Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah


Pendidikan adalah suatu hal yang penting bagi manusia karena dengan adanya
pendidikan manusia dapat menentuakn dan mengubah kehidupannya. Pendidikan  merupakan
kegiatan yang kompleks, dan meliputi berbagai komponen yang berkaitan erat satu sama lain.
Oleh sebab itu, apabila pendidikan ingin dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka
berbagai faktor yang terlibat dalam pendidikan harus dipahami terlebih dahulu (Sutrisno, 2016:
29). Keadaan bangsa kita tergambar dari anak-anak bangsa. Sehingga perlunya anak-anak
mendapatkan pendidikan yang baik untuk menunjang sumber daya manusia yang berkualitas.
Irianto. (2011, p.5) dalam  (Mustadi dkk, 2014)  menyatakan bahwa hendaknya pendidikan
mampu melahirkan lapisan masyarakat terdidik dan menjadi kekuatan yang merekatkan unit-unit
sosial di dalam masyarakat.

Keberadaan kualitas pendidikan dapat diidentifikasi antara lain dari peringkat kualitas
SDM yang diukur berdasarkan IPM, prestasi belajar yang dicapai berdasarkan nilai hasil ujian
nasional, dan hasil-hasil studi internasional seperti yang dilakukan oleh TIMS dan PISA.
Berdasarkan hasil-hasil pengukuran ini Indonesia masih tergolong belum termasuk kategori
tinggi. Peringkat IPM masih tertinggal dari sejumlah negara-negara di kawasan ASEANhasil
ujian nasional juga angka kelulusannya masih di bawah angka enam, di bawah batas lulus di
Malaysia dan Singapura, dan hasil studi internasional pun peringkatnya masih di bawah sejumlah
negara ASEAN lain. Adapun masalah relevansi pendidikan dapat diidentifikasi dari masih
tingginya angka pengangguran. Kualitas dan relevansi pendidikan ini berdampak pada
kurangnya daya saing yang dapat diidentifikasi dari kemampuan SDM dalam memenangkan
persaingan merebut pasar tenaga kerja (Ali, 2009:250-251).

Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Kemudian
guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat
tertentu, tidak harus di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga dimasjid, disurau atau
mushola, dirumah dan sebagainya (Djamarah, 2010: 31). Guru sebagai pendidik perlu membantu
anak mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik supaya dapat berkembang
secara optimal dan dapat dimanfaatkan dengan baik. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan
saja namun juga membangun karakter dan perilaku yang baik sejak dini supaya ketika sudah
dewasa anak dapat memanfaatkan potensinya sesuai dengan  pedoman kehidupan berbangsa dan
bernegara yaitu Pancasila. Guru merupakan fasiltator bagi peserta didik sehingga peserta didik
dapat membangun pengetahuannya sendiri sehingga pembelajaran yang dialami peserta didik
menjadi bermakna. Guru juga dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam pembelajran supaya
pembelajaran terasa menyenangkan bagi peserta didik.

Pendidikan Karakter adalah pendidikan yang mendukung perkembangan sosial,


emosional, dan etis siswa. Dirjen Dikti (dalam Barnawi & Arifin, 2013 dalam Aeni, 2014: 51)
menyebutkan bahwa pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, mewujudkan,
dan menebar kebaikan itu dalam kehidupan seharihari dengan sepenuh hati. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-
komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh
warga dan lingkungan sekolah.

Ada beberapa karakteristik anak usia sekolah dasar yang perlu diketahui para guru, agar
lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat sekolah dasar. Seorang guru harus
dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya, maka sangat
penting bagi seorang pendidik menegtahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang perlu
diperhatikan juga adalah kebutuhan peserta didik, pemahaman terhadap karakteristik peserta
didik dan tugas tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan
tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memeberikan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri.
Belakangan ini, peserta didik sering jenuh ketika mengikuti pembelajaran karena
kurangnya kereativitas guru dalam membangun suasana yang nyaman dalam pembelajaran. Pada
kurikulum 2013 penilaian yang digunakan adalah penilaian yang berorientasi pada proses,
sehingga nilai yang diperoleh siswa tidak hanya hasil akhirnya saja melainkan dari bagaimana
siswa memproses hasil akhir tersebut. Guru juga harus kreatif menggunakan media pembelajaran
karena pada uisia SD adalah masa operasional konkret. Guru kreatif akan memberikan inspirasi
kreatif kepada peserta didik (Fisher, 2004) dalam (Penturi, 2017: 267). Guru juga dapat
memanfaatkan lingkungan sekitar untuk memodifikasi suasana pembelajaran. Namun guru perlu
merencanaan pemebelajaran yang matang, karena mengkondisikan anak-anak SD tidak mudah
dan memerlukan keterampilan guru. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang dicita-citakan
diperlukan pedoman untuk mewujudkannya yaitu landasan pendidikan.

Landasan pendidikan sekolah dasar meliputi landasan filosofis, landasan teoritis,


landasan yuridis dan kebijakan, landasan psikologi dan karakteristik siswa, landasan
pedagogis, eduation for sustainable development (ESD), pendidikan literasi, pendidikan
karakter, kompetensi dan rekruitmen guru (Mustadi, Fauzani, & Rochmach, 2018)

Landasan filosofis pendidikan merupakan seperangkat asumsi yang bersumber dari


filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan (Falah, 2017: 376).. Dalam hal ini, landasan
filosofis pendidikan dibahas oleh cabang khusus filsafat yaitu Filsafat pendidikan. Filsafat
pendidikan merupakan kegiatan pemikiran filosofis yang memusatkan perhatian pada problem-
problem dan solusi-solusinya dalam dunia pendidikan. Berpijak proses berpikir yang
menggabungkan aktivitas diri, sikap diri, dan juga sifat berpikir, filsafat pendidikan selalu
mengarahkan pendidikan agar berfungsi sebagai pendidikan dan juga memecahkan problem serta
mengembangkan teorinya. Proses berpikir filsafat terdiri dari serangkaian aktivitas yang meliputi
kegiatan menyintesis, merenung (kontemplasi), menentukan, dan menganalisis, juga sikap diri
yang meliputi kesadaran diri, pendalaman, pemahaman, dan fleksibilitas, serta sifat berpikir yang
meliputi berpikir radikal, sistematis, bebas, koheren, konsisten, dan bertanggung jawab. Dengan
serangkaian proses berpikir itu, filsafat pendidikan menjadi rujukan pengembangan pendidikan
baik secara teoritis maupun praktis. (Putri, 2017: 377)
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala
yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu
untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya
dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar
(Tirtarahardja, 2005: 106) dalam (Novianti, 2015: 56).

Pengetahuan psikologis tentang peserta didik menjadi hal yang sangat penting dalam
pendidikan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya menjadi
kebutuhan bagi para guru, bahkan bagi tiap orang yang menyadari dirinya sebagai pendidik.
Oleh sebab itu, psikologi pendidikan berfungsi diantaranya: 1. Sebagai proses Perkembangan
siswa. 2. Mengarahkan cara belajar siswa 3. Sebagai penghubung antara mengajar dengan belajar
4. Sebagai pengambilan keputusan untuk Pengelolaan Proses Belajar Mengajar.

Pada hakikatnya pendidikan salah satu pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi
peserta didik. Karena itu, ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori
psikologi pendidikan sebagai suatu ilmu, juga berbagai aspek psikologis para peserta didik
khususnya ketika mereka terlibat dalam proses belajar maupun proses belajar mengajar.

Landasan pedagogis merupakan suatu landasan yang digunakan oleh pendidik untuk
dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan mencapai tujuannya, yaitu
membimbing peserta didik ke arah tujuan tertentu, yaitu agar peserta didik dapat menyelesaikan
masalah dengan mandiri. Landasan pedagogis ini sangat diperlukan dalam pelaksanaan
pembelajaran, karena dapat dijadikan sebagai dasar oleh pendidik (Ainuddina, 2017: 1)

Deputi menyatakan bahwa sekolah ramah anak adalah satuan pendidikan yang mampu
menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak, dan perlindungan anak dari kekerasan,
diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya serta mendukung partisipasi anak terutama dalam
perencanaan, kebijakan, pembelajaran, dan mekanisme pengaduan (Subur, dkk. 2017: 354)
Program sekolah adiwiyata merupakan bentuk komitmen pemerintah terhadap
pengelolaan dan perlindungan lingkungan melalui pendidikan (Rahmah, Indradi, Riyanto, 2014:
756).

Program adiwiyata adalah suatu program Kementrian Negara Lingkungan Hidup dalam
rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah sehingga menjadi
sebuah karakter peduli lingkungan dalam upaya pelestarian lingkingan hidup (Al-Anwari, 2014:
229-230).

Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-


kewajiban secara tanggung jawab dan layak. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru di kembangkan secara utuh dalam empat kompetensi meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi (Nurtanto, 2016 :555)

Menurut Ansyori (Agustin & Cahyono, 2017: 56) Gerakan Literasi Sekolah adalah upaya
menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid)
dan masyarakat, sebagai bagian ekosistem pendidikan. mereka diharapkan dapat menjadi
pendorong keberhasilan gerakan ini, seiring dengan hal yang diungkapkan diatas, ternyata
masyarakat Indonesia memiliki minat baca yang sangat rendah, bahkan membaca tidak terlalu
popular dikalangan masyarakat Indonesia.

Pendidikan untuk keberlanjutan (ESD) adalah proses belajar sepanjang hayat yang
bertujuan untuk menginformasikan dan melibatkan pendidik agar kreatif juga memiliki
keterampilan menyelesaikan masalah, saintifik, dan sosial literasi, lalu berkomitmen untuk
terikat pada tanggung jawab pribadi dan kelompok (Segara, 2015: 25).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maslah yang dirumuskan dalam makalah ini
adalah :
1. Apa pengertian filosofis,psikologis,pedagogis dan pendidikan sekolah dasar ?
2. Menjelaskan teori-teori yang relevan menggali landasan flosifis,psikologis,pedagogis
dan pendidikian sekolah dasar ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memahami apa itu ,psikologis,pedagogis dan pendidikan sekolah dasar.


2. Dapat mengetahui Menjelaskan teori-teori yang relevan menggali landasan
flosifis,psikologis,pedagogis dan pendidikian sekolah dasar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filosofis, Psikologis-Pedagogis Pendidikan Sekolah Dasar

    Pandangan filosofis adalah cara melihat pendidikan dasar dari hakikat pendidikan dalam
kehidupan manusia. Pertanyaan filosofis yang akan kita bahas adalah untuk apa pendidikan
Sekolah Dasar dikembangkan.

   Pandangan psikologis-pedagogis atau psiko-pedadogis adalah cara melihat  pendidikan


dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam pengembangan potensi individu sesuai dengan
karakteristik psikologis peserta didik. Pertanyaan psiko-pedadogis yang relevan dengan fungsi
proses itu adalah bagaimana pendidikan dasar dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta
didiknya.

    Pandangan sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat


pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasardalam sosialisai atau pendewasaan peserta
didik dalam konteks kehiduoan masyarakat, dan proses ankulturasi atau pewarisan nilai dari
generasi tua kepada peserta didik yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan.
     Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) merupakan salah satu bentuk pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dalam jalur pendidikan formal di Indonesia pada saat ini. Bentuk
pendidikan ini secara operasional dilaksanakan sebagai satuan pendidikan masing-masing
sekolah.

B. Landasan Filosofis dan Psikologis-Pedagogis

  Ada beberapa argumen tentang keniscayaan pendidikan untuk usia sekolah 6-13 tahun.
a) Pelembagaan proses pendidikan untuk usia dalam system pendidikan persekolahan
atau scooling system, diyakini sangat strategis artinya sangat tepat dilakukan, untuk
mempengaruhi, mengondisikan, dan mengarahkan perkembangan mental, fisik, dan
sosial anak dalam mencapai pendewasaannya secara sistematik dan sistemik
b)  Proses pendewasaan yang sistematik dan sistemik itu diyakini lebih efektif dan
bermakna, artinya lebih memberikan hasil yang baik dan menguntungkan, daripada
proses pendewasaan yang dilepas secara alami dan kontekstual melalui proses
sosialisasi atau pergaulan dalam keluarga budaya semata-mata.
c)  Berbagai teori psikologi khususnya teori belajar yang menjadi landasan konseptual
teori pembelajaran, seperti teori behaviorisme, kognitisfisme, humanisme, dan
sosial.

       Terkait pada berbagai pandangan pakar tersebut di atas yang sangat relevan untuk
menggali landasan filosofis dan psikologis-pedagogis pendidikan di SD/MI.

1. Teori Kognifisme
Pieget menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah duplikat dari objek, dan bukan pula
sebagai tampilan kesadaran dari bentuk yang ada dengan sendirinya dalam diri individu.
Pengetahuan sesungguhnya merupakan konstruksi pikiran yang terbentuk, karena secara
biologis adanya interaksi antara organisme dengan lingkungan, dan secara kognitif adanya
interaksi antara organisme dengan lingkungan, dan secara kognitif adanya interaksi antara
pikiran dengan objek.

Secara teoritik perkembangan kognitif mencakup tiga proses mental yakni:

1.   Assimilation atau asimilasi
Assimilation atau asimilasi adalah integrasi data baru dangan struktur kognitif yang
sudah ada dalam pikiran
2.   Accommodation atau akomodasi
Accommodation atau akomodasi menunjuk pada proses penyesuaian struktur kognitif
dengan situasi baru
3. Equilibration atau ekuibrasi
Equilibration atau ekuibrasi adalah proses penyesuaian yang sinambung antara asimilasi
dan akomodasi.

Anak usia SD/MI berada dalam tahap perkembangan kognitif Praoperasional sampai
Konkret. Pada usia ini anak memerlukan bimbingan sistematis atau sistemik guna membangun
pengetahuannya. Oleh karena itu, peran pendidikan di SD/MI sangatlah strategis bagi
pengembangan kecerdasan dan kepribadian anak.

1. Teori Historis-Kultural (Cultural Historical Theories)


Secara sosial-kultural aktivitas mental merupakan sesuatu hal yang unik hanya pada
manusia. Hal ini merupakan produk dari belajar sosial atau social learning, yakni
penyadaran simbol-simbol sosial dan internalisasi kebudayaan dan hubungan sosial.
Kebudayaan diinternalisasi dalam bentuk system neuropsikis yang merupakan bagian dari
bentuk aktivitas fisiologis dari otak manusia. Aktivitas mental yang tinggi
memungkinkan pembentukan dan perkembangan proses mental manusia yang lebih
tinggi.

Dengan menggunakan teori sosial kultural, proses pendidikan di SD/MI


seyogianya diperlukan sebagai proses pertumbuhan kemampuan dalam diri individu
sebagai produk interaksi antara kemampuan intramental dan intermental individu dalam
konteks sosial-kultural, lingkungan sosial-kultural.

2. Teori Humanistik
Pendekatan humanistic memiliki karakteristik : (a) menjadikan peserta didik
sendiri sebagai isi, yakni mereka sendiri belajar tentang perasaannya dari perilakunya; (b)
mengenal bahwa imajinasi peserta didik seperti dicerminkan dalam seni, impian, cerita,
dan fantasi sebagai hal yang penting dalam kehidupan yang dapat dibahas bersama
dengan teman sekelasnya; (c) memberikan perhatian khusus terhadap ekspresi non-verbal
seperti isyarat dan nada karena diyakini hal itu sebagai ungkapan perasaan dan sikap
yang dikomunikasikan; (d) menggunakan pemainan, improvisasi, dan bermain peran
sebagai wahana simulasi perilaku yang dapat dikaji dan diubah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pandangan filosofis adalah cara melihat pendidikan dasar dari hakikat pendidikan dalam
kehidupan manusia. Pertanyaan filosofis yang akan kita bahas adalah untuk apa
pendidikan Sekolah Dasar dikembangkan.

B. Saran
Kita harus selalu ingat bahwa pendidikan dasar itu sangat penting bagi anak
yang baru bisa mengenal dunia penidikan.
MAKALAH

FILOSOFIS,PSIKOLOGIS,PADEGOGIS DAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


DAFTAR PUSTAKA

http://nienxgeliz.blogspot.com/2017/04/rangkuman-makul-perspektif-pendidikan.html
http://nilantimanugraheni.blogs.uny.ac.id/2019/01/04/implementasi-landasan-pendidikan-
sekolah-dasar-di-sd-negeri-tegalpanggung/

Anda mungkin juga menyukai