Anda di halaman 1dari 18

Parotitis

Referat

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Pembimbing :
drg. Anny Rufaida, Sp.KG

Disusun oleh : Lionita Putri Ayuda

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

LABORATORIUM ILMU GIGI DAN MULUT


RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Referat yang berjudul “Parotitis” ini
dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Tujuan penyusunan
Referat ini adalah sebagai tambahan ilmu pengetahuan guna memenuhi tugas.
Penyusun menyadari bahwa laporan referat ini belum sempurna. Untuk itu,
saran dan kritik dari para dosen atau dokter pembimbing dan pembaca sangat
diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca,
penyusun ucapkan terima kasih.
Semoga referat ini bermanfaat bagi penyusun, pembaca serta rekan-rekan
lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kedokteran.

Kepanjen, 19 Maret 2020

Lionita Putri Ayuda


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Kelenjar Saliva........................................................................3
2.2 Anatomi Kelenjar Parotis......................................................................3
2.3 Histologi Kelenjar Saliva ......................................................................5
2.4 Fisiologi Kelenjar Saliva.......................................................................5
2.5 Infeksi Kelenjar Saliva..........................................................................6
2.6 Parotitis Virus Akut ..............................................................................6
2.7 Parotitis Bakteri Akut............................................................................9
2.8 Parotitis Rekuren Kronik......................................................................11
2.9 Parotitis Punctata..................................................................................12
BAB 3 PENUTUP
3.1Kesimpulan............................................................................................14
3.2 Saran ....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................15

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelenjar liur adalah kelenjar eksokrin yang mensekresikan air liur (saliva) ke dalam
rongga mulut.1 Dalam rongga mulut terdapat beberapa kelenjar air liur diantaranya dua
kelenjar parotis, dua kelenjar submandibular, dua kelenjar sublingual serta kelenjar minor
dalam jumlah banyak.2 Sel-sel plasma dalam kelenjar liur menghasilkan antibodi terutama
dari kelas IgA, yang ditransportasikan ke dalam saliva. Selain itu terdapat beberapa jenis
enzim antimikrobial yang terkandung dalam saliva seperti lisozim, laktoferin, dan
peroksidase.1
Saliva mempunyai fungsi yang sangat penting untuk kesehatan rongga mulut karena
mempunyai hubungan dengan proses biologis yang terjadi dalam rongga mulut. Secara umum
saliva berperan dalam proses perlindungan pada permukaan mulut, pengatur kandungan air,
pengeluaran virus-virus, produk metabolisme organisme serta mikroorganisme, pencernaan
makanan, pengecapan, diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel kulit, epitel dan saraf. 3 Kesehatan
lapisan mulut, faring, fungsi pengunyahan, deglutisi (proses makanan sejak masuk ke rongga
mulut hingga esofagus) sangat bergantung pada cukupnya aliran saliva.4
            Terdapat beberapa penyakit yang mempengaruhi kelenjar liur, bentuk yang paling
sering dari pembengkakan parotis akut adalah parotitis (gondong, “mumps”).5 Pada tahun
1990 di Amerika Serikat terdapat 5.292 kasus mumps, tahun 1968 terdapat 159.209 kasus dan
pada tahun 2000 terdapat 338 kasus. Jumlah ini mewakili sedikit dari kasus mumps yang
pernah dilaporkan. Dari data yang dilaporkan dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan
kasus mumps yang signifikan dari tahun 1990 sampai tahun 2000.6 Penggunaan vaksin untuk
mencegah penularan serta peraturan mengenai imunisasi mumps yang telah diberlakukan oleh
beberapa negara di dunia membuat jumlah kasus mumps mengalami penurunan.7 Sedangkan
jumlah kasus parotitis akut di Indonesia khususnya di kota Ambon belum dapat diketahui
secara pasti karena minimnya penelitian mengenai penyakit ini.

