Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

IRAMA YANG MENGANCAM JIWA

Oleh :

KHOIROTUN MAULIDA

151911913014

4A GRESIK

Dosen Mata Kuliah :

FANNI OKVIASANTI S.Kep., Ns., M.Kep.

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2021
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Aritmia atau disritmia adalah gangguan irama jantung yang disebabkan
karena kegagalan dari sistem konduksi jantung baik pacemaker sebagai
pembentuk impuls maupun hantarannya.
Aritmia dapat digolongkan menjadi :
a. Gangguan pembentukan impuls
SA Node ( Nodus Sinus  Bradikardia Sinus (SB)
Atrial)  Takikardia Sinus (ST)
 Sinus Aritmia
 Sinus Arest
Atrium  Ekstrasistol Atrial (AES/PAC)
 Takikardia Atrial
 Atrial Flutter
 Fibrilasi Atrial
AV Node (Nodus  Irama junctional
Atrioventrikular)  Ekstrasistol junctional
 Takikardia junctional
Supraventrikular  Ekstrasistol Supraventikular (SVES)
 Takikardia Supraventrikular (SVT)
Ventrikel  Irama Idioventrikular
 Ekstrasistol Ventrikular (VES)
 Takikardia Ventrikular (VT)
 Ventrikular Fibrilasi (VF)

b. Gangguan panghantaran impuls


Nodus SA SA blok
Nodus AV  Total AV Block
 1st AV block
 2nd AV block derajat 1 (Mobizt I)
 2nd AV block derajat 2 (Mobizt II)
Interventrikuler  Right bundle branch block (RBBB)
 Left bundle branch block (LBBB)

Keterangan :
Kelainan Kriteria Gambaran EKG
Bradikardia - Irama teratur
Sinus - HR < 60x/menit
- Gelombang P, normal diikuti
gelombang QRS & T
- PR interval = 0.12 – 0.20 detik
- Gelombang QRS = 0.06 – 0.12
detik

Takikardia - Irama teratur


Sinus - HR = 100 – 150 x/menit
- Gelombang P normal, diikuti
gelombang QRS & T
- PR interval = 0.12 – 0.20 detik
- Gelombang QRS = 0.06 – 0.12
detik

Aritmia - Terdapat perbedaan interval PP


Sinus terpanjang dan terpendek > 0,12
detik
- Irama tidak teratur
- Frekuensi 60-100x/menit
- Gel P normal dan dikuti ole gel
QRS & T
- Interval PR normal 0,12-0,20
detik
- Gel QRS normal 0,06-0,12 detik

Sinus Arest - Irama teratur kecuali pada irama


yang hilang
- Frekuensi biasanya <60x/menit
- Gel P normal kecuali pada grafik
yang hilang tidak ada gel P
- Interval PR normal kecuali pada
grafik yang hilang
- Gel QRS normal 0,12-0,20 detik

Ekstrasistol - Irama tidak teratur, karena ada


atrial irama yang timbul lebih awal
(AES/PAC - Frekuensi : tergantung irama
) dasar
- Gel P : bentuk berbeda dari irama
dasar
- Interval PR: normal / memendek

Takikardia - Irama teratur


Atrial - Frekuensi = 150 – 250 bpm
- Gelombang P = sukar, kadang
kecil
- PR interval <0,12detik
- Komplek QRS normal

Atrial - Irama teratur/ irreguler


Flutter - Frekuensinya 250-400x/menit
- Ciri utama yaitu gelombang P
tidak ada digantika dengan bentuk
yang mirip gigi gergaji (saw
tooth).
- Komplek QRS normal, interval
RR normal
- Gel T bisa ada namun tertutup
dengan gel flutter

Fibrilasi - Frekuensinya 350-600x/menit


Atrial - Gel P tidak jelas, tampak undulasi
yang ireguler
- QRS tampak normal
- Irama ireguler dan biasanya cepat

Irama - Irama teratur


junctional - Frekuensi :40 – 60 bpm
- Gel P : terbalik didepan,
dibelakang atau hilang
- PR interval : kurang dari 0.12 atau
hilang
- Gel QRS : 0.06-0.12 det
-
Ekstrasistol - Irama tidak teratur, karena ada
junctional irama yang timbul lebih awal
- Frekuensi : tergantung irama
dasar
- Gel P :tidak ada atau tidak normal
- Interval PR: normal / memendek
- Gel QRS normal

Takikardia - Irama teratur


junctional - Frekuensi : lebih dari 100 bpm
- Gel P : tidak ada atau terbalik
- PR interval : tidak dapat dihitung
atau memendek
- Gel QRS : 0.06-0.12 det

Ekstrasistol - Irama tidak teratur, karena ada


Supraventi irama yang timbul lebih awal
kular - Frekuensi : tergantung irama
(SVES) dasar
- Gel P :tidak ada atau kecil
- Interval PR: tidak ada/ memendek
- Gel QRS normal

Takikardia - Irama teratur


Supraventri - Frekuensi : 150 – 250 bpm
kular - Gel P : tidak ada atau kecil
(SVT) - PR interval : tidak ada atau
memendek
- Gel QRS : 0.06-0.12 det

Irama - Irama teratur


idioventrik - Frekuensi :20 – 40 bpm
uler - Gel P : tidak ada
- PR interval : tidak ada
- Gel QRS : lebar atau lebih dari
0.12 det

Ekstrasistol - Irama tidak teratur, karena ada


Ventrikular irama yang timbul lebih awal
(VES) - Frekuensi : tergantung irama
dasar
- Gel P :tidak ada
- Interval PR: tidak ada Bigemini
- Gel QRS : melebar

Trigemini

Takikardia - Irama teratur


Ventrikular - Frekuensi : 100 – 200 bpm
(VT) - Gel P : tidak ada
- PR interval : tidak ada
- Gel QRS : lebih 0.12 det

Ventrikular - Irama tidak teratur VF kasar


Fibrilasi - Frekuensi : lebih dari 350 bpm/
(VF) tidak dapat di hitung
- Gel P : tidak ada
- PR interval : tidak ada
- Gel QRS : tidak dapat di hitung / VF halus
tidak teratur
Asistol - Frekuensi tidak ada
Ventrikular - Gel P mungkn ada tetapi tak dapat
dihantarkan ke nodus AV dan
ventrikel
- Irama tidak ada

SA blok - Teratur kecuali pada gelombang


yang hilang
- Fekuensi biasanya kurang dari 60
bpm
- Gel P normal kecuali pada gel
yang hilang
- PR interval normal dan hilang
pada gel yang hilang
- Gel QRS normal

Total AV - Irama regular


Block - Tidak ada hubungan antara atrium
dengan ventrikel.
- Makanya kadang gelombang P
muncul bareng dengan komplek
QRS.
- Komplek QRS biasanya lebar dan
bentuknya berbeda dengan
komplek
- QRS lainya karena gel P juga ikut
tertanam di komplek QRS, RR
interval regular.
- Gel P normal, kadang bentuknya
beda karena tertanam di komplek
QRS.
1st AV - Gel P mendahului setiap
block kompleks QRS
- Interval PR > 0,20 detik
- Gel P bertumpuk pada gel T
didepannya
- Kompleks QRS mengikuti P
- Irama biasanya reguler
2nd AV - Irama tidak teratur
block - Frekuensi “ normal atau kurang
derajat 1 dari 60 bpm
(Mobizt I) - Gel P normal tetapi ada satu gel P
tidak diikuti gel QRS
- PR interval makin lama
memanjang dan blok
- Gel QRS normal
2nd AV - Irama tidak teratur
block - Frekuensi “ normal atau kurang
derajat 2 dari 60 bpm
(Mobizt II) - Gel P normal tetapi ada satu gel P
tidak diikuti gel QRS
- PR interval normal / memanjang
konstan
- Gel QRS normal

Right - Irama teratur


bundle - Frekuensi normal 60 -100 bpm
branch - Gel P normal
block - PR interval normal
(RBBB) - Gel QRS melebar
- Ada bentuk rSR ( M shape) di
V1-V2
- Gel S lebar dan dalam di I, II,
aVL, V5,V6
- Perubahan ST segmen dan gel T
di V1-V2

