asuhan. Ada beberapa model pendokumentasian yaitu model pendokumentasian secara POR (Problem
Oriented Record), SOR (Source Oriented Record), CBE (Charting By Exception), Kardeks dan
Komputer.
Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada masalah klien, dapat
menggunakan multi disiplin dengan mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan ide-
ide dan pikiran anggota tim. Pendekatan ini pertama kali dikenalkan oleh dr. Lawrence Weed dari
Amerika Serikat. Dalam format aslinya pendekatan berorientasi masalah ini dibuat untuk memudahkan
pendokumentasian dengan catatan perkembangan yang terintegrasi, dengan sistem ini semua petugas
kesehatan mencatat observasinya dari suatu daftar masalah.
1. Pengertian
Model ini memusatkan data tentang klien dan didokumentasikan dan disusun menurut masalah klien.
Sistem dokumentasi jenis ini mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh
dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam pemberian layanan kepada klien.
2. Komponen
Model dokementasi ini terdiri dari empat komponen yaitu :
a. Data Dasar
1) Data dasar berisi kumpulan dari data atau semua informasi baik subyektif maupun obyektif yang telah
dikaji dari klien ketika pertama kali masuk Rumah Sakit atau pertama kali diperiksa
2) Data dasar mencakup :
a) Pengkajian keperawatan
b) Riwayat penyakit/ kesehatan
c) Pemeriksaan fisik
d) Pengkajian ahli gizi
e) Data penunjang ( hasil laboratorium)
3) Data dasar yang telah terkumpul selanjutnya digunakan sebagai sarana mengidentifikasi masalah dan
mengembangkan daftar masalah klien
b. Daftar Masalah
Daftar masalah merupakan suatu daftar inventaris masalah yang sudah dinomori menurut prioritas. Untuk
memudahkan mencapainya daftar masalah ini berada didepan dari catatan medik. Daftar masalah ini bisa
mencerminkan keadaan pasien, masalah-masalah ini diberi nomor sehingga akan memudahkan bila perlu
dirujuk ke masalah tertentu dalam catatan klinik tersebut. Bila masalah sudah teratasi juga diberi catatan
dan diberi tanggal kapan masalah tersebut teratasi juga diberi catatan dan diberi tanggal kapan masalah
tersebut teratasi dan petugas yang mengidentifikasi masalah tersebut untuk pertama kalinya. Dengan
demikian daftar masalah ini berfungsi sebagai indeks maupun gambaran dari klien tersebut.
1) Daftar masalah berisi tentang masalah yang telah teridentifikasi dari data dasar, kemudian disusun
secara kronologis sesuai tanggal identifikasi masalah.
2) Daftar masalah ditulis pertama kali oleh tenaga yang pertama bertemu dengan klien atau orang yang
diberi tanggung jawab.
3) Daftar masalah dapat mencakup masalah fisiologis, psikologis, sosiokultural, spiritual, tumbuh
kembang, ekonomi dan lingkungan.
4) Daftar ini berada pada bagian depan status klien dan tiap masalah diberi tanggal, nomor, dirumuskan
dan dicantumkan nama orang yang menemukan masalah tersebut.
a. Keuntungan
1). Pencatatan sistem ini berfokus atau lebih menekankan pada masalah klien dan proses penyelesaian
masalah dari pada tugas dokumentasi.
2). Pencatatan tentang kontinuitas atau kesinambungan dari asuhan kebidanan.
3). Evaluasi masalah dan pemecahan masalah didokumentasikan dengan jelas, susunan data
mencerminkan masalah khusus. Data disusun berdasarkan masalah yang spesifik. Keduanya ini
memperlihatkan penggunaan logika untuk pengkajian dan proses yang digunakan dalam pengobatan
pasien.
4). Daftar masalah, setiap judul dan nomor merupakan “checklist“ untuk diagnosa kebidanan dan untuk
masalah klien. Daftar masalah tersebut membantu mengingatkan bidan untuk masalah-masalah yang
meminta perhatian khusus .
5). Daftar masalah bertindak sebagai daftar isi dan mempermudah pencarian data dalam proses asuhan.