2
.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi dari Parotitis?


b. Apa etiologi dari Parotitis?
c. Bagaimana patogenesis dari Parotitis?
d. Apa saja manifestasi klinis dari Parotitis?
e. Bagaimana cara mendiagnosa Parotitis?
f. Apa saja komplikasi dari Parotitis?
g. Bagaimana penatalaksanaan dari Parotitis?
h. Bagaimana prognosis dari Parotitis?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui dan memahami tentang definisi Parotitis
b. Mengetahui dan memahami tentang etiologi Parotitis
c. Mengetahui dan memahami tentang patogenesis Parotitis
d. Mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis Parotitis
e. Mengetahui dan memahami tentang diagnosa Parotitis
f. Mengetahui dan memahami tentang komplikasi Parotitis
g. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan Parotitis
h. Mengetahui dan memahami tentang prognosis Parotitis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Kelenjar Liur


Kelenjar liur atau kelenjar saliva terbagi dalam dua kelompok yaitu kelenjar liur
mayor dan minor. Kelenjar liur mayor terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibular
dan kelenjar sublingual yang masing-masing berjumlah sepasang, sedangkan kelenjar liur
minor tersebar di dalam rongga mulut pada lapisan mukosa dan submukosa.2,8
Kelenjar liur mensekresikan saliva bersamaan dengan enzim pencernaan seperti
amilase, antimikroba IgA, lisozim dan laktoferin.2 Saliva berguna untuk melubrikasi
makanan, membantu proses menelan serta membasahi mukosa bukal yang penting untuk
berbicara. Kelenjar liur masing-masing mensekresi saliva rata-rata 0,5 liter setiap
hari.2 Kontribusi dari masing-masing kelenjar bervariasi diantaranya kelenjar parotis
memproduksi 20%, kelenjar submandibula 65%, kelenjar sublingual serta kelenjar liur minor
15% dan bila distimulasi kelenjar parotis dapat memproduksi saliva hingga 50%. 2 Kelenjar
parotis memproduksi saliva yang bersifat serous, kelenjar submandibula memproduksi saliva
yang bersifat serous dan mukus, sedangkan kelenjar sublingual dan kelenjar liur minor
memproduksi saliva yang bersifat mukus.2 Kondisi dimana terjadi defisiensi produksi saliva
dapat mengakibatkan xerostemia, caries dan peradangan atau destruktif periodontal.2,8

2.2  Anatomi Kelenjar Parotis

4
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan sepasang kelenjar liur mayor yang terbesar dengan berat
kira-kira 25 gram, lokasinya berada pada ramus mandibulae, processus mastoideus,
dan processus styloideus.2,8 Kelenjar ini terbungkus dalam selubung parotid (parotid sheath)
yang terdiri dari jaringan ikat dan kapsul fibrosa padat yang berasal dari lamina superficialis
colli profunda.9 Kelenjar ini memiliki tiga facies yaitu facies superficialis, facies
anteromedial dan facies posteromedial. Facies superficialis (sisi luar) berbentuk segitiga atau
triangular, mencapai arcus zygomaticus (sudut pipi), meatus acusticus externus (lubang
telinga luar), musculus sternocleidomastoideus dan facies superficialis musculus
masseter. Facies anteromedial (sisi depan-dalam) berbentuk huruf U berbatasan
dengan facies posterior ramus mandibulae, musculus masseter dan musculus pterygoideus
medialis.2,8
Pada tepi anterior musculus masseter saluran parotis berbelok ke arah medial
menembus musculus buccinator dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke II
rahang atas.2 Facies posteromedial (sisi belakang-dalam) mencapai processus
mastoideus, musculus sternocleidomastoideus, dan venter posterior musculus
digastricus. Ductus excretorius parotideus (duktus Stenson) bisa ditemukan kira-kira 1,5 cm
di bawah arkus zygomatikum dan mengarah kedepan diatas permukaan lateral musculus
masseter.2,8 Pada margo anterior musculus masseter, duktus membelok ke arah medial
menembus lapisan lemak buccal dan musculus buccinator. Kemudian duktus ini berlanjut ke
arah depan diantara otot dan membran mukosa, akhirnya bermuara ke dalam vestibulum
orispada papilla di depan gigi molar II rahang atas. Kelenjar ini bersifat serous pada orang
dewasa terkadang terdapat sel asinar mukus saat masih anak-anak.2,8
Kelenjar liur dipersarafi oleh sistem otonom, terutama parasimpatis. Sinyal
parasimpatis dihantarkan oleh nervus facialis dan nervus glosofaringeal. Sinyal parasimpatis
bersifat sekremotor dan vasodilator. Jalur parasimpatis sebagai jalur sekremotor berujung
pada kelenjar liur menuju nukleus salivarius di medulla. Nukleus salivarius terdiri dari
nukleus salivarius superior dan inferior. Nukleus salivariussuperior mengatur kelenjar parotis
dan kelenjar von Ebner.1,2,8
Sirkulasi darah ke kelenjar liur sangat penting dalam proses sekresi saliva.
Rangsangan parasimpatis pada kelenjar liur menyebabkan peningkatan aliran darah.
Vaskularisasi kelenjar parotis didapat dari arteri facialis dan arteri karotis eksterna,

