Anda di halaman 1dari 7

Nama : Erika Nanda Putri

NIM : 6670190120
Kelas : 3B Ilmu Pemerintahan

DISKRESI PEMERINTAHAN
Diskresi dapat diartikan sebagai kebebasan mengambil keputusan dalam setiap
situasi yang dihadapi berdasarkan keyakinan yang mengarah kepada kebaikan, keadilan
dan kelayakan. Sedangkan menurut S. Prajudi Atmosudirjo (1994) mendefinisikan
diskresi sebagai kebebasan bertindak atau mengambil keputusan dari para pejabat
administrasi negara yang berwenang dan berwajib menurut pendapatnya sendiri.
Diskresi diperlukan sebagai pelengkap dari asas legalitas, karena asas legalistas
merupakan asas hukum yang menyatakan bahwa setiap tindakan atau perbuatan
administrasi negara harus berdasarkan dengan ketentuan Undang-Undang. Namun,
dalam hal ini tidak mungkin bagi Undang-Undang untuk mengatur segala macam kasus
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diskresi sangat diperlukan dari
administrasi negara yang terdiri dari 2 diskresi yaitu diskresi bebas dan diskresi terikat.
Pada diskresi bebas, Undang-Undang hanya menetapkan batasan-batasannya dan
administrasi negara bebas untuk mengambil keputusan apa saja, hanya saja tidak boleh
sampai melampaui batas dan melanggar batasan-batasan tersebut. Sedangkan pada
diskresi terikat, Undang-Undang menetapkan beberapa alternative keputusan dan
administrasi negara bebas untuk memilih salah satu alternative keputusan yang telah
disediakan oleh Undang-Undang. Sedangkan definisi diskresi dalam pejabat
pemerintahan adalah kebijaksanaan pejabat pemerintah dalam memutuskan suatu
tindakan tanpa berdasarkan ketentuan peraturan, Undang-Undang atau hukum yang
berlaku tetapi harus didasari atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa diskresi adalah setiap keputusan atau kebijakan
yang dibuat oleh pejabat pemerintah karena tidak adanya aturan hukum yang dapat
digunakan sebagai pedoman dalam situasi tertentu yang dihadapi pada saat
melaksanakan tugas pemerintahan.
Kedudukan diskresi untuk pejabat pemerintah merupakan tindakan yang harus
diterapkan bagi pejabat pemerintah dalam mengatasi persoalan yang nyata yang
dihadapi oleh penyelenggaraan pemerintah dalam peraturan perundang-undangan
yang memberikan pilihan, tidak mengatur dan adanya stagnasi pemerintahan. Dasar
lahirnya konsep kekuasaan diskresi sebagai kebebasan pemerintahan merupakan
perluasan dari fungsi pemerintah dalam menghadapi tuntutan masyarakat terhadap
pemerintah. Kebebasan ini akan memunculkan pikiran kita tentang adanya suatu
gambaran mengenai kekuasaan aparatur yang mengambil suatu keputusan yang seolah-
olah tidak melalui dan tidak sesuai dengan jalur hukum yang telah dibuat atau dapat
juga dikatakan bahwa aparatur tersebut bertindak dalam menegakkan hukum positif
yang sudah seharusnya ditegakkan. Pola pikir pada diskresi adalah pola pikir yang
menyesuaikan antara proses kehidupan dengan asas-asas dan politik hukum yang lebih
luas, karena hukum itu untuk masyarakat bukan masyarakat untuk hukum. Dalam
implementasinya diskresi mempunyai 2 pola yaitu:
1. Kebebasan untuk menilai secara obyektif, apabila norma dalam Undang-Undangnya
bersifat samar akan tetapi sebenarnya dimaksudkan sebagai norma hukum yang
obyektif, hal ini disebabkan karena rumusan eksplisitnya sulit untuk diberikan.
Contohnya rumusan bertingkah laku sebagai abdi negara yang baik.
2. Kebebasan untuk menilai secara subyektif, yaitu adanya kebebasan melakukan
suatu kebijakan sendiri, hal ini disebabkan karena Undang-Undang memberikan
wewenang kepada pejabat publik untuk menentukan sendiri apa yang harus
dilakukan ketika menghadapi suatu peristiwa yang nyata.
Diskresi sangat penting dan fundamental terutama dalam mengimplementasikan
suatu kebijaksanaan publik. Dengan adanya diskresi diharapkan agar dengan kondisi
yang ada dapat dicapai suatu tujuan dan hasil yang maksimal. Pada dasarnya setiap
campur tangan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagai perwujudan dari asas legalitas yang menjadi titik utama negara
hukum. Akan tetapi, karena adanya keterbatasan dari asas ini dan karena adanya
kelemahan yang terdapat pada perundang-undangan maka pemerintah diberi
kebebasan untuk dapat bertindak atas inisiatifnya sendiri dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan sosial. Pemerintah dalam menjalankan aktifitasnya terutama
dalam mewujudkan tujuan-tujuan negara tidak berarti pemerintah itu boleh semena-
mena, sikap dari tindakan tersebut haruslah dipertanggungjawabkan. Meskipun campur
tangan pemerintah dalam kehidupan warga negaranya merupakan suatu keharusan
tetapi pertanggungjawaban setiap perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah
merupakan suatu keharusan dalam negara hukum yang menjunjung tinggi nilai
kebenaran dan keadilan.
Penyimpangan terhadap diskresi dapat diuji melalui peradilan dan pembuat
kebijakan akan dibebani tanggung jawab. Terdapat 2 bentuk tanggung jawab yaitu,
tanggung jawab jabatan dan tanggung jawab pribadi. Tanggung jawab jabatan dapat
terjadi ketika pembuat kebijakan menggunakan diskresi atas nama jabatan. Sedangkan
tanggung jawab pribadi diterapkan dalam hal pembuat kebijakan melakukan tindakan
maladministrasi. Apabila pejabat pemerintah terbukti melakukan tindakan dan
keputusan yang melampaui wewenangnya, maka akibat hukum dari keputusan pejabat
pemerintahan adalah tidak sah dan masyarakat dapat mengajukan pembatalan atas
dikeluarkannya keputusan tersebut. Hal ini disebabkan karena posisi diskresi dan
kewenangan adalah sebagai pelengkap kewenangan terikat yang sudah ada dan juga
sebagai solusi untuk pejabat pemerintah atas segala persoalan yang telah terjadi, yang
membutuhkan pertimbangan pejabat pemerintah demi kelancaran tugas-tugasnya.
Terdapat beberapa persyaratan ketat dalam penerapan diskresi seperti, harus
didasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan dan
didasarkan pada niat yang baik. Dan juga tidak boleh dijadikan tujuan utama bagi
tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan wewenang sehingga terdapat
prosedur yang cukup ketat dalam penggunaan wewenang diskresi bagi pejabat
pemerintahan. Kekuasaan diskresi pemerintah harus tetap bergerak di bawah suatu
system hukum yaitu the rule of law, di bawah petunjuk asas the rule of law. Terdapat 3
fungsi dalam hubungan dengan kekuasaan diskresi pemerintah yaitu, kompensasi atas
hilangnya jaminan dari asas legalitas, sebagai dasar argument dari berbagai tindakan,
dan yang terakhir sebagai dasar legitimasi kemasyarakatan yang menuntut adanya
keadilan bagi tindakan diskresi pemerintah.
Tindakan diskresi pemerintah tidak boleh menggunakan berbagai cara untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, meskipun tujuan tersebut
legitimate. Dalam setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan asas legalitas. Karena
asas ini menentukan bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka seluruh aparat pemerintah tidak
akan memiliki kewenangan yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan
masyarakatnya. Meskipun demikian, tidak semua tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
Bisa saja terjadi ketika pemerintah harus bertindak cepat untuk menyelesaikan
permasalahan nyata yang terjadi di masyarakat tetapi belum ada peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah diberikan
kebebasan untuk bertindak melalui sarana yang sudah diberikan sebagai ruang
bergerak bagi pejabat pemerintahan untuk melakukan tindakan tersebut tanpa harus
terikat sepenuhnya dengan Undang-Undang.
Pelaksanaan diskresi oleh aparat pemerintah dibatasi oleh 4 hal yaitu apabila
terjadi kekosongan hukum, adanya kebebasan pemahaman, adanya delegasi
perundang-undangan dan yang terakhir demi pemenuhan kepentingan umum. Batasan-
batasan penggunaan diskresi telah diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014
terdapat dalam pasal 24 tentang administrasi pemerintah yang menjelaskan bahwa
pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi dalam mengambil keputusan wajib
mempertimbangkan:
 Tujuan diskresi oleh pejabat pemerintahan untuk melancarkan penyelenggaraan
pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan
mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna untuk kepentingan
umum dan mendapat manfaat.
 Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi.
 Asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Diskresi ini hanya dapat diberikan pada lembaga eksekutif (pemerintah) beserta
seluruh jajarannya baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, dalam
penggunaan diskresi yang merugikan hak warga negara, pemerintah dapat dimintai
pertanggungjawabannya melalui peradilan. Pertanggungjawaban pejabat yang
menerbitkan keputusan atas dasar diskresi dapat dibedakan dari 3 segi yaitu:
 Segi Administrasi, keputusan yang dibuat atas dasar diskresi wajib dilaporkan
secara tertulis kepada atasan langsung pejabat yang membuat keputusan tersebut.
Apabila menurut penilaian atasan pejabat yang akan membuat keputusan bahwa
keputusan tersebut tidak dapat dibenarkan dari segi hukum kebijakan, maka atasan
pejabat yang membuat keputusan tersebut harus memerintahkan agar suatu
keputusan yang diterbitkan atas dasar diskresi tersebut dicabut.
 Perdata, keputusan yang dibuat atas dasar diskresi yang menimbulkan hukum
perdata bagi perorangan, kelompok masyarakat atau organisasi menjadi tanggung
jawab pejabat pemerintah yang menetapkan keputusan tersebut.
 Pidana, keputusan yang dibuat atas dasar diskresi yang menimbulkan hukum
pidana harus menjadi tanggung jawab pejabat pemerintahan yang bersangkutan.
Jika diakibatkan oleh kelalaian pejabat pemerintahan karena adanya KKN yang
dapat merugikan keuangan negara atau dapat menguntungkan pihak ketiga dan pihak
lain, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab pribadi pejabat pemerintahan yang
tidak dapat dibebankan kepada negara baik itu perdata maupun pidana. Banyaknya
diskresi yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan yang berpotensi menimbulkan hukum dan administrative, sehingga
hal tersebut perlu diawasi oleh organisasi dan masyarakat. diskresi juga harus dapat
dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan. Oleh karena itu, penggunaan
diskresi harus tepat dan sesuai dengan prosedur yang ada yaitu senantiasa bersandar
pada asas-asas umum pemerintahan yang baik yang akan mendatangkan manfaat untuk
masyarakat.
Dalam pandangan ini, perlu ditekankan bahwa seorang pejabat pemerintah
diwajibkan untuk dapat mempertanggungjawabkan tindakan diskresi yang telah dibuat
oleh mereka untuk masyarakat tanpa perlu menunggu adanya gugatan secara legalistik.
Mengingat hal tersebut merupakan suatu kewajiban yang melekat pada kwewnangan
yang menjadi dasar adanya tindakan diskresi tersebut. Namun, sebagian besar dari
birokrasi menghindari penggunaan diskresi yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka dari itu perlu
dilakukan evaluasi dan pertanggungjawaban atas diskresi yang dikeluarkan. Kemudian
dilakukan pengelompokan apakah diskresi tersbut sudah dilakukan dengan tepat atau
sebaliknya yakni adanya unsur penyalahgunaan. Jika ditemukan adanya kesalahan
kebijakan maka perlu dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi jika ada unsur
korupsi maka perlu dipidanakan.
Contoh Kasus Diskresi Pemerintahan yang terjadi di Indonesia adalah dikresi
pemerintahan di tengah permasalahan Covid-19