6). Masalah yang membutuhkan intervensi (yang teridentifikasi dalam data dasar) dibicarakan dalam
rencana asuhan.
b. Kerugian
1) Penekanan pada hanya berdasarkan masalah, penyakit, ketidakmampuan dan ketidakstabilan dapat
mengakibatkan pada pendekatan pengobatan dan tindakan yang negatif.
2) Sistem ini sulit digunakan apabila daftar tidak dimulai atau tidak secara terus menerus diperbaharui dan
konsensus mengenai masalah belum disetujui, atau tidak ada batas waktu untuk evaluasi dan strategi
untuk follow up belum disepakati atau terpelihara.
3) Kemungkinan adanya kesulitan jika daftar masalah dilakukan tindakan atau timbulnya masalah yang
baru.
4) Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus masuk dalam daftar masalah.
5) SOAPIER dapat menimbulkan pengulangan yang tidak perlu, jika sering adanya target evaluasi dan
tujuan perkembangan klien sangat lambat.
6) Perawatan yang rutin mungkin diabaikan dalam pencatatan jika flowsheet untuk pencatatan tidak
tersedia.
7) P (dalam SOAP) mungkin terjadi duplikasi dengan rencana tindakan.
8) Tidak ada kepastian mengenai perubahan pencatatan distatus pasien, kejadian yang tidak diharapkan
misalnya pasien jatuh, ketidakpuasan mungkin tidak lengkap pencatatannya. Dalam praktek catatan
serupa mungkin tidak tertulis, bila tidak hubungannya dengan catatan sebelumnya.
9) Kadang-kadang membingungkan kapan pencatatan dan tanggung jawab untuk follow up.
1. Pengertian
Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada sumber informasi.
Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola pencatatan.
Dokumentasi dibuat dengan cara setiap anggota tim kesehatan membuat catatan sendiri dari hasil
observasi. Kemudian, semua hasil dokumentasi dikumpulkan jadi satu. Sehingga masing-masing anggota
tim kesehatan melaksanakan kegiatan sendiri tanpa tergantung anggota tim kesehatan yang lain.
Misalnya, kumpulan dokumentasi yang bersumber dari dokter, bidan, perawat, fisioterapi, ahli gizi, dan
lain-lain. Dokter menggunakan lembar untuk mencatat instruksi, lembaran riwayat penyakit dan
perkembangan penyakit. Bidan menggunakan catatan kebidanan, begitu pula disiplin lain mempunyai
catatan masing-masing.
2. Komponen
Catatan berorientasi pada sumber terdiri dari lima komponen yaitu
a. Lembar penerimaan berisi biodata
b. Lembar order dokter
c. Lembar riwayat medik atau penyakit.
d. Catatan bidan
e. Catatan dan laporan khusus
2. Komponen
CBE mengintegrasikan tiga komponen kunci yaitu :
a. Flowsheet yang berupa kesimpulan penemuan yang penting dan menjabarkan indikator pengkajian dan
penemuan termasuk instruksi dokter dan bidan, grafik, catatan pendidiikan dan pencatatan pemulangan
pasien
b. Dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik keperawatan , sehingga mengurangi pencatatan
tentansg hal rutin secara berulang kali. Oleh karena itu standar harus cukup spesifik dan menguraikan
praktik keperawatan yang sebenarnya serta harus dilakukan oleh perawat di bangsal , walaupun ada juga
standar khusus yang disusun sesuai unit masing- masing.
c. Formulir dokumentasi yang diletakkan ditempat tidur pasien
D. KARDEKS
1. Pengertian
Model dokumentasi Charting by Exception (CBE) ini dibuat pada tahun 1983 oleh staf perawat di St.
Luke’s Hospital MIdwaukee, Wisconsin. Model ini dianggap dapat mengatasi masalah pendokumentasian
dengan membuat catatan tentang pasien manjadi lebih nyata, menghemat waktu dan mengakomodir
adanya informasi terbaru. Model ini dinilai lebih efektif dan efisien untuk mengurangi adanya duplikasi
dan pengulangan dalam memasukan data. Merupakan metode pencatatan singkat dan berbeda dari
dokumen pada umumnya.