5
vaskularisasi kelenjar submandibula didapat dari arteri facialis dan arteri lingualis, sedangkan
untuk kelenjar sublingual vaskularisasinya didapat dari arteri sublingual dan arteri submental.

2.3 Histologi kelenjar liur


Setiap kelenjar saliva memiliki lobus yang terdiri atas kompartemen yaitu asinus,
duktus interkalata dan duktus striata. Setiap asinus di drainase ke dalam duktus. Asinus
glandula submandibula dan sublingual di sekitar sel asinar mukus masih memiliki sel sekresi
serous yang disebut sel bulan sabit. Asinus dan sel duktus pada bagian basal dikelilingi oleh
sel mioepitel yang pada kelenjar parotis berupa serous, pada kelenjar sublingual berupa
mukus dan pada kelenjar submandibula berupa seromukus.8
Pada berbagai lobus kelenjar, saluran-saluran pembuangan terkumpul di dalam muara
interlobular dan berakhir pada muara duktus Stenson dan masuk pada
mukosa buccal setinggi gigi molar II rahang atas. Duktus pada kelenjar submandibula
disebut duktus Wharton yang berada di sepanjang dasar mulut hingga ke frenulum lingualis.
Duktus utama pada kelenjar sublingual berhubungan dengan duktus Wharton dan sekresinya
tidak dapat dipisahkan. 8

2.4 Fisiologi Kelenjar Liur


Saliva diproduksi oleh sel-sel asinar berkelompok yang mengandung elektrolit,
enzim-enzim (ptialin, maltase), karbohidrat, protein, komponen anorganik (sodium, kalium,
kalsium, magnesium, bikarbonat, khlorida, fosfat, potassium, nitrat) dan enzim antimikroba.
Setiap hari sel-sel asinar memproduksi saliva kira-kira 500 – 1500 ml dan dialirkan ke duktus
dengan kadar rata-rata 1 ml per menit. Saliva manusia secara umum bersifat alkali.2,8
Kelenjar liur memiliki beberapa unit sekretori yang meliputi asinus di ujung
proksimal dan unit duktus distal. Unit duktus ini menggabungkan beberapa elemen duktus
hingga mencapai asinus, duktus striata dan duktus sekretori. Sel-sel mioepitel mengelilingi
asinus hingga mencapai duktus interkalata dan sel-sel ini kemudian berkontraksi sehingga
mensekresi saliva.
            Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelenjar liur untuk mensekresi saliva
diantaranya :
1.    Faktor mekanis yaitu mengunyah makanan yang keras atau permen karet.
2.    Faktor kimiawi yaitu melalui rangsangan seperti rasa asam, manis, asin, pahit dan pedas.
3.    Faktor neural yaitu melalui sistem saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis.

6
4.    Faktor psikis seperti stres yang menghambat sekresi saliva.
5.    Obat-obatan seperti antikolinergik, analgesik, antipsikotik, antihistamin, antidepresan,
antihipertensi, amfetamin, antiparkinson dan atropin yang juga dapat menghambat sekresi
saliva.

