Anda di halaman 1dari 24

LI LBM 5 MATA

1. Mengapa pasien mengeluh mata kanan buram, kelopak mata bengkak, merah dan nrocos ?
 Mata nrocos
o Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Hal yang dapat mengakibtkan erosi
kornea adalah lensa kontak, sinar ultra violet, debu, dan asap.
Akibatnya kornea yang mempunyai banyak serabut saraf sensibel terkena, maka pasien
akan merasa sakit sekali, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan
akan terganggu oleh media kornea yang keruh.

Sumber : Sufia Permatasari Syaefullah. Kegawatdaruratan Mata akibat Trauma


Mekanik. DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA
CICENDO BANDUNG. 2019.
-Pupil mid dilatasi
Kelumpuhan otot sfingter pupil yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul pada
uvea sehingga menyebabkan pupil menjadi lebar atau midriasis.
2. Mengapa pasien pada saat px didapatkan mata kanan visus 1/60, edem palpebra, injeksi, edem
kornea, darah di coa 3mm, dan pupil mid dilatasi ?
 Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea ataupun malahan ruptur daripada membran Descement. Edema kornea yang
berat dapat mengakibatkan serbukan sel radang dan neurovaskularisaso masuk ke
dalam jaringan stroma kornea.
Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya
pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.kornea akan terlihat keruh,
dengan uji plasido yang positif.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonikseperti Nacl 5 %. Bila
terdapat peninggian tekananbola mata maka diberikan asetazolamida.
Sumber : SUGAMA GINTING. KARAKTERISTIK TRAUMA MATA PADA ANAK
DI RUMAH SAKIT ADAM MALIK PERIODE TAHUN 2014-2015. FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. 2017.
 Darah di COA
-Darah di COA 3mm
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema
akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan
iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.

Hifema traumatik disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola,
batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Tujuh puluh persen kasus hifema
traumatik terjadi pada usia di bawah 20 tahun dan benda- benda tersebut dilaporkan
sebagai objek penyebab hifema. Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada
mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya
terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut
mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan.
Selain trauma tumpul, hifema traumatik dapat disebabkan oleh trauma tembus
dengan merusak secara langsung vaskularisasi okuli.
Sumber : SUGAMA GINTING. KARAKTERISTIK TRAUMA MATA PADA ANAK
DI RUMAH SAKIT ADAM MALIK PERIODE TAHUN 2014-2015. FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. 2017.

3. Apa hubungan riwayat kecelakaan dengan keluhan pasien ?


4. Apa saja macam-macam trauma pada mata ?
1) TRAUMA MEKANIK
a. Trauma tumpul
 Kelopak
 Palpebra hematom
o Penyebab
Trauma akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras lainnya
o Penatalaksanaan
 Kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa
sakit
 Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi dapat dilakukan kompres
hangat pada kelopak
 Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan
berbentuk kaca mata, maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kaca
mata dan merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi
akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis
kranii. Darah masuk ke dalam kedua rongga orbita sampai pada batas
septum orbita kelopak mata, akan memberikan bentuk hematoma ini.
 Konjungtiva
 Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap
kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke duania
luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa mengedip, maka keadaan ini
telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva.
Penatalaksanaannya : dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan
cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.

 Hematom subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat
pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera.
Pecahnya pembuluh darah ini dapat akibat batuk rejan,trauma tumpul basis kranii,
atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah
akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, areriosklerosis, konjungtiva
meradang(konjungtivitis), anemia, dan obat-obatan tertentu.
Pengobatan dini yang dapat dilakukan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva
akan hilang atau diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak
terdapat robekan di bawah jaringn konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma
subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih burukseperti perforasi bola mata.
Bila tekanan bola mata rendah disertai tajam penglihatan menurun dengan hematoma
subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari
adanya ruptur sklera atauterlihatnya jaringan kororid yang menonjol

 Kornea
 Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea ataupun malahan ruptur daripada membran Descement. Edema kornea yang
berat dapat mengakibatkan serbukan sel radang dan neurovaskularisaso masuk ke
dalam jaringan stroma kornea.
Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi
sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.kornea akan terlihat keruh,
dengan uji plasido yang positif.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonikseperti Nacl 5 %. Bila terdapat
peninggian tekananbola mata maka diberikan asetazolamida.

 Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekan keras pada epitel kornea. Hal yang dapat mengakibtkan erosi kornea
adalah lensa kontak, sinar ultra violet, debu, dan asap.
Akibatnya kornea yang mempunyai banyak serabut saraf sensibel terkena, maka
pasien akan merasa sakit sekali, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan
penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila di beri pewarnaan
fluoresein akan berwarna hijau. Hati-hati bila memakai obat topikal untuk
menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan
epitel. Pada erosi kornea yang perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul
kemudian akibat barier epitel hilang.
Pengobatan biasanya diberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun
untuk mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan
dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan
mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi infeksi sekunder erosi kornea
yang mengenai seluruh permukaan kornea yang mengenai seluruh permukaan kornea
akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik.

 Uvea
 Iridoplegia
Pada trauma tumpul dapat terjadi kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil
menjadi lebar atau midriasis. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar. Pasien akan
sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan
masuknya sinar pada pupil, akan terlihat anisokoria pada pupil.
Iridoplegia ini akan berlangsung beberap hari sampai beberapa minggu. Kadang-
kadang tidak menjadi normal lagi. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi
istirahat untuk mencegah terjadinya kelelehan sfingter disertai dengan pemberian.

 Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk
pupil menjadi berubah menjadi lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama
dengan terbentuknya hifema. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Bila
keluhan demikian maka pada pasien sebainya dilakukan pembedahan dengan
melakukan resposisi iris yang terlepas.

 Hifema
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan
iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Pasien dengan hifema harus tinggal dan dirawat di rumah sakit. Pasien tidur dengan
kepala miring 60 derajat, diberi koagulansia, dan mata ditutup. Pada anak-anak yang
gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi penyulit glaukoma diberi
asetazolamida.
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7
hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema
sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.
 Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan
iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, suar di
dalam bilik mata depan, dan pupil mengecil. Tajam penglihatan menurun. Pada
uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat radang berat
maka dapat diberikan steroid sistemik.

 Lensa
 Dislokasi lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa akibat putusnya zonula
zinii.
Gangguan kedudukan lensa ini dapat dalam bentuk ;
a) Subluksasi lensa
Terjadi akibat zonula zinn putus sebagian sehingga lensa berpindah tempat. Pasien
pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada
zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan mata akan
menjadi lebih miopia. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan
sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini
mudah terjadi glaukoma sekunder.
Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada
zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan).
b) Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini
maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul
glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalnya. Pasien akan mengeluh penglihatan
menurut mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan
blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik
mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata
sangat tinggi. Pasien secepatnya dikirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya
dengan terlihat dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan tekanan bola mata.
c) Luksasi lensa posterior
Pada keadaan putusnya zonulla zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa
jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di datarn bawah polus posterior fundus
okuli. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan
melihat normal dengan lensa + 12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan
iris tremulans. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya
akibat lensa mengganggu kampus pasien.

 Katarak traumatic
Trauma tumpul dapat mengakibatkan katarak pungtata, selain daripada dapat
mengakibatkan katarak, yang biasanya berjalan lambat, dan proses degenerasinya
dapat berjalan lanjut. Proses degenerasi lanjut ini dapat mengakibatkan pencairan
korteks lensa dan bocor melalui kapsul lensa. Bahan lensa di luar kapsul sebagai
benda asing menimbulkan reaksi di dalam bilik mata depan sehingga menimbulkan
reaksi uveitis yang disebut sebagai uveitis fakotoksik dan glaukoma fakolitik.
Bila katarak telah menimbulkan reaksi fakolitik maka pasien akan mengeluh mata
sakit disertai dengan gejala uveitis lainnya sehingga lensa perlu dikeluarkan dengan
segera.

 Retina dan koroid


 Edema retina dan koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina. Edema retina akan
memberiakn warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan uvea
melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral dimana
terdapat edema retinakecuali daerah makula, sehingga pada keadaan iniakan terlihat
”cherry red spot” yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpuljuga
mengakibatkanedema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema
berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus
posterior fundus okuli berwarna abu-abu.