Model dokumentasi CBE mempunyai beberapa elemen inti, yaitu: lembar alur, dokumentasi berdasarkan
referensi standar praktik, protocol, dan instruksi incidental, data dasar keperawatan, rencana perawatan
berdasarkan diagnosis dan catatan perkembangan SOAP. Bagi pembaca yang ingin mendapatkan
informasi tambahan mengenai model dokumentasi CBE< dirujuk ke Burke and Murphy (1988, cit. Iyer
and Champ, 2005).
2. Komponen
1. Lembar alur
Model dokumentasi CBE menggunakan beberapa jenis format termasuk lembar alur instruksi
dokter/perawat , catatan grafik, catatan penyuluhan dan catatan pemulangan pasien. Lembar alur
keperawatan / instruksi dokter bersifat unik. Bagian depan format digunakan untuk mendokumentasikan
pengkajian fisik serta implementasi instruksi dokter dan perawat. Pengkajian system tubuh yang spesifik
dilakukan berdasarkan kondisi pasien dan protocol. Bagian belakang lembar alur menggarisbawahi unsur
pengkajian fisik yang harus dilengkapi. Model CBE menggunakan serangkain symbol yang spesifik,
antara lain:
√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil abnormal yang ditemukan.
* tanda bintang : hasil abnormal yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada bagian bawah
lembar alur.
→ anak panah : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang bertanda bintang).
Lembar alur instruksi dokter/ keperawatan juga digunakan untuk mendokumentasikan penyelesaian
instruksi dokter dan keperawatan yang tidak termasuk dalam standar praktik. Kolom yang berjudul “Nsg
Dx” berisi diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan intervensi keperawatan tertentu. Daftar
diagnosis keperawatan juga digunakan hamper sama dengan daftar masalah dalam POR SOAP.
Singkatan DO dituliskan dalam kolom Nsg Dx jika instruksi dokter didokumentasikan dalam lembara alur
keperawatan / instruksi dokter.
Contoh instruksi keperawatan yang dimasukkan kedalam lembar alur adalah “ bantu pasien berjalan dari
tempat tidur kekursi dua kali sehari.” Penyelesaian instruksi ini didokumentasikan menggunakan symbol
yang sama pada pengkajian, yaitu:
√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil abnormal yang ditemukan.
* tanda bintang : hasil abnormal yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada bagian bawah lembar
alur.
→ anak panah : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang bertanda bintang).
Selebihnya, lembar alur juga meliputi catatan penyuluhan pasien dan catatan pemulangan pasien. Catatan
grafik berbeda karena terdapat ruang bagi perawat untuk memeriksa apakah standar praktik telah diikuti
atau tidak.
2. Standar Praktik
Pada model dokumentasi CBE, standar praktik merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yang
digunakan di area klinis. Kepatuhan terhadap standar praktik akan menghilangkan pendokumentasia
intervensi keperawatan rutin, seperti perawatan oral, membantu mengubah posisi, perawatan intravena,
perawatan kateter foley, atau perawatan selang nasogastrik. Tanda centang (√) digunakan untuk
mendokumentasikan kelengkapan standar, dan tanda bintang (*) menunjukan bahwa tidak semua standar
profesi sudah diikuti. Adanya penyimpangan harus dijelaskan dalam catatan perawat.
3. Protokol dan intruksi incidental
Dalam model dokumentasi CBE, protokol / pedoman praktik memperjelas intervensi keerawatan
berkaitan dengan perjalanan klinis yang diharapkan dari populasi pasien tertentu, seperti pasin
preoperative, dan pascaoperatif. Protokol menguraikan intervensi keperawatan, pengobatan dan frekuensi
pengkajian fisik.
Lembar alur keperawatan / interuksi dokter digunakan untuk mendokumentasikan implementasi protocol.
Intruksi incidental digunakan jika intervensi keperawatan diperlukan untuk melanjutkan intervensi
keperawatan khusus yang melewati tenggang waktu jika diperlukan intervensi keperawatan yang
berjangka waktu.
4. Data dasar keperawatan
Data dasar keperawatan mempunyai bagian yang berisi riwayat kesehatan dan pengkajian fisik. Bagian
pengkajian fisik menggunakan parameter normal sama dengan lembar alur keperawatan / instruksi dokter.