2.5 Infeksi Kelenjar Liur (Sialadenitis)


Berbagai macam jenis infeksi dapat terjadi pada kelenjar liur baik yang bersifat akut
maupun kronis. Infeksi pada kelenjar liur dikenal sebagai Sialadenitis. Peradangan kelenjar
liur mayor bisa disebabkan oleh bakteri, virus atau proses autoimun. Penyebab tersering dari
infeksi kelenjar liur adalah virus parotitis (gondongan, mumps) yang menyebabkan
pembesaran pada kelenjar liur mayor terutama kelenjar parotis. Walaupun beberapa virus
dapat menyebabkan mumps, namun penyebab utama adalah paramyxovirus. Paramyxovirus
merupakan suatu virus RNA yang berkaitan dengan virus influenza dan parainfluenza. Virus
ini biasanya menyebabkan peradangan interstisium difus yang ditandai dengan edema,
terdapat sejumlah sel radang mononukleus dan kadang-kadang terjadi nekrosis fokal.
Infeksi pada kelenjar liur dapat diklasifikasikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Tipe-tipe sialadenitis11
Sialadenitis akut
Virus :
1. Mumps
2. Cytomegalovirus
3. Coxsackievirus, echovirus, parainfluenza, influenza
Bakteri :
          Parotitis supuratif akut
          Sialadenitis obstruktif (elektrolit)
Sialadenitis kronis
Parotitis kronik rekuren
Sialadenitis rekuren kronik dari kelenjar submandibula (sialadenitis kronik sklerosis/tumor
kuttner)
Sialadenitis akibat radiasi
Sialadenitis akibat imunitas
1. Mioepitel (Sindrom Sjogren)
2. Sel epiteloid (Sindrom Heerfordt)
Sialadenitis granulomatous infeksius
1. Tuberkulosis
2. Aktinomikosis
3. Sifilis

2.6  Parotitis Virus Akut (gondongan, mumps)


2.6.1 Etiologi

7
Penyakit ini disebabkan oleh paramyxovirus. Virus mengendap di dalam saliva,
menyebar melalui droplet, dan air liur. Kelenjar mayor terutama kelenjar parotis terinfeksi
melalui jalur hematogen.2

2.6.2 Gejala klinis


Masa inkubasi dari virus penyebab mumps adalah 14-24 hari.2,6 Dimulai dengan
stadium prodormal lamanya 1-2 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit kepala, muntah,
nyeri otot. Suhu tubuh biasanya naik sampai 38,5°C – 39,5°C kemudian timbul
pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat menjadi
bilateral. Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun pada perabaan. Di daerah
kelenjar parotis, kulit tampak berwarna merah kecoklatan, nyeri bila ditekan, bagian bawah
daun telinga terangkat ke atas. Kadang-kadang disertai trismus dan disfagia jika inflamasi
meluas ke perbatasan musculus pterygoid. Di rongga mulut pada muara duktus
stenson tampak kemerahan dan edema.

Gambar 2. Gambaran Klinis Parotitis

2.6.3 Patofisiologi

Pada umumnya penyebab paramyxovirus sebagai agen penyebab parotitis.


Terinfeksinya kelenjar parotis karena percikan ludah, atau kontak langsung dengan penderita
parotitis lain, melalui muntahan, dan urin. Virus tersebut masuk kedalam tubuh melalui
hidung atau mulut. Untuk mengetahui adanya infeksi dibuktikan dengan meningkatnya kadar

8
IgM dan IgG, dikatakan negatif jika <0.100 dan positif jika >0.200. Parotitis akut banyak
terjadi pada neonatus dan pada orang lanjut usia atau yang lemah dengan penyakit sistemik
atau setelah operasi. Faktor predisposisi meliputi : dehidrasi, malnutrisi, imunosupresi,
infeksi gigi, trakeostomi, dan obat-obatan yang menekan aliran saliva (antihistamin, diuretik,
obat antikolinergik). Bakteri menyebar dari rongga mulut ke kelenjar parotis melalui duktus
Stensen. Mekanisme potensial lainnya, terutama pada bayi baru lahir, adalah penyebaran
hematologis dari bakteremia sementara.
2.6.4 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan gejala klinis. Dapat dilakukan tes serologi jika masih
diragukan. Bila titer antibodi meningkat 4 kali lipat dalam 2 – 3 minggu setelah onset maka
hal ini dapat menegakkan diagnosis.2,6
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi mumps pada pemeriksaan
fisis. Disamping leukopenia dengan limfositosis relatif, didapatkan pula kenaikan kadar
amilase dalam serum yang mencapai puncaknya setelah 1 minggu dan kemudian menjadi
normal kembali dalam 2 minggu.
Bila diagnosis tidak jelas maka diagnosis didasarkan atas :
1.    Terdapatnya virus dalam saliva, urin, liquor serebrospinal atau darah.
2.    Serum neutralization test.
3.    Kenaikan titer yang bermakna dari complement fixing antibody test selama masa
penyembuhan.
4.    Didapatkannya antibodi dalam serum terhadap antigen S selama ada gejala mumps.
Jumlah antibodi tersebut mencapai puncaknya pada permulaan penyakit dan kemudian
menghilang dalam waktu 6 – 12 bulan sedangkan antibodi terhadap antigen V atau antigen
virus mencapai puncaknya dalam 1 bulan, menetap dalam 6 bulan berikutnya dan kemudian
menurun secara lambat dalam 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada. 

