaitu mentalitas praktisi hukum yang lemah, mungkin masalah
ini sudah menjadi hal yang tidak asing lagi bagi para warga Negara Indonesia.
Mengapa demikian? Karena di Indonesia sudah sering kali bahwa kabar yang
beredar hakim atau praktisi hukum yang mengatasi hukum tersebut sangat mudah
termakan rayuan dari suatu golongan tertentu untuk menuntaskan masalah dengan
jalur yang cepat yaitu menggunakan uang untuk mempermudah segalanya.
Sebelum kepembahasan lebih lanjut, mari kita ketahui terlebih dulu apa itu praktisi
hukum?.

Praktisi hukum adalah orang yang memiliki keahlian dan fokus pada praktik
dalam bidang hukum. Lebih dari itu praktisi hukum merupakan profesi yang
bersentuhan langsung dengan kepentingan individu dan masyarakat dihadapan
hukum. Berikut beberapa praktisi hukum seperti hakim, jaksa, advokat dan polisi.

Pembahasan kali ini saya akan memberikan contoh kasus mentalitas praktisi
huum yang lemah yang menjadi penyakit hukum seperti kasus korupsi gayus
tambunan kasus korupsi ini sempat membuat geger pada tahun 2010-2011. Pada
saat itu awalnya gayus divonis pertama pada tanggal 19 Januari 2011 yang
bertepatan dihari rabu, Saat itu pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberi vonis 7
tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider 3 bulan kurungan terkait kasus
mafia pajak terhadap Gayus tersebut karena terbukti bahwa dia melakukan tindak
korupsi yang menguntungkan PT Surya Alam Tunggal (SAT) dalam pembayaran
pajak serta merugikan Negara hingga Rp.570 juta. Albertina Ho, hakim yang pimpin
sidang tersebut tegaskan, sebagai peneliti pajak di Direktorat Banding, Gayus telah
terbukti menyalahi wewenangnya dengan cara menerima keberatan pembayaran
pajak PT SAT.
Tidak hanya berakhir sampai situ tindak kejahatan Gayus ini berlanjut Gayus
juga terbukti bersalah atas kasus suapnya agar tidak ditahan dan harta bendanya
tidak disita Gayus ini menyuap penyidik Direktur II Badan Reserse dan Kriminal
Komisaris Polisi Arafat Enanie. Uangnya diberikan melalui pengacaranya yang
bernama Haposan Hutagalung. Gayus juga terkena kasus menyuap lagi dan
dinyatakan bersalah karena menyuap hakim Muhtadi Asnun sebesar Rp.50 juta ,
untuk memuluskan perkara penggelapan pajak dan pencucian uang senilai Rp.25
Miliar

Vonis 7 tahun dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadi tambahan


hukuman bagi Gayus. Sebab tidak lama setelah utusan tersebut jaksa ajukan
banding dan dikabulkan menjadi 8 tahun hukuman penjara. Pada saat itu Gayus
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) yang ditolak dan malah menjadi lebih
berat lagi masa hukumannya yaitu menjadi 12 tahun penjara dan seakan belum
kapok ditambah masa hukumannya, Gayus mencoba lagi mengajukan peninjauan
kembali (PK) tetapi tetap saja ditolak oleh MA. Gayus tetap divonis 12 tahun penjara
terkait kasus yang menjeratnya yaitu kasus menyuap penyidik, hakim dan rekayasa
pajak.

Dengan ditolak PK tersebut, Gayus harus berada dijeruji besi selama 30


tahun lamanya. Karena kasus yang membuat dia dipenjara selama 12 tahun
tersebut bukan satu satunya kasus yang membuat dia terjerat masih ada 3 kasus
lain yang membuat masa tahanannya semakin lama. 3 kasus itu adalah
penggelapan pajak PT Megah Citra Raya dengan vonis 8 tahun penjara, kasus
pemalsuan paspor dengan vonis 2 tahun penjara dan hukuman 8 tahun penjara
dalam kasus pencucian uang dan penyuapan penjaga tahanan. Namun, dalam
perjalanannya MA kemudian 'menyunat' hukuman Gayus menjadi 29 tahun penjara.
MA menilai vonis yang dijatuhkan kepada mantan pegawai Ditjen Pajak itu melebihi
aturan yang ada.
Dilansir dari website MA pada Selasa 17 Januari 2017, MA menyebut total
kejahatan yang dilakukan Gayus ada empat kasus, tiga di antaranya tindak pidana
korupsi yang dituntut secara terpisah dengan total vonis 28 tahun penjara.