Hasil normal setiap system tubuh dicetak dikolom kiri bawah halaman. Jika hasil pengkajian fisik sitem
tubuh normal, perawat harus membari tanda centang (√) pada kotak yang sesuai. Hasil yang
abnormal dijelaskan pada sisi kanan halaman.
5. Rencana perawatan berdasarkan diagnosis keperawatan
Model dokumentasi CBE menggunakan rencana erawatan yang standar bersifat individu untuk setiap
pasien. Rencana perawatan standar ini berfokus pada diagnosisi keperawatan yang spesifik dan mencakup
factor yang berhubungan atau factor resiko, karakteristik penjelas, data pengkajian yang mendukung
munculnya diagnosis keperawatan, hasil yang diharapkan dan intervensi.
6. Catatan perkembangan SOAP
Catatan perkembangan didokumentasikan secara teratur dengan metode SOAP atau SOAPIE. Karena
lembar alur keperawatan / instruksi dokterdan lembar alur lainnya terdiri dari banyak dokumentasi,
biasanya muncul dalam catatan perkembangan. Oleh karena itu penggunaan catatan SOAP dalam system
CBE sangat terbatas pada situasi berikut ini (Burke and Murphy, 1988):
a. Ketika diagnosis keperawatan diientifikasi, diingatkan kembali dinonkatifkan atau diselesaikan.
b. Ketika hasil yang diharapkan dievaluasi.
c. Ketika ringkasan pemulangan dituliskan.
d. Ketika revisi besar terhdah rencana dituliskan.
Dalam metode dokumentasi CBE, bentuk narasi digunakan tersendiri untuk menggambarkan hasil
pemeriksaan normal maupun adanya penemuan abnormal. Bentuk flowsheet bias digunakan untuk
menuliskan hasil pengkajian rutin, sesuai jenis pengkajian yang dilakukan, misalnya : GI assessment,
integumentary assessment. Pada kasus akut atau klien yang butuh perawatan cukup lama, model
pendokumentasi CBE ini bias digunakan.
Data yang bisa didokumentasikan menggunakan model CBE ini antara lain: data dasar (riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik), intervensi (menggunakan bentuk flowsheet) , catatan bimbingan pada klien,
catatan pulang (menggunakan format SOAPIER), daftar diagnosis keperawatan, diagnosis keperawatan
disertai rencana keperawatan dan profil perawatan (menggunakan system KARDEX).
Contoh penggunaan model dokumentasi CBE, adalah:
1. Pengkajian penggunaan sistem respiratori jam 14.00:
Pernafasan normal rata-rata20kali permenit, suara nafas dikedua paru bersih, tidak batuk dan tidak ada
sputum.
Warna kulit merah muda, kulit hangat dan kering, tidak ditemukan gangguan nafas
2. Penemuan signifikan:
3. Jam 10.00 ditemukan adanya ronchi lobus kanan bawah.
Sistem atau model dokumentasi CBE ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain:
1. Data terbaru tersedia disamping tempat tidur, siap diakses oleh pemberi perawatan yang
berinteraksi dengan pasien.
2. Keberadaan embar alur menghilangkan kebutuhan akan lembar kerja atau kertas coretan lain
untuk mencatatat informasi tantang pasien. Data segara dicatat dalam catatan permanen.
3. Panduan pada bagian belakang format menjadi referensi yang mudah didapat dan sangat berguna
bagi perawat.
4. Status pasien cenderung mudah dilihat dari lembar alur. Informasi pengakjian diatur berdasarkan
sistem tubuh dan mudah dicari.
5. Hasil yang normal diidentifikasi dengan tepat sehingga terdapat kesepakatan terhadap adanya
pengkajian normal.
6. Bayak menghilangkan catatan naratif berulang tentang perawatan rutin. Referensi tentang standar
praktik dapat menyingkirkan pencatatan naratif informatif.
7. Mudah didapatkan pada pendokumentasian alur klinis dan mengurangi waktu yang dipergunakan
perawat untuk mencatat sebesar 67%.