2.6.5 Diagnosa Banding


HIV, enterovirus, EBV, influenza, parainfluenza, CMV, dan koriomeningitis
limfositik. Gangguan non-infeksi yang berhubungan dengan pembengkakan parotis termasuk
penyakit kolagen vaskular, fibrosis kistik, sialolitiasis, tumor, limfadenitis servikal, parotitis
supuratif akut, parotitis kronik rekuren, infeksi atau abses dentogen, sialolithiasis.

2.6.6 Penatalaksanaan

9
            Tirah baring selama demam dan masih ada pembengkakan kelenjar parotis.
Simptomatik diberikan kompres dingin dan juga diberikan analgesik.15 Untuk situasi yang
mendesak, pengobatan segera dengan antibiotik intravena dan sambil menunggu hasil kultur
diperoleh pengobatan dengan antibiotik resisten penisilinase dimulai. Koreksi terhadap
dehidrasi dilakukan dan higiene mulut harus diperhatikan. Pada umumnya peradangan
menunjukkan penurunan setelah 48 jam. Jika terdapat infeksi lanjut walaupun sudah
melakukan penatalaksanaan medis yang adekuat, operasi untuk drainase mungkin diperlukan.
Dibuat insisi mirip dengan yang dilakukan untuk parotidektomi. Kulit dan jaringan subkutan
diangkat dari kapsul kelenjar. Beberapa insisi melalui kapsul kelenjar yang dibuat sejajar
terhadap bagian utama nervus fasialis untuk mengalirkan pus. Terapi radiasi dengan dosis
berkisar 400 sampai 600 rad dengan kecepatan 200 rad per hari digunakan untuk mengurangi
sekresi parotis dan juga untuk mengurangi peradangan. Pengobatan tambahan juga membantu
jika diberikan dalam 28 jam pertama proses peradangan.5

2.6.7 Pencegahan
Pencegahan pasif dengan memberikan globulin hiperimun ternyata tidak dapat
mencegah mumps atau mengurangi komplikasi. Pencegahan aktif dilakukan dengan
memberikan vaksinasi dengan virus mumps yang hidup tapi telah dirubah sifatnya. Diberikan
secara subkutan pada anak berumur 15 bulan.2,6,3
Vaksin ini tidak menyebabkan demam atau reaksi lain dan tidak menyebabkan
ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan
bersama vaksin campak dan rubela. Dapat diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang
telah kontak dengan penderita mumps tapi belum pernah menderita penyakit tersebut.

2.6.8 Komplikasi
     Sering ditemukan hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang abnormal, hal ini
menandakan adanya meningitis. Komplikasi yang serius namun jarang terjadi adalah
meningoensefalitis dengan defisit nervus kranialis permanen, orkitis dan labirintis. Dalam
banyak kasus dapat pula terjadi ketulian lateral serta dapat mengenai pankreas.2,6,3

2.6.9 Prognosis
     Prognosis dari penyakit ini biasanya tergantung dari status imun penderita. Biasanya
infeksi virus pada pasien yang immunokompeten seringkali prognosisnya baik.

10
2.7  Parotitis Bakteri Akut (Parotitis Supuratif Akut) 
2.7.1 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering adalah staphylococcus
aureus, streptococcus penumonia, escheria coli dan haemophilus influenza.

