Anda di halaman 1dari 6

HAKEKAT IBADAH

Disusun oleh :
Fenny Binti Yusri
NIM : 2022201048

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK
2021/2022
A. Konsep Ibadah
Ibadah merupakan salah satu dimensi yang begitu asasi didalam ajaran islam. Ibadah
tidak cuma terkait dengan ritual-ritual antara manusia dengan Sang Khalik, namun juga
mengandung sejumlah keutamaan bagi diri manusia dalam hubungannya dengan lingkungan
sosialnya. Dalam konsep ajaran islam, manusia diciptakan tak lain dan tak bukan untuk
beribadah kepada Allah. Dengan kata lain untuk menyembah Allah dalam berbagai bentuk
dan manifestasinya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengertian ibadah secara bahasa, kata ibadah adalah bentuk dasar (mashdar) dari fi’il


(kata kerja) ‘abada-ya’budu yang berarti: taat, tunduk, hina, dan pengabdian. Berangkat dari
arti ibadah secara bahasa, Ibnu Taymiyah mengertikan ibadah sebagai puncak ketaatan dan
kedudukan yang didalamya terdapat unsur cinta (al-hubb). Seseorang belum dikatakan
beribadah kepada Allah kecuali bila ia mnecintai Allah lebih dari cintanya kepada apapun
dan siapapun juga. Adapun definisi ibadah menurut Muhammadiyah adalah “mendekatkan
diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan oleh-Nya. (Himpunan
Putusan Tarjih, 278)

Ibadah artinya penghambaan diri kita sebagai makhluk dan Allah sebagai Tuhan kita
atau dengan kata lain segala sesuatu yang kita kerjakan dalam rangka mentaati perintah-
perintah-Nya adalah ibadah. Ibadah meliputi apa saja yang dicintai dan diridhoi oleh Allah,
menyangkut seluruh ucapan dan perbuatan yang tampak dan tidak tampak, seperti solat,
zakat, puasa, menunaikan ibadah haji, berkata yang baik dan benar, belajar, silaturahmi,
membaca Al-Qur’an, berdagang dan lain sebagainya. Adapun pengertian ibadah secara luas
terkait dengan beberapa arti, secara aqidah bisa berarti mentauhidkan Allah SWT, secara
fiqih ia bisa berarti menegakkan hukum Allah SWT dan secara akhlaq berarti berperilaku
sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an yang
artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 21).

B. Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah

 Secara umum, ibadah terbagi menjadi dua; yakni ibadah mahdhah (langsung kepada
Allah) dan ghairu mahdhah (tidak langsung kepada Allah).
1.         Ibadah Mahdhah
                 Ibadah mahdhah adalah ibadah yang berupa pengabdian langsung kepada Allah. Segala
bentuk aktifitas ibadah berupa cara, waktu dan kadarnya telah ditetapkan oleh Allah dan
rasul-Nya seperti shalat, puasa, dan haji. Seseorang tidak akan mengetahui ibadah ini kecuali
melalui penjelasan Allah dalam Al-Qur’an atau penjelasan Rasulullah sebagaimana di dalam
Sunnah beliau.
Syarat ibadah mahdhah :
a.              Ikhlas
b.              Benar / sesuai dengan sunnah Rasulullah
          Agar amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT maka amal itu harus ikhlas dan benar.
Amal yang ikhlas adalah amal yang dilakukan dengan niat murni untuk mendapat ridha
Allah, bukan untuk mendapat ridha atau pamrih dari selain Allah. Amal yang benar adalah
amal yang sesuai dengan sunnah Rasulullah.
2.         Ibadah Ghairu Mahdhah
Ibadah ghairu mahdhah adalah semua perbuatan yang bermanfaat untuk sesama
manusia dan lingkungannya, yang diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah
ghairu mahdhah tata caranya tidak ditentukan oleh Allah. Hal ini menyangkut segala macam
amal kebaikan yang di ridhai Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Bahkan
sekedar baru berniat saja sudah dianggap ibadah dan mendapat pahala dari Allah. Ibadah
pada aspek ini cakupannya sangat luas. Contoh ibadah ghairu mahdhah adalah bekerja,
belajar, berinfak, menyantuni anak yatim, membantu orang lain, menunaikan amanah,
berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, menepati janji, menyuruh kepada
kebaikan seraya mencegah kemungkaran, menjaga lingkungan dan masih banyak lagi
mencakup seluruh aktifitas manusia yang diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah
SWT selama apa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat Allah.

C. Fungsi Ibadah

  Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam :


a)    Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui
“muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh
Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah
SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk
beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.
Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan.” Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap
manusia, harta benda dan hawa nafsu.
b)   Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya.
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota
masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh
karena itu, banyak ayat Al-Qur’an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga
dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya: ketika Al-Qur’an
berbicara tentang shalat, ia menjelaskan fungsinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al-Qur’an dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar keutamannya dari ibadah-ibadah yang lain, dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
       
c)    Melatih diri untuk berdisiplin adalah suatu kenyataan
bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat
dengan jelas dalam pelaksanaan shalat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku,
sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya
sesama muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau
membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada
yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma’ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak
bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah SWT.

D. Hikmah ibadah

a)    Tidak syirik
        Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah
kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala
sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada
wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.

b)   Memiliki ketakwaan
Ketakwaan yang di landasi cinta timbul karena ibadah yang di lakukan manusia
setelah merasakan kemurahan dan keindahan Nya muncullah dorongan untuk beribadah
kepada-Nya. Sedangkan ketakwaan yang di landasi rasa takut timbl karena manusia
menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika
manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban ada kalanya muncul ketidak ikhlasan,
terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankan kewajiban.
c)    Terhindar dari kemaksiatan
        Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari
pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan
berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.
d)   Berjiwa sosial,
artinya ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan
lingkungan sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang
dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar
yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba
tersebut lebih memperhatikan orang lain.
e)    Tidak kikir,
harta ang dimiliki manusia pada dasarnya bukan muliknya tetapi milik Allah SWT
yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia
yang begitu besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya.
Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa menafkahi hartanya di jalan
Allah SWT. Ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya
memanfaatkan untuk keperluannya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang di wujudkan
dalam bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

F. Makna spiritual ibadah bagi kehidupan sosial

Semua bentuk ibadah memiliki makna sosialnya masing-masing sebagaimana


dijelaskan sebagai berikut: Pertama, ibadah shalat. Kandungan sosial dari ibadah shalat
adalah bahwa shalat mengajarkan makna persaudaraan dan persatuan manusia yang begitu
tinggi. Ketika melaksanakan shalat di masjid lima kali dalam sehari, maka sesungguhnya
ibadah tersebut tengah menghimpun penduduknya lima kali sehari. Dalam aktivitas tersebut,
mereka saling mengenal, saling berkomunikasi, dan saling menyatukan hati. Mereka shalat
dibelakang seorang imam, mengadu kepada Tuhan yang satu, membaca kitab yang sama,
serta menghadap kiblat yang sama. Mereka juga melakukan amalan yang sama yakni sujud,
ruku, dan sebagainya.
 Kedua, ibadah puasa. Puasa mampu menumbuhkan kepekaan sosial bagi pelakunya.
Dengan berpuasa, si kaya merasakan betapa tidak enaknya merasakan lapar. Puasa
mengajarkan kepadanya untuk bisa mengenali serta merasakan penderitaan orang yang
sehari-hari senantiasa berada dalam kekurangan dan berbalut kemiskinan. Kemudian puasa
diakhiri dengan membayar zakat fitrah yang memaksa seseorang untuk berderma, sekalipun
mungkin hatinya belum sadar ini akan menjadi latihan dan pembinaan tersendiri bagi orang
yang besangkutan untuk menjadi orang yang dermawan dan peduli terhadap orang-orang
yang lemah.
       Ketiga, ibadah zakat. Ibadah zakat memiliki fungsi dan hikmah ganda. Secara
individu zakat mengandung hikmah untuk membersihkan dan menyucikan diri beserta harta
bendanya. Dengan begitu, zakat melatih manusia menghilangkan sifat kikir, rakus, tamak
yang melekat pada dirinya. Zakat menjadi tanda kedermawanan, solidaritas, dan kasih sayang
seorang muslim terhadap saudara-saudaranya agar bisa ikut merasakan rezeki sebagai karunia
Allah SWT.
       Keempat, ibadah haji. Dalam ibadah haji terkandung pengalaman nilai-nilai
kemanusiaan yang universal. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian
biasa dan kemudian mengenakan pakaian ihram. Dengan mengenakan pakaian ihram pada
saat haji, manusia diajarkan untuk menanggalkan perbedaan status sosial yang mereka
sandang dan bersatu dalam persamaan dan persaudaraan. Pada saat melaksanakan ihram,
seseorang dilarang menyakiti binatang, dilarang membunuh, menumpahkan darah, serta
dilarang mencabut pepohonan.
Maknanya manusia harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan
Hadist ke dalam kehidupan sosial.

Anda mungkin juga menyukai