BAB I
Hujan atau presipitasi adalah komponen masukan penting dalam proses hidrologi, yang terbentuk akibat
naiknya massa udara ke atmosfer dimana massa tersebut mendingin dan terkondensasi ( Chow et al., ).
Karakteristik hujan di antaranya adalah intensitas, durasi, kedalaman, dan frekuensi (Suroso, 2006).
Presipitasi bersifat spatio-temporal , artinya bervariasi dalam ruang dan waktu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya curah hujan di sebuah daerah adalah jarak dari lautan, arah angin, rata-rata
temperatur tahunan, posisi garis bujur, dan topografi (Mutreja, 1986). Banyak permasalahan rekayasa,
seperti perlindungan dari banjir, rancangan sistem drainase, pintu waduk, dan lain-lain, sangat
tergantung oleh besaran maksimum debit sungai, yang dipengaruhi oleh jumlah curah hujan. Oleh
karena itu, pengukuran curah hujan secara kontinyu sangat penting untuk keperluan-keperluan tersebut.
Intensitas (I)
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di
mana air tersebut terkonsentrasi (Joesron Loebis, 1992, dalam Suroso, 2008). Intensitas curah
hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Besarnya intensitas curah hujan
sangat diperlukan dalam perhitungan debit banjir rencana.
Durasi (d)
Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan (Sudjarwadi 1987, dalam Suroso, 2008). Intensitas
hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang
tidak sangat luas (Sudjarwadi 1987). Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan
intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari
intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti
sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.
Frekuensi (f)
Frekuensi adalah jumlah kejadian hujan pada besaran tertentu selama periode waktu tertentu.
Luas daerah pengaruh hujan (A), adalah luas geografis daerah sebaran hujan.
Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata
yang meliputi luas daerah tangkapan ( catchment area ) yang kecil sampai yang besar
Hujan biasa diekspresikan sebagai kedalaman vertikal yang terakumulasi pada permukaan bumi jika
tidak ada kehilangan atau losses (Mutreja, 1986). Curah hujan diukur pada stasiun pemantau hujan
( gauging station ), dengan beberapa tipe penakar hujan ( rain gauge ). Prinsip rain gauge adalah
mengukur ketinggian air yang tertampung dalam penakar hujan dalam satuan milimeter atau inci. Hujan
yang tercatat pada alat ukur adalah hujan titik.
MODULTUGAS HIDROLOGI SEMESTER II 2010/2011
Berikut adalah error yang mungkin terjadi dalam pengukuran curah hujan pada stasiun pemantau
(Mutreja, 1986):
0,02 cm dari setiap hujan yang terukur pada penakar yang kering biasanya diperlukan untuk
melembabkan cerobong penakar ( funnel ) dan bagian dalam permukaan.
Defisiensi pengukuran akibat angin sehingga mengurangi ‘tangkapan’ air hujan pada penakar
Jika hujan turun secara vertikal, penempatan penakar pada kemiringan 10% dari garis vertikal
menyebabkan penurunan tangkapan hujan pada penakar sebanyak 1,5%.
Apabila terdapat data yang kosong atau hilang, maka diperlukan perkiraan bagi stasiun yang kosong.
Perkiraan curah hujan yang kosong dihitung dari pengamatan minimal tiga stasiun terdekat, dan sebisa
mungkin stasiun yang berada mengelilingi stasiun yang datanya hilang tersebut.
1. Metode Aljabar
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun pembanding dengan
stasiun yang kehilangan data kurang dari 10% (Moduto, 1998).
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun pembanding dengan
stasiun yang kehilangan data lebih dari 10% (Subarkah, 1980).
MODULTUGAS HIDROLOGI SEMESTER II 2010/2011
Keterangan:
Perhitungan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang kehilangan data
dilakukan dengan persamaan:
Keterangan:
∆ : Persen perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang kehilangan data
Ri : Nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan tiap stasiun
R : Rata-rata curah hujan dari n jumlah stasiun pengamat
n : jumlah stasiun pengamat
2
∑ ( Ri−R )
S=
√ n−1
=
210,2973
√ 3
=8,37252
S 8,37252
∆= x 100 %= x 100 %=10,15 % ≅ 10 %
R 82,44016
Karena nilai ∆ ≤ 10% , maka yang digunakan adalah metode aritmatika.
Contoh perhitungan dengan menggunakan metode aritmatika untuk melengkapi data pada tahun 1978:
90+60+91
Ritb = =82,96
3
Contoh perhitungan dengan menggunakan metode perbandingan normal untuk melengkapi data pada
tahun 1978:
MODULTUGAS HIDROLOGI SEMESTER II 2010/2011
PUSTAKA
M. A. Malek, S. Harun, S. M. Shamsuddin, and I. Mohamad. Reconstruction of Missing Daily Rainfall
Data Using Unsupervised Artificial Neural Network, World Academy of Science, Engineering and
Technology 44 2008.