2.7.2 Patogenesis
     Pada awalnya terjadi stasis dari aliran saliva, kemudian akan terbentuk striktur atau
obstruksi pada duktus kelenjar parotis. Statis dari aliran saliva akan mengurangi kemampuan
saliva untuk membersihkan mikroba di dalam mulut.2,4

2.7.3 Gejala klinis


     Gejala klinis pada penyakit ini antara lain : udem pada kelenjar parotis, kulit di atas
kelenjar parotis tampak eritem, teraba hangat dan nyeri bila ditekan, produksi saliva purulen,
trismus, demam atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut.2,6,4

2.7.4 Diagnosis
     Diagnosis dapat ditegakkan dari gejala klinis dan pemeriksaan fisis. Bila diagnosis
masih diragukan, maka saliva yang purulen dapat dikultur. Bakteri yang sering ditemukan
pada hasil kultur saliva ialah staphylococcus aureus, streptococcus penumonia, escheria
coli dan haemophilus influenza. Organisme lain yang ditemukan pada pasien yang sakit
kronis dan di rawat inap adalah klebsiella, enterobacter, pseudomonas dan candida.2

2.7.5 Penatalaksanaan
     Prinsip utama dalam penanganan penyakit ini meliputi rehidrasi, antibiotik penisilin
gram positif intravena, kompres hangat, sialogogoues (obat yang membantu melancarkan
aliran saliva), koreksi kebersihan mulut atau kombinasi dari terapi-terapi yang telah
disebutkan. Setelah dilakukan terapi non-operatif dan dalam waktu 48 jam pasien tidak
mengalami perbaikan, maka dapat dicurigai adanya abses. Insisi parotisektomi dapat
dilakukan jika terdapat abses namun harus berhati-hati agar tidak menciderai nervus facialis.
CT-Scan dan Ultrasound pada kelenjar parotis bisa mambantu menentukan lokasi infeksi.2

2.7.6 Komplikasi

11
     Jika penyakit ini tidak segera diobati maka dapat menimbulkan komplikasi yang
sangat fatal yaitu berupa abses.2,7

2.7.7 Prognosis
     Mayoritas pasien parotitis supuratif akut (parotitis supuratif akut) bisa sembuh dengan
terapi medikamentosa jika keadaan umum baik dan tidak terdapat komplikasi.2,6,7

2.8 Parotitis Rekuren Kronik


2.8.1 Etiologi
            Parotitis rekuren kronik sering terjadi pada anak-anak, namun juga dapat terjadi pada
orang dewasa. Patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas, tetapi congenital
ductectasia dipercaya merupakan faktor predisposisi terjadinya parotitis rekuren kronik.2,7

2.8.2 Gejala klinis


     Terjadi pembengkakan unilateral dari kelenjar parotis (jarang bilateral), nyeri bila
ditekan, saliva (seperti susu, granular atau purulen), biasanya terjadi trismus, kelenjar parotis
mengeras. Pada anak-anak, gejala mungkin dapat hilang pada masa pubertas namun pada
orang dewasa gejala dapat berlanjut menjadi lesi parenkim kelenjar liur yang menyebabkan
produksi saliva berkurang atau bahkan berhenti.2

2.8.3 Diagnosis 
     Diagnosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Walaupun
jarang, sialografi dapat menunjukkan “leafy tree” (duktus sekretori dengan ektasia acini dan
segmen duktus terminal).6
            
2.8.4 Penatalaksanaan
     Terapi dilakukan sama seperti parotitis bakterial akut. Pada anak-anak cukup dengan
terapi konservatif dan pada orang dewasa dapat dipertimbangkan parotisektomi, namun risiko
untuk terjadinya cedera pada nervus facialis cukup besar.8

2.8.5 Diagnosis banding

12
     Sialadenitis karena imunitas. Untuk membedakannya perlu dilakukan biopsi.
Sialadenitis karena faktor imun biasanya lebih banyak terjadi pada wanita.6

2.9 Parotitis Pungtata


            Lesi limfoepitelial benigna juga dikenal sebagai tumor Gadwin, sindrom Mikulicz
atau parotitis pungtata. Lesi limfoepitelial benigna mempunyai predileksi terutama pada
wanita dengan usia sekitar 50 – 60 tahun.2,6

