Anda di halaman 1dari 26

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN

PANTURA DALAM PERPRES NO. 54 TH 2008


Disampaikan pada acara
Seminar Awal KLHS Pantura Teluk Jakarta
23 NOVEMBER 2010

A
Oleh:
8
Iman Soedradjat
Direktur Penataan Ruang Wilayah Nasional
11
10

DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
ISU PULAU JAWA
A. EKONOMI

 Pulau Jawa-Bali merupakan Konsentrasi Ekonomi


Nasional: 58,32% dari PDB Nasional Tahun 2006 (provinsi2 terunggul
nasional - DKI Jakarta, Jatim, Jabar, dan Jateng):
1. Struktur ekonomi: Industri Pengolahan (29,5%), Perdagangan
(22,7%), dan Pertanian (12,4%), terutama di provinsi DKI, Jatim
Jateng, Jabar.
2. Jenis industri pengolahan utama: industri Makanan & Minuman dan
Tembakau; Tekstil & Kulit; dan Alat Angkutan & Mesin
3. Investasi : > 71,8% investasi nasional
4. Jenis Ekspor utama: Barang Konsumsi (69,1%), Bahan Baku
(21,6%), dan Barang Modal (8,6%).
5. Kesenjangan ekonomi antar wilayah Pantai Utara dan Selatan Pulau
Jawa  85% konsentrasi kegiatan ekonomi di Pantai Utara.
-
10,000.00
20,000.00
30,000.00
40,000.00
50,000.00
60,000.00
70,000.00
80,000.00
Su
m
at NA
Su era D
m U
at ta
er ra
a
Ba
ra
t
R
ia
u
Ke
pr
Su
m i
at Ja
er m
a b
Se i
la
ta
n
Ba
be
Be l
ng
ku
La lu
m
D p un
KI g
Ja
ka
rt
Ba a
Ja n te
w n
a
Ja Ba
w ra
a t
D T
I Y eng
o g ah
ya
J a k ar
w ta
a
Ti
m
ur
Ba
li
N
TB

N
TT
Ka
lb
a
Ka r
l te
ng
Ka
ls
el
Su
la Ka
w l
es tim
iU
t
Su G ara
la or
w on
e ta
lo
Su s i
la T en
Su w ga
es
la iS h
w e
es la
iT ta
en n
gg
ar
a
M
M al
al u
uk ku
u
U
ta
ra
PDRB PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2006 ( Milyar)

Pa
pu
a
B. KEPENDUDUKAN

 Jumlah Penduduk Pulau Jawa-Bali mencakup 131,85


juta jiwa atau 60% dari total Penduduk Indonesia
 Laju pertumbuhan penduduk mencakup 0,48%(Jawa
Tengah) hingga 1,75% (Jawa Barat)
 Sebaran Kota (Functional Urban Area=FUA)
menunjukkan kecenderungan terjadinya aglomerasi Kota
dengan gejala Urban Sprawl di Metropolitan bahkan
gejala menyatunya kota Jakarta dengan kota Bandung
menunjukkan kemungkinan Megapolitan

• Tekanan thd SD Alam:


>> Alih Fungsi Lahan Pertanian (Sawah Teknis)
>> Alih Fungsi Lahan Kehutanan/Kaw Lindung
PERBANDINGAN LUAS WILAYAH & JUMLAH PENDUDUK
PULAU JAWA- BALI TERHADAP NASIONAL
Luas Wilayah Indonesia per Pulau

23% 24% Pulau Sumatera


Pulau Jawa-Bali memiliki luas 5% 7% Pulau Jawa-Bali
wilayah 134.753 km2 dengan Nusa Tenggara
persentase sebesar 7% 10% Pulau Kalimantan
terhadap luas wilayah 27% 4%
Pulau Sulawesi
Indonesia (1.860.359 km2) Pulau Maluku
Pulau Papua

Jumlah Penduduk Indonesia per Pulau

Jumlah Penduduk Pulau Jawa- 1% 1%


21%
Bali adalah 131,85 juta jiwa 6%
7%
4% Pulau Sumatera
dengan persentase sebesar
Pulau Jawa-Bali
60% terhadap Nusa Tenggara

Penduduk Indonesia Pulau Kalimantan


Pulau Sulawesi
(218,86 juta jiwa) 60%
Pulau Maluku
Pulau Papua
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2005
D. INFRASTRUKTUR

 Infrastruktur jalan cukup baik di Pulau ini, dengan tingkat


pelayanan yang tinggi, yaitu: 74% dari total
nasional, kecuali di Banten.
 Pelayanan listrik cukup baik, yaitu diatas 69%.
 Pelayanan air minum perpipaan relatif sangat
rendah, yaitu 6% hingga 50%.
 Pembangunan tol trans Jawa sepanjang 1.213 km
diperkirakan akan mengkonversi lahan pertanian sekitar
4.783 ha (Dep Pertanian, 2008).  Pembangunan ini
diperkirakan akan berdampak pada berkurangnya hasil
pertanian (kedelai dan bawang merah).
C. SUMBER DAYA ALAM