Left bundle - Irama teratur


branch - Frekuensi normal 60 -100 bpm
block - Gel P normal
(LBBB) - PR interval normal
- Gel QRS melebar
- Ada bentuk rSR ( M shape) di
V5-V6
- Gel Q lebar dan dalam di V1-V2
- Perubahan ST segmen dan gel T
di V5-V6
-

2. Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
a. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi)
b. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
c. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti
aritmia lainnya
d. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja
dan irama jantung
f. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
g. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
h. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
i. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
j. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi
jantung)

3. Faktor Risiko
Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung
atau kelainan irama jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah:
a. Ketidakseimbangan elektrolit
Beberapa elektrolit seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium
terlibat dalam kontraksi dan relaksasi jantung. Konduksi impuls saraf jantung
dimulai saat kanal ion kalsium terbuka. Saat kanal terbuka, kalium keluar dari
sel dan natrium masuk ke dalam sel secara cepat dan menyebabkan jantung
kontraksi. Hampir sama cepatnya, ion magnesium memicu kalium untuk
kembali ke dalam sel yang akan mendorong natrium keluar sel dan
menyebabkan jantung menjadi relaksasi.
Ketidakseimbangan kalium merupakan penyebab aritmia jantung
paling sering yang berhubungan dengan elektrolit paling sering. Kalium yang
memainkan peran penting bada konduksi saraf dan kemampuan jantung untuk
mengirimkan impuls listrik. Kadar kalium darah rendah mampu menyebabkan
aritmia yang relatif stabil sedangkan kadar kalium tinggi bisa menyebabkan
secara cepat pada aritmia yang letal atau mematikan.
Natrium, magnesium dan kalsium yang tidak seimbang juga bisa
menyebabkan jantung aritmia namun menurut penelitian aritmia akan terjadi
ketika kadar natrium, magnesium, dan kalsium sangat rendah atau tinggi
dalam kondisi ekstrim yang pada umumnya tidak mampu membuat manusia
berfungsi yang menyebabkan kematian. Kadar normal serum kalium ialah 3,5-
5,0 mEq/L. Kadar normal serum natrium ialah 135-145 mEq/L. Kadar normal
serum kalsium ialah 8,4-10,2 mEq/L. Kadar normal serum magnesium ialah
1,5-2,0 mEq/L. Kadar tersebut berbeda tergantung laboratorium.
b. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung sangat bisa sekali menyebabkan aritmia,
sebagai contoh ialah kardiomiopati. Kardiomiopati merupakan penyakit otot
jantung. Pada kardiomiopati, otot jantung membesar, menebal atau kaku. Pada
kasus langka jaringan otot digantikan oleh jaringan parut. Ketika
kardiomiopati menjadi lebih parah, jantung menjadi lebih lemah. Ini
mengakibatkan jantung memompa darah lebih sedikit ke seluruh tubuh dan
lebih sulit menjaga ritme elektrik jantung. Akibatnya bisa terjadi gagal jantung
atau aritmia.
c. Coronary Artery Disease
Coronary artery disease menghasilkan iskemi atapun infark yang
mengakibatkan sel jantung kekurangan oksigen. Hal ini menyebabkan mereka
depolarisasi yang menyebabkan berubahnya formasi impuls dan/atau
berubahnya kondusi impuls. Perubahan konduksi impuls mampu
menyebabkan aritmia pada jantung.
d. Tekanan darah tinggi
Pada hipertensi, beberapa mekanisme menurunkan stabilitas elektrik
myokardium dan mempercepat ventricular arrhythmia. Pada tahap awal
hipertensi, perubahan elektrofisiologi seperti durasi depolarisasi yang
memanjang umumnya terjadi karena perubahan penanganan kalsium dan
pertukaran natrium dan kalsium. Kehilangan connexin dan pelambatan
konduksi tidak terjadi pada tahap awal.
Hipertensi menurunkan variabilitas denyut jantung dan mengurangi
sensitivitas baroreflex. Apoptosis kardiomiosit terjadi pada tahap akhir
hipertensi dan semakin memburuknya sifat elekrik myokardium. Kurangnya
aliran darah balik mampu menyebabkan iskemi ketika aktivitas fisik atau
bradikardia. Meningkatkan aktivitas simpatetik jantung akan meningkatkan
resiko aritmia dengan meningkatkan jumlah prematur denyut ventrikular.
e. Masalah pada tiroid
Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan
hormon tiroid terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung
menjadi cepat dan tidak teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial
fibrillation). Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak
cukup melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi
(bradycardia).
f. Konsumsi kafein atau nikotin
Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung
berdetak lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap risiko aritmia jantung
yang lebih serius.
g. Obat-obatan
Terdapat beberapa obat-obatan yang mampu menyebabkan aritmia.
Sebagai contoh obat anti alergi seperti diphenhydramine, obat flu seperti
pseudoephedrine, obat asma seperti theophylline, obat anti malaria
chloroquine, bahkan beberapa obat anti aritmia pun bisa memperparah
keadaan aritmia seperti propanolol, amiodaron, digoxin. Oleh karena itu dalam
penggunaan obat, terutama yang bisa dibeli dengan mudah dibaca efek
samping yang mungkin terjadi untuk mencegah atau menghindari hal yang
tidak diinginkan.
h. Diabetes
Diabetes mampu menyebabkan kardiomiopati diabetika. Hal ini
mampu menyebabkan aritmia. Selain itu kondisi hipoglikemi parah ketika
mengontrol kadar gula darah diasosiasikan dengan kejadian aritmia. Hal ini
diperkirakan menjadi penyebab kematian di tempat tidur, karena malam hari
merupakan saat dimana kadar gula darah menjadi sangat rendah yang
diasosiasikan dengan aritmia.
i. Tidur apnea
Tidur apnea merupakan gangguan tidur umum dimana terdapat episode
jeda dari bernafas ketika tidur. Jeda yang terjadi bisa beberapa detik sampai
beberapa menit. Bisa terjadi 30 kali atau lebih dalam sejam. Umumnya setelah
itu bernafas kembali normal, kadang diikuti dengan dengkuran yang kuat.
Terdapat banyak penelitian yang mengatakan tidur apnea berhubungan dengan
aritmia terutama atrial fibrilasi dan sick sinus sindrom. Dipercaya orang yang
mengalami tidur apnea cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Selain itu
tidur apnea mampu memicu keadaan kurang oksigen, perubahan kadar karbon
dioksida, efek langsung pada jantung karena perubahan tekanan, dan
peningkatan kadar marker inflamasi yang meningkatkan resiko aritmia.
j. Genetik
Terdapat beberapa kondisi genetik yang mampu menyebabkan aritmia
seperti congenital abnormality of heart’s electrical system dimana seseorang
mengalami abnormal serabut otot yang menghubungkan ruangan atas dan
bawah jantung. Kehadiran serabut ekstra ini bisa mengarah ke paroxysmal
supraventricular tachycardia (PSVT) di kemudian hari.
Selain itu juga ada kondisi genetik seperti arrhythmogenic right ventricular
dysplasia (ARVD) yang dimana kondisi seseorang mendapatkan jantung normal
ketika lahir, namun seiringnya waktu otot jantung digantikan oleh lemah dan
jaringan parut yang menyebabkan aritmia.

4. Patofisiologi Aritmia
Dalam keadaan normal, pacu untuk deyut jantung dimulai di denyut nodus
SA dengan irama sinur 70-80 kali per menit, kemudian di nodus AV dengan 50
kali per menit, yang kemudian di hantarkan pada berkas HIS lalu ke serabut
purkinje. Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan dan
sentrum yang memimppin ini disebut pacemaker. Dalam keadaan tertentu,
sentrum yang lebih rendah dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu :
a. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV
membentuk pacu lebih besar.
b. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan k BIndel
HIS akibat adanya kerusakan pada system hantaran atau penekanan oleh obt.
Aritmia terjadi karena ganguan pembentukan impuls (otomatisitas abnormal
atau gngguan konduksi). Apabila terjadi perubahan tonus susunan saraf pusat
otonom atau karena suatu penyakit di Nodus SA sendiri maka dapat terjadi aritmia
a. Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan delayed
after-depolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul sesudah sebuah
potensial aksi, Apabila suatu ketika terjadi peningkatan tonus simpatis
misalnya pada gagal jantung atau terjadi penghambatan aktivitas sodium-
potassium-ATP-ase misalnya pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau
hipomagnesemia atau terjadi reperfusi jaringan miokard yang iskemik
misalnya pada pemberian trombolitik maka keadaan-keadaan tersebut akan
mnegubah voltase kecil ini mencapai nilai ambang potensial sehingga
terbentuk sebuah potensial aksi prematur yang dinamakan “trigger impuls”
Trigger impuls yang pertama dapat mencetuskan sebuah trigger impuls yang
kedua kemudian yang ketiga dan seterusnya samapai terjadi suatu iramam
takikardai.
b. Gangguan konduksi
1) Re-entry
Bilamana konduksi di dalah satu jalur tergaggu sebagai akibat
iskemia atau masa refrakter, maka gelombang depolarisasi yang berjalan
pada jalur tersebut akan berhenti, sedangkan gelombang pada jalur B tetap
berjalan seperti semula bahkan dapat berjalan secara retrograd masuk dan
terhalang di jalur A. Apabila beberapa saat kemudian terjadi penyembuhan
pada jalur A atau masa refrakter sudah lewat maka gelombang depolarisasi
dari jalur B akan menembus rintangan jalur A dan kembali mengaktifkan
jalur B sehingga terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau reentri loop.
Gelombang depolarisasi yang berjalan melingkar ini bertindak sebagai
generator yang secara terus-menerus mencetuskan impuls. Reentri loop ini
dapat berupa lingkaran besar melalui jalur tambahan yang disebut
macroentrant atau microentrant.
2) Concealed conduction (konduksi yang tersembunyi)
Impuls-impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat
menghambat dan menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini disebut
concealed conduction. Contoh concealed conduction ini ialah pada fibrilasi
atrium, pada ekstrasistol ventrikel yang dikonduksi secara retrograd.
Biasanya gangguan konduksi jantung ini tidak memiliki arti klinis yang
penting.
c. Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi sehingga
dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan konduksi pada perinodal
zpne di nodus SA); blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di jalur antara
nodus SA sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle branch
block=BBB) yang dapat terjadi di right bundle branch block atau left bundle
branch block.

Pathway
(Terlampir)

5. Manisfestasi Klinis Aritmia


a Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit
nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit
pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung
menurun berat.
b Sinkop pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
c Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
d Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis
siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

6. Penatalaksanaan Aritmia
a. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
Anti aritmia Kelas 1: sodium channel blocker
Kelas 1 A 1. Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi
pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial
fibrilasi atau flutter.
2. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial
fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
3. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang

Kelas 1 B 1. Lidocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia


miokard, ventrikel takikardia.
2. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C 1. Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi

Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)


Kelas 2 1. Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi
jantung, angina pektoris dan hipertensi

Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)


kelas 3 1. Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
kelas 4 1.Verapamil,indikasi supraventrikular aritmia

b. Terapi mekanis
1) Kardioversi
Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang
memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2) Defibrilasi
Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3) Defibrilator kardioverter implantabel :
Suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel
yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi
ventrikel.
4) Terapi pacemaker
Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot
jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
b. Monitor Holter
Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana
disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antidisritmia.
c. Foto dada
Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup
d. Skan pencitraan miokardia
Menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi
konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
e. Tes stres latihan
Dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan
disritmia.
f. Elektrolit
Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
mnenyebabkan disritmia.
g. Pemeriksaan obat
Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan
interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
h. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
i. Laju sedimentasi
Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis
sebagai faktor pencetus disritmia.
j. GDA/nadi oksimetri
Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

8. Komplikasi
a. Stroke
Ketika jantung tidak dapat memompa darah secara efektif, darah akan
melambat. Hal ini dapat menyebabkan gumpalan darah terbentuk. Jika
bekuan darah terbawa dalam aliran darah dan dalam perjalannya menghalangi
arteri otak, maka akan menyebabkan stroke. Ini dapat merusak otak dan
menyebabkan kematian.
b. Gagal jantung
Gagal jantung dapat terjadi karena jantung memompa tidak efektif dalam
waktu lama karena bradikardi atau takikardi. Gagal jantung juga menyebabkan
kelebihan cairan yang terkumpul pada kaki dan paru-paru.

Anda mungkin juga menyukai