Nah berdasarkan kasus gayus diatas terjadi satu hal yang sangat
disayangkan adalah saat hakim, pengacara tersebut disuap. Mengapa semudah itu
semua bisa dipercepat karena ada uang lebih yang masuk kekantong pribadi
bukannya sebagai praktisi hukum harusnya menegakan keadilan seadil adilnya. Ini
yang menjadi sebuah pertanyaan besar kenapa begitu mudah sebuah kasus
dianggap tuntas karena bayar lebih? Dimana pelajaran yang dia pelajari pada saat
kuliah? Apa yang dipikirkan sehingga orang orang pintar yang disebut sebagai
praktisi hukum malah menjadi pintar berbohong.

Akibat dari lemahnya mentalitas para penegak hukum adalah

1. Kurangnya kepercayaan publik / masyakat kepada hukum yang berlaku

2. Penyelesaian konflik dengan kekerasan

3. Pemanfaatan ketidak konsistensi para penegak hukum untuk kepentingan


pribadi

4. Penggunaan tekanan asing dalam proses peradilan

Dari masalah tersebut kita pelajari bahwa di Indonesia tidak butuh orang-
orang yang pintar tetapi malah memanfaatkan kepintaran tersebut untuk hal hal
yang negatif, Indonesia lebih butuh orang yang jujur dan kuat pendirianya untuk
berkata no kepada ketidak adilan inilah sebabnya mentalitas para penegak hukum
tersebut harus kembali diperhatikan oleh Negara.

Untuk mengatasi masalah perihal hal tersebut saya dapat memberikan solusi
menurut dari beberapa jurnal yang saya baca ialah :
1. Integritas Penegakan Hukum harus kuat, tidak terpengaruh dengan
godaanmateri ;

2. Harus Ada Pengawasan Yang Efektif ;

3. Tidak lagi Melihat Hukum Dari Kontennya tapi Pada Pelaksanaan dan
Manfaatbagi Masyarakat

4. Mentalitas Praktisi Hukum Harus Kuat

5. Struktur Hukum Harus Jelas dan Tidak OverlappingKewenangan

6. Sarana dan Prasarana Hukum Harus Memadai

7. Peraturan Hukum Harus Jelas dan Mudah Dipahami

8. Independensi Hakim Harus Jelas dan Tidak Bermasalah

9. Proses Peradilan Harus Transparan dan Tidak Bermasalah

10. Kesadaran Hukum Masyarakat Harus Tinggi

11. Political Will dan Political Action Harus Kuat

12. Penegakan Hukum Masih Mengutamakan Substansi bukan Formalnya saja

13. Peraturan Perundang Harus Memihak Rakyat

14. Kebijakan Diputuskan Harus Bersifat Komperhensif atau Menyeluruh

15. Budaya Lama Jangan Terus Dilanjutkan Kecuali Bermanfaat bagi


Masyarakat Luas
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai pendapat saya soal
masalah yang menjadi penyakit para praktisi hukum, semoga bermanfaat bagi yang
membacanya sekian terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Berantas Korupsi, Mentalitas Penegak Hukum dan Sistem Pengawasan Harus Ditingkatkan.
(2010, Desember 6). Dipetik November 14, 2020, dari Universitas Gadjah Mada:
https://ugm.ac.id/id/berita/2849-berantas-korupsi-mentalitas-penegak-hukum-dan-
sistem-pengawasan-harus-ditingkatkan

Masih Perlukah Etika dan Tanggung Jawab Praktisi Hukum? (2019, November 23). Dipetik
November 14, 2020, dari REQnews:
https://www.reqnews.com/mahasiswa/9315/masih-perlukah-etika-dan-tanggung-
jawab-praktisi-hukum

Trimbun Manado. (2020, Februari 15). Dipetik November 14, 2020, dari Kisah Gayus
Tambunan, Mafia Pajak Divonis 29 Tahun, Harta Disita Rp 74 M hingga Digugat Cerai
Istri: https://manado.tribunnews.com/2020/02/15/kisahgayus-tambunan-mafia-
pajak-divonis-29-tahun-harta-disitarp-74-m-hingga-digugat-cerai-istri?page=2

Iskandar. (2017). Fungsi Hukum dan Penyebab Permasalahan Hukum didalam Masyarakat
Indonesia. Serambi Akademica.

Anda mungkin juga menyukai