IBADAH
Disusun oleh :
KELAS B1
FAKULTAS TEKNIK
2020/2021
i
KATA PENGHANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmatnya sehingga penulis dapat menyusun
makalah tentang "IBADAH" dengan sebaik-baiknya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan kesadaran anak
bangsa dalam mempelajari sejarah Indonesia dan meningkatkan rasa nasionalisme sehingga
mereka mampu melanjutkan cita-cita para pahlawan pendiri bangsa.
Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, memfasilitasi,
memberi masukan, dan mendukung penulisan makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya.
Semoga dibalas oleh Allah SWT dengan ganjaran yang berlimpah.
Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup kemungkinan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari pembaca sekalian.
Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat menambah referensi keilmuan masyarakat.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................II
DAFTAR ISI.........................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalh.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Sains.................................................................................................................2
B. Konsep Teknologi............................................................................................2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar
menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa.
Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid
terlebih dahulu. keduanya berkaitan erat, karena mustahil kita mencapai tauhid tanpa
memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “IBADAH adalah suatu
istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa
perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir).
Dari definisi singkat tersebut, maka secara umum ibadah seperti yang kita ketahui di
antaranya yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan
(maupun puasa-puasa sunnah lainnya), dan melaksanakan haji. Selain ibadah pokok
tersebut, hal-hal yang sering kita anggap sepele pun sebenarnya bernilai ibadah dan
pahalanya tidak dapat diremehkan begitu saja.
Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah
(kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar
terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap
qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa
takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada
Allah” (Al ‘Ubudiyah, cet. Maktabah Darul Balagh hal. 6).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Ibadah?
2. Apa Hakikat dan Tujuan Ibadah?
3. Apa Saja Jenis Ibadah?
1
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Ibadah
2. Untuk Mengetahui Hakikat dan Tujuan Ibadah
3. Untuk Mengetahui Saja Jenis Ibadah
4.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah
Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-tha’ah), dan tunduk (al-khudlu). Ubudiyah
artinya tunduk dan merendahkan diri . Menurut al-Azhari, kata ibadah tidak dapat
disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.
Ibadah adalah bahasa arab yang secara etimologi berasal dari akar kata يَ ْعبُ ُ@د-َ ِعبَا َدةً َعبِد- َع ْب ٌدا-
yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri (kepada Allah)Kesemua pengertian itu
mempunyai makna yang berdekatan.
Pengertian ibadah secara terminologis menurut ulama tauhid, dan hadits ibadah adalah:
َما ِإ ْبتِغَا ًءلِ َوجْ ِه هللاِ َوطَلَبًا لِثَوْ ابِ ِه فِى ْاالَ ِخ َر ِة
“Segala bentuk ketaatan yang engkau kerjakan untuk mencapai keridaan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
3
“Ibadah itu yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridai oleh Allah SWT , baik
berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam
rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya.”
B. Hakikat Ibadah
Dalam syariat islam ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang
paling dalam kepada Allah SWT. Unsur yang tertinggi adalah ketundukan, sedangkan
kecintaan merupakan implementsi dari ibadah tersebut. Disamping itu ibadah juga
mengandung unsur kehinaan, yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah SWT.
Pada mulanya ibadah merupakan “hubungan” hati dengan yang dicintai, menuangkan isi
hati, kemudian tenggelam dan merasakan keasyikan, akhirnya sampai kepada puncak
kecintaan kepada Allah SWT.
Orang yang tunduk kepada orang lain serta mempunyai unsur kebencian tidak dinamakan
‘abid (orang yang beribadah), begitu juga orang yang cinta kepada sesuatu tetapi tidak
tunduk kepadanya, seperti orang yang mencintai anaknya atau temannya. Kecintaan yang
sempurna adalah kepada Allah SWT. Setiap kecintaan yang bersifat sempurna terhadap
selain Allah SWT adalah batil.
Dengan melihat hakikat dan pengertiannya Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa
ibadah merupakan kewajiban dari apa yang disyariatkan Allah SWT yang disampaikan oleh
para rasul-Nya dalam benyuk perintah dan larangan. Kewajiban itu muncul dari lubuk hati
orang yang mencintai Allah SWT.