2.9.1 Patogenesis
     Lesi limfoepitelial benigna adalah proses peradangan dengan adanya infiltrasi
limfositik disekeliling duktus dan parenkim kelenjar liur. Dengan meningkatnya infiltrasi
limfositik menyebabkan atrofi asinar yang progresif dan mengakibatkan hilangnya asinar-
asinar. Pada tingkat yang lebih progresif, epitel duktus berproliferasi dan menyebabkan
obstruksi duktus. 2,8

2.9.2 Gejala klinis


     Sering dijumpai pembengkakan kelenjar liur unilateral (kira-kira 20% kasus bilateral),
masa lunak, kadang-kadang disertai nyeri. Gejala seperti ini biasanya mengenai kelenjar
parotis dan jarang mengenai kelenjar submandibula. Bila mengenai kelenjar submandibula
maka akan teraba masa padat dan tidak nyeri. Bisa juga disertai dengan limfadenopati reaktif.
Penyakit ini berhubungan dengan sindrom Sjogren2,8

2.9.3 Diagnosis
     Diagnosis berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisis. Bila diagnosis masih
diragukan, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa FNAB (Fine Needle
Aspiration Biopsy). Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan histopatologi yang memberi
gambaran atrofi asinar dengan infiltrasi limfositik difus dan epimioepitel berbentuk seperti
pulau-pulau. Sialografi jarang dilakukan kecuali dicurigai adanya batu.2,8

2.9.4 Penatalaksanaan

13
     Penanganan penyakit ini bersifat simptomatik, kecuali bila terdapat pembesaran
kelenjar parotis yang cukup berat sehingga diharuskan untuk parotidektomi siperfisial. Eksisi
submandibula total adalah terapi yang sangat adekuat untuk kasus limfoepitelial, namun
kasus ini jarang terjadi.2,6,8

2.9.5 Komplikasi
     Penyakit ini dapat menyebabkan perkembangan ke arah penyakit neoplastik seperti
karsinoma limfoepitelial, limfoma sel B pada pseudolimfoma dan limfoma non-Hodgkin.
Kadang juga disertai dengan sarkoma kaposi pada pasien yang terinfeksi HIV.2,6,8
     

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan          
Berbagai macam infeksi dapat terjadi pada kelenjar liur, baik yang bersifat akut,
maupun kronis. Infeksi pada kelenjar liur dikenal sebagai Sialadenitis. Peradangan kelenjar
liur mayor mungkin disebabkan oleh bakteri, virus atau proses autoimun. Penyebab tersering
adalah infeksi virus parotitis (mumps) yang menyebabkan pembesaran semua kelenjar liur
utama, terutama kelenjar parotis. Walaupun sejumlah virus dapat menyebabkan gondongan,
namun penyebab utama adalah paramyxovirus. Virus ini biasanya menyebabkan peradangan
interstisium difus yang ditandai dengan edema, terdapat sejumlah sel radang mononukleus
dan kadang-kadang terjadi nekrosis fokal.

3.2 Saran

Penulis diharapkan selalu ingin menambah wawasan dan pengetahuan. Dan bagi para
praktisi dapat menggunakan jurnal ini sebagai salah satu penmbah wawasan untuk penunjang
pelayanan praktik.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Carlson ER, Ord RA. 2008. Textbook and color atlas of salivary gland pathology:

diagnosis and management. USA : Wiley-Blackwell;


2. Guyton AC, Hall JE. 2007. Guyton and hall: buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11.

Jakarta: EGC. hal. 835-836.


3.   Kumar, Cotran, Robbins. Buku ajar patologi. 7th Edition. Jakarta: EGC; 2007.
hal.614.
4. Myers EN, Ferris RL. Salivary gland disorders. Berlin: Springer; 2007. p.35-42.

5. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology: clinical pathologic correlations.

USA: Saunders; 2003. p.188-190.


6. Hassan R, Alatas Husein. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta: Infomedika;

2000. hal. 629-632.


7. Cummings W Charles, Fint W Paul, Haughey H Bruce, Richardson A Mark, Robbins

K Thomas, et al. Cumming otolaryngology head and neck surgery 4 th edition.


Philadelphia, Pennsylvania: Elseiver Inc; 2007.
8. Chandak R. Degwekar S, Chandak M, Rawiani S. Case report: acute submandibular

sialadenitis – a case report. Hindawi Publishing Corporation; 2012.10.1155

16

Anda mungkin juga menyukai