Pembimbing Akademik :
Ns. Dody Setyawan, S.Kep., M.Kep
Ns. Nana Rochana, S.Kep., MN
Pembimbing Klinik :
Ns. Dwi Arif Rahmanto, S.Kep
Oleh :
Aullia Niken Wulandari 22020118220094
Anisa Nur Ardillah 22020118220084
Melvina Larissa Januar 22020118220072
Nafisah Amalia Mukhtar 22020118220102
Tara Najmia Luthfita Sari 22020118220087
A. Latar Belakang
Gangguan yang dapat terjadi serta membutuhkan penanganan paling
cepat di Unit Gawat Darurat adalah shock, aritmia jantung, dan henti jantung.
Dalam asuhan keperawatan, risiko syok secara cepat dapat dikaji dengan tidak
teraba/melemahnya nadi radialis/karotis, klien tampak pucat, perabaan
pada ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnnya waktu
pengisian kapiler (capillary refill time >2 detik), penanganan yang cepat
dibutuhkan dalam mengatasi syok, karena syok dapat mengakibatkan
kematian (Dhilon and Bittner, 2010).
Gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen ke jaringan maupun
perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan vaskuler
sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian
ventrikel dan curah jantung yang sedikit (George et al., 2009; Guyton dan
Hall, 2010; Schawarz et al., 2014).
Perfusi jaringan perlu dipertahankan untuk kegiatan pada organ-organ
vital guna mempertahankan jiwa penderita. Diagnosis utama bukanlah syok,
namun syok menuju kepada sindrom klinik komplek dari manifestasi
hemodinamik dimana jika mengalami kerusakan, sel-sel akan kekurangan
oksigen dan substrat, produksi energi aerobik tidak dapat dipertahankan, dan
terjadi metabolisme anaerob yang hanya menghasilkan 2 molekul ATP dan
glukosa serta asam laktat. Energi yang dihasilkan tidak cukup untuk keperluan
tubuh sehingga fungsi normal tubuh tidak mampu dipertahankan dan
terjadilah ketidakseimbangan pompa potasium sodium. Hal ini mengakibatkan
sel permeabilitas membran sel meningkat dan sel membengkak. Sehingga
pada akhirnya sel akan rusak dan mengakibatkan kematian sel. Kematian sel
yang meluas akan mempengaruhi kematian jaringan (nekrosis) lalu
mempengaruhi fungsi organ. Sehingga pada akhirnya, terjadilah kerusakan di
sistem organ sehingga berujung kepada kematian pada klien dengan syok
(Guyton dan Hall, 2010; Schwarz et all., 2014).
Akibat resiko syok yang terjadi, dapat menimbulkan diagnosa
keperawatan lainnya seperti ketidakefektifian bersihan jalan napas, resiko
infeksi, kerusakan intergritas kulit, kekurangan volume cairan. Maka dari itu,
risiko syok menjadi core problem dalam memunculkan masalah keperawatan
lainnya, sehingga mampu diangkat menjadi fenomena keperawatan utama
dalam laporan ini.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan pada klien gawat darurat dengan
diagnosa keperawatan risiko syok.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar risiko syok dan manifestasi yang terjadi.
b. Mampu melakukan pengkajian pada klien gawat darurat dengan
diagnosa keperawatan risiko syok.
c. Mampu melakukan rencana keperawatan pada klien gawat darurat
dengan dengan diagnosa keperawatan risiko syok.
d. Mampu melakukan implementasi dan evaluasi sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah ditentukan
e. Mampu menganalisa efektifitas tindakan keperawatan yang ada pada
klien dengan diagnosa keperawatan risiko syok
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Risiko syok adalah rentan mengalami ketidakcukupan aliran darah ke
jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam
jiwa, yang dapat mengganggu kesehatan (Nanda, 2018).
2. Hipovolemia
Penurunan volume darah intravaskular, yang menyebabkan penurunan
cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Kemudian jaringan
yang anoksia mendorong perubahan metabolisme dalam sel berubah dari
aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang
menyebabkan asidosis metabolic (Dewi, E., & Rahayu, S., 2010).
3. Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri
(SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO2 85-100 mmHg), SaO2
95%. Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi
yang bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan
memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg,
kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2)
yang meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2)
menurun, jaringan vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia
mengalami vasodilatasi.
4. Hipoksia
Hipoksia jaringan menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di
jaringan. Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga
tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya
ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu
lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.
5. Infeksi
Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman
yang masuk ke dalam tubuh manusia. Adanya infeksi pada penderita
keganasan (immunocompromised), serta adanya translokasi bakteri oleh
karena rusaknya barier fisik di mukosa faring dan usus akibat efek
radio/kemoterapi, dan pemberian antibiotika yang tidak tepat dapat
menyebabkan terjadinya reaksi sistemik dengan manifestasi klinik berupa
sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response
syndrome/SIRS). Sedangkan sepsis adalah SIRS dengan dugaan infeksi
(Romdhoni, 2009).
6. Sepsis
Sepsis merupakan keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan
manifestasi SIRS (Chen et. al, 2009). Sepsis adalah respon sistemik tubuh
terhadap infeksi yang menyebabkan sepsis berat (disfungsi organ akut
sekunder untuk dicurigai adanya infeksi) dan syok septik (sepsis berat
ditambah hipotensi tidak terbalik dengan resusitasi cairan).
Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (Systemic Inflamatory Response
Syndrome atau SIRS)
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) adalah respon
tubuh terhadap inflamasi sistemik yang mencakup 2 atau lebih keadaan
berikut, (1) suhu >38°C atau <36°C, (2) frekuensi jantung >90 kali/menit,
(3) frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg, (4) leukosit
darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
Invasi bakteri dan penurunan fungsi organ memperjelek keadaan.
Dapat timbul sepsis, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
bertambah nyata, integritas sistem retikuloendotelial rusak, integritas
mikro sirkulasi juga rusak. (Chen et. al, 2009). Bila SIRS/sepsis tidak
segera diberikan terapi maka penderita dapat jatuh ke dalam syok septik,
yang memiliki angka mortalitas tinggi. Penyebab kematian biasanya oleh
karena kegagalan fungsi organ multipel (multiple organ disfunction/failure
syndrome) (Romdhoni, 2009).
C. Kerangka Pikir
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh melalui konduksi atau radiasi. Tingkat luka bakar tergantung faktor
penyebab dan lamanya kulit terpapar sumber panas. Cedera luka bakar dapat
mempengaruhi semua sistem organ, respon ini berkaitan dengan luasnya luka
bakar dan mencapai massa stabil ketika terjadi luka bakar kira-kira 60 % luas
tubuh.
Tingkat keperawatan berubah tergantung kepada luas dan kedalaman
luka bakar yang menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar
dan berlangsung sampai 48-72 jam pertama. Kondisi ditandai dengan
pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang interstitium. Bila jaringan
terbakar, vasodilatasi meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
perubahan permeabilitas sel pada yang luka bakar dan disekitarnya.
Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada pada ekstra sel, sodium
chloride dan protein lewat melalui daerah yang terbakar dan membentuk
gelembung dan odema atau keluar melalui luka terbuka. Akibat adanya
odema, lingkungan kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barier mekanik
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme
yang mungkin masuk. Terjadinya kerusakan lingkungan kulit akan
memungkinkan mikroorganisme masuk dalam tubuh dan menyebabkan
infeksi luka yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka. Dengan
adanya odema juga berpengaruh terhadap peningkatan peregangan pembuluh
darah dan syarat yang dapat menimbulkan rasa nyeri juga dapat mengganggu
mobilitas klien.
Dengan kehilangan cairan dari sistem vaskuler, terjadi homo
konsentrasi dan hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada
daerah luka bakar dan nutrisi kurang. Adanya cedera luka bakar menyebabkan
tahanan vaskuler perifer meningkat sebagai akibat respon stres
neurohormonal. Hal ini meningkatkan afterload jantung dan mengakibatkan
penurunan curah jantung lebih lanjut. Akibat penurunan curah jantung,
menyebabkan metabolisme anaerob dan hasil akhir produk asam ditahan
karena rusaknya fungsi ginjal. Selanjutnya timbul asidosis metabolik yang
menyebabkan perfusi jaringan terjadi tidak sempurna.