Ada beberapa kerugian dan masalah yang berkaitan dengan sistem atau model dokumenasi CBE ini,
antara lain:
1. Duplikasi pencatatan terjadi pada model CBE, misalnya diagnosis keperawatan dalam daftar
masalah tertulis juga dalam rencana perawatan. Contoh lain adalah, hasil yang abnormal atau signifikan
dijabarkan dalam lembar alur perawat / dokter. Jika hasil abnormal ini memerlukan intervensi, maka
dalam catatn perkembangan SOAP juga harus ditulis kembali. Bagian data subjektif dan data objektif
pada SOAP memuat lagi infomasi yang ditulis dalam lembar alur. Akhirnya pengkajian dan perencanaan
SOAP bisa sama dengan rencana perawatan.
2. CBE dibuat disemua rumah sakit yang perawatnya yang terdaftar (Register Nurse, RN). Unsur
pengkajian fisik perlu ditinjau berdasarkan lingkup praktik perawat yang telah mempunyai lisensi praktik
(Licensed Practical Nurse, LPN). Beberapa rumah sakit yang menerapkan sistem CBE sedang tidak
semua perawatnya RN, mengubah sisitem pembarian asuhan keperawatan sedemikian rupa dengan
mengakomodasi tanggung jawab RN, untuk pengkajian. Meskipun LPN bisa ditugaskan untuk merawat
pasien, RN harus menyelesaikan pengkajian fisik dalam 8 atau 24 jam sekali.
3. Implementasi lengkap memerlukan perubahan besar dalam system pendokumentasian organisasi
karena memerlukan perubahan format pada berbagai alat dokumentasi.
4. Memerlukan pendidikan khusus untuk bisa mengimplementasi system CBE. Perawat di St. Luke
mengalami kesulitan untuk belajar mendokumentasikan hanya hasil yang abnormal saja pada lembar alur
keperawatan / instruksi dokter dan kesultan mentaati standar praktik.
5. Sistem CBE berdampak pada masalah penggantian biaya sampai system ini lebih luas diterima.
6. Dasar hukum CBE masih diperdebatkan. Meskipun pengacara St. Luke telah meninjau sistem
CBE dan menyetujui adanya kepatuhan system terhadap prinsip-prinsip legal(hukum), namun hakim tetap
akan memakai peraturan tentang validitasi dokumentasi unuk setiap kasus. Pencatatan yang intermiten
gagal member tanda bahaya secara continu yang membutuhkan intervensi dini dari dokter. CBE tidak
mendefinisikan kasus dengan jelas, meskpun standar profesi telah menggambarkan dengan cukup jelas
untuk kelangsungan pemberian perawatan. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam penerapan system
CBE:
a. Standar untuk pengkajian keperatan dan intervensi harus didevinisikan dengan jelas
b. Kebijakan dan prosedur CBE harus diikuti secara jelas
c. Tidak ada system dokumenasi yang akan melindungi profesi kesehatan dari pengadilan yang
buruk
E. Sistem Komputerisasi
Teknik pendokumentasian dengan komputerisasi adalah system computer yang berperan dalam
menyimpulkan, menyimpan proses, memberikan informasi yang diperlukan dalam kegiatan pelayanan
kebidanan, penelitian dan pendidikan. Secara umum dokumentasi dengan system komputerisasi
mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: meningkatkan pelayanan pada pasien, meningkatkan
pengembangan protocol, meningkatkan penatalaksanaan data dan komunikasi dan meningkatkan proses
edukasi dan konseling pada pasien.
Keuntungan dokumentasi dengan system komputerisasi secara spesifik, antara lain: akurasi lebih tinggi,
menghemat biaya, meningkatkan kepuasan pasien, memperbaiki komunikasi antar bagian/anggota tim
kesehatan, menambah kesempatan untuk belajar, meneliti dan jaminan kualitas, meningkatkan moral
kinerja petugas. Beberapa kelemahan dokumentasi dengan system komputerisasi, adalah: malfunction,
impersonal effect, privacy, informasi tidak akurat, kosa kata terbatas, penyimpanan bahan cetakan dan
biaya yang harus disediakan cukup besar untuk pengadaan beberapa unit computer.