 Ablasi retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada
penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya
ablasi retina ini seperti retina tipis akibat retinitis sanata, miopia, dan proses
degenerasi retina lainnya. Bila terjadinya ablasi retina setelah suatu trauma tidak
diketahui dengan jelas karena waktu terjadinya tidak selalu sama.
Pada pasien ekan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir
menganggu lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka
tajam penglihatan akan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina
yang berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-
kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus.

 Rupture koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat
daripada ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan
melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik. Bila ruptur koroid ini terletak atau
mengenai daerah makula lutea maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat.
Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila
darah tersebut telah diabsorbsi maka akan terlihat bagian yang ruptur berwarna putih
karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid.

 Saraf optic
 Avulse papilsaraf optic
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola
mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan.
Penderita perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

 Optic neuropati traumatic


 Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian
pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.
 Tanda :
 Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek
aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina.
 Tanda lain yang dapat diemukan adalah gangguan penglihatan warna dan
lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu
sebelum menjadi pucat.
 Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu dengan memberi
steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu
dipertimbangkan untuk pembedahan.

b. Trauma Tajam
 Penetran : menembus bolamata
 Non penetran : menggosok bola mata

Tanda
 Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan
konjungtiva ini atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila
robekan konjungtiva lebih 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah
terjadinya granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya
robekan sclera bersama-sama dengan robekan konjungtiva tersebut.
 Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata
maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti:
i. Tajam penglihatan yang menurun
ii. Tekanan bola mata rendah
iii. Bilik mata dangkal
iv. Bentuk dan letak pupil yang berubah
v. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
vi. Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan
kaca, atau retina
vii. Konjungtiva kemotis

Pengobatan
 Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka
secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup dan segera
dikirim pada dokter mata untulk dilakukan pembedahan.
 Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada
benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto.
 Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotika sistemik
atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan.
 Pasien juga diberi anti tetanus profilaktik, analgetika, dan kalau perlu penenang.
Sebelum dirujuk mata tidak diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata.
Pasien tidak boleh diberi steroid local dan beban yang diberikan pada mata tidak
menekan bola mata.

Etiologi
 Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata.
Benda asing di dalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan. Benda asing yang
bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnit raksasa. Benda yang tidak
magnetik dikeluarkan vitrektomi.

Penyulit
 Penyulit yang dapat timbul pada terdapatnya benda asing intraokular adalah
endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ptisis bulbi.

c. Trauma Benda Asing


 Logam dan Non logam
 Binatang

Corpus alienum atau benda asing, merupakan salah satu penyebab terjadinya cedera mata,
sering mengenai sklera, kornea, dan konjungtiva. Meskipun kebanyakan bersifat ringan,
beberapa cedera bisa berakibat serius. Apabila suatu corpus alienum masuk ke dalam bola mata
maka akan terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata.

Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi, mengakibatkan dilatasi pembuluh
darah dan kemudian menyebabkan udem pada kelopak mata, konjungtiva dan kornea. Sel darah
putih juga dilepaskan, mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan terdapat infiltrat
kornea. Jika tidak dihilangkan, benda asing dapat menyebabkan infeksi dan menjadi ulkus atau
nekrosis jaringan.

Selain itu, jika sampai mengenai lensa dapat menyebabkan katarak traumatika. Beratnya
kerusakan pada organ-organ di dalam bola mata tergantung dari besarnya corpus alienum,
kecepatan masuknya, ada atau tidaknya proses infeksi, dan jenis bendanya. Penatalaksanaannya
adalah dengan mengeluarkan benda asing tersebut dari bola mata. Bila lokasi corpus alienum
berada di palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah
pemberian anatesi lokal. Untuk mengeluarkannya, diperlukan kapas lidi atau jarum suntik
tumpul atau tajam.Arah pengambilan, dari tengah ke tepi. Bila benda bersifat magnetik, maka
dapat dikeluarkan dengan magnet portable. Kemudian diberi antibiotik lokal, siklopegik, dan
mata dibebat dengan kassa steril dan diperban

 MACAM :

 JENIS :

 LOGAM

 NON LOGAM

REAKSI :

o BENDA INERT

o BENDA REAKTIF
2) TRAUMA NON MEKANIK
a. Trauma Kimia
Bahan kimia yang dapat mengakibaIkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam
bentuk:
1. Trauma Asam
2. Trauma Basa atau Alkali.

Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada:


 pH,
 Kecepatan,
 Jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata.
 Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak dan
menembus kornea.

Pengobatan
 Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.
 lrigasi daerah yang terkena trauma kimia merupa tindakan yang segera harus
dilakukan karena dapat memberikan penyulit yang lebih berat.
 Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologi atau air bersih lainnya
selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit.
 Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan air yang tersedia pada saat itu
seperti dengan air keran, larutan garam fisiologik, dan asam berat.
 Anestesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.
 Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3% sedang untuk basa
larutan asam borat, asam asetat 0.5% atau bufer as asetat pH 4.5% untuk
menetralisir. Diperhatikan kemungkinan terdapat benda asing penyebab luka
tersebut.
 Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberi adalah antibiotika
topikal, sikioplegik dan bebat mata selama mata masih sakit.
 Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya
sempurna setelah 3-7 hari.

Klasifikasi
 Trauma Asam
 Etiologi
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorga organik (asetat,
forniat),d an organik anhidrat (asetat).
 Patofisiologi
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun
penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak
akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya
pada bagian superfisial saja. Bahan asam dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi
seperti terhadap trauma basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan lebih
dalam.
 Pengobatan
a. Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan
selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang
mengakibatkan trauma.
b. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam
penglihatan tidak banyak terganggu.

 Trauma Basa atau Alkali


 Patofisiologi
a. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat
gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata
depan, dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.
Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam
waktu 7 detik.
b. Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah
bertambah kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam
bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan
penderita.
 Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam :
 Derajat 1 hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
 Derajat 2 hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea
 Derajat 3 :hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya
epitel kornea
 Derajat 4: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
 Pengobatan
a. Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan
irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama
mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit segera
setelah trauma.
b. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa.
EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma alkali diperlukan untuk
menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke tujuh.
 Penyulit
Penyulit yang dapat timbul trauma alkali adalah
a. Simblefaron,
b. Kekeruhan kornea,
c. Edema dan neovaskularisasi kornea,
d. Katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.

b. Trauma Radiasi Elektromagnetik


Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah
 Sinar inframerah
 Sinar ultraviolet
 Sinar X dan sinar terionisasi
Trauma Sinar Infra Merah
 Patofisiologi
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari dan pada
saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya
sinar inframerah terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan di tempat
pemanggangan kaca akan menggeluarkan sinar infra merah. Bila seseorang berada
pada jarak kaki sela satu menit di depan kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau
midria maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat Celcius. Demikian pula yang
mengabsorpsi sinar infra merah akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap
kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infra merah oleh lensa akan mengakibatkan
katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.
 Factor resiko terkena
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja industri gelas
dan pemanggangan logam.
 DD
a. Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak
kortikal anterior-posterior dan koagulasi pada koroid.
b. Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sement ataupun
permanen.
 Pengobatan
1. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi kecuali
mencegah terkenanya mata oleh sinar infra merah ini.
2. Steroid sistemik dan lokal diberikan uniuk mencegah terbentuk jaringan parut
pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

c. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)


 Definisi
Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat mempunyai
panjang gelombang antara 350-295 nM.
 Patofisiologi
Sinar ultra violet banyak terdapat padd saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar ultraviolet akan segera merusak epitel
kornea. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea
sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini
akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan
gangguan tajam penglihatan yang menetap.
 Tanda dan gejala
1. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam
setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit mata seperti kelilipan atau
kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik.
2. Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-
kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein positif. Keratitis
terutama terdapat pada fisura paipebra.
3. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.
4. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama
kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada komea.
Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultra violet sehingga
gambaran keratitisnya menjadi berat.
 Pengobatan
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik, dan mata
ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.
Sinar lonisasi dan Sinar X
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk:
1. Sinar alfa yang dapat diabaikan
2. Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan
3. Sinar gama dan
4. Sinar X
 Patofisiologi
1. Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya retina.
Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebih
muda dan lebih peka.
2. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak
normal. Sedang sel baru yang berasal dari set germinatif lensa tidak menjadi
jarang.
3. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang diakibatkan
diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan
eksudat.
4. Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan
kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis
dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut
konjungtiva atrofi set goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.
 Pengobatan
1. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali
sehari dan sikioplegik satu kali sehari.
2. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.
Sumber : Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM

5. Bagaimana alur diagnosis dari skenario ?


Pemeriksaan Trauma Tumpul Mata
•Anamnesis : riwayat trauma, riwayat kelainan mata, alergi obat, riwayat vaksin
tetanus
•PF : Visus dasar, Ukuran dan reflex pupil, pemeriksaan eksternal dan slit lamp,
funduskopi
•Jika visus normal atau sedikit menurun, kemungkinan perforasi bola mataminimal
•Jika visus menurun, kemungkinan perforasi bola mata, abrasi
kornea,dislokasi lensa, ablasi retina
•Palpebra : apakah ada pembengkakan, laserasi, emfisema
•Konjungtiva : apakah ada hematom subkonjungtiva
•Kornea : apakah ada abrasi kornea (menggunakan fluorescin)•COA : periksa kedalaman,
apakah ada hifema, hipopion
•Iris : apakah ada prolaps, iritis
•Lensa : apakah ada katarak, diskolasi
•Segera rujuk bila menemukan salah satu dari tanda berikut : menurunnya visus, coa
dalam, hifema, pupil abnormal, bola mata tidak sejajar, atau kelainan retina

Sumber : Sufia Permatasari Syaefullah. Kegawatdaruratan Mata akibat Trauma


Mekanik. DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA
CICENDO BANDUNG. 2019.
6. Bagaimana cara menentukan kegawatdaruratan dan macam2 trauma okuli ?

SUMBER : KEGAWATDARURATAN MATA AKIBAT TRAUMA, SUFIA PERMATASARI

Emergency/kegawatdaruratan di bidang oftalmologi (penyakit mata) diklasifikasikan menjadi 3


macam, yaitu :
a. Sangat gawat
b. Gawat
c. Semi Gawat

Penjelasan :
a. Sangat gawat
Yang dimaksud dengan keadaan sangat gawat adalah keadaan atau kondisi pasien
memerlukan tindakan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa menit. Terlambat
sebentar saja dapat mengakibatkan kebutaan. Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk
dalam kategori ini adalah :
- Luka karena bahan kimia (karena alkali, basa atau asam)

b. Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan gawat adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan
diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu atau beberapa jam.
Adapun keadaan atau kondisi yang termasuk dalam kategori ini adalah :
- Laserasi kelopak mata
- Konjungtivitis gonorrhoea
- Erosi kornea
- Laserasi benda asing
- Benda asing di kornea
- Descemetocele
- Tukak kornea
- Hifema
- Skleritis
- Iridosiklitis akut
- Endoftalmitis
- Glaukoma kongestif
- Glaukoma sekunder
- Ablasi retina
- Selulitis orbita
- Trauma tembus mata
- Trauma radiasi

c. Semi gawat
Yang dimaksud dengan keadaan semi gawat adalah keadaan atau kondisi pasien
memerlukan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari atau minggu.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk dalam kategori ini adalah :
- Defisiensi vitamin A
- Trakoma yang disertai dengan entropion
- Oftalmia simpatika
- Katarak kongenital
- Glaucoma kongenital
- Glaucoma simpleks
- Perdarahan badan kaca
- Retinoblastoma (tumor ganas retina)
- Neuritis optika/papilitis
- Eksoftalmus atau lagoftalmus
- Tumor intraorbita
- Perdarahan retrobulbar