Mengikuti periode pergeseran cairan. Klien tetap dalam kondisi sakit
akut. Periode ini ditandai dengan anemi dan mal nutrisi. Anemi berkembang
akibat banyak kehilangan eritrosit. Keseimbangan nitrogen negatif mulai
terjadi pada waktu terjadi luka bakar dan disebabkan kerusakan jaringan
kehilangan protein, dan akibat respon stres. Ini terus berlangsung selama
periode akut karena terus menerus kehilangan protein melalui luka.
Gangguan respiratori timbul karena obstruksi saluran napas bagian
atas atau karena efek shock hipovolemik. Obstruksi saluran napas bagian atas
disebabkan karena inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang terlalu
panas, menimbulkan iritasi kepada saluran napas, odema laring dan obstruksi
potensial (Hardisman,2013).
D. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Setiap klien luka bakar harus dianggap sebagai klien trauma,
karenanya harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih
dahulu.
a) Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi
antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada
untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada
trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
c) Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik
karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada klien
luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter. Formula Baxter
adalah total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakaBerikan 50%
dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
2. Pengkajian Sekunder
a) Identitas klien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan
diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2
tahun lebih rentan terkena infeksi.
3. Pengkajian Tersier
a) Hitung darah lengkap : Peningkatan hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan.
b) Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi.
c) Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi.
d) Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera
jaringan hipokalemia terjadi bila diuresis.
e) Aluka bakarumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada
edema jaringan.
f) Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan.
g) EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar.
h) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar selanjutnya (Kolecki, 2013).
E. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan luka bakar yang luas,
kehilangan cairan melalui rute ab normal
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan edem laring
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kehilangan
integritas kulit yang disebabkan oleh luka bakar
e. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan, pembentukan
edem
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan danya luka bakar
dalam
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status
hipermetabolik
h. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cidera inhalasi asap /
sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar
sirkumfisial dari dada dan leher
i. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan
perubahan bentuk, kemungkinan kontraktur sekunder terhadap luka
bakar ketebalan penuh
j. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan
luka bakar melingkari ekstrimitas
F. Intervensi Keperawatan
1. Manajemen Hipovolemi (4180)
I. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 26 Juli 2019, Jam 02.40 WIB
Tanggal Masuk Ruangan : 26 Juli 2019, Jam 02.26 WIB
Ruang : IGD RSUP Dr. Kariadi Semarang
A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Tn. S
No. Rekam Medis : C766xxx
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Suku : Jawa
Bahasa : Indonesia
Alamat : Kel. Sedan, Kab. Rembang
2. Breathing
Klien nampak kesulitan bernapas. Pernapasan klien cepat dan dangkal
dengan RR 26x/menit. Terdapat penggunaan otot bantu napas. SPO2
94%.
3. Circulation
a. Vital sign :
1) Tekanan Darah : 90/60 mmHg
2) Nadi : 108 kali/ menit (teraba lemah)
3) Suhu : 38,1OC
4) Respirasi : 26 kali/ menit
b. Capilarry refill : > 2 detik (3 detik)
c. Akral : Dingin
4. Disability
a. Keadaan Umum : Lemah
b. GCS : E4 M6V2 (Kesadaran apatis)
c. Pupil : Isokor
d. Gangguan Motorik : Ukuran tubuh bagian kanan dan kiri
seimbang, tidak terdapat deformitas tulang,
tidak terdapat gerakan abnormal (tremor,
khorea, atetose, distonia, ballismus, spasme
khorea, atetose, distonia, ballismus, spasme).
Terdapat nyeri tekan pada seluruh tubuh.
e. Gangguan Sensorik
- Indera Penglihatan
Klien masih dapat melihat meskipun terhambat karena terjadi
pembengkakan di area mata.