Aplikasi system komputerisasi dalam system informasi dirumah sakit, meliputi seluruh kegiatan untuk
mendokumentasikan keberadaan pasien sejak pasien masuk rumah sakit sampai pulang, sejak registrasi
pasien, pengkajian data pasien, rencana pengobatan, rencana perawatan, rencana asuhan dan KIE,
pengobatan dan pelaksanaan asuhan, laporan hasil pengobatan, klasifikasi pasien dan catatan
perkembangan pasien.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan system komputerisasi ini, antara lain: perencanaan
perlunya system computer, pemilihan produk, pelatihan petugas pengguna, pemakaian system computer,
keamanan data, legalitas data (perlunya tanda tangan dokter), kebutuhan perangkat dan evaluasi
keuntungan sitem computer bagi pengguna, klien dan administrasi.
Pencatatan dengan system komputerisasi merupakan salah satu tren yang paling diminati dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan termasuk asuhan kebidanan. Banyak institusi membuat atau
membeli system informasi komputerisasi yang menunjang praktik keperawatan/kebidanan. Berbagai
kelompok dalam industry pelayanan kesehatan menggunakan istilah computer dengan berbagai cara,
salah satunya adalah Catatan Pasien Berbasis Komputer (computer based patient records, CPR).
Catatan pasien merupakan suatu dokumen yang legal, yang mencatat status pasien pada saat lampau,
sekarang, dalam bentuk tulisan, yang menggambarkan catatan kebidanan yang diberikan. Umumnya
catatan pasien berisi informasi yang mengidentifikasi masalah, diagnosa kebidanan dan kebutuhan klien,
respons pasien terhadap asuhan kebidanan yang diberikan dan respons terhadap pengobatan serta rencana
untuk intervensi lebih lanjut. Keberadaan dokumentasi baik berbentuk catatan maupun laporan akan
sangat membantu komunikasi antara sesama bidan maupun disiplin ilmu lain dalam rencana pengobatan.
1. SOAPIER
S Data Subjektif :
Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran
dan keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.
Pada orang yang bisu, di bagian data di belakang “S” diberi tanda “0” atau “X” ini menandakan orang itu
bisu. Data subyektif menguatkan diagnosa yang akan dibuat.
O Data Objektif :
Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan dignosa. Data fisiologis,
hasil observasi yang jujur, informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar X, rekaman CTG, USG,
dan lain-lain) dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam kategori ini. Apa yang
dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan.
A Analisa/assessment = pengkajian :
Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang
dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik
subjektif maupun objektif, dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian adalah
sesuatu proses yang dinamik. Sering menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti
perkembangan pasien dan menjamin sesuatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga
dapat diambil tindakan yang tepat.
P Plan/Planning = perencanaan :
membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang, ini untuk mengusahakan mencapai kondisi
pasien sebaik mungkin atau menjaga /mempertahankan kesejahteraannya. Proses ini termasuk kriteria
tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas waktu tertentu, tindakan yang
diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus mendukung rencana
dokter jika melakukan kolaborasi.
I Intervensi/implementasi :
pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah, keluhan, atau mencapai tujuan pasien
(persalinan). Tindakan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak dilaksanakan akan membahayakan
keselamatan pasien. Oleh karena itu, pilihan pasien harus sebanyak mungkin menjadi bagian dari proses
ini. Apabila kondisi pasien berubah, intervensi mungkin juga harus berubah atau disesuaikan.
E Evaluasi :
tafsiran dari efek tentang tindakan yang telah diambil adalah penting untuk menilai keefektifan asuhan
yang diberikan. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi fokus dari penilaian ketepatan tindakan. Kalau
tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif
sehingga dapat mencapai tujuan.
R Revisi :
komponen evaluasi dapat menjadi indikasi perlunya perubahan dari intervensi dan tindakan. Dalam hal
ini, revisi rencana keperawatan akan berguna. Perubahan ini meliputi revisi diagnosa dan memodifikasi
tujuan yang diharapkan. Jika diperlukan, target waktu untuk mencapai tujuan harus terus direvisi ulang.
2. SOAPIED
S Data Subjektif :
Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran
dan keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.
Pada orang yang bisu, di bagian data di belakang “S” diberi tanda “0” atau “X” ini menandakan orang itu
bisu. Data subyektif menguatkan diagnosa yang akan dibuat.