Kondisi akut pada mata

7. Bagaimana tatalaksana dari kasus di skenario ?


a. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna membantu
keluarnya hifema dari mata.
b. Berikan kompres es.
c. Pemnatauan tajam penglihatan.
d. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan perdarahan ulang.
e. Batasi membaca dan melihat TV.
f. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
g. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
h. Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
i. Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
j. Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
k. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi perdarahan ulang.
l. Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).
• Indikasi Parasentesis
o Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
o Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional selama 5 hari.
o Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat diatasi/diturunkan
dengan obat-obatan glaukoma
o Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
8. Apa pemeriksaan fisik dan penunjang dari skenario ?
Pemeriksaan ophtalmology
 Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.
o Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
o Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
o Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata. nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
o Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui
adanya benda asing intraokuler.
o Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan
dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada
strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru,
sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran
cairan mata.
o Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.
o Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.
o Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai
untuk retina.
o Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi,
maupun funduskopi
o Pemeriksaan dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
o Pemeriksaan Radiologi : Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra
sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda
tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.pemeriksaan radiologi pada trauma mata
sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
o Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa
trauma asam atau basa.
o Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit, kultur, kemungkinan adanya infeksi
sekunder.

 Pemeriksaan Penunjang: USG


•Ultrasonografi  anatomi intraokular dan deteksi IOFB, terutama jika oftalmoskopi direk
terganggu, seperti akibat hifema penuh
•Mencari:
•Ablasio retina, ablasio vitreus posterior, perdarahan/kekeruhan vitreus, ablasio koroid, ruptur
koroid/skleral

 Pemeriksaan Penunjang: CT-Scan


Suspek ruptur/laserasi tersembunyi, terdapat IOFB, fraktur orbital/fasial
Potongan aksial dan koronal:
Evaluasi kondisi atap dan dasar orbita, otot ekstraokular, lokalisasi benda asing

 MRI
Lebih akurat dari CT-Scan dalam deteksi kerusakan bola mata, seperti ruptur posterior
tersembunyi
Kontraindikasi: IOFB
Intraocular Foreign Body (IOFB) dari logam, pacemaker, claustrophobia, gawat-darurat

 Uji elektrodiagnostik
•Integritas nervus optikus dan retina elektroretinografi (ERG), seperti mencari degenerasi
akibat IOFB logam kronik
9. Apa saja komplikasi yang dapat timbul dari skenario ?
Komplikasi Trauma Tumpul okuli :
- Midriasis
- Glaukoma
- Katarak
- Dislokasi lensa
- Vitreous haemorrhage
- Atrofi N. Opticus
Komplikasi yang ditimbulkan trauma mata bisa dari yang paling ringan seperti akibat
dari ruptur kornea, ruptur sklera, prolaps cairan bola mata sampai yang menimbulkan
kebutaan dan kecacatan seumur hidup.
Komplikasi trauma mata seperti kebutaan dipengaruhi oleh kesesuaian teknik maupun
ketepatan waktu dari pengobatan yang digunakan. Pengetahuan tentang pola dan
penyebab trauma mata di lingkungan sekitar akan membantu untuk mengetahui
penyebab umum serta mendapatkan fakta-fakta yang 3 diperlukan untuk bahan
pendidikan kesehatan dalam rangka perencanaan tindakan preventif serta kebutuhan
untuk mencari pengobatan yang tepat sedini mungkin setelah terjadi trauma
Komplikasi yang ditimbulkan trauma mata bisa dari yang paling ringan seperti akibat
dari ruptur kornea, ruptur sklera, prolaps cairan bola mata sampai yang menimbulkan
kebutaan dan kecacatan seumur hidup
EVALUASI PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA MATA DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT DOKTER WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE 2015-
2016

10. Apa saja etiologi dan fx resiko dari skenario ?


11. Apa diagnonis dan dd dari skenario ?
DX : Trauma Mekanik luka terbuka karen tidak ditemukan benda asing di superfisial
kemungkinan benda asingnya masuk agak besar jd ga keliatan di superfisial.

Sumber : Sufia Permatasari Syaefullah. Kegawatdaruratan Mata akibat Trauma


Mekanik. DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA
CICENDO BANDUNG. 2019.

12. Bagaimana prognosis dari skenario ?


Gradasi Kornea Konjungtiva Prognosis
I Erosi kornea Iskemia (-) Baik
II Keruh, detail iris jelas Iskemia < ½ limbus Baik
III Kerusakan epitel total, stroma Iskemia 1/3 – ½ Kurang baik
keruh, detail iris kabur limbus
IV Keruh/putih, detail iris tak Iskemia > ½ limbus Jelek
tampak

Anda mungkin juga menyukai