- Indera Pendengaran
Klien tidak memiliki gangguan pendengaran. Indera pendengaran
klien masih berfungsi dengan baik.
- Indera Pengecap
Indera pengecap klien masih berfungsi dengan baik. dan tidak
memiliki gangguan.
- Indera Peraba
Klien masih dapat merasakan benda tumpul maupun benda tajam.
Klien tidak memiliki gangguan neuropati perifer (dapat merasakan
sensasi sentuhan terhadap suhu panas).
- Indera Penciuman
Klien masih dapat mencium aroma bau dengan baik. Indera
penciuman klien tidak memiliki gangguan.
5. Eksposure
b. Telinga
- Inspeksi : Terdapat luka bakar di kedua telinga, pengeluaran
cairan abnormal (-).
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di daerah telinga.
c. Mata
- Inspeksi : Terjadi pembengkakan di mata kanan dan kiri, terdapat
luka bakar di kulit sekitar mata, konjungtiva anemis, sklera
kemerahan, kornea jernih, refleks pupil terhadap cahaya (+). Klien
dapat melihat benda-benda di sekitarnya.
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di area sekitar mata.
e. Hidung
- Inspeksi : Tidak ada perdarahan, kedua lubang hidung simetris,
tidak terdapat sekret, klien terpasang nasal kanul 3 lpm.
- Palpasi : Tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan.
f. Leher
- Inspeksi : Tampak simetris, tidak terdapat luka bakar pada leher
klien.
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di area sekitar leher, terdapat
pembengkakan karena adanya edema laring.
h. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, pergerakan dada simetris.
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V midklavikula sinistra,
terdapat nyeri tekan di area luka bakar
- Perkusi : Tidak terdapat pembesaran, bunyi pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 terdengar (Lub) S2 terdengar
(Dub) tidak terdengar suara jantung tambahan.
i. Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada massa, tidak terdapat luka bakar pada
abdomen klien
- Auskultasi : Bising usus 8 x/menit.
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen.
- Perkusi : Bunyi timpani.
j. Genetalia
- Inspeksi : Terdapat luka bakar 1%, terpasang DC pada genital
klien.
3333 3333
3333 3333
3. Pengkajian Fungsional
a. Nutrisi dan Cairan
Jenis Sebelum Sakit Saat Pengkajian
Makan Frekuensi 3 x/hari -
Porsi 1 porsi habis
Jenis Nasi, sayur, lauk
Minum Porsi ± 1500 cc/hari -
Jenis Air putih, teh
Balance Cairan
Intake Output
Minum : - BAK : 200 cc
Makan : - BAB : -
Obat :
Infus RL = 437,5 ml IWL : 15 x BB /24jam
: 15 x 70 /24 jam
Jumlah : 437,5 cc/7jam : 43,75 cc/jam
: 306,25 cc /7 jam
b. Eliminasi
BAB
Parameter Sebelum sakit Saat pengkajian
Frekuensi 1-2 kali dalam sehari Belum BAB
Jumlah Normal -
Konsistensi Lembek -
Keluhan - -
Warna Coklat kekuningan -
Bau Khas feses -
Darah - -
Keluhan - -
BAK
Parameter Sebelum sakit Saat pengkajian
Frekuensi 4-6 kali dalam sehari 2-3x dalam sehari
Jumlah 100 cc 200 cc
Keluhan - -
Warna Kuning Kuning
Bau Khas urine Khas urin
Darah - -
c. Termoregulasi
Suhu tubuh klien 38,1oC.