Manusia ditakdirkan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan akal dari makhluk
lainnya (Q.S At Tiin). Kenyataannya, manusia tidak selalu menggunakan akal sehatnya,
bahkan ia lebih sering dikuasai nafsunya, sehingga ia sering terjerumus ke dalam apa yang
disebut dehumanisasi,yaitu proses yang menyebabkan kerusakan, hilang, atau merosotnya
nilai – nilai kemanusiaan. Disinilah perlunya agama bagi manusia.
4
C. Tujuan Ibadah
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah hamba-
hamba Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah mahluk yang dimiliki.
Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutklak dan sempurna, oleh karena
itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal
yang oleh Alah swt.
Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan memilih walaupun
kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar kepemilikan mutak Allah itu,
lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati seluruh perintah dan
larangan-Nya.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa
pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini dapat
difahami dari firman Allah swt.:
تُرْ َجعُونَاَل ِإلَ ْينَا َوَأنَّ ُك ْم َعبَثا ً َخلَ ْقنَا ُك ْمَأنَّ َماَأفَ َح ِس ْبتُ ْم
Artinya : Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS al-
Mu’minun:115)
Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga
hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah
agar menusia itu mencapai taqwa.
D. Prinsip-prinsip Ibadah
a. Niat lillahi ta’ala (Al-Fatihah/1:5)
ِ @ِ) َمال٣( ) ال@رَّحْ َم ِن ال@ َّر ِح ِيم٢( َ) ْال َح ْم@ ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َع@@الَ ِمين١( َّح ِيم
َ) ِإيَّاكَ نَ ْعبُ@ ُ@د َوِإيَّاك٤( ك يَ@@وْ ِم ال@دِّي ِن ِ بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر
)٥( ُنَ ْستَ ِعين
“dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 2. segala
puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam. 3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 4.
5
yang menguasai di hari Pembalasan. 5. hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya
kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan”
b. Ikhlas (Al-Bayinah/98:5)
ك ِدينُ ْالقَيِّ َم ِة ِ َِو َما ُأ ِمرُوا ِإال لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل
َ ِصينَ لَهُ ال ِّدينَ ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا الصَّالةَ َويُْؤ تُوا ال َّز َكاةَ َو َذل
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
(ikhlas) ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus.”
َاع ِإ َذا َدعَا ِن فَ ْليَ ْستَ ِجيبُوا لِي َو ْليُْؤ ِمنُوا بِي لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ُش ُدون ُأ َ ََوِإ َذا َسَأل
ِ ك ِعبَا ِدي َعنِّي فَِإنِّي قَ ِريبٌ ِجيبُ َد ْع َوةَ ال َّد
ض ِإ َّن ِ ْ@غ ْالفَ َس @ا َد فِي األر ِ @َصيبَكَ ِمنَ ال ُّد ْنيَا َوَأحْ ِس ْن َك َما َأحْ َسنَ هَّللا ُ ِإلَ ْيكَ َوال تَ ْب َ َوا ْبت َِغ فِي َما آتَاكَ هَّللا ُ ال َّدا َر اآل ِخ َرةَ َوال تَ ْن
ِ سن
َهَّللا َ ال ي ُِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِدين
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
6
f. Tidak berlebih-lebihan (Al-A’raf/7:31)
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534],
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
ت َربَّنَا ال تَُؤ ا ِخ ْذنَا ِإ ْن نَ ِسينَا َأوْ َأ ْخطَْأنَا َربَّنَ@@ا َوال تَحْ ِم@@لْ َعلَ ْينَ@@ا ْ َال يُ َكلِّفُ هَّللا ُ نَ ْفسًا ِإال ُو ْس َعهَا لَهَا َما َك َسب
ْ َت َو َعلَ ْيهَا َما ا ْكتَ َسب
ِإصْ رًا َك َما َح َم ْلتَهُ َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِنَا َربَّنَا َوال تُ َح ِّم ْلنَا َم@@ا ال طَاقَ@ةَ لَنَ@@ا بِ@ ِه َوا ْع@@فُ َعنَّا َوا ْغفِ@@رْ لَنَ@@ا َوارْ َح ْمنَ@@ا َأ ْنتَ َموْ النَ@@ا
َفَا ْنصُرْ نَا َعلَى ْالقَوْ ِم ْال َكافِ ِرين
E. Jenis Ibadah
a. Ibadah mahdhah
Ibadah mahdhah adalah ibadah dalam agama Islam yang ketentuan dan tata cara
pelaksanaannya sudah ditentukan, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Terdapat pula
pendapat yang mengatakan bahwa ibadah mahdhah tidak dapat dilaksanakan tanpa
adanya nash dari al-Qur’an dan Hadis. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip, yaitu:
7
1) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun
al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau
logika keberadaannya..
