DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
4. Nurmiana (183415453118)
Penyebaran dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan
dilakukan pula tindakan bedah seperti tonsilektomi,ekstrasi gig dan
penyuntikan. Walaupun penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang harus
segera dilaporkan. Namun data epidemiologi yang sukar didapat. Dalam salah
satu symposium imunisasi dijakarta 1979 dilaporkan :
1. Jumlah anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative makin bertambah
10%
2. Insiden polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk
3. Paralitic rate pada golongan 0-14 tahun dan setiap tahun bertambah
dengan 9.000 kasus. Namun 10 tahun terakhir terjadi penurunan draktis
penyakit ini akibat gencarnya program imunisasi diseluru dunia maupun
Indonesia.
Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik, disebabkan oleh
komplikasi berupa kegalalan nafas, sedangkan untuk tipe ringan tidak
dilaporkan adanya kematian. Walaupun kebanyakan poliomyelitis tidak
jelas/innaparent (90-95%) hanya 5-10% yang memberikan gejala poliomyelitis.
B. MORFOLOGI
Virus polio adalah virus yang paling kecil dibandingkan dengan virus lainnya.
Virus polio termasuk ke dalam famili Picornaviridae (Pico adalah bahasa Yunani
yang artinyakecil). Kekecilan virus ini tidak hanya dari ukuran partikelnya saja,
tetapi juga dari ukuran panjang genomnya. Virus ini memiliki diameter sekitar 30
nm berbentuk ikosahedral sampul(envelope) dengan genom RNA, single
stranded messenger molecule. Single stranded RNAmembentuk hampir 30%
bagian virion, sisanya terdiri atas 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil
(Vpg), memiliki RNA benang positif (positive strand RNA) sebagai
genomnyadengan panjang sekitar 7.5 kilobasa, tidak mempunyai kapsul, virion
polipeptida tersusunsimetri cubical, diameter 27 nm, RNA rantai tunggal,
mengandung 42 kapsomer, terdiri dari 89 galur.
Virus polio terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig),
danstrain 3 (leon). Strain 1 seperti paling paralitogenik atau paling ganas dan
seringmenyebabkan kejadian luar biasa (wabah), sedangkan strain 2 paling
jinak.
Sifat penting virus polio :
1. RNA : rantai tunggal,polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA
melalui pembentukan RNA komplementer yang bertindak sebagai
cetakan sintetis RNA genom.
2. Virion : tak berselubung, bentuk icosahedral, tersusun atas empat jenis
protein utama. Diameter virion 28-30 nm.
3. Replikasi dan morfogenesis virus terjadi disitoplasma
4. Spectrum hospes sempit.
C. ETIOLOGI VIRUS
Etiologi poliomielitis atau polio adalah virus polio, virus RNA yang berasal
dari familiPicornaviridae, genus Enterovirus. Virus ini memiliki inti dari single-
stranded RNA diliputi oleh kapsul protein tanpa sampul lipid, sehingga tahan
terhadap zat yang dapat melarutkan lipid dan stabil pada pH rendah. Virus polio
dapat dinonaktifkan dengan panas, formaldehida, klorin, dan sinar ultraviolet.
Virus polio tipe 1 merupakan penyebab dari 85% kasus polio paralitik.
Virus ini memiliki sifat imunitas heterotipik minimal, yaitu imunitas terhadap satu
tipe, tidak melindungi tubuh terhadap infeksi tipe lainnya. Namun, imunitas yang
timbul dari tiap tipe adalah untuk jangka panjang, atau seumur hidup.
Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen. Penyakit ini dapat
menyerang pada semua kelompok umur, namun yang peling rentan adalah
kelompok umur kurang dari 3 tahun. Gejala meliputi demam, lemas, sakit kepala,
muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki, tangan, kadang disertai diare.
Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf , sehingga
menimbulkan kelumpuhan yang permanen. Penyakit polio pertama terjadi di
Eropa pada abad ke-18, dan menyebar ke Amerika Serikat beberapa tahun
kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke negara maju belahan bumi utara
yang bermusim panas.
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan
amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi
dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen
kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio
dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Nama lain dari polio adalah Poliomieltis. Virus polio yang termasuk genus
enterovirus famili Picornavirus.Virus ini tahan terhadap pengaruh fisik dan bahan
kimia. Selain itu, dapat hidup dalam tinja penderita selama 90-100 hari. Virus ini
juga dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat
sampai berkilo-kilometer dari sumber penularan.
Ciri khas dari penderita polio adalah kerusakan saraf. Kerusakan itu
bermula dari virus yang mengalami inkubasi selama 5-35 hari di dalam tubuh.
Selanjutnya virus akan berkembang pertama kali dalam dinding faring (leher
dalam) atau saluran cerna bagian bawah. Dari saluran cerna virus menyebar ke
jaringan getah bening lokal atau regional. Akhirnya virus menyebar masuk ke
dalam aliran darah sebelum menembus dan berkembang biak di jaringan saraf.
Poliomielitis mempunyai tendensi lebih merusak sel saraf motorik pada
medulla spinalis dan batang otak. Seringkali polio menyebabkan kerusakan saraf
tubuh yang membuat pertumbuhan penderita menjadi asimetris. Sehingga
cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh yang umumnya menetap
bahkan bertambah berat.
D. PATOGENESIS VIRUS
D. Baringkan segera korban yang sakit, jauhkan dari orang lain, dan hubungi
dokter. Respons yang cepat mungkin dapat mengurangi tingkat
kelumpuhan.
E. Jangan beraktivitas terlalu lelah, baik untuk pria, wanita, dan juga anak-
anak.
F. Jangan sampai kedinginan. Hindari mandi atau berenang terlalu lama
dalam cuaca dingin atau duduk diam mengenakan pakaian basah.
E. PATOFISIOLOGI VIRUS
a) Fase Limfatik
1. Polio Nonparalitik
2. Polio Abortif
b) Fase Neurologis
Bila infeksi ini berlanjut, maka virus akan terus bereplikasi di luar
sistem saraf yang kemudian akan menginvasi ke dalam sistem saraf
pusat. Kondisi ini dikenal sebagai fase neurologis. Pada fase ini, virus
polio akan melanjutkan replikasi pada neuron motorik kornu anterior dan
batang otak, sehingga terjadi kerusakan pada lokasi tersebut. Kerusakan
sel-sel saraf motorik tersebut akan berdampak pada manifestasi tipikal
pada bagian tubuh yang dipersarafinya. Keadaan ini berakibat terjadinya
lumpuh layu akut, dikenal juga sebagai acute flaccid paralysis (AFP)
sehingga polio yang terjadi dikenal sebagai polio paralitik.
Polio paralitik terjadi <1% dari semua kasus infeksi virus polio pada
anak-anak. Gejala paralitik terjadi 1‒18 hari setelah prodromal, kemudian
berlangsung progresif selama 2‒3 hari. Umumnya, progresivitas paralisis
akan berhenti setelah suhu tubuh kembali normal. Tanda dan gejala
prodromal tambahan dapat berupa refleks superfisial menurun hingga
menghilang, refleks tendon dalam meningkat disertai nyeri otot berat dan
kejang pada tungkai atau punggung. Saat fase AFP, refleks tendon dalam
akan berkurang dan biasanya asimetris. Setelah gejala menetap selama
beberapa hari atau minggu, kekuatan kemudian mulai kembali dan pasien
tidak mengalami kehilangan sensorik atau perubahan kognisi (Howard,
2005).
F. IMUNOLOGI VIRUS
G. GEJALA KLINIK
Sebagian besar penderita polio tidak menyadari bahwa diri mereka telah
terinfeksi polio, sebab virus polio pada awalnya hanya menimbulkan sedikit
gejala atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Meskipun demikian,
penderita polio tetap dapat menyebarkan virus dan menyebabkan infeksi pada
orang lain.
Berdasarkan gejala yang muncul, polio dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan (nonparalisis) dan polio yang
menyebabkan kelumpuhan (paralisis). Berikut adalah gejala kedua jenis polio
tersebut:
a. Polio nonparalisis
• Demam
• Sakit kepala
• Radang tenggorokan
• Muntah
b. Polio paralisis
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a) Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis prodromal terjadi bifasik, yaitu terdiri dari tanda klinis
awal (minor) dan lanjutan (mayor).
b) Pemeriksaan Penunjang
c) Tes Serologi
d) Genomic Sequencing
I. PENCEGAHAN
Polio dalam bentuk obat tetes mulut (OPV-0) diberikan kepada bayi
sesaat setelah lahir. Selanjutnya, vaksin polio akan diberikan sebanyak empat
dosis, baik dalam bentuk suntik (IPV) atau obat tetes mulut (OPV). Berikut
adalah jadwal pemberian keempat dosis vaksin polio tersebut:
Dalam tiga dosis pertama (polio-1 hingga polio-3), seorang bayi setidaknya
harus mendapat satu dosis vaksin polio dalam bentuk suntik (IPV).
E. Suryawidjaja, J., 2005. Resurgensi poliomyelitis : status terkini dari infeksi poliovirus
di Indonesia. Universa Medicina, 24(2), pp. 92-102.
Ghafoor, S. & Sheikh, N., 2016. Eradication and Current Status of Poliomyelitis in
Pakistan : Ground Realities. Journal of Immunology Research, Volume 2016,
pp. 1-6.
He Y, Mueller S, Chipman PR, Bator CM, Peng X, Bowman VD, et al. Complexes of
Poliovirus Serotypes with Their Common Cellular Receptor, CD 155, J Virol. 2003;
77:4827-35.
Howard, R.S., Poliomyelitis and the post polio syndrome. BMJ : British Medical Journal,
2005. 330(7503): p. 1314-1318.
Racaniello, V.R., One hundred years of poliovirus pathogenesis. Virology, 2006. 344(1):
p. 9-16
Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Poliomielitis. Dalam: Buku ajar
infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.h.182-94.
Bhutta ZA, Orenstein WA. Scientific Declaration on Polio Eradication (on Behalf of
Scientific Experts Against Polio). Vaccine 2013;31:2850-1.
He Y, Mueller S, Chipman PR, Bator CM, Peng X, Bowman VD, et al. Complexes of
Poliovirus Serotypes with Their Common Cellular Receptor, CD155. J Virol.
2003;77:4827–35.
Mueller S, Wimmer E, Cello J. Poliovirus and Poliomyelitis: a tale of guts, brains, and an
accidental event. Virus Res. 2005;111(2):175-93.
Pasaribu S. 2005. Aspek Diagnostik Poliomielitis. Medan: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK USU.
Ryan KJ, Ray CG. Enteroviruses. In: Sherris JC, Ryan KJ, Ray CG, editors. Sherris
Medical Microbiology (4th ed.). New York: McGraw Hill, 2004. p. 535– 7. ISBN 0-
8385-8529-9.
Silverstein A, Silverstein VB, Nunn LS. Polio. Diseases and People. Berkeley Heights.
New York: Enslow Publisher, 2001.