d. Aktivitas dan Latihan
Saat Pengkajian :
Index 0 1 2 3 Keterangan
Makan, √ 0 : Tidak mampu
Minum 1 : Dibantu
2 : Mandiri
Mandi √ 0 : Tergantung orang lain
1 : Mandiri
Perawatan diri √ 0 : Tergantung orang lain
(grooming) 1 : Mandiri
Berpakaian √ 0 : Tidak mampu
(dressing) 1 : Dibantu
2 : Mandiri
BAB (bladder) √ 0 : Inkontinensia (tidak teratur/ perlu enema)
1 : Kadang inkontinensia (sekali seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
BAK (bowel) √ 0 : Inkontinensia (pakai kateter/terkontrol)
1 : Kadang inkontinensia (maks 1 x 24 jam)
2 : Kontinensia (teratur)
Transfer √ 0 : Tidak mampu
1 : Butuh bantuan alat dan 2 orang
2 : Butuh bantuan kecil
3 : Mandiri
Mobilitas √ 0 : Imobile
1 : Menggunakan kursi roda
2 : Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 : Mandiri
Penggunaan √ 0 : Tergantung bantuan orang lain
toilet 1 : Membutuhkan bantuan tapi beberapa hal
dilakukan sendiri
2 : Mandiri
Naik turun √ 0 : Tidak mampu
tangga 1 : Membutuhkan bantuan
2 : Mandiri
Total Score 2 2 (Ketergantungan total)
Tanggal
Penilaian Resiko Jatuh Score
26/07/2019
Riwayat Jatuh satu kali atau
Jatuh : lebih dalam kurun
Kecelakaan waktu 6 bulan terakhir 25 0
Kerja atau
Rekreasional
Diagnosis sekunder 15 15
Benda disekitar, kursi,
30 0
dinding, dll
Alat Bantu
Kruk, tongkat, tripod,
15 15
dll
Terapi intra vena kontinyu /
20 20
Heparin / Pengencer Darah
Gangguan/ Bedrest/
20 20
Gaya Kursi Roda
berjalan Lemah 10 0
Normal 0 0
Agitasi/ konfusi 15 0
Status Mental
Diemnsia 15 0
SKOR TOTAL 70
Lingkari golongan skor resiko jatuh setelah penilaian RT/ RS/ RR
Lingkari bila klien Bed Rest Total
Bed rest total bergantung pada perawat sepenuhnya
(Resiko Tinggi/ RT + Bed rest total = Resiko
Rendah/ RR)
Dokter meminta untuk pencegahan resiko jatuh +
nilai skor berapapun = RT
Klien termasuk kategori risiko tinggi jatuh karena penurunan
penglihatan dan kondisi fisik yang lemah dengan skor 70 poin.
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Tidak terdapat pemeriksaan radiologi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 28 Maret 2019
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN KET
HEMATOLOGI
Hematologi Paket
Hemoglobin 19.2 g/dl 13.00 - 16.00 H
Hematrokrit 56.7 % 40 - 54 H
Eritrosit 6.39 10^6/Ul 4.4 - 5.9 H
MCH 30 Pg 27.00 - 32.00
MCV 88.7 Fl 76 - 96
MCHC 33.9 g/dl 29.00 - 36.00
Leukosit 44.8 10^3/ul 3.8 - 10.6 H
Trombosit 362 10^3/ul 150 - 400
RDW 13.8 % 11.60-14.00
MPV 10.1 fL 4.00-11.00
KIMIA KLINIK
Asam Laktat 5.1 mmol/L 0.4-2.0 H
Ureum 56 mg/dL 15 - 39 H
Kreatinin 1.1 mg/dL 0.60 - 1.30
Glukosa Sewaktu 151 mg/dL 80-160
Albumin 1.1 g/dL 3.4-5.0 L
Magnesium 0.57 mmol/L 0.74-0.99 L
Calcium 1.87 mmol/L 2.12-2.52
Elektrolit
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 4.3 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 105 mmol/L 98-107
BGA kimia
Temp 36 C
FIO2 32 %
pH 7.324 7.37-7.45 L
PCO2 28.3 mmHg 35-45 L
PO2 214.5 mmHg 83-108 H
pH (T) 7.339 7.35-7.45 L
E. Terapi Medis
Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontraindikasi Efek Samping
Infus RL 20 tpm IV Ringer laktat umumnya digunakan Nyeri ringan atau kondisi - Nyeri dada
sebagai cairan hidrasi dan nyeri jangka panjang - Detak jantung
elektrolit serta sebagai agen (seperti nyeri sendi) tidak normal
alkalisator. Obat ini juga - Turunnya
diberikan untuk meringankan tekanan darah
beberapa kondisi, diantaranya - Kesulitan
adalah : bernapas
- Tetani hipokalsemik - Batuk
- Ketidakseimbangan elektrolit - Bersin-bersin
tubuh - Ruam kulit
- Diare - Gatal pada kulit
- Luka bakar - Sakit kepala
- Gagal ginjal akut
- Kadar natrium rendah
- Kekurangan kalium
- Kekurangan kalsium
- Kehilangan banyak darah dan
cairan
- Hipertensi
- Aritmia (gangguan irama
jantung)
Ketorolac 30 mg/ 8 IV - Nyeri sedang hingga nyeri Nyeri ringan atau kondisi Mual. BAB hitam, kulit
jam berat nyeri jangka panjang pucat, mudah memar,
- Digunakan sebelum atau (seperti nyeri sendi) kesemutan, pusing,
sesudah prosedur medis, atau telinga berdenging
setelah operasi
- Bengkak
- Nyeri
- Demam
Paracetamol 10 mg/ 8 IV - Mengurangi rasa nyeri ringan - Alergi obat anti Pusing, gangguan
jam sampai sedang inflamasi non-steroid ginjal, gangguan hati,
- Anti radang - Hepatitis reaksi alergi dan
- Gangguan hati atau gangguan darah
ginjal
Ampicilin 1,5 gr/ 8 IV Antibiotik untuk mengatasi Hipersensitif, diabetes, Kemerahan dan rasa
Sulbactam jam infeksi intra-abdominal, infeksi hamil, menyusui, asma, sakit di tempat
gineakologis, infeksi kulit dan penyakit ginjal atau penyuntikan, diare,
jaringan lunak, meningitis gastrointestinal ruam kulit, radang
pembuluh darah,
pembekuan darah, nyeri
dada, kelelahan, kejang
Dexamethason 10 mg/ 8 IV - Inflamasi akut - Tukak lambung Mual, muntah, infeksi
jam - Inflamasi pada kulit - Osteoporosis jamur, gangguan tidur.
- Inflamasi pada mata - Diabetes melitus
- Rematik sendi - Infeksi jamur sistemik
- Asma bronchial - Glaukoma
- Lupus eritematosus - Psikosis &
- Keganasan sistem limfatik psikoneurosis berat
- Penderita TBC aktif
- Infeksi akut
- Infeksi herpes mata
(herpes ocular)
- Herpes zoster
- Herpes simplex
- Osteoporosis
- Sindroma Cushing
- Gangguan fungsi ginjal
Lansoprazole 30 mg/ 8 IV Gastroesophageal reflux disease Hipersensitivitas. Diare, nyeri perut,
jam (GERD), tukak lambung dan sembelit, mual dan
tukak usus duabelas jari muntah.
(duodenum), erosif esophagitis.
II. ANALISA DATA
No Analisa Data Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan TTD
1 DS : - Ketidakefektifan Obstruksi Jalan Ketidakefektifan Bersihan
DO : Bersihan Jalan Nafas Nafas (Edema Jalan Nafas berhubungan
- RR 26x/ menit (cepat dan dangkal) (00031) Laring) dengan Obstruksi Jalan
- Terdapat suara napas tambahan (stridor) Nafas (Edema Laring)
- Teraba distensi pada jalan napas yang (00031)
menandakan adanya edema laring
- Klien terlihat gelisah dan sulit berbicara
- Klien tampak kesulitan bernapas (dypsnea)
- Combustio derajat IIb (mid-deep dermal)
73% (regio kepala dan leher 9%, dada 9%,
punggung 9%, pantat 9%, lengan kanan 9%,
lengan kiri 9%, genital 1%, tungkai kanan
9%, tungkai kiri 9%).
2 DS : Risiko Syok (00205) Hipovolemia Risiko Syok berhubungan
- Klien mengeluh dingin dengan Hipovolemia
(00205)
DO :
- Luka bakar 73% dari bagian tubuh
- Nadi perifer tidak teraba, nadi apikal 80x/
menit dan dingin
- RR klien 26x/menit
- Hasil laboratorium : asam laktat 5,1 mmol/L
(High)
- Kebutuhan cairan (Baxter) 20.580 cc
3 DS : - Resiko Infeksi (0004) Perubahan Resiko Infeksi
DO : Integritas Kulit berhubungan dengan
- Klien mengalami luka terbuka akibat luka Perubahan Integritas Kulit
bakar penuh di kepala, leher, dada dan (0004)
ekstremitas
- Leukosit 44,8 10^3/ul
4 DS : Nyeri Akut (00132) Agen Cidera Nyeri Akut berhubungan
- Klien merasa kurang nyaman karena Fisik dengan Agen Cidera Fisik
nyeri yang dirasakan dari luka bakar (00132)
ditubuhnya.
DO :
- Hasil pengkajian nyeri CPOT klien yaitu
7 (Nyeri Sangat Berat) :
Ekspresi wajah klien meringis (skor 2);
Gerakan tubuh klien gelisah/agitasi
(skor 2); Vokalisasi klien terlihat
menghela nafas dan merintih (skor 1);
Ketegangan otot klien terlihat sangat
tegang atau sangat kaku (skor 2)
RR 26x/ menit (cepat dan dangkal)
HR : 108x/ menit
Resiko Infeksi S: -
berhubungan O:
dengan - Klien mengalami luka terbuka akibat luka bakar penuh di kepala, leher,
Perubahan dada dan ekstremitas 73,5% grade II-III
Integritas Kulit - Leukosit 44,8 10^3/ul
(0004) - RR 26x/menit)
- Akral dingin
- CRT 3 detik
- Konjungtiva anemis
Resiko Infeksi S: -
berhubungan O:
dengan - Klien mengalami luka terbuka akibat luka bakar penuh di kepala, leher,
Perubahan dada dan ekstremitas 73,5% grade II-III
Integritas Kulit - Leukosit 44,8 10^3/ul
(0004) - RR 26x/menit)
- Akral dingin
- CRT 3 detik
- Konjungtiva anemis
A:
- Masalah resiko infeksi belum teratasi
P:
- Monitor tanda dan gejala adanya infeksi baik lokal maupun general
- Monitor pemeriksaan darah lengkap terutama kadar sel darah putih
- Hindari kontak terlalu dekat dengan pengunjung
- Sediakan intake nutrisi dan cairan yang adekuat
- Kolaborasi pemberian medikasi atau antibiotik
Ketidakefektifan 21.00 S:-
Bersihan Jalan O:
Nafas - Klien terpasang ET dengan oksigen masker NRM 8 lpm
berhubungan - Suara napas vesikuler
dengan - tidak ada suara napas tambahan,
Obstruksi Jalan - irama napas regular
Nafas (Edema - tidak ada secret pada ET
Laring) (00031)
- napas spontan (+) adekuat
- RR: 28x/menit,
- SpO2: 100%
A:
- Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P:
- Monitor pernapasan dan status oksigenasi
- Monitor pola napas
- Monitor kepatenan jalan napas
Resiko Infeksi S: -
berhubungan O:
dengan - Klien mengalami luka terbuka akibat luka bakar penuh di kepala, leher,
Perubahan dada dan ekstremitas 73,5% grade II-III
Integritas Kulit - Leukosit 44,8 10^3/ul
(0004) - RR 28x/menit)
- Akral hangat
- CRT 2 detik
- Konjungtiva anemis
A:
- Masalah resiko infeksi belum teratasi
P:
- Monitor tanda dan gejala adanya infeksi baik lokal maupun general
- Monitor pemeriksaan darah lengkap terutama kadar sel darah putih
- Hindari kontak terlalu dekat dengan pengunjung
- Sediakan intake nutrisi dan cairan yang adekuat
- Kolaborasi pemberian medikasi atau antibiotik
VII. PEMBAHASAN
Klien Tn.S (52 tahun) dirujuk ke IGD RSUP. Dr Kariadi dari RSUD
Kendal pada 26 Juli 2019 jam 02.26 WIB. Klien datang ke IGD dengan luka
bakar di hampir seluruh bagian tubuh Kelompok melakukan pengkajian
pada Tn.S pada 26 Juli 2019 jam 02.40 WIB dengan diagnosa medis
Chrombustio grade II - III atau luka bakar adalah luka yang terjadi akibat
sentuhan permukaan tubuh dengan dengan benda-benda yang menghasilkan
panas baik kontak secara langsung maupun tidak langsung. (Jong W, 2005)
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh
keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok
hipovolemik akan muncul dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin,
nadi lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi urin.
Kulit manusia dapat mentoleransi suhu 44oC (111o F) relatif selama 6 jam
sebelum mengalami cedera termal. (Chu DH, 2013)
Hasil dari pengkajian didapatkan Tn.S mengalami luka bakar seluas
73,5% (regio wajah 4,5%, dada 18%, punggung 15%, lengan kanan 8%,
lengan kiri 6%, genital 1%, tungkai kanan 18%, tungkai kiri 18%), sesak
napas akibat adanya edema laring, klien tampak sesak napas, pernafasan
klien cepat dan dangkal, RR klien 26x/menit, SPO2 94%. Pengkajian
tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan klien yang mengalami luka
bakar pada area wajah biasanya akan mengalami ancaman gangguan airway
(jalan nafas) karena kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap, atau uap
panas yang terhisap. Oedema laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas (Yovita S,
2016). Diagnosa keperawatan yang didapatkan dari data tersebut adalah
ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
(edema laring) (00031). Edema laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Pada saat
menilai ‘airway’ perlu diperhatikan adanya luka bakar inhalasi. Biasanya
ditemukan sputum karbonat, rambut, atau bulu hidung yang gosong, luka
bakar pada wajah, oedema oropharyngeal, perubahan suara, perubahan
status mental. Bila terdapat luka bakar inhalasi perlu dilakukan intubasi
endotracheal, kemudian beri oksigen melalui mask face atau endotracheal
tube. Intubasi endotrakeal merupakan suatu tindakan membebaskan atau
mempertahankan jalan napas tetap bebas, mencegah bahaya aspirasi
terhadap paru, dan membantu tindakan ventilasi mekanik (Khany, 2008).
Pemasangan endotrakeal pada klien Tn.S dilakukan sebagai kolaborasi
dengan dokter. Saat pemasangan ET pada klien Tn. S, tidak ditemukan
adanya sumbatan berupa secret, darah maupun rambut atau bulu hidung
yang gosong pada jalan napas klien. Intubasi endotrakeal dilakukan untuk
membebaskan jalan napas sehingga klien dapat bernapas spontan.
Gap antara teori dan praktik
Pemasangan ET adalah salah satu intervensi kolaborasi untuk
membebaskan jalan nafas agar paten. Pasien dilakukan pengkajian pada jam
04.40 WIB dan dilakukan pemasangan ET pada jam 08.00 WIB. Menurut
penelitian Mort ,Wabersk,dan Clive dalam Sahiner pada tahun 2018
pemasangan ET harus dilakukan 4-8 menit setelah pengkajian primer.
Pemasangan ET yang terlalu lama akan menyebabkan obstruksi jalan nafas
berupa edem laring menghambat udara masuk ke dalam paru sehingga akan
memperburuk kondisi pernapasan dan keseimbangan asam basa pasien
gawat darurat. Menurut American Heart Association pada tahun 2015,
masalah Airway harus ditangani pertama kali untuk menjamin kepatenan
jalan nafas pasien. Sedanglan menurut system triase Austalian Triage
System waktu penanganan Airway pada pasien label merah (ATS 1) harus
dilakukan dengan segera yaitu kurang dari 10 menit. Perpanjangan waktu
pemasangan intubasi dapat terjadi karena……(
apa ya mel)