 Pulau Jawa-Bali sebagai LUMBUNG PANGAN UTAMA  total


produksi tanaman pangan P. Jawa-Bali 56,74% dari produksi
nasional, dgn Luas lahan sawah 41% dari lahan sawah nasional.
 Tebu: Komoditas unggulan perkebunan dengan produksi sebesar 1,19
juta ton  berkontribusi sebesar 60% produksi tebu nasional.
 Kehutanan dgn luas 3,16 juta Ha (Daratan) atau 44 juta Ha
(Daratan+laut).
 Pertambangan cukup potensial di Jawa Bali, terutama di
Cirebon, Indramayu, Karawang, Subang, Bangkalan, Cepu, Sumenep
dan Tuban
C. SUMBER DAYA ALAM (lanjutan…)

 Deforestrisasi di Jawa sebesar 142.600 ha per tahun atau 2,83% per


tahun dari 1986-2006 (Dept. Kehutanan, 2007).
 Alih fungsi lahan sawah menjadi non sawah periode 2001-2003
adalah 169.537 Ha: sebagian besar (64%) beralih fungsi menjadi
perumahan.
 Lahan kritis di Pulau Jawa-Bali: > 360.000 ribu ha dari total Indonesia
sebesar 13,32 juta ha (2,7% dari total lahan kritis di Indonesia).
 20 WS dari 22 WS di Pulau Jawa: WS kritis (Tahun 2000)
 Neraca air di Pulau Jawa-Bali:
 Tahun 2003: kebutuhan air 38,4 milyar m3 dan ketersediaan air
25,3 milyar m3 (neraca air: defisit).
 Tahun 2020: kebutuhan air 44,1 milyar m3 dan ketersediaan air
25,3 milyar m3 (neraca air: defisit).
 Mutu air di tujuh DAS di Jawa menunjukkan perlu penanganan
pencemaran air (COD atau BOD).
STATUS MUTU AIR DI BEBERAPA SUNGAI DI INDONESIA

100%

90%
80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Kali Angke (Banten) Ciliwung (DKI Jakarta) Citarum (Jawa Barat) Progo (Jawa Tengah) Progo (Yogyakarta) Brantas (Jawa Timur) Tukad Badung (Bali)

BOD COD
Sumber: Status Lingkungan Hidup Indonesia, 2006
Ket: Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria mutu air kelas II (Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
PengendalianPencemaran Air)  Air yang dapat digunakan untuk prasarana atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan
tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

Fakta kondisi mutu air di Pulau Jawa-Bali (pemantauan pada 7 sungai besar di Pulau
Jawa-Bali ):
• Untuk parameter BOD, hanya satu sungai yaitu Kali Progo (Jawa Tengah) yang
persentase sampel airnya lebih dari 50% memenuhi kriteria mutu air kelas II.
• Untuk parameter COD, hanya sungai Kali Angke (Banten), Sungai Ciliwung (DKI Jakarta)
dan Kali Brantas (Jawa Timur) yang lebih dari 50% sampel airnya memenuhi kriteria mutu
air kelas II.
E. RAWAN BENCANA

 Pulau Jawa-Bali memiliki jalur rawan bencana


Tsunami, yaitu di sepanjang pesisir pantai selatan.
 Daerah potensi bencana longsor 
Boyolali, Purworejo, Banjarnegara, Pemalang, Brebes (Jawa
Tengah), dan Pacitan, Trenggalek (Jawa Timur).
 Daerah potensi bencana banjir 
Indramayu, Cirebon, Sumedang, Majalengka (Jawa
Barat), Semarang, Kendal, Kudus, Purworejo (Jawa
Tengah), Gresik (Jawa Timur), dan DKI Jakarta.
ISU STRATEGIS KAWASAN PANTURA
JABODETABEKPUNJUR

Kebutuhan lahan dalam rangka mendukung


tekanan kegiatan perkotaan;
Pencemaran lingkungan, diantaranya berupa
pencemaran perairan laut, kerusakan pantai
akibat abrasi, dan degradasi ekosistem
mangrove;
Kekhawatiran terhadap munculnya kerusakan
sistem tata air;
Land subsidence.

11
CAKUPAN KAWASAN Seluruh wilayah Kab. Bogor
BERDASARKAN
Seluruh wilayah Kab. Bekasi
PERPRES NO. 54/2008
Seluruh wilayah Kota Bogor
PROV. JAWA BARAT
Seluruh wilayah Kota Bekasi

Seluruh wilayah Kota Depok

Sebagian wilayah Kab. Cianjur


KAWASAN
JABODETABEKPUNJUR PROV. DKI JAKARTA Seluruh wilayah Prov. DKI Jakarta

Seluruh wilayah Kab. Tangerang

PROV. BANTEN

Seluruh wilayah Kota Tangerang


12
TUJUAN PENATAAN RUANG
KAWASAN JABODETABEKPUNJUR

a. mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang


antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan
memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan;
b. mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam
pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi
air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air
permukaan, serta menanggulangi banjir; dan
c. mengembangkan perekonomian wilayah yang
produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi
terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan
pembangunan yang berkelanjutan.

13
CAKUPAN KAWASAN PANTURA TELUK
JAKARTA

Cakupan Kawasan Pantura Teluk Jakarta:


Kabupaten Tangerang, Provinsi DKI Jakarta, dan Kabupaten Bekasi yang penataan
ruangnya merupakan bagian yang tidak terlepas dari Kawasan
Jabodetabekpunjur, yang terdiri dari 3 Provinsi, 4 Kabupaten dan 4 Kota.

14
PEMANFAATAN PERAIRAN PANTAI
ZONA P1:
Zona perairan pantai yang berhadapan dengan zona
Lindung N1, upaya ut menjaga zona N1 dari tekanan dan
Gangguan berasal dari luar atau dalam, khususnya ut
Mencegah abrasi pantai, intrusi laut atau kerusakan dr
Laut yg menyebabkan perubahan keutuhan dan atau
Perubahan fungsi N1.
ZONA P2:
Zona perairan pantai yang berhadapan dengan zona
Lindung N1, yang mempunyai potensi ut reklamasi.
Tetap menjaga N1, penyelenggaraan reklamasi dgn
bertahap, koefisien max 40% dan atau bangunan diatas
air, reklamasi berbentuk pulau dengan jarak sekurang-
kurangnya 200 m dari titik surut terendah, sampai
kedalaman max 8 meter.
ZONA P3:
Zona perairan pantai yang berhadapan dengan zona
Budidaya B1, upaya ut menjaga zona B1 tdk terkena
Abrasi dan terjaga fungsinya. Penyelenggaraan
Reklamasi bertahap, reklamasi berbentuk pulau dengan
jarak sekurang-kurangnya 300 m dari titik surut
terendah, sampai kedalaman max 8 meter, rekayasa
Teknologi dimungkinkan.

ZONA P4:
Zona perairan pantai yang berhadapan dengan zona
Budidaya B2, upaya ut menjaga zona B2 tdk terkena
Abrasi dan terjaga fungsinya. Penyelenggaraan
Reklamasi bertahap, reklamasi berbentuk pulau dengan
jarak sekurang-kurangnya 200 m dari titik surut
terendah, sampai kedalaman max 8 meter, memperha-
tikan karakteristik lingkungan.
ZONA P5:
Zona perairan pantai yang berhadapan dengan zona
Budidaya B6 dan atau B7, upaya ut menjaga zona B6
dan atau B7 tidak kena abrasi, penyelenggaraan
reklamasi dgn bertahap, koefisien max 45% , reklamasi
berbentuk pulau dengan jarak sekurang-
kurangnya 200 m dari titik surut terendah, sampai
kedalaman max 8 meter.
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BERDASARKAN
PERPRES NO. 54/2008

Pasal 25:

A. Zona Non-Budidaya 1 (Zona N1) diarahkan untuk:


• Konservasi air dan tanah
• Mencakup:`
• Kawasan hutan lindung
• Kawasan resapan air
• Kawasan dengan kemiringan diatas >40%
• Sempadan sungai dan sempadan pantai
• Kawasan sekitar danau, waduk, situ, dan sekitar
mata air.
• Rawa
• Kawasan pantai berhutan bakau, dan
• Kawasan rawan bencana alam geologi. 18
Lanjutan…
Pasal 36:

C. Zona Budi Daya 1I (Zona B2), diarahkan untuk:


• Perumahan hunian sedang
Pasal 41:
• Perdagangan dan jasa
• Industri padat tenaga kerja D. Zona Budi Daya 7 (Zona B7), diarahkan untuk:
• Difungsikan sebagai kawasan • Permukiman dan fasilitasnya (KZB
resapan air maks. 40%)
• KZB sesuai aturan daerah • Penjaga dan penyangga fungsi Zona
N1
• Difungsikan sebagai kawasan
Pasal 40: pengendali banjir dengan sistem
polder
C. Zona Budi Daya 6 (Zona B6), diarahkan untuk:
• Permukiman dan fasilitasnya (KZB maks.
50%)
• Penyangga fungsi Zona N1
19
PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI
PERPRES NO. 54/2008

• PERPRES No. 54/2008 disusun untuk koordinasi


antardaerah, namun karena belum ada
RTRWP/RTRWK yang disusun berdasarkan
Perpres, No. 54/2008, maka izin pemanfaatan ruang
harus didasarkan pada Perpres ini (Pasal 69 ayat 1
butir b.1)
Konsekuensi:
 Peta tidak operasional (skala terlalu kecil untuk perizinan)
 Arahan bersifat makro (dominasi kegiatan)
 Pemda memerlukan arahan BKPRN berupa rekomendasi
perizinan
terkesan berbelit 20
Lanjutan…
• Dinamika pembangunan yang terjadi belum sepenuhnya
diantisipasi dalam Perpres No. 54/2008
 Wacana pembangunan 6 (enam) ruas jalan tol dalam kota (DKI Jakarta)
 Wacana pembangunan jaringan rel KA Manggarai-Bandara Soekarno
Hatta
 Kesepakatan awal ditetapkannya zona untuk mempertahankan resapan
air seperti Zona N1, namun setelah adanya investor kebijakan perizinan
dirubah
• Kendala Dalam Pengembangan Sistem Angkutan Umum
Massal (SAUM-Transjakarta),
Terdapat kendala dari aspek legal
 Seharusnya dikembangkan secara terintegrasi antardaerah
 Saat ini Trans Jakarta hanya dikembangkan oleh DKI Jakarta
 Ada kendala aturan terkait investasi bersama?
• Kelembagaan koordinasi dalam rangka implementasi belum
optimal
 BKSP tidak mempunyai kewenangan untuk mengeksekusi kesepakatan
a. Pelaksanaan kesepakatan “dikembalikan” kepada daerah masing-21
SOLUSI
Di dalam penyusunan raperda RTRW Kabupaten/Kota
harus mengacu kepada ketentuan peraturan yang terdapat
di dalam Perpres No. 54/2008, khususnya di dalam arahan
pengembangan kawasan di Kawasan Jabodetabekpunjur;
Di dalam terjadinya dinamika pembangunan yang belum
sepenuhnya diantisipasi di dalam Perpres No.
54/2008, hendaknya dilakukan inventarisasi rencana-
rencana kegiatan yang diusulkan dan kemudian akan
dilakukan revisi dan evaluasi di dalam forum BKPRN;
Penggunaan skala peta perda RTRW Kabupaten/kota dan
Rencana Rinci harus dapat digambarkan secara lebih
detail (tidak bersifat makro);
Rencana kegiatan pemanfaatan ruang harus terintegrasi
dan dapat mengakomodasi berbagai kepentingan sektor
dan antarwilayah;

22
Lanjutan…

Pengoptimalan kelembagaan koordinasi dalam rangka


mendukung implementasi kegiatan pemanfaatan ruang;
Perwujudan kerjasama antarwilayah dalam mewujudkan
efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial
budaya serta pelestarian lingkungan hidup;
Program pembangunan yang menyangkut kepentingan
bersama antarwilayah seharusnya menjadi prioritas di
dalam rencana implementasi pembangunan di masing-
masing wilayah yang terkait;
Perlu upaya untuk mempercepat legalisasi Perda RTRW
Kabupaten/Kota sebagai acuan di dalam menyusun
Rencana Rinci dan sebagai acuan di dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang.

23
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
Proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh
kebijakan, rencana, serta program penataan pantura
terhadap lingkungan hidup;
Terjaminnya integrasi prinsip-prinsip keberlanjutan di dalam
proses pengambilan keputusan yang bersifat strategis;
Penerapan rencana pembangunan guna mencegah
terjadinya degradasi lingkungan, seperti banjir, pencemaran
air, dsb. Hal ini dapat diupayakan melalui penataan wilayah
hulu dan hilir;
Kerjasama antar wilayah yang sinergi dengan memperhatikan
inisiatif, potensi, dan keunggulan lokal sekaligus reduksi
potensi konflik lintas wilayah ;
Penerapan penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen
untuk menghindari kepentingan sepihak dan untuk
terlaksananya role sharing yang seimbang antar unsur-unsur
stakeholders; 24
Lanjutan…

Pada tataran makro, PP No. 26/2008 dan Perpres No.


54/2008 merupakan instrumen kebijakan makro strategis dan
landasan keterpaduan jangka panjang dalam rangka
antisipasi dampak kerusakan lingkungan;
Pada tataran mikro, RTRW Kabupaten/Kota maupun
Kawasan merupakan instrumen kebijakan dan landasan
implementasi terpadu dalam pengelolaan kawasan;
Perlunya dilakukan kajian KLHS Teluk Jakarta sebagai
rekomendasi untuk kebijakan rencana dan program
pembangunan berkelanjutan dalam penataan ruang dan
pembangunan.

25
KEEP GREEN EUY
26

Anda mungkin juga menyukai