O Data Objektif :
Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan dignosa. Data fisiologis,
hasil observasi yang jujur, informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar X, rekaman CTG, USG,
dan lain-lain) dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam kategori ini. Apa yang
dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan.
A Analisa/assessment = pengkajian :
Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang
dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik
subjektif maupun objektif, dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian adalah
sesuatu proses yang dinamik. Sering menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti
perkembangan pasien dan menjamin sesuatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga
dapat diambil tindakan yang tepat.
P Plan/Planning = perencanaan :
membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang, ini untuk mengusahakan mencapai kondisi
pasien sebaik mungkin atau menjaga /mempertahankan kesejahteraannya. Proses ini termasuk kriteria
tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas waktu tertentu, tindakan yang
diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus mendukung rencana
dokter jika melakukan kolaborasi.
I Intervensi/implementasi :
pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah, keluhan, atau mencapai tujuan pasien
(persalinan). Tindakan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak dilaksanakan akan membahayakan
keselamatan pasien. Oleh karena itu, pilihan pasien harus sebanyak mungkin menjadi bagian dari proses
ini. Apabila kondisi pasien berubah, intervensi mungkin juga harus berubah atau disesuaikan.
E Evaluasi :
tafsiran dari efek tentang tindakan yang telah diambil adalah penting untuk menilai keefektifan asuhan
yang diberikan. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi fokus dari penilaian ketepatan tindakan. Kalau
tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif
sehingga dapat mencapai tujuan.
D Dokumentasi :
3. SOAPIE
S Data Subjektif :
Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran
dan keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.
Pada orang yang bisu, di bagian data di belakang “S” diberi tanda “0” atau “X” ini menandakan orang itu
bisu. Data subyektif menguatkan diagnosa yang akan dibuat.
O Data Objektif :
Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan dignosa. Data fisiologis,
hasil observasi yang jujur, informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar X, rekaman CTG, USG,
dan lain-lain) dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam kategori ini. Apa yang
dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan.
A Analisa/assessment = pengkajian :
Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang
dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik
subjektif maupun objektif, dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian adalah
sesuatu proses yang dinamik. Sering menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti
perkembangan pasien dan menjamin sesuatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga
dapat diambil tindakan yang tepat.
P Plan/Planning = perencanaan :
membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang, ini untuk mengusahakan mencapai kondisi
pasien sebaik mungkin atau menjaga /mempertahankan kesejahteraannya. Proses ini termasuk kriteria
tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas waktu tertentu, tindakan yang
diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus mendukung rencana
dokter jika melakukan kolaborasi.
I Intervensi/implementasi :
pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah, keluhan, atau mencapai tujuan pasien
(persalinan). Tindakan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak dilaksanakan akan membahayakan
keselamatan pasien. Oleh karena itu, pilihan pasien harus sebanyak mungkin menjadi bagian dari proses
ini. Apabila kondisi pasien berubah, intervensi mungkin juga harus berubah atau disesuaikan.
E Evaluasi :
tafsiran dari efek tentang tindakan yang telah diambil adalah penting untuk menilai keefektifan asuhan
yang diberikan. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi fokus dari penilaian ketepatan tindakan. Kalau
tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif
sehingga dapat mencapai tujuan.
Keuntungan
1. Terstruktur, karena informasi konsisten.
2. Mencakup semua proses asuhan.
3. Merupakan catatan terintegrasi dengan medik.
4. Mudah dipakai untuk mengendalikan mutu.
4. SOAP
Metode pendokumentasian SOAP
SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Pencatatan ini dipakai untuk
mendokumentasikan asuhan kebidanan.
4 (empat) langkah dalam metode ini adalah ini secara rinci adalah sebagai berikut:
S Data Subjektif :
Merupakan informasi yang diperoleh langsung dari klien. Informasi tersebut dicatat sebagai kutipan
langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.
O Data Objektif :
Data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh bidan pada waktu pemeriksaan termasuk
juga hasil pemeriksaan laboratorium, USG, dll. Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi
komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan.
A Analisa/assessment :
Merupakan kesimpulan yang dibuat berdasarkan data subjektif dan data objektif yang didapatkan.
Merupakan suatu proses yang dinamik, meliputi:
1. Diagnosa
2. Antisipasi diagnosa/masalah potensial
3. Perlunya tindakan seger(Langkah 2,3,4 dalam manajemen varney)
P Plan/Planning = perencanaan :
Merupakan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi sesuai dengan kesimpulan yang dibuat ( berdasarkan
langkah 5,6,7 pada manajemen varney)
DI …………………….
Dahulu :
Keluarga :
9. Riwayat KB
Sudah berapa lama : Metode :
Keluhan :
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
KU :
Kesadaran :
BB = TB =
LILA =
TD = RR =
N = S =
2. Pemeriksaan fisik Head to toe
Kepala :
Rambut :
Muka :
Mata :
Hidung :
Mulut :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia :
Ekstremitas :
3. Palpasi
Leopold I :
Leopold II :
Leopold III :
Leopold IV :
4. Pemeriksaan Penunjang =
Darah : Urin :
Diagnostik : USG :
Rontgen :
C. ASSASMENT
Jam …..
Masalah =
Kebutuhan =
E.IMPLEMENTASI
F.EVALUASI
( ) ( )
Pembimbing Akademik
( )
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
KU =
Kesadaran =
BB = TB = LILA =
TTV =
a. Pemeriksaan fisik Head to toe ( coret yang tidak perlu )
- Kepala :
- Rambut :
- Muka :
- Mata :
- Hidung :
- Telinga :
- Leher :
- Dada :
- Abdomen :
Palpasi
TBJ :
His :
b. Auskultasi DJJ frekuensi …../mnt
Genetalia :
VT :
2. Pemeriksaan Penunjang =
Darah :
Urin :
Diagnostik :
C. ASSASMENT
Jam …..
Masalah =
Kebutuhan =
E.IMPLEMENTASI
A . DATA SUBYEKTIF
1. Identitas pasien :
- Nama :
- Umur :
- Pekerjaan :
- Pendidikan :
- Agama :
- Alamat :
2. Identitas Penanggung jawab:
- Nama :
- Umur :
- Pekerjaan :
- Pendidikan :
- Agama :
- Alamat :
- Hubungan dengan pasien :
3.Keluhan Utama :
4.Riwayat perkawinan : Usia menikah :
Lama menikah :
Banyaknya menikah : ….x
5.Riwayat Menstruasi
Usia menarche :
Lama haid :
Banyaknya :.....x ganti pembalut / hari
Keluhan :
Warna :
6. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
B. DATA OBYEKTIF
KU :
Kesadaran :
TTV :
1. Pemeriksaan fisik Head to toe ( coret yang tidak perlu )
Kepala :
Rambut :
Muka :
Mata :
Hidung :
Mulut :
Telinga :
Leher :
Dada :
Payudara :
Abdomen :
Genetalia :
Pemeriksaan Penunjang =
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb
Urin reduksi
Protein urin
F. EVALUASI
Tanggal dan jam
A . DATA SUBYEKTIF
1. Identitas pasien :
- Nama :
- Umur/Lahir jam :
- Jenis kelamin :
2. Identitas Penanggung jawab:
- Nama ibu :
- Umur :
- Pekerjaan :
- Pendidikan :
- Agama :
- Alamat :
- Hubungan dengan pasien :
3. Keluhan Utama :
4. Riwayat prenatal ibu :
5. Riwayat intranatal :
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan fisik Head to toe
KU :
TTV : LILA :
BB : LK :
PB : LIDA :
2. PEMERIKSAAN FISIK
- Kulit :
- Kepala :
- Rambut :
- Muka :
- Mata :
- Hidung :
- Mulut :
- Telinga :
- Leher :
- Dada :
- Abdomen :
- Genetalia :
- Ekstremitas :
3. REFLEK
Rooting :
Sucking :
Swallowing :
Tonick neck :
Moro :
Babinski :
Graps :
Pemeriksaan Penunjang
- darah
- urin
C. ASSASMENT
Masalah :
D. PLANNING
E. IMPLEMENTASI
F. EVALUASI