Disusun oleh :
Fenny Binti Yusri
NIM : 2022201048
Ibadah artinya penghambaan diri kita sebagai makhluk dan Allah sebagai Tuhan kita
atau dengan kata lain segala sesuatu yang kita kerjakan dalam rangka mentaati perintah-
perintah-Nya adalah ibadah. Ibadah meliputi apa saja yang dicintai dan diridhoi oleh Allah,
menyangkut seluruh ucapan dan perbuatan yang tampak dan tidak tampak, seperti solat,
zakat, puasa, menunaikan ibadah haji, berkata yang baik dan benar, belajar, silaturahmi,
membaca Al-Qur’an, berdagang dan lain sebagainya. Adapun pengertian ibadah secara luas
terkait dengan beberapa arti, secara aqidah bisa berarti mentauhidkan Allah SWT, secara
fiqih ia bisa berarti menegakkan hukum Allah SWT dan secara akhlaq berarti berperilaku
sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an yang
artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 21).
Secara umum, ibadah terbagi menjadi dua; yakni ibadah mahdhah (langsung kepada
Allah) dan ghairu mahdhah (tidak langsung kepada Allah).
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang berupa pengabdian langsung kepada Allah. Segala
bentuk aktifitas ibadah berupa cara, waktu dan kadarnya telah ditetapkan oleh Allah dan
rasul-Nya seperti shalat, puasa, dan haji. Seseorang tidak akan mengetahui ibadah ini kecuali
melalui penjelasan Allah dalam Al-Qur’an atau penjelasan Rasulullah sebagaimana di dalam
Sunnah beliau.
Syarat ibadah mahdhah :
a. Ikhlas
b. Benar / sesuai dengan sunnah Rasulullah
Agar amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT maka amal itu harus ikhlas dan benar.
Amal yang ikhlas adalah amal yang dilakukan dengan niat murni untuk mendapat ridha
Allah, bukan untuk mendapat ridha atau pamrih dari selain Allah. Amal yang benar adalah
amal yang sesuai dengan sunnah Rasulullah.
2. Ibadah Ghairu Mahdhah
Ibadah ghairu mahdhah adalah semua perbuatan yang bermanfaat untuk sesama
manusia dan lingkungannya, yang diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah
ghairu mahdhah tata caranya tidak ditentukan oleh Allah. Hal ini menyangkut segala macam
amal kebaikan yang di ridhai Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Bahkan
sekedar baru berniat saja sudah dianggap ibadah dan mendapat pahala dari Allah. Ibadah
pada aspek ini cakupannya sangat luas. Contoh ibadah ghairu mahdhah adalah bekerja,
belajar, berinfak, menyantuni anak yatim, membantu orang lain, menunaikan amanah,
berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, menepati janji, menyuruh kepada
kebaikan seraya mencegah kemungkaran, menjaga lingkungan dan masih banyak lagi
mencakup seluruh aktifitas manusia yang diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah
SWT selama apa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat Allah.
C. Fungsi Ibadah
D. Hikmah ibadah
a) Tidak syirik
Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah
kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala
sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada
wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
b) Memiliki ketakwaan
Ketakwaan yang di landasi cinta timbul karena ibadah yang di lakukan manusia
setelah merasakan kemurahan dan keindahan Nya muncullah dorongan untuk beribadah
kepada-Nya. Sedangkan ketakwaan yang di landasi rasa takut timbl karena manusia
menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika
manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban ada kalanya muncul ketidak ikhlasan,
terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankan kewajiban.
c) Terhindar dari kemaksiatan
Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari
pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan
berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.
d) Berjiwa sosial,
artinya ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan
lingkungan sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang
dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar
yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba
tersebut lebih memperhatikan orang lain.
e) Tidak kikir,
harta ang dimiliki manusia pada dasarnya bukan muliknya tetapi milik Allah SWT
yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia
yang begitu besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya.
Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa menafkahi hartanya di jalan
Allah SWT. Ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya
memanfaatkan untuk keperluannya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang di wujudkan
dalam bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.