Anda di halaman 1dari 9

Format Tugas Laporan Tutorial

I. Nama : Rizki Mardianto Mardin


Nim : 12171133
Kelompok :6
Tutor : dr.Fitri Widya Gani M.K.M
Skenarioke- :1
Blok : 12 (Gangguan Psikiatri)

II. Seven Jumps

Langkah I : IdentifikasiIstilah

1. Psikiater
2. MRI

1. Psikiater adalah dokter spesialis kejiwaan dengan gelar Sp.KJ (Spesialis Kedokteran
Jiwa), yang memiliki keterampilan klinis dalam mendiagnosis, melakukan
pengobatan, perawatan dan pencegahan pada masalah kesehatan mental. Termasuk di
antaranya penyalahgunaan zat-zat tertentu dan masalah kecanduan (adikisi). Oleh
karena itu, psikiater dapat memberikan resep obat-obatan, seperti halnya dokter-
dokter pada umumnya.
2. Magnetic Resonance Imaging atau MRI adalah prosedur pemeriksaan dengan cara
pemindaian yang menggunakan medan magnet yang kuat dan gelombang radio untuk
menghasilkan gambar bagian dalam tubuh yang lebih detail.

Langkah II : IdentifikasiMasalah

1. Mengapa dokter tulang merujuk ibu tersebut ke psikiater?


2. Mengapa kaki ibu terasa panas dan sakit saat berjalan?
3. Mengapa pasien selalu merasa tulangnya patah sedangkan pada hasil MRI
dalam keadaan normal?
4. Apakah ada tanda khusus kalau seseorang itu mengalami gangguan jiwa?
5. Mengapa Ny.R sering merasa kebas" dikakinya?
6. Faktor apa saja yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami gejala seperti
di skenario?
7. Apa hubungan rasa sakit pada kaki pasien dg keluhan yg dialami pasien ??
8. Bagaimanakah peran psikiater dalam permasalahan pada skenario?

Langkah III : AnalisisMasalah

1. Dokter tulang tentu akan memikirkan kemungkinan diagnosis setelah melakukan


pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit. Namun, jika seorang penderita
datang dengan keluhan sering nyeri pada tulang bahu setelah terjatuh, maka dokter
akan melakukan berbagai pemeriksaan untuk memastikan penyebab nyeri pada
bahunya. Bila semua hasil pemeriksaan dokter dan pemeriksaan penunjang
menunjukkan hasil normal, namun keluhan nyeri tetap masih ada, maka diagnosis
gangguan mental dapat dipertimbangkan oleh dokter. Untuk memastikan adanya
gangguan mental, diperlukan wawancara mendalam dan observasi terhadap penderita
sehingga dokter tulang merjuku pasien ke dokter ahli kesehatan jiwa (psikiater) yang
berkompeten untuk menentukan diagnosis dan mengobati.
2. Rasa panas dan sakit pada kaki ibu itu juga merupakan salah satu akibat kecemasan
berlebihan pada ibu tersebut dimana ibu mengalami pain disorder atau gangguan nyeri
atau rasa nyeri yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis (non-psikatrik)
maupun neurologis yang rasa tersebut bisa disebabkan karena faktor psikologi dan
intensitasnya dipengaruhi oleh keadaan emosional pasien tersebut.
3. Berdasarkan skenario,nyonya R sering merasa tulang bahunya sakit setelah
terjatuh,bahkan nyonya R juga merasa tulangnya patah dan retak setelah
terjatuh,sedangkan dari hasil MRI menunjukkan pada tulang bahu nyonya R semua
dalam keadaan normal dan tidak ditemukan adanya kelainan,hal itu kemungkinan
diakibatkan nyonya R mengalami gangguan hipokondriasis yaitu gangguan
somatoform yang berada pada kondisi individu yg memiliki kekhawatiran yang
berlebih dan terlalu khawatir memiliki penyakit serius,sehingga pasien seolah-olah
merasakan kesakitan yang diakbitkan karena adanya rasa kekhawatiran yang berlebih
atau kecemasan yg berlebih pada diri pasien.
4. Gangguan jiwa itu adalah kondisi yang menyebabkan gangguan pemikiran serta
perilaku yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengatasi tuntutan dan rutinitas
hidup yang biasa. Gangguan jiwa bisa juga terkait dengan stres yang berlebihan
karena situasi atau serangkaian peristiwa tertentu. Seperti halnya kanker, diabetes dan
penyakit jantung, dan penyakit mental yang seringkali bersifat fisik, emosional, dan
psikologis.
5. beberapa penyebab kaki sering kebas,salah satunya adalah dikarenakan aliran darah
yang tidak lancar,yaitu yg dimana sensasi tersebut terjadi ketika saraf mengalami
tekanan, sehingga aliran darah tidak lancar.misalnya terlalu lama duduk ataupun
menyilangkan kaki.selain itu, mengosumsi alkohol yang melebihi batas wajar juga
dapat menyebabkan masalah saraf yang terkait dengan kaki kebas.biasanya kondisi ini
disebut neuropati alkoholik.
6. Beberapa faktor yang membuat seseorang lebih berisiko terkena gangguan seperti
pada skenario:
-Genetik
-Riwayat keluarga yang sering mengalami penyakit
-Kecenderungan berpikir negatif
-Lebih mudah merasakan nyeri secara fisik ataupun merasa terganggu secara emosi
karena nyeri
-Penyalahgunaan NAPZA
-Pernah menjadi korban kekerasan fisik atau pelecehan seksual
7. hubungannya ada pada saraf, ketika pasien mengeluhkan sakit atau nyeri padahal
tidak ada gangguan setelah diperiksa, ada kemungkinan rasa sakit yang timbul
disebabkan oleh gangguan konversi atau disebut juga reaksi-reaksi (konversi) adalah
gangguan-gangguan neurotik yang khas bercirikan emosionalitas yang ekstrem, dan
berubah menjadi simtom-simtom fisik, simtom-simtom fisik itu mungkin berupa
kelumpuhan-kelumpuhan anggota tubuh, rasa sakit dan nyeri luar biasa, buta tuli,
tidak bisa bicara, muntah terus-menerus, sakit kepala atau gementar.
8. Jadi peran pskiater tersebut adalah Menganalisa, mendiagnosis gangguan mental yang
dialami pasien, kemudian menentukan pengobatannya. Memberikan resep berupa
obat-obatan, terapi stimulasi otak, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Mengumpulkan dan memelihara catatan pasien untuk menganalisis kemajuan
pengobatan.
Langkah IV : Strukturisasi

Langkah V: Learning Objective

1. Definisi gangguan somatoform


2. Epidemiologi gangguan somatoform
3. Etiologi gangguan somatoform
4. Patofisiologi gangguan somatoform
5. Gejala Klinis gangguan somatoform
6. Pemeriksaan Fisik gangguan somatoform
7. Diagnosa dan diagnosa banding gangguan somatoform
8. Penatalaksanaan awal pada pasien gangguan somatoform
9. Komplikasi gangguan somatoform
10. Prognosis gangguan somatoform.

Gangguan somatoform merupakan kelainan psikologis pada seseorang yang ditandai dengan
sekumpulan keluhan fisik yang tidak menentu, namun tidak tampak saat pemeriksaan fisik .

ETIOLOGI SOMATOFORM

Beberapa hal yang menjadi penyebab gangguan somatisasi dalam diri seseorang, antara lain:

 Faktor genetik dan biologis, seperti meningkatnya sensitivitas terhadap rasa sakit

Pengaruh keluarga, genetik atau lingkungan, atau keduanya

 Sifat negatif, yang dapat memengaruhi cara Anda melihat penyakit dan gejala tubuh

 Menurunkan kesadaran emosi pengolah masalah, menyebabkan gejala fisik menjadi


fokus utama dibandingkan dengan isu emosional

 Perilaku yang dipelajari. Sebagai contoh, “menikmati” perhatian atau manfaat lain
yang didapat karena memiliki penyakit tertentu; atau “perilaku sakit” sebagai respons
terhadap gejala, atau menghindari aktivitas secara berlebih, yang dapat meningkatkan tingkat
ketidakmampuan.
EPIDEMIOLOGI SOMATOFORM

Sebuah survei telepon berdasarkan 504 wawancara, perwakilan dari populasi Prancis
di atas 18, diizinkan untuk mengukur prevalensi tahunan dan mengidentifikasi karakteristik
gangguan somatoform. Penelitian ini didasarkan pada inventarisasi 19 gejala yang dibagi
menjadi 5 kategori: gastrointestinal, nyeri, dermatologis, kardiorespirasi dan ginekologi /
urin. "Gangguan somatoform medis" (MSD) didefinisikan sebagai berulang yang terjadi,
selama tahun sebelumnya, tidak kurang dari 1 gejala dengan durasi evolusi yang sama atau
lebih tinggi dari 6 bulan, dan menyebabkan masalah pribadi dan keluarga atau professional.

PATOFISIOLOGI SOMATOFORM

Patofisiologi belum diketahui secara pasti

TANDA DAN GEJALA SOMATOFORM

Beberapa jenis gejala gangguan somatoform di antaranya:

Illness anxiety disorder


Rasa cemas berlebihan ketika merasa menderita penyakit yang serius. Keluhan minor
dianggap sebagai masalah medis besar, contohnya sakit kepala ringan dianggap sebagai
gejala tumor otak.

Conversion disorder

Kondisi ini akan didiagnosis ketika orang dengan gangguan somatoform mengalami gejala
yang tidak ada pemicunya secara fisik, seperti paralisis, gerakan abnormal (tremor/kejang),
kebutaan, kehilangan pendengaran, hingga mati rasa.

Pseudocyesis

Keyakinan yang salah bahwa seorang perempuan tengah mengandung, termasuk merasakan
gejala-gejalanya dengan nyata. Contohnya merasa ada perubahan ukuran perut, payudara,
juga mual dan muntah.

Body dysmorphic disorder

Fokus berlebihan pada perubahan fisik yang tidak benar-benar terjadi, biasanya hanya di
bagian tubuh tertentu.
Somatization disorder

Biasanya terjadi pada orang berusia di bawah 30 tahun dan tetap ada selama bertahun-tahun.
Gejala ini umumnya meliputi kombinasi beberapa gejala seperti rasa nyeri, pencernaan tak
nyaman, mati rasa, hingga disfungsi seksual.

Pain disorder

Seseorang merasa nyeri terus-menerus di area tubuh tertentu meski tidak ada penyakit fisik
yang dideritanya.

FAKTOR RESIKO SOMATOFORM

Ada banyak faktor yang membuat seseorang lebih berisiko terkena gangguan somatisasi,
yaitu:

 Memiliki kegelisahan atau depresi


 Memiliki kondisi medis atau sedang dalam pemulihan
 Berisiko terkena kondisi medis, seperti memiliki riwayat keluarga yang kuat terhadap
suatu penyakit
 Mengalami kejadian penuh stres, trauma, atau kekerasan
 Pernah mengalami trauma, seperti kekerasan seksual pada anak
 Memiliki tingkat pendidikan dan status sosio-ekonomi yang rendah

DIAGNOSA SOMATOFORM

Diagnosis penyakit ini melalui beberapa pemeriksaan fisik dan tes. Pemeriksaan fisik
dan tes antara lain :

 Evaluasi psikologis untuk membicarakan tentang gejala, situasi stres, riwayat


keluarga, kekhawatiran, masalah dalam hubungan dan isu lain yang mempengaruhi
hidup
 Mengisi penilaian psikologis atau kuesioner
 Menanyakan tentang penggunaan alkohol, obat, atau zat lainnya
Menurut The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) oleh
the American Psychiatric Association, berikut adalah beberapa diagnosis penting yang perlu
diperhatikan:

 Memiliki satu atau lebih gejala somatik yang mempersulit atau menyebabkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari
 Memiliki pikiran berlebih dan terus-menerus mengenai keparahan gejala, atau tentang
kesehatan dan gejala, atau menghabiskan terlalu banyak waktu dan tenaga terhadap
gejala dan perhatian kesehatan
 Terus memiliki gejala yang mengkhawatirkan, biasanya untuk lebih dari 6 bulan,
walau gejala dapat bervariasi

PEMERIKSAAN FISIK SOMATOFORM

Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:


1. Gangguan somatisasi, ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak
sistem organ.
2. Gangguan konversi, ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
3. Hipokondriasis, ditandai oleh focus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan
pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu
4. Gangguan dismorfik tubuh, ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang
berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
5. Gangguan nyeri, ditandai oleh gejala nyeri yang sematamata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.

TATALAKSANA SOMATOFORM

Obat antidepresan dapat mengurangi gejala yang terkait dengan depresi dan rasa sakit
yang sering muncul dengan gangguan gejala somatic.

PSIOTERAPI

Terapi perilaku kognitif dapat membantu :

 Memeriksa dan menyesuaikan kepercayaan dan ekspektasi mengenai gejala fisik

 Mempelajari cara mengurangi stress


 Mempelajari cara mengatasi gejala fisik

 Mengurangi fokus terhadap gejala yang muncul

 Usahakan untuk tidak menghindar dari situasi dan aktivitas karena respons normal
tubuh yang mungkin muncul

 Meningkatkan fungsi diri di rumah, tempat kerja, dalam hubungan dan situasi social

 Akui depresi dan gangguan kesehatan mental lain

PENCEGAHAN

Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu mengatasi
gangguan somatisasi:

 Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang

 Bergabung dalam aktivitas. Sibukkan diri dengan pekerjaan, aktivitas sosial dan
keluarga

 Aktif secara fisik

 Berlatih menangani stres dan teknik relaksasi

PROGNOSIS SOMATOFORM
Prognosis umumnya kronik dan pada akhirnya menimbulkan penderitaan dan
ketidakberdayaan.

KOMPLIKASI SOMATOFORM
Terdapat beberapa versi penggolongan gangguan somatoform.:
Menurut ICD-10/PPDGJ-III
1. Gangguan somatisasi (F.45.0)  
2. Gangguan somatoform tidak terinci (F.45.1)
3. Gangguan hipokondrik (F 45.2)
4. Disfungsi otonomik somatoform (F 45.3)
5. Gangguan nyeri somatoform menetap (F 45.4)
6. Gangguan somatoform lainnya (F. 45.8)

Anda mungkin juga menyukai