Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN NURSING CORE PROBLEM RESIKO SYOK PADA TN. S DI


INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUP DR. KARIADI SEMARANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Praktik Klinik Stase Keperawatan Gawat Darurat

Pembimbing Akademik :
Ns. Dody Setyawan, S.Kep., M.Kep
Ns. Nana Rochana, S.Kep., MN

Pembimbing Klinik :
Ns. Dwi Arif Rahmanto, S.Kep

Oleh :
Aullia Niken Wulandari 22020118220094
Anisa Nur Ardillah 22020118220084
Melvina Larissa Januar 22020118220072
Nafisah Amalia Mukhtar 22020118220102
Tara Najmia Luthfita Sari 22020118220087

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXIII


DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan yang dapat terjadi serta membutuhkan penanganan paling
cepat di Unit Gawat Darurat adalah shock, aritmia jantung, dan henti jantung.
Dalam asuhan keperawatan, risiko syok secara cepat dapat dikaji dengan tidak
teraba/melemahnya nadi radialis/karotis, klien tampak pucat, perabaan
pada ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnnya waktu
pengisian kapiler (capillary refill time >2 detik), penanganan yang cepat
dibutuhkan dalam mengatasi syok, karena syok dapat mengakibatkan
kematian (Dhilon and Bittner, 2010).
Gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen ke jaringan maupun
perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan vaskuler
sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian
ventrikel dan curah jantung yang sedikit (George et al., 2009; Guyton dan
Hall, 2010; Schawarz et al., 2014).
Perfusi jaringan perlu dipertahankan untuk kegiatan pada organ-organ
vital guna mempertahankan jiwa penderita. Diagnosis utama bukanlah syok,
namun syok menuju kepada sindrom klinik komplek dari manifestasi
hemodinamik dimana jika mengalami kerusakan, sel-sel akan kekurangan
oksigen dan substrat, produksi energi aerobik tidak dapat dipertahankan, dan
terjadi metabolisme anaerob yang hanya menghasilkan 2 molekul ATP dan
glukosa serta asam laktat. Energi yang dihasilkan tidak cukup untuk keperluan
tubuh sehingga fungsi normal tubuh tidak mampu dipertahankan dan
terjadilah ketidakseimbangan pompa potasium sodium. Hal ini mengakibatkan
sel permeabilitas membran sel meningkat dan sel membengkak. Sehingga
pada akhirnya sel akan rusak dan mengakibatkan kematian sel. Kematian sel
yang meluas akan mempengaruhi kematian jaringan (nekrosis) lalu
mempengaruhi fungsi organ. Sehingga pada akhirnya, terjadilah kerusakan di
sistem organ sehingga berujung kepada kematian pada klien dengan syok
(Guyton dan Hall, 2010; Schwarz et all., 2014).
Akibat resiko syok yang terjadi, dapat menimbulkan diagnosa
keperawatan lainnya seperti ketidakefektifian bersihan jalan napas, resiko
infeksi, kerusakan intergritas kulit, kekurangan volume cairan. Maka dari itu,
risiko syok menjadi core problem dalam memunculkan masalah keperawatan
lainnya, sehingga mampu diangkat menjadi fenomena keperawatan utama
dalam laporan ini.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan pada klien gawat darurat dengan
diagnosa keperawatan risiko syok.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar risiko syok dan manifestasi yang terjadi.
b. Mampu melakukan pengkajian pada klien gawat darurat dengan
diagnosa keperawatan risiko syok.
c. Mampu melakukan rencana keperawatan pada klien gawat darurat
dengan dengan diagnosa keperawatan risiko syok.
d. Mampu melakukan implementasi dan evaluasi sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah ditentukan
e. Mampu menganalisa efektifitas tindakan keperawatan yang ada pada
klien dengan diagnosa keperawatan risiko syok

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Risiko syok adalah rentan mengalami ketidakcukupan aliran darah ke
jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam
jiwa, yang dapat mengganggu kesehatan (Nanda, 2018).

B. Faktor-Faktor yang Berhubungan


Kondisi yang terkait dengan masalah keperawatan risiko syok (Nanda, 2018) :
1. Hipotensi
Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor
(tekanan darah) terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor
tekanan ini menghantarkan impuls ke pusat saraf simpatik yang terletak di
medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah, ketokolamin
(epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan
demikian memulihkan tekanan darah.
Volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif dan
vaskularisasi yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah
dan perfusi jaringan. Jika salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh
dapat mengkompensasi dengan meningkatkan kerja kedua komponen lain.
Jika mekanisme kompensasi tidak mampu lagi mengkompensasi system
yang gagal, maka jaringan tubuh tidak memperoleh perfusi yang adekuat
dan syndrome syok dimulai. Kecuali jika intervensi cepat dilakukan, syok
akan berlanjut dan menyebabkan kegagalan organ dan kematian (Brunner
& Suddarth, 2001).

2. Hipovolemia
Penurunan volume darah intravaskular, yang menyebabkan penurunan
cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Kemudian jaringan
yang anoksia mendorong perubahan metabolisme dalam sel berubah dari
aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang
menyebabkan asidosis metabolic (Dewi, E., & Rahayu, S., 2010).

3. Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri
(SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO2 85-100 mmHg), SaO2
95%. Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi
yang bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan
memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg,
kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2)
yang meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2)
menurun, jaringan vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia
mengalami vasodilatasi.

4. Hipoksia
Hipoksia jaringan menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di
jaringan. Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga
tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya
ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu
lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.
5. Infeksi
Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman
yang masuk ke dalam tubuh manusia. Adanya infeksi pada penderita
keganasan (immunocompromised), serta adanya translokasi bakteri oleh
karena rusaknya barier fisik di mukosa faring dan usus akibat efek
radio/kemoterapi, dan pemberian antibiotika yang tidak tepat dapat
menyebabkan terjadinya reaksi sistemik dengan manifestasi klinik berupa
sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response
syndrome/SIRS). Sedangkan sepsis adalah SIRS dengan dugaan infeksi
(Romdhoni, 2009).

6. Sepsis
Sepsis merupakan keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan
manifestasi SIRS (Chen et. al, 2009). Sepsis adalah respon sistemik tubuh
terhadap infeksi yang menyebabkan sepsis berat (disfungsi organ akut
sekunder untuk dicurigai adanya infeksi) dan syok septik (sepsis berat
ditambah hipotensi tidak terbalik dengan resusitasi cairan).
Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (Systemic Inflamatory Response
Syndrome atau SIRS)
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) adalah respon
tubuh terhadap inflamasi sistemik yang mencakup 2 atau lebih keadaan
berikut, (1) suhu >38°C atau <36°C, (2) frekuensi jantung >90 kali/menit,
(3) frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg, (4) leukosit
darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
Invasi bakteri dan penurunan fungsi organ memperjelek keadaan.
Dapat timbul sepsis, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
bertambah nyata, integritas sistem retikuloendotelial rusak, integritas
mikro sirkulasi juga rusak. (Chen et. al, 2009). Bila SIRS/sepsis tidak
segera diberikan terapi maka penderita dapat jatuh ke dalam syok septik,
yang memiliki angka mortalitas tinggi. Penyebab kematian biasanya oleh
karena kegagalan fungsi organ multipel (multiple organ disfunction/failure
syndrome) (Romdhoni, 2009).

C. Kerangka Pikir
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh melalui konduksi atau radiasi. Tingkat luka bakar tergantung faktor
penyebab dan lamanya kulit terpapar sumber panas. Cedera luka bakar dapat
mempengaruhi semua sistem organ, respon ini berkaitan dengan luasnya luka
bakar dan mencapai massa stabil ketika terjadi luka bakar kira-kira 60 % luas
tubuh.
Tingkat keperawatan berubah tergantung kepada luas dan kedalaman
luka bakar yang menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar
dan berlangsung sampai 48-72 jam pertama. Kondisi ditandai dengan
pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang interstitium. Bila jaringan
terbakar, vasodilatasi meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
perubahan permeabilitas sel pada yang luka bakar dan disekitarnya.
Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada pada ekstra sel, sodium
chloride dan protein lewat melalui daerah yang terbakar dan membentuk
gelembung dan odema atau keluar melalui luka terbuka. Akibat adanya
odema, lingkungan kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barier mekanik
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme
yang mungkin masuk. Terjadinya kerusakan lingkungan kulit akan
memungkinkan mikroorganisme masuk dalam tubuh dan menyebabkan
infeksi luka yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka. Dengan
adanya odema juga berpengaruh terhadap peningkatan peregangan pembuluh
darah dan syarat yang dapat menimbulkan rasa nyeri juga dapat mengganggu
mobilitas klien.
Dengan kehilangan cairan dari sistem vaskuler, terjadi homo
konsentrasi dan hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada
daerah luka bakar dan nutrisi kurang. Adanya cedera luka bakar menyebabkan
tahanan vaskuler perifer meningkat sebagai akibat respon stres
neurohormonal. Hal ini meningkatkan afterload jantung dan mengakibatkan
penurunan curah jantung lebih lanjut. Akibat penurunan curah jantung,
menyebabkan metabolisme anaerob dan hasil akhir produk asam ditahan
karena rusaknya fungsi ginjal. Selanjutnya timbul asidosis metabolik yang
menyebabkan perfusi jaringan terjadi tidak sempurna.
Mengikuti periode pergeseran cairan. Klien tetap dalam kondisi sakit
akut. Periode ini ditandai dengan anemi dan mal nutrisi. Anemi berkembang
akibat banyak kehilangan eritrosit. Keseimbangan nitrogen negatif mulai
terjadi pada waktu terjadi luka bakar dan disebabkan kerusakan jaringan
kehilangan protein, dan akibat respon stres. Ini terus berlangsung selama
periode akut karena terus menerus kehilangan protein melalui luka.
Gangguan respiratori timbul karena obstruksi saluran napas bagian
atas atau karena efek shock hipovolemik. Obstruksi saluran napas bagian atas
disebabkan karena inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang terlalu
panas, menimbulkan iritasi kepada saluran napas, odema laring dan obstruksi
potensial (Hardisman,2013).

D. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Setiap klien luka bakar harus dianggap sebagai klien trauma,
karenanya harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih
dahulu.
a) Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi
antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada
untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada
trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.

c) Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik
karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada klien
luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter. Formula Baxter
adalah total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakaBerikan 50%
dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam
berikutnya.

2. Pengkajian Sekunder
a) Identitas klien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan
diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2
tahun lebih rentan terkena infeksi.

b) Riwayat kesehatan sekarang


- Sumber  kecelakaan
- Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
- Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar  terjadi
- Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
- Keadaan fisik disekitar luka bakar
- Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
- Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar

c) Riwayat Kesehatan Dahulu


Penting untuk menentukan apakah klien ,mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis,
gangguan pernafasan).

3. Pengkajian Tersier
a) Hitung darah lengkap : Peningkatan hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan.
b) Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi.
c) Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi.
d) Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera
jaringan hipokalemia terjadi bila diuresis.
e) Aluka bakarumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada
edema jaringan.
f) Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan.
g) EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar.
h) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar selanjutnya (Kolecki, 2013).
E. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan luka bakar yang luas,
kehilangan cairan melalui rute ab normal
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan edem laring
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kehilangan
integritas kulit yang disebabkan oleh luka bakar
e. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan, pembentukan
edem
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan danya luka bakar
dalam
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status
hipermetabolik
h. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cidera inhalasi asap /
sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar
sirkumfisial dari dada dan leher
i. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan
perubahan bentuk, kemungkinan kontraktur sekunder terhadap luka
bakar ketebalan penuh
j. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan
luka bakar melingkari ekstrimitas

F. Intervensi Keperawatan
1. Manajemen Hipovolemi (4180)

a) Monitor bukti laboratorium terkait kehilangan perdarahan


(Misalnya: Hemoglobin, Hematokrit, tes fekal adanya gumpalan
darah)
b) Berikan cairan IV isotonik yang diresepkan (misalnya, RL,
normal saline) untuk rehidrasi ekstraseluler dengan tetesan yang
tepat
c) Implementasikan modifikasi posisi trendelenburg

2. Resusitasi Cairan (4140)


a) Berkolaborasi dengan dokter untuk memastikan apa pemberian
terbaik, baik kristaloid (normal salin dan RL) dan koloid (hesban,
dan plasmanate) yang sesuai
b) Kelola cairan IV, seperti yang telah diresepkan
c) Dapatkan spesimen darah untuk pengecekan, yang sesuai
d) Kelola produk darah seperti yang telah diresepkan
e) Pantau respon hemodinamik klien
f) Monitor status O2
g) Monitor kelebihan cairan

3. Pencegahan Syok (4260)


a) Bertikan antiaritmia,diuretik, dan atau vasopressor sesuai
kebutuhan
b) Berikan PRC, FPP dan atau platelet sesuaia kebutuhan
c) Monitor respon terhadap stimulus (kesadaran)

4. Pemberian produk-produk darah (4030)


a) Cek kembali klien dengan benar, tipe darah, tipe rh, jumlah unit,
waktu kadaluara
b) Hindarkan tranfusi satu/lebih unit produk darah dalam satu
waktu.
c) Monitor adanya reaksi transfusi
d) Monitor dan atur jumlah aliran selama transfusi
e) Utamakan sistem pemberian cairan isotonik salin (NaCl 0,9%)
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 26 Juli 2019, Jam 02.40 WIB
Tanggal Masuk Ruangan : 26 Juli 2019, Jam 02.26 WIB
Ruang : IGD RSUP Dr. Kariadi Semarang

A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Tn. S
No. Rekam Medis : C766xxx
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Suku : Jawa
Bahasa : Indonesia
Alamat : Kel. Sedan, Kab. Rembang

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. K
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Hubungan dengan Klien : Istri
Bahasa : Indonesia
Alamat : Kel. Sedan, Kab. Rembang
B. Pengkajian Primer
1. Airway (Jalan Nafas)
Klien terlihat gelisah dan sulit berbicara. Terdapat suara napas tambahan
yaitu stridor, teraba distensi pada jalan napas yang menandakan terdapat
edema laring, tampak luka bakar pada seluruh area leher klien.

2. Breathing
Klien nampak kesulitan bernapas. Pernapasan klien cepat dan dangkal
dengan RR 26x/menit. Terdapat penggunaan otot bantu napas. SPO2
94%.

3. Circulation
a. Vital sign :
1) Tekanan Darah : 90/60 mmHg
2) Nadi : 108 kali/ menit (teraba lemah)
3) Suhu : 38,1OC
4) Respirasi : 26 kali/ menit
b. Capilarry refill : > 2 detik (3 detik)
c. Akral : Dingin

4. Disability
a. Keadaan Umum : Lemah
b. GCS : E4 M6V2 (Kesadaran apatis)
c. Pupil : Isokor
d. Gangguan Motorik : Ukuran tubuh bagian kanan dan kiri
seimbang, tidak terdapat deformitas tulang,
tidak terdapat gerakan abnormal (tremor,
khorea, atetose, distonia, ballismus, spasme
khorea, atetose, distonia, ballismus, spasme).
Terdapat nyeri tekan pada seluruh tubuh.
e. Gangguan Sensorik
- Indera Penglihatan
Klien masih dapat melihat meskipun terhambat karena terjadi
pembengkakan di area mata.
- Indera Pendengaran
Klien tidak memiliki gangguan pendengaran. Indera pendengaran
klien masih berfungsi dengan baik.
- Indera Pengecap
Indera pengecap klien masih berfungsi dengan baik. dan tidak
memiliki gangguan.
- Indera Peraba
Klien masih dapat merasakan benda tumpul maupun benda tajam.
Klien tidak memiliki gangguan neuropati perifer (dapat merasakan
sensasi sentuhan terhadap suhu panas).
- Indera Penciuman
Klien masih dapat mencium aroma bau dengan baik. Indera
penciuman klien tidak memiliki gangguan.

5. Eksposure

Terdapat combustio derajat IIb (mid-


deep dermal) 73% (regio kepala dan
leher 9%, dada 9%, punggung 9%,
pantat 9%, lengan kanan 9%, lengan
kiri 9%, genital 1%, tungkai kanan
9%, tungkai kiri 9%).
Terpasang infus di tangan kiri dan
terpasang DC.
C. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesis (SAMPLE)
a. S (Signs and Symptoms)
Klien mengalami luka bakar derajat IIb (mid-deep dermal) seluas
73%, klien tampak kesulitan bernapas, terlihat lemah, dan kesakitan.
b. A (Allergies)
Klien tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan.
c. M (Medications)
Terapi yang telah diberikan dari RSUD Rembang yaitu infus RL
4500 cc, injeksi ceftriaxone 1 gr, tramadol drip 2 ampul, dan
sulfadiazine zalf.
d. P (Pertinent Medical History)
Klien sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit apapun.
e. L (Last Meal)
Klien belum makan sejak dirawat di RSUD Rembang.
f. E (Events)
Klien mengalami luka bakar akibat sambaran api saat sedang
membakar baju. Klien kemudian dibawa ke RSUD Rembang pada
tanggal 25 Juli 2019 pukul 23.30 WIB. Di RSUD Rembang klien
mendapatkan infus RL 2 jalur sebanyak 4500 cc pada 6 jam pertama
dan terapi berupa injeksi ceftriaxone 1 gr, tramadol drip 2 ampul, dan
sulfadiazine zalf. Klien terpasang DC. Hasil pemeriksaan
laboratorium di RSUD Rembang yaitu, leukosit 23,03 10^3/uL,
trombosit 506 10^3/uL, GDS 271 mg/dL, dan kalium 3,42 mmol/L.
Klien di rujuk ke RSUP Dr. Kariadi dan masuk IGD pada tanggal 26
Juli 2019 pukul 02.26 WIB untuk mendapatkan perawatan luka
bakar.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
- Inspeksi : Bentuk mesochepal, terdapat luka bakar pada kepala
dan wajah, persebaran rambut tidak merata, rambut lurus dan
berwarna hitam.
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di area luka bakar.

b. Telinga
- Inspeksi : Terdapat luka bakar di kedua telinga, pengeluaran
cairan abnormal (-).
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di daerah telinga.

c. Mata
- Inspeksi : Terjadi pembengkakan di mata kanan dan kiri, terdapat
luka bakar di kulit sekitar mata, konjungtiva anemis, sklera
kemerahan, kornea jernih, refleks pupil terhadap cahaya (+). Klien
dapat melihat benda-benda di sekitarnya.
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di area sekitar mata.

d. Mulut dan Gigi


- Inspeksi : Perdarahan pada mulut (-), tidak ada sariawan, terdapat
pembengkakan di sekitar bibir, gusi dan rongga mulut bersih,
lidah bersih, gigi utuh.
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan daerah mulut dan mandibula.

e. Hidung
- Inspeksi : Tidak ada perdarahan, kedua lubang hidung simetris,
tidak terdapat sekret, klien terpasang nasal kanul 3 lpm.
- Palpasi : Tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan.
f. Leher
- Inspeksi : Tampak simetris, tidak terdapat luka bakar pada leher
klien.
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di area sekitar leher, terdapat
pembengkakan karena adanya edema laring.

g. Dada dan Paru


- Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada tarikan dinding dada,
frekuensi napas 26 x/menit, terdapat luka bakar di area dada 9%
- Palpasi : Taktil fremitus (+) seimbang kanan dan kiri,
pengembangan dada (+) terdapat nyeri tekan di area luka bakar
- Perkusi : Terdengar suara sonor
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak terdapat ronkhi maupun
wheezing

h. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, pergerakan dada simetris.
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V midklavikula sinistra,
terdapat nyeri tekan di area luka bakar
- Perkusi : Tidak terdapat pembesaran, bunyi pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 terdengar (Lub) S2 terdengar
(Dub) tidak terdengar suara jantung tambahan.

i. Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada massa, tidak terdapat luka bakar pada
abdomen klien
- Auskultasi : Bising usus 8 x/menit.
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen.
- Perkusi : Bunyi timpani.
j. Genetalia
- Inspeksi : Terdapat luka bakar 1%, terpasang DC pada genital
klien.

k. Esktremitas Atas dan Bawah


- Inspeksi : Terdapat luka bakar di ekstremitas atas kanan dan kiri
18%, ekstremitas bawah kanan dan kiri 18%. Terpasang infus RL
di tangan kiri. Hasil pengkajian didapatkan kekuatan otot :

3333 3333

3333 3333

- Palpasi : Terdapat nyeri tekan di area luka bakar, CRT 3 detik.

3. Pengkajian Fungsional
a. Nutrisi dan Cairan
Jenis Sebelum Sakit Saat Pengkajian
Makan Frekuensi 3 x/hari -
Porsi 1 porsi habis
Jenis Nasi, sayur, lauk
Minum Porsi ± 1500 cc/hari -
Jenis Air putih, teh

Balance Cairan
Intake Output
Minum : - BAK : 200 cc
Makan : - BAB : -
Obat :
Infus RL = 437,5 ml IWL : 15 x BB /24jam
: 15 x 70 /24 jam
Jumlah : 437,5 cc/7jam : 43,75 cc/jam
: 306,25 cc /7 jam

*BC/7 jam = Intake – Output Jumlah : 506,25 cc


= 437,5 - 506,25
= - 68,75 cc/7jam

Kebutuhan Cairan pada Combustio = 4 cc x BB x Luas Luka Bakar


= 4 cc x 70 x 73,5%
= 20.580 cc

b. Eliminasi
BAB
Parameter Sebelum sakit Saat pengkajian
Frekuensi 1-2 kali dalam sehari Belum BAB
Jumlah Normal -
Konsistensi Lembek -
Keluhan - -
Warna Coklat kekuningan -
Bau Khas feses -
Darah - -
Keluhan - -

BAK
Parameter Sebelum sakit Saat pengkajian
Frekuensi 4-6 kali dalam sehari 2-3x dalam sehari
Jumlah 100 cc 200 cc
Keluhan - -
Warna Kuning Kuning
Bau Khas urine Khas urin
Darah - -

c. Termoregulasi
Suhu tubuh klien 38,1oC.
d. Aktivitas dan Latihan
Saat Pengkajian :
Index 0 1 2 3 Keterangan
Makan, √ 0 : Tidak mampu
Minum 1 : Dibantu
2 : Mandiri
Mandi √ 0 : Tergantung orang lain
1 : Mandiri
Perawatan diri √ 0 : Tergantung orang lain
(grooming) 1 : Mandiri
Berpakaian √ 0 : Tidak mampu
(dressing) 1 : Dibantu
2 : Mandiri
BAB (bladder) √ 0 : Inkontinensia (tidak teratur/ perlu enema)
1 : Kadang inkontinensia (sekali seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
BAK (bowel) √ 0 : Inkontinensia (pakai kateter/terkontrol)
1 : Kadang inkontinensia (maks 1 x 24 jam)
2 : Kontinensia (teratur)
Transfer √ 0 : Tidak mampu
1 : Butuh bantuan alat dan 2 orang
2 : Butuh bantuan kecil
3 : Mandiri
Mobilitas √ 0 : Imobile
1 : Menggunakan kursi roda
2 : Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 : Mandiri
Penggunaan √ 0 : Tergantung bantuan orang lain
toilet 1 : Membutuhkan bantuan tapi beberapa hal
dilakukan sendiri
2 : Mandiri
Naik turun √ 0 : Tidak mampu
tangga 1 : Membutuhkan bantuan
2 : Mandiri
Total Score 2 2 (Ketergantungan total)

Sumber : Dewi, Sofia Rosma 2014 Buku Ajar Keperawatan Geriatrik


Yogyakarta : Deepublish
Interpretasi Hasil Barthel Index :
20 : Mandiri
12–19 : Ketergantungan ringan
9 – 11 : Ketergantungan sedang
5–8 : Ketergantungan berat
0–4 : Ketergantungan total
Keterangan :
Tingkat kemandirian Tn. S termasuk dalam ketergantungan total
dengan skor 2.

e. Rasa Aman dan Nyaman


Klien merasa kurang nyaman karena nyeri yang dirasakan dari luka
bakar ditubuhnya. Hasil pengkajian nyeri CPOT klien yaitu 7 (Nyeri
sangat berat).

Pengkajian Nyeri CPOT (Critical Care Pain Observation Tool)


No Indikator Kriteria Skor
1 Ekspresi wajah Santai, Netral 0
Tegang 1
Meringis 2 √
2 Gerakan tubuh Tidak adanya gerakan 0
atau posisi normal
Ada gerakan 1
Perlindungan
Kegelisahan / Agitasi 2 √
3 Kepatuhan Toleransi terhadap 0
terhadap ventilator atau
pemasangan gerakan
ventilator Batuk tapi masih 1
(atau klien toleransi
terpasang intubasi Melawan ventilator 2

Berbicara dalam nada 0


Atau
normal atau tidak ada
suara
Vokalisasi (untuk
Menghela nafas, 1 √
Klien tidak
merintih
terpasang
Menangis terisak-isak 2
intubasi)
4 Ketegangan Otot Santai 0
Tegang kaku 1
Sangat tegang atau 2 √
sangat kaku
Total Skor 8 7
Keterangan :
Skor 0 : Tidak Nyeri
Skor 1-2 : Nyeri Ringan
Skor 3-4 : Nyeri Sedang
Skor 5-6 : Nyeri Berat
Skor 7-8 : Nyeri Sangat Berat

Pengkajian Risiko Jatuh


SKOR RESIKO JATUH

Tanggal
Penilaian Resiko Jatuh Score
26/07/2019
Riwayat Jatuh satu kali atau
Jatuh : lebih dalam kurun
Kecelakaan waktu 6 bulan terakhir 25 0
Kerja atau
Rekreasional
Diagnosis sekunder 15 15
Benda disekitar, kursi,
30 0
dinding, dll
Alat Bantu
Kruk, tongkat, tripod,
15 15
dll
Terapi intra vena kontinyu /
20 20
Heparin / Pengencer Darah
Gangguan/ Bedrest/
20 20
Gaya Kursi Roda
berjalan Lemah 10 0
Normal 0 0
Agitasi/ konfusi 15 0
Status Mental
Diemnsia 15 0
SKOR TOTAL 70
Lingkari golongan skor resiko jatuh setelah penilaian RT/ RS/ RR
Lingkari bila klien Bed Rest Total
Bed rest total bergantung pada perawat sepenuhnya
(Resiko Tinggi/ RT + Bed rest total = Resiko
Rendah/ RR)
Dokter meminta untuk pencegahan resiko jatuh +
nilai skor berapapun = RT
Klien termasuk kategori risiko tinggi jatuh karena penurunan
penglihatan dan kondisi fisik yang lemah dengan skor 70 poin.

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Tidak terdapat pemeriksaan radiologi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 28 Maret 2019
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN KET
HEMATOLOGI
Hematologi Paket
Hemoglobin 19.2 g/dl 13.00 - 16.00 H
Hematrokrit 56.7 % 40 - 54 H
Eritrosit 6.39 10^6/Ul 4.4 - 5.9 H
MCH 30 Pg 27.00 - 32.00
MCV 88.7 Fl 76 - 96
MCHC 33.9 g/dl 29.00 - 36.00
Leukosit 44.8 10^3/ul 3.8 - 10.6 H
Trombosit 362 10^3/ul 150 - 400
RDW 13.8 % 11.60-14.00
MPV 10.1 fL 4.00-11.00
KIMIA KLINIK
Asam Laktat 5.1 mmol/L 0.4-2.0 H
Ureum 56 mg/dL 15 - 39 H
Kreatinin 1.1 mg/dL 0.60 - 1.30
Glukosa Sewaktu 151 mg/dL 80-160
Albumin 1.1 g/dL 3.4-5.0 L
Magnesium 0.57 mmol/L 0.74-0.99 L
Calcium 1.87 mmol/L 2.12-2.52
Elektrolit
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 4.3 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 105 mmol/L 98-107
BGA kimia
Temp 36 C
FIO2 32 %
pH 7.324 7.37-7.45 L
PCO2 28.3 mmHg 35-45 L
PO2 214.5 mmHg 83-108 H
pH (T) 7.339 7.35-7.45 L
E. Terapi Medis
Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontraindikasi Efek Samping
Infus RL 20 tpm IV Ringer laktat umumnya digunakan Nyeri ringan atau kondisi - Nyeri dada
sebagai cairan hidrasi dan nyeri jangka panjang - Detak jantung
elektrolit serta sebagai agen (seperti nyeri sendi) tidak normal
alkalisator. Obat ini juga - Turunnya
diberikan untuk meringankan tekanan darah
beberapa kondisi, diantaranya - Kesulitan
adalah : bernapas
- Tetani hipokalsemik - Batuk
- Ketidakseimbangan elektrolit - Bersin-bersin
tubuh - Ruam kulit
- Diare - Gatal pada kulit
- Luka bakar - Sakit kepala
- Gagal ginjal akut
- Kadar natrium rendah
- Kekurangan kalium
- Kekurangan kalsium
- Kehilangan banyak darah dan
cairan
- Hipertensi
- Aritmia (gangguan irama
jantung)
Ketorolac 30 mg/ 8 IV - Nyeri sedang hingga nyeri Nyeri ringan atau kondisi Mual. BAB hitam, kulit
jam berat nyeri jangka panjang pucat, mudah memar,
- Digunakan sebelum atau (seperti nyeri sendi) kesemutan, pusing,
sesudah prosedur medis, atau telinga berdenging
setelah operasi
- Bengkak
- Nyeri
- Demam
Paracetamol 10 mg/ 8 IV - Mengurangi rasa nyeri ringan - Alergi obat anti Pusing, gangguan
jam sampai sedang inflamasi non-steroid ginjal, gangguan hati,
- Anti radang - Hepatitis reaksi alergi dan
- Gangguan hati atau gangguan darah
ginjal

Ampicilin 1,5 gr/ 8 IV Antibiotik untuk mengatasi Hipersensitif, diabetes, Kemerahan dan rasa
Sulbactam jam infeksi intra-abdominal, infeksi hamil, menyusui, asma, sakit di tempat
gineakologis, infeksi kulit dan penyakit ginjal atau penyuntikan, diare,
jaringan lunak, meningitis gastrointestinal ruam kulit, radang
pembuluh darah,
pembekuan darah, nyeri
dada, kelelahan, kejang
Dexamethason 10 mg/ 8 IV - Inflamasi akut - Tukak lambung Mual, muntah, infeksi
jam - Inflamasi pada kulit - Osteoporosis jamur, gangguan tidur.
- Inflamasi pada mata - Diabetes melitus
- Rematik sendi - Infeksi jamur sistemik
- Asma bronchial - Glaukoma
- Lupus eritematosus - Psikosis &
- Keganasan sistem limfatik psikoneurosis berat
- Penderita TBC aktif
- Infeksi akut
- Infeksi herpes mata
(herpes ocular)
- Herpes zoster
- Herpes simplex
- Osteoporosis
- Sindroma Cushing
- Gangguan fungsi ginjal
Lansoprazole 30 mg/ 8 IV Gastroesophageal reflux disease Hipersensitivitas. Diare, nyeri perut,
jam (GERD), tukak lambung dan sembelit, mual dan
tukak usus duabelas jari muntah.
(duodenum), erosif esophagitis.
II. ANALISA DATA
No Analisa Data Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan TTD
1 DS : - Ketidakefektifan Obstruksi Jalan Ketidakefektifan Bersihan
DO : Bersihan Jalan Nafas Nafas (Edema Jalan Nafas berhubungan
- RR 26x/ menit (cepat dan dangkal) (00031) Laring) dengan Obstruksi Jalan
- Terdapat suara napas tambahan (stridor) Nafas (Edema Laring)
- Teraba distensi pada jalan napas yang (00031)
menandakan adanya edema laring
- Klien terlihat gelisah dan sulit berbicara
- Klien tampak kesulitan bernapas (dypsnea)
- Combustio derajat IIb (mid-deep dermal)
73% (regio kepala dan leher 9%, dada 9%,
punggung 9%, pantat 9%, lengan kanan 9%,
lengan kiri 9%, genital 1%, tungkai kanan
9%, tungkai kiri 9%).
2 DS : Risiko Syok (00205) Hipovolemia Risiko Syok berhubungan
- Klien mengeluh dingin dengan Hipovolemia
(00205)
DO :
- Luka bakar 73% dari bagian tubuh
- Nadi perifer tidak teraba, nadi apikal 80x/
menit dan dingin
- RR klien 26x/menit
- Hasil laboratorium : asam laktat 5,1 mmol/L
(High)
- Kebutuhan cairan (Baxter) 20.580 cc
3 DS : - Resiko Infeksi (0004) Perubahan Resiko Infeksi
DO : Integritas Kulit berhubungan dengan
- Klien mengalami luka terbuka akibat luka Perubahan Integritas Kulit
bakar penuh di kepala, leher, dada dan (0004)
ekstremitas
- Leukosit 44,8 10^3/ul
4 DS : Nyeri Akut (00132) Agen Cidera Nyeri Akut berhubungan
- Klien merasa kurang nyaman karena Fisik dengan Agen Cidera Fisik
nyeri yang dirasakan dari luka bakar (00132)
ditubuhnya.
DO :
- Hasil pengkajian nyeri CPOT klien yaitu
7 (Nyeri Sangat Berat) :
Ekspresi wajah klien meringis (skor 2);
Gerakan tubuh klien gelisah/agitasi
(skor 2); Vokalisasi klien terlihat
menghela nafas dan merintih (skor 1);
Ketegangan otot klien terlihat sangat
tegang atau sangat kaku (skor 2)
RR 26x/ menit (cepat dan dangkal)
HR : 108x/ menit

III. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan Obstruksi Jalan Nafas (Edema Laring) (00031)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Fisik (00132)
3. Risiko Syok berhubungan dengan Hipovolemia (00205)
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan Perubahan Integritas Kulit (0004)
IV. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan Bersihan Setelah dilakukan tindakan Airway Management (3140)
Jalan Nafas berhubungan keperawatan selama 1 x 15 - Identifikasi klien perlunya pemasangan alat
dengan Obstruksi Jalan menit, diharapkan jalan napas jalan nafas buatan
Nafas (Edema Laring) klien dapat paten kembali - Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah
(00031) dengan kriteria hasil : dilakukan pembebasan jalan napas, catat
- Frekuensi pernapasan klien hasilnya
dalam rentang nilai normal - Monitor pernapasan dan status oksigen klien
(12-24 x/menit)
- Klien tidak mengalami Respiratory Monitoring (3350)
kesulitan berbicara - Catat lokasi trakhea
- Klien tidak gelisah - Monitor suara napas tambahan
- Monitor pola napas
- Pantau irama, kedalaman, dan usaha respirasi
- Perhatikan pergerakan dada, amati simetris,
penggunaan otot bantu nafas (aksesoris),
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
- Berikan oksigen (hindari pemberian oksigen
terlalu tinggi/ dengan tekanan)

Airway Insertion and Stabilization (3120)


- Kolaborasi dengan dokter untuk mengukur,
memilih tipe dari Endotraceal tube/
traceastomi tube
- Berikan saran kepada dokter untuk memasang
ET melalui jalur oropharingeal
- Stabilisasi endotraceal atau tracheastomi
dengan plester yang lekat
2 Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan intervensi Manajemen Nyeri (1400)
dengan Agen Cidera Fisik selama 1 x 30 menit, diharapkan - Monitor tanda-tanda vital
(00132) nyeri klien dapat berkurang dari - Lakukan pengkajian nyeri CPOT
skor CPOT 7 ke 4 dengan
kriteria hasil : Manajemen Lingkungan (6480)
Tingkat Nyeri (2102) - Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
- Tidak ada ekspresi nyeri di bagi klien (menaikkan pengaman bed klien)
wajah klien - Lakukan pengkajian resiko jatuh pada klien
- Klien tidak terlihat
mengerang dan menangis Pemberian Obat Analgesik (2210)
- Klien tidak terlihat Kolaborasi dengan dokter pemberian intravena
mengernyit untuk klien guna mengurangi nyeri yang dirasakan
- Ketegangan otot klien
menunjukkan rileks
- Frekuensi napas klien normal
(12-24 x/menit)
- Heart rate klien normal (60-
100x/ menit)
3 Risiko Syok berhubungan Setelah dilakukan tindakan Shock Prevention (4260)
dengan Hipovolemia selama 2x10 menit klien tidak - Monitor suhu dan pernapasan
(00205) mengalami syok dengan kriteria - Pantau input dan output cairan
hasil : - Lihat dan pertahankan kepatenan jalan napas
Shock Severity : Hypovolemic - Berikan cairan IV yang tepat
(0419)
- Nadi apikal klien normal Hypovolemia Management (4180)
(60-100x/menit) - Monitor status hemodinamik klien termasuk
- Frekuensi napas klien Denyut Jantung, Tekanan Darah, MAP, CVP
normal (12-24x/menit) - Monitor adanya dehidrasi (misalnya, membran
- Kulit klien menjadi hangat mukosa kering, turgor kulit buruk, capillary
refill lambat >2 detik)
- Berikan cairan IV Ringer Laktat dengan tepat
- Hitung kebutuhan cairan klien berdasarkan
luas permukaan tubuh dan ukuran luka bakar
4 Resiko Infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Infection Protection (6550)
dengan Perubahan Integritas keperawatan selama 1 x 60 - Monitor tanda dan gejala adanya infeksi baik
Kulit (0004) menit, diharapkan resiko infeksi lokal maupun general
klien dapat diminalisir, dengan - Monitor pemeriksaan darah lengkap terutama
kriteria hasil : kadar sel darah putih
- Tidak didapatkan infeksi - Hindari kontak terlalu dekat dengan
- Perfusi jaringan pada luka pengunjung
bakar baik - Sediakan intake nutrisi dan cairan yang
- RR klien kembali normal adekuat
(12-24x/menit) - Kolaborasi pemberian medikasi atau antibiotik
V. IMPLEMENTASI
Nama Klien : Tn.S
No. Rekam Medik : C766xxx
Ruang Rawat : Ruang IGD

Tanggal No.Dx Jam Tindakan Keperawatan Hasil (Evaluasi Formatif) TTD


26 Juli 1,2 02.40 Memasang bedside monitor dan memonitor tanda S: -
2019 tanda vital O: Terpasang bed set monitor, TD:
110/90 mmHg, HR: 80x/menit,
spO2: 94 %, RR: 26 x/menit
2, 4 02.45 Menghindarkan klien kontak terlalu dekat dengan S: Keluarga mengatakan akan
pengunjung dan menaikkan pengaman bed klien menunggu di luar ruangan sementara
klien diberikan penanganan
O: Klien diberikan penanganan oleh
tenaga kesehatan (dokter, perawat)
yang bertugas di ruang ATS 1
1,3 02.50 Memasang oksigen masker NRM 8 lpm S: -
O: SpO 95 % RR 26x/menit
1 03.00 Melakukan kolaborasi pemasangan ET S: -
O: Klien terpasang ET dengan
oksigen masker NRM 8 lpm, napas
spontan (+) adekuat, RR 26x/menit
3 03.05 Menghitung kebutuhan cairan klien berdasarkan S: -
berat badan dan luas luka bakar O: Kebutuhan Cairan Baxter
= 4 cc x BB x luas luka bakar
= 4 cc x 70 kg x 73,5%
= 20.580 cc
3,4 03.10 Memberikan cairan IV yang tepat (Ringer Laktat) S: -
O: Klien mendapatkan input cairan ±
10.290 cc RL pada 8 jam pertama
sesuai kebutuhan cairan (Baxter)
klien dengan luka bakar
2 03.15 Melakukan pengkajian nyeri CPOT S: -
O: Ekspresi wajah klien tampak
tegang (2), gerakan tubuh gelisah (2),
klien menghela nafas dan merintih
(1), otot klien sangat tegang atau
sangat kaku (2). Skor nyeri klien 7
(sangat berat)
2 03.20 Melakukan pengkajian resiko jatuh pada klien S: -
O: Klien memiliki diagnosis
sekunder (15), memerlukan alat
bantu ketika berjalan (15), dan klien
bedrest (20). Total skor jatuh klien
70 (resiko tinggi)
4 04.00 Melakukan perawatan luka bakar dan memberikan S: -
silver sulfadiazine O: Luka dilakukan perawatan luka
dengan kassa lembab dan kassa
kering dan mengoles silver
sulfadiazine pada luka.
Luka pada bagian ekstremitas ditutup
dengan kassa lembab.
4 05.10 Memasang NGT S: -
O: Klien dipasang NGT no.16 untuk
pemenuhan kebutuhan nutrisi
adekuat
1,4 06.05 Kolaborasi pemberian ampicillin sulbactam 1,5 gr/8 S: -
jam dan Lanzoprazole 30 mg/8 jam O: Ampicillin sulbactam 1,5 gr/8 jam
dan Lanzoprazole 30 mg/8 jam
masuk melalui selang intravena
3 07.00 Monitor adanya dehidrasi (misalnya, membran S: -
mukosa kering, turgor kulit buruk, capillary refill O: Akral dingin (+), konjungtiva
lambat >2 detik) anemis (+), membran mukosa kering,
luka bakar grade II-III 73,5%, CRT 3
detik
2,4 08.30 Kolaborasi pemberian Dexamethasone 10 mg/8 S: -
jam, paracetamol 1 gr/8 jam, ketorolac 30 mg/8 O: Dexamethasone 10 mg/8 jam,
jam, Albumin 20% 1 flash intravena paracetamol 1 gr/8 jam, ketorolac 30
mg/8 jam dan Albumin 20%/hari
melalui selang intravena dan
1,3 08.50 Memonitor pernapasan dan status oksigen klien S: -
O: Suara napas vesikuler, RR 24
x/menit, SpO2 99%, tidak ada secret
pada ET, napas spontan (+) adekuat
3 09.15 Memonitor GCS S: -

O: Kesadaran klien composmentis


GCS x (E4M5Vet)
1,4 09.55 Kolaborasi pemberian ketamin 5 cc intravena lanjut S: -
ketamin 1 cc/jam syringe pump dan Lanzoprazole O: ketamin 5 cc masuk melalui
30 mg selangintravena lanjut ketamin 1
cc/jam syringe pump dan
Lanzoprazole 30 mg masuk melalui
selang intravena
1,3 10.20 Memonitor tanda-tanda vital S: -
O: TD: 129/86 mmHg, HR:
84x/menit, RR: 24x/menit, SpO2:
100%
1,3 11.20 Memonitor tanda-tanda vital S: -
O: TD: 138/91 mmHg, HR:
157x/menit, RR: 26x/menit, SpO2:
100%
2 11.25 Melakukan pengkajian nyeri CPOT S: -
O: Ekspresi wajah klien tampak
tegang (2), gerakan tubuh gelisah (2),
klien menghela nafas dan merintih
(1), otot klien sangat tegang atau
sangat kaku (2). Skor nyeri klien 7
(sangat berat)
3,4 11.30 Kolaborasi pemberian Ampicilin Sulbactam 1,5 gr, S: -
Ranitidin 50 mg, paracetamol 1 gr, Albumin 1 O: Ampicilin Sulbactam 1,5 gr,
flash, MgSO4 3 gr habis dalam 3 jam (8,3 cc/jam) Ranitidin 50 mg, paracetamol 1 gr
masuk melalui selang intravena,
Albumin 1 flash masuk melalui infus
intravena, MgSO4 3 gr habis dalam 3
jam (8,3 cc/jam) masuk melalui
intravena dengan syringe pump
3 13.00 Memberikan cairan IV yang tepat (Ringer Laktat) S: -
O: Input cairan RL ± 15.000 cc
dalam ± 16 jam (Kebutuhan cairan
Baxter 20.580 cc)
1,3 15.00 Memonitor tanda-tanda vital klien S: -
O: TD: 132/82 mmHg, HR:
128x/menit, RR: 22x/menit, SpO2:
100%
1 15.15 Memonitor pernapasan klien S: -
O: Suara napas vesikuler, tidak ada
suara napas tambahan, irama napas
regular, tidak ada secret pada ET,
napas spontan (+) adekuat
3 16.00 Kolaborasi pemberian MgSO4 20% 7 gr habis S: -
dalam 21 jam (2 cc/jam) O: MgSO4 20% 7 gr habis dalam 21
jam (2 cc/jam) masuk melalui
intravena dengan syringe pump
3 16.15 Memonitor GCS S: -

O: Kesadaran klien composmentis


GCS x (E4M5Vet)
2 16.30 Melakukan pengkajian nyeri CPOT S: -
O: Ekspresi wajah klien tampak
tegang (2), gerakan tubuh gelisah (2),
klien menghela nafas dan merintih
(1), otot klien sangat tegang atau
sangat kaku (2). Skor nyeri klien 7
(sangat berat)
4 16.45 Kolaborasi pemberian Morphin 1 cc/jam (1 cc = 1 S: -
mg) O: Morphin 1 cc/jam (1 cc = 1 mg)
masuk melalui intravena dengan
syringe pump
4 17.00 Kolaborasi pemberian Dexamethasone 10 mg S: -
O: Dexamethasone 10 mg masuk
melalui selang intravena
1,3 18.00 Memonitor tanda-tanda vital klien S: -
O: TD: 131/95 mmHg, HR:
110x/menit, RR: 24x/menit, SpO2:
100%
1,3 21.00 Memonitor tanda-tanda vital klien S: -
O: TD: 133/88 mmHg, HR:
128x/menit, RR: 26x/menit, SpO2:
99%
VI. EVALUASI
Nama Klien : Tn.S
No. Rekam Medik: C766xxx
Ruang Rawat : Ruang IGD
Diagnosa
Tanggal Jam Evaluasi Paraf
Keperawatan
26 Juli 2019 Ketidakefektifan 07.00 S:-
Bersihan Jalan O:
Nafas - Klien terpasang ET dengan oksigen masker NRM 8 lpm
berhubungan - Tidak terdengar suara napas tambahan
dengan - Napas klien spontan (+)
Obstruksi Jalan - RR: 26x/menit
Nafas (Edema - SpO2 99%
Laring) (00031)
- Tidak ada secret pada ET
A:
- Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P:
- Monitor pernapasan dan status oksigenasi
- Monitor pola napas
- Monitor kepatenan jalan napas
- Monitor adanya sekret
Nyeri akut S:-
berhubungan O:
dengan agen - Ekspresi wajah klien tampak tegang (2), gerakan tubuh gelisah (2), klien
cidera fisik menghela nafas dan merintih (1), otot klien sangat tegang atau sangat
(00132) kaku (2). Skor nyeri klien 7 (sangat berat)
- Klien mendapatkan obat analgetik berupa paracetamol 1 gr/8 jam dan
ketorolac 30 mg/8 jam
- TTV klien: TD: 110/90 mmHg, HR: 80x/menit, spO2: 94 %, RR: 26
x/menit
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda vital
- Lakukan pengkajian nyeri CPOT
- Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien (menaikkan
pengaman bed klien)
- Lakukan pengkajian resiko jatuh pada klien
Risiko Syok S:-
berhubungan O:
dengan - Klien mendapat input cairan RL ± 10.290 cc pada 8 jam pertama
Hipovolemia (kebutuhan cairan Baxter Kebutuhan Cairan Baxter = 4 cc x BB x luas
(00205) luka bakar = 4 cc x 70 kg x 73,5% = 20.580 cc)
- Akral dingin
- CRT 3 detik
- Konjungtiva anemis
- Luka dilakukan perawatan luka dan dioles silver sulfadiazine
A:
- Masalah risiko syok belum teratasi
P:
- Monitor adanya dehidrasi (misalnya, membran mukosa kering, turgor
kulit buruk, capillary refill lambat >2 detik)
- Berikan cairan IV Ringer Laktat dengan tepat
- Hitung kebutuhan cairan klien berdasarkan luas permukaan tubuh dan
ukuran luka bakar

Resiko Infeksi S: -
berhubungan O:
dengan - Klien mengalami luka terbuka akibat luka bakar penuh di kepala, leher,
Perubahan dada dan ekstremitas 73,5% grade II-III
Integritas Kulit - Leukosit 44,8 10^3/ul
(0004) - RR 26x/menit)
- Akral dingin
- CRT 3 detik
- Konjungtiva anemis

A: Masalah resiko infeksi belum teratasi


P:
- Monitor tanda dan gejala adanya infeksi baik lokal maupun general
- Monitor pemeriksaan darah lengkap terutama kadar sel darah putih
- Hindari kontak terlalu dekat dengan pengunjung
- Sediakan intake nutrisi dan cairan yang adekuat
- Kolaborasi pemberian medikasi atau antibiotic

Ketidakefektifan 14.00 S:-


Bersihan Jalan O:
Nafas - Klien terpasang ET dengan oksigen masker NRM 8 lpm
berhubungan - Suara napas vesikuler
dengan - tidak ada suara napas tambahan,
Obstruksi Jalan - irama napas regular
Nafas (Edema - tidak ada secret pada ET
Laring) (00031) - napas spontan (+) adekuat
- RR: 26x/menit,
- SpO2: 100%
A:
- Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P:
- Monitor pernapasan dan status oksigenasi
- Monitor pola napas
- Monitor kepatenan jalan napas

Nyeri akut S:-


berhubungan O:
dengan agen - Ekspresi wajah klien tampak tegang (2), gerakan tubuh gelisah (2), klien
cidera fisik menghela nafas dan merintih (1), otot klien sangat tegang atau sangat
(00132) kaku (2). Skor nyeri klien 7 (sangat berat)
- Klien mendapatkan obat analgetik berupa paracetamol 1 gr/8 jam,
ketorolac 30 mg/8 jam
- TTV klien: TD: 110/90 mmHg, HR: 80x/menit, spO2: 94 %, RR: 26
x/menit
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda vital
- Lakukan pengkajian nyeri CPOT
- Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien (menaikkan
pengaman bed klien.
Risiko Syok S:-
berhubungan O:
dengan - Klien mendapat input cairan RL ± 15.000 cc setelah 16 jam (kebutuhan
Hipovolemia cairan Baxter Kebutuhan Cairan Baxter = 4 cc x BB x luas luka bakar = 4
(00205) cc x 70 kg x 73,5% = 20.580 cc)
- Akral dingin
- CRT 3 detik
- Konjungtiva anemis
A:
- Masalah risiko syok belum teratasi
P:
- Monitor adanya dehidrasi (misalnya, membran mukosa kering, turgor
kulit buruk, capillary refill lambat >2 detik)
- Berikan cairan IV Ringer Laktat dengan tepat
- Hitung kebutuhan cairan klien berdasarkan luas permukaan tubuh dan
ukuran luka bakar

Resiko Infeksi S: -
berhubungan O:
dengan - Klien mengalami luka terbuka akibat luka bakar penuh di kepala, leher,
Perubahan dada dan ekstremitas 73,5% grade II-III
Integritas Kulit - Leukosit 44,8 10^3/ul
(0004) - RR 26x/menit)
- Akral dingin
- CRT 3 detik
- Konjungtiva anemis
A:
- Masalah resiko infeksi belum teratasi
P:
- Monitor tanda dan gejala adanya infeksi baik lokal maupun general
- Monitor pemeriksaan darah lengkap terutama kadar sel darah putih
- Hindari kontak terlalu dekat dengan pengunjung
- Sediakan intake nutrisi dan cairan yang adekuat
- Kolaborasi pemberian medikasi atau antibiotik
Ketidakefektifan 21.00 S:-
Bersihan Jalan O:
Nafas - Klien terpasang ET dengan oksigen masker NRM 8 lpm
berhubungan - Suara napas vesikuler
dengan - tidak ada suara napas tambahan,
Obstruksi Jalan - irama napas regular
Nafas (Edema - tidak ada secret pada ET
Laring) (00031)
- napas spontan (+) adekuat
- RR: 28x/menit,
- SpO2: 100%
A:
- Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P:
- Monitor pernapasan dan status oksigenasi
- Monitor pola napas
- Monitor kepatenan jalan napas

Nyeri akut S:-


berhubungan O:
dengan agen - Ekspresi wajah klien tampak tegang (2), gerakan tubuh gelisah (2), klien
cidera fisik menghela nafas dan merintih (1), otot klien sangat tegang atau sangat
(00132) kaku (2). Skor nyeri klien 7 (sangat berat)
- Klien mendapatkan obat analgetik berupa Kolaborasi pemberian Morphin
1 cc/jam (1 cc = 1 mg)
- TTV klien: TD: 133/88 mmHg, HR: 128x/menit, RR: 26x/menit, SpO2:
99%
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda vital
- Lakukan pengkajian nyeri CPOT
- Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien (menaikkan
pengaman bed klien.
Risiko Syok S:-
berhubungan O:
dengan - Klien mendapat input cairan RL ± 20.580 cc setelah 24 jam (kebutuhan
Hipovolemia cairan Baxter Kebutuhan Cairan Baxter = 4 cc x BB x luas luka bakar = 4
(00205) cc x 70 kg x 73,5% = 20.580 cc)
- Akral hangat
- CRT 2 detik
A:
- Masalah risiko syok teratasi
P:
- Pantau input dan output cairan
- Monitor adanya dehidrasi (misalnya, membran mukosa kering, turgor
kulit buruk, capillary refill lambat >2 detik)
- Berikan cairan IV Ringer Laktat dengan tepat

Resiko Infeksi S: -
berhubungan O:
dengan - Klien mengalami luka terbuka akibat luka bakar penuh di kepala, leher,
Perubahan dada dan ekstremitas 73,5% grade II-III
Integritas Kulit - Leukosit 44,8 10^3/ul
(0004) - RR 28x/menit)
- Akral hangat
- CRT 2 detik
- Konjungtiva anemis
A:
- Masalah resiko infeksi belum teratasi
P:
- Monitor tanda dan gejala adanya infeksi baik lokal maupun general
- Monitor pemeriksaan darah lengkap terutama kadar sel darah putih
- Hindari kontak terlalu dekat dengan pengunjung
- Sediakan intake nutrisi dan cairan yang adekuat
- Kolaborasi pemberian medikasi atau antibiotik
VII. PEMBAHASAN
Klien Tn.S (52 tahun) dirujuk ke IGD RSUP. Dr Kariadi dari RSUD
Kendal pada 26 Juli 2019 jam 02.26 WIB. Klien datang ke IGD dengan luka
bakar di hampir seluruh bagian tubuh Kelompok melakukan pengkajian
pada Tn.S pada 26 Juli 2019 jam 02.40 WIB dengan diagnosa medis
Chrombustio grade II - III atau luka bakar adalah luka yang terjadi akibat
sentuhan permukaan tubuh dengan dengan benda-benda yang menghasilkan
panas baik kontak secara langsung maupun tidak langsung. (Jong W, 2005)
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh
keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok
hipovolemik akan muncul dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin,
nadi lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi urin.
Kulit manusia dapat mentoleransi suhu 44oC (111o F) relatif selama 6 jam
sebelum mengalami cedera termal. (Chu DH, 2013)
Hasil dari pengkajian didapatkan Tn.S mengalami luka bakar seluas
73,5% (regio wajah 4,5%, dada 18%, punggung 15%, lengan kanan 8%,
lengan kiri 6%, genital 1%, tungkai kanan 18%, tungkai kiri 18%), sesak
napas akibat adanya edema laring, klien tampak sesak napas, pernafasan
klien cepat dan dangkal, RR klien 26x/menit, SPO2 94%. Pengkajian
tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan klien yang mengalami luka
bakar pada area wajah biasanya akan mengalami ancaman gangguan airway
(jalan nafas) karena kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap, atau uap
panas yang terhisap. Oedema laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas (Yovita S,
2016). Diagnosa keperawatan yang didapatkan dari data tersebut adalah
ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
(edema laring) (00031). Edema laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Pada saat
menilai ‘airway’ perlu diperhatikan adanya luka bakar inhalasi. Biasanya
ditemukan sputum karbonat, rambut, atau bulu hidung yang gosong, luka
bakar pada wajah, oedema oropharyngeal, perubahan suara, perubahan
status mental. Bila terdapat luka bakar inhalasi perlu dilakukan intubasi
endotracheal, kemudian beri oksigen melalui mask face atau endotracheal
tube. Intubasi endotrakeal merupakan suatu tindakan membebaskan atau
mempertahankan jalan napas tetap bebas, mencegah bahaya aspirasi
terhadap paru, dan membantu tindakan ventilasi mekanik (Khany, 2008).
Pemasangan endotrakeal pada klien Tn.S dilakukan sebagai kolaborasi
dengan dokter. Saat pemasangan ET pada klien Tn. S, tidak ditemukan
adanya sumbatan berupa secret, darah maupun rambut atau bulu hidung
yang gosong pada jalan napas klien. Intubasi endotrakeal dilakukan untuk
membebaskan jalan napas sehingga klien dapat bernapas spontan.
Gap antara teori dan praktik
Pemasangan ET adalah salah satu intervensi kolaborasi untuk
membebaskan jalan nafas agar paten. Pasien dilakukan pengkajian pada jam
04.40 WIB dan dilakukan pemasangan ET pada jam 08.00 WIB. Menurut
penelitian Mort ,Wabersk,dan Clive dalam Sahiner pada tahun 2018
pemasangan ET harus dilakukan 4-8 menit setelah pengkajian primer.
Pemasangan ET yang terlalu lama akan menyebabkan obstruksi jalan nafas
berupa edem laring menghambat udara masuk ke dalam paru sehingga akan
memperburuk kondisi pernapasan dan keseimbangan asam basa pasien
gawat darurat. Menurut American Heart Association pada tahun 2015,
masalah Airway harus ditangani pertama kali untuk menjamin kepatenan
jalan nafas pasien. Sedanglan menurut system triase Austalian Triage
System waktu penanganan Airway pada pasien label merah (ATS 1) harus
dilakukan dengan segera yaitu kurang dari 10 menit. Perpanjangan waktu
pemasangan intubasi dapat terjadi karena……(
apa ya mel)

Masalah keperawatan kedua yang dialami oleh Tn. S adalah Risiko


Syok berhubungan dengan Hipovolemia (00205). Data yang mendukung
ditegakkannya diagnosa tersebut adalah klien mengeluh dingin, klien
memiliki luka bakar 73,5% dari bagian tubuh, nadi perifer klien tidak
teraba, nadi apical klien 80x/menit, pernapasan klien 26 kali per menit, akral
klien dingin, dan kebutuhan cairan klien menurut rumus Baxter adalah
sebanyak 20.580 cc. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnose
tersebut adalah dengan Shock Prevention (4260) dan Hypovolemia
Management (4180). Menurut Stevan Wedi Kurniawan dan Susianti tahun
2017, prinsip kewaspadaan dalam manajemen kedaruratan pada klien
combustion adalah dengan mempertahankan hemodinamik dalam batas
normal melalui resusitasi cairan.
Resusitasi cairan merupakan tindakan medis yang berfungsi untuk
menggantikan cairan yang hilang dengan tujuan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang ada di instraseluler dan
ekstraseluler agar relatif konstan. Selain itu, resusitasi cairan untuk menjaga
dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan
akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka
bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh. Pemberian cairan paling sering dilakukan adalah dengan Ringer
laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. (Farida Aisyah, 2019) Dalam
memberikan resusitasi cairan perawat perlu menghitung kebutuhan cairan
klien berdasarkan luas luka bakar, salah satunya dengan rumus baxter yaitu
perhitungannya presentase luas luka bakar x berat badan x 4 cc. Separuh
dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah
cairan hari pertama (St. John Ambulance, 2007).
Diagnosa ketiga yang kelompok ambil adalah risiko infeksi
berhubungan dengan perubahan integritas kulit (NANDA,2018). Data yang
mendukung ditegakkannya diagnose tersebut adalah klien mengalami luka
terbuka akibat luka bakar penuh di kepala, leher, dada, dan ekstremitas dan
jumlah leukosit 44,8 10^3/uL. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi
diagnose tersebut adalah dengan infection protection (6550). Memonitor
tanda dan gejala adanya infeksi baik local maupun general. Luka bakar
mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit sehingga memudahkan
timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka, dengan resiko penetrasi
patogen ke jaringan yang lebih dalam dan pembuluh darah sehinga beresiko
menjadi infeksi sistemik yang mengarah pada kematian. Pemberian terapi
antimikroba topikal dalam bentuk salep atau cairan kompres/rendam seperti:
Silver Sulfadiazine dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi. .(Jose L,
2014) Pada Tn. S, perawatan luka bakar berkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian Silver Sulfadiazine. Silver Sulfadiazine adalah obat yang
digunakan dengan perawatan lain untuk membantu mencegah dan
mengobati infeksi luka pada klien dengan luka bakar serius. Silver
sulfadiazin bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri yang dapat
menginfeksi luka terbuka. Hal ini membantu untuk menurunkan risiko
bakteri menyebar ke kulit di sekitarnya, atau darah di mana dapat
menyebabkan infeksi darah yang serius (sepsis). Silver sulfadiazin termasuk
kelas obat yang dikenal sebagai antibiotik sulfa. .(Jose L, 2016). Selain itu,
memonitor pemeriksaan darah lengkap khususnya sel darah putih juga
dilakukan pada Tn. S. Menurut hasil pemeriksaan darah Tn. S, leukosit Tn.
S 44,8 10^3/uL, dimana nilai normal leukosit 3.8-10.6 10^3/uL. Pada klien
yang mengalami luka bakar dapat mengalami leukositosis (peningkatan sel
darah putih) sebagai respon inflamasi terhadap injuri. (Jong w, 2005)
Pemberian intake nutrisi dan cairan yang adekuat penting dilakukan
pada klien yang mengalami luka bakar sebagai salah satu upaya dalam
mengurangi resiko infeksi. Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan
kualitas yang berbeda dari orang normal karena umumnya penderita luka
bakar mengalami keadaan hipermetabolik. Perhitungan kebutuhan kalori
pada penderita luka bakar perlu perhatian khusus karena kurangnya asupan
kalori akan berakibat penyembuhan luka yang lama dan juga meningkatkan
resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan kalori dapat
menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati. Penatalaksanaan nutrisi pada
luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu : oral, enteral dan
parenteral. Untuk menentukan waktu dimualinya pemberian nutrisi dini
pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam
pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma. (Jong w, 2005)
Terdapat tiga diagnosa yang kelompok ambil pada kasus Tn.S yaitu
diagnosa ketidakefe
ktifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
(edema laring), risiko syok berhubungan dengan hipovolemia , dan resiko
infeksi berhubungan dengan perubahan integritas kulit belum dapat teratasi
dalam 1x24 jam sehingga intervensi perlu dilanjutkan untuk memperbaiki
jalan nafas klien dan mengurangi resiko syok serta resiko infeksi pada klien.
VIII.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.(2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6th Edition.


Missour i: Elseiver Mosby.
Castro, D & Freeman, LA. 2017. Airway, Oropharyngeal. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island Florida: StatPearls Publishing.
Dewi, E., & Rahayu, S. (2010). Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik. Berita
Ilmu Keperawatan. 2 (2): 93 – 96.
Dhillon, A., and Bittner, E., 2010. Nonantibiotic Therapies for Sepsis. In : Critical
Care Handbook of the Massachusetts General Hospital. 5-thed. Lippincot
Williams & Wilkins, Philadelphia. Pp, 477
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologis dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik:
Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2 (3): 178–182.
Herdman, TH & Kamitsuru, S. 2017. NANDA – 1 Diagnosis Keperawatan,
Definisi, dan Klasifikasi 2018-2020. Edisi ke-II. Jakarta: EGC.
Kolecki, P., Menckhoff, CR., Dire, DJ., Tavalera, F., Kazzi, AA., Halamka, JD.,
et al. 2013. Hypovolemic Shock Treatment & Management [Internet]. New
York: WebMD LLC. Diakses di:
http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment pada 01 Agustus
2019
Leksana, E. 2015. Dehidrasi dan Syok. CDK-228. 42 (5): 391–394. Diakses di:
http://www.calbemed.com/Portals/6/23_228Praktis-Dehidrasi%20dan
%20Syok.pdf pada 01 Agustus 2019.
Mort TC, Waberski BH, Clive J. Extending the preoxygenation period from 4 to 8
mins in critically ill patients undergoing emergency intubation. Critical Care
Medicine. 2009;37(1):68-71. DOI: 10.1097/CCM.0b013e318192845e
Schraga Schwartz, Douglas A. Bernstein, Maxwell R. Mumbach, Marko
Jovanovic, Rebecca H. Herbst, Brian X. Leo´ n-Ricardo, Jesse M. Engreitz,
Mitchell Guttman, Rahul Satija, Eric S. Lander, Gerald Fink, and Aviv
Regev., et al. 2014. Transcriptome-wide Mapping Reveals Widespread
Dynamic-Regulated Pseudouridylation of ncRNA and mRNA. Cell 159. 1 –
5.
Jong W. Luka, Luka bakar. Buku ajar bedah 2nd ed. EGC. Jakarta. 2005.3:66-8
Anggowarsito, Jose L. 2014. Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal
Widya Medika Surabaya. Vol 2(2). Hal. 115-120.
St. John Ambulance. 2007. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter
19.
Kurniawan, Stevan Wedi & Susianti. 2017. Luka Bakar Derajat II-III 90% karena
Api pada Laki-laki 22 Tahun di Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Abdoel Moeloek Lampung. J Medula Unila. 7(2).
Aisyah, Farida. 2019. Resusitasi Cairan Pada Klien Penyakit Kulit Gawat Darurat.
Jurnal Kedokteran. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai