Anda di halaman 1dari 2

Konstruktivisme sosial

Seperti konstruksionisme sosial , konstruktivisme sosial menyatakan bahwa orang bekerja sama
untuk membangun artefak . Sementara konstruksionisme sosial berfokus pada artefak yang dibuat
melalui interaksi sosial suatu kelompok, konstruktivisme sosial berfokus pada pembelajaran individu
yang terjadi karena interaksinya dalam kelompok.

Contoh yang sangat sederhana adalah sebuah benda seperti cangkir. Benda tersebut dapat
digunakan untuk banyak hal, tetapi bentuknya menunjukkan beberapa 'pengetahuan' tentang
membawa cairan (lihat juga Affordance ). Contoh yang lebih kompleks adalah kursus online — tidak
hanya 'bentuk' perangkat lunak menunjukkan hal-hal tertentu tentang cara kerja kursus online,
tetapi aktivitas dan teks yang dihasilkan dalam kelompok secara keseluruhan akan membantu
membentuk perilaku setiap orang dalam kelompok itu. Perkembangan kognitif seseorang juga akan
dipengaruhi oleh budaya yang diikutinya, seperti bahasa, sejarah dan konteks sosial.

Untuk penjelasan filosofis dari satu kemungkinan ontologi sosial-konstruksionis , lihat bagian 'Kritik'
dari Realisme representatif .

Konstruktivisme dalam belajar mengajar

Istilah konstruktivisme tentang belajar bermula dari Giambattista Vico pada awal Abad ke-18, yang
mempertanyakan mengenai konsep ilmu pengetahuan sebagai tujuan. Vico menjadi dikenal melalui
Piaget, yang menyatakan “knowledge is constructed in the Mind of the learner”, sebagai suatu
proses yang aktif dibadingkan dengan proses yang Pasif (Steve Tobias & Brian Hand, 1992).

Dalam perkembangannya terdapat dua aliran pemikiran tentang konstruktivisme,Yaitu


konstruktivisme kognitif (personal constructivism) atau konstruktivisme Piagetian Yang
dikembangakan oleh J.Piaget yang berakar pada teori struktur kognitif Piaget. Konstruktivisme
kognitif memandang seorang anak membangun pengetahuannya melalui Berbagai jalur, yakni :
membaca, mendengarkan, bertanya, menelusuri, dan melakukan Eksperimen terhadap lingkungan.
Dengan adanya tahap-tahap perkembangan kognitif, Yaitu sensori-motor, pra-operasi, operasi
konkrit, dan operasi formal, seseorang dapat Menalar apa yang dialaminya melalui mekanisme
assimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium.Konstruktivisme sosial atau konstruktivisme Vygotskian
beranjak dari karya Vygotsky yang membari tekanan pada proses interindividual yang mengatakan
antara Lain bahwa belajar dilakukan dalam interaksinya dengan lingkungan sosial maupun
Lingkungan fisik seseorang. Vygotsky yang menggunakan pendekatan historis dan budaya
Berpendapat bahwa manusia secara aktif merealisasi dan mengubah dirinya dalam Berbagai konteks
budaya dan historis. Dalam internalisasi pada proses menjadi tahu,Setiap individu mempunyai
kecakapan mengeksternalisasi dan saling bertukar gagasan Dengan anggota kelompoknya tentang
pengertiannya terhadap pengalaman yang mereka Pertukarkan.

Disini terjadi proses penyesuaian untuk mengkonstruksi pengetahuan secara intra Individual, yakni
melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para Konstruktivis Vygotskian lebih
menekankan pada penerapan teknik diskusi dalam proses Pembelajaran, sebagai wahana
komunikasi dan saling tukar gagasan antar individu. Oleh Karena itu, dalam proses pembelajaran
Vygotsky menekankan pada pentingnya interaksi Sosial, sedangkan Piaget menekankan pada aspek
konflik kognitif. Sorang guru Konstruktivis seyogianya mengembangkan dan menerapkan model
pembelajaran yang Berpijak pada konstruktivisme kognitif dan konstruktivisme sosial. Dengan
demikian Pembelajaran berlangsung dengan membawa siswa menggunakan kognisinya dalam
Mempelajari bahan ajar juga melibatkan siswa dalam diskusi kelompok maupun diskusi Kelas
sebagai perwujudan interaksi sosial
Pembelajaran sosiologi akan menjadi menyenangkan ketika materi pelajaran Konflik Sosial dikaitkan
dengan kehidupan sosial di masyarakat sehari-hari. Pelajaran hakikatnya untuk menjadi menarik dan
mudah diikuti peserta didik. Perasaan senang dan motivasi peserta didik untuk belajar giat harus
ditumbuhkan agar pembelajaran menjadi lancar ikut menentukan keberhasilan dalam belajar. Oleh
karena itu perlu diperhatikan oleh guru bagaiamana cara dan proses pembelajaran yang efektif agar
pelajaran Konflik Sosial menjadi pembelajaran yang menyenangkan.

Salah satu karakteristik pembelajaran efektif dalam mata pelajaran sosiologi adalah pembelajaran
tersebut dapat merespons kebutuhan individual peserta didik secara umum. Dalam materi Konflik
Sosial, guru dapat menggunakan diskusi bersama untuk merangsang keaktifan semua peserta didik
dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, guru harus bisa merangkul seluruh siswa
dalam proses pembelajaran. Jangan hanya satu atau dua siswa saja yang pintar. Belajar adalah
proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Peserta didik melalui proses ini dapat menyerap atas apa yang
diberikan sehingga adanya perubahan lebih baik dari peserta didik.

Teori belajar konstruktivisme adalah metode tepat untuk pembelajaran Konflik Sosial karena tujuan
pembelajaran ini menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir sendiri untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. Makna belajar konstruktivisme adalah aktivitas yang
aktif. Peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan
merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada
dan dimilikinya (Shymansky, 1992).

Anda mungkin juga menyukai