Diskresi adalah sebuah keputusan yang diambil dari berbagai situasi yang
dilakukan oleh berbagai pejabat pemerintah. Disaat bencana pandemic saat ini
pemerintah dituntut untuk berani melakukan diskresi guna mempercepat dan
memberikan dampak baik bagi indonesia. Kasus diskresi di indonesia saat ini sangat
beragam, ditengah pandemic Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang atau PERPU pada tahun 2020 yang bertujuan
untuk memulihkan perekonomian nasional. Dimana menariknya pada pasal 27 dimana
mengatur bahwa biaya yang dikeluarkan dalam rangka melaksanakan kebijakan ini
dianggap sebuah upaya untuk menyelamatkan ekonomi dari krisis dan tidak dianggap
sebagai kerugian. Pada pasal ini juga mengatur dan memberi perlindungan kepada
pejabat negara yang beritikad baik menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan
perundang undangan agar tidak dapat dituntut pidana ataupun perdata.
Pada dasarnya, melakukan diskresi ditengah pandemic sangat tidak mudah, bahkan
ancaman tindakan pidana korupsi menghantui para pejabat negara. Terlebih bahwa ada
beberapa pihak yang memberikan ultimatum bahwa tindak pidana korupsi ditengah
pandemic seperti ini ancamannya adalah hukuman mati. Namun saat ini pemerintah
sudah melakukan diskresi sedemikian rupa untuk memulihkan perekonomian
indonesia dan melindungi dari krisis.
DAFTAR PUSTAKA

Ansori, Lutfil. 2015. Diskresi dan Pertanggungjawaban Pemerintah Dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan. Jurnal Yuridis, Vol. 2, No. 1. ISSN: 1699-3448.
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Kurniawaty, Yuniar. 2016. Penggunaan Diskresi Dalam Pembentukan Produk Hukum.
Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 13 No. 1. Hlm. 53-62.
Munaf, Yusri. 2018. Diskresi Sebagai Kebebasan Tindakan Pemerintah (Tinjauan
Konseptual dan Empiris). Jurnal Kajian Pemerintahan, Vol. 4 No. 1. Universitas
Islam Riau.
Taufiqurrahman, Mhd. 2019. Kedudukan Diskresi Pejabat Pemerintahan. Jurnal
Retentum, Vol. 1 No. 1. Universitas Darma Agung. Hlm. 48-61.

Anda mungkin juga menyukai