2) Tata cara pelaksanaannya harus berpola kepada contoh Rasulullah SAW.
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara mengada-ada,
yang populer disebutbid’ah. Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang
dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan
menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.
3) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan
ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan,
tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh
mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at,
atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
4) Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah
kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan
Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan
untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
b. Ibadah Ghairu Mahdhah
(tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai
hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba
dengan makhluk lainnya . Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah
laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai
titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai
garis amal.
Agama Islam selain mengajarkan bagaimana hubungan dengan Allah SWT, Islam
juga mengajarkan bagaimana berhubungan sosial sesama manusia dengan baik.
Diantaranya tercantum dalam sebuah hadits yang artinya “Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaknya Ia memuliakan tetangganya”. (HR. Bukhari).
8
Hadits tersebut secara langsung menjelaskan bagaimana implementasi keimanan
kepada Allah yaitu dengan perbuatan yang baik kepada tetangga atau sesama manusia.
Kesalehan sosial seperti berbuat baik terhadap tetangga merupakan bagian dari ibadah
kepada Allah. Prinsip-prinsip dalam ibadah ghairu mahdhah ada 4, yaitu:
1) Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan
Rasul-Nya tidak melarang atau tidak mengharamkan maka ibadah bentuk ini boleh
dilaksanakan.
2) Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah SAW. Ibadah bentuk
ini tidak mengenal bid’ah, atau jika ada yang menyebutnya namun tidak
mendatangkan mudharat maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah. Namun jika
mendatangkan mudharat maka disebut bid’ah dhalalah.
3) Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung ruginya, manfaat
atau mudharatnya dapat ditentukan oleh akal atau logika.
4) Azasnya “Manfaat”, selama ibadah tersebut bermanfaat, maka boleh dilakukan.
9
maupun dengan masyarakat adalah ibadah menurut Islam ketika ia memenuhi syarat
syarat tertentu.
a. Amalan yang dikerjakan itu hendaklah diakui Islam, sesuai dengan hukum hukum
syara’ dan tidak bertentangan dengan hukum hukum tersebut. Adapun amalan –
amalan yang diingkari oleh Islam dan ada hubungan dengan yang haram dan
maksiyat, maka tidaklah bisa dijadikan amalan ibadah.
b. Amalan tersebut dilakukan dengan niat yang baik dengan tujuan untuk
memelihara kehormatan diri, menyenangkan keluarga nya, memberi manfaat
kepada seluruh umat dan untuk kemakmuran bumi seperti yang telah
diperintahkan oleh Allah.
c. Amalan tersebut haruslah dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
d. Ketika membuat amalan tersebut hendaklah sentiasa menurut hukum – hukum
syara’ dan ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak
menipu dan tidak menindas atau merampas hak orang.
e. Tidak melalaikan ibadah – ibadah khusus seperti salat, zakat dan sebagainya
dalammelaksanakan ibadah – ibadah umum.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat penyusun simpulkan bahwa :
Ibadah adalah ketundukan yang tidak terbatas bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas
pula. Dalam Islam perhubungan dapat dilakukan oleh seorang hamba dengan Allah
secara langsung. ‘Ibadah di dalam Islam tidak berhajat adanya orang tengah sebagaimana
yang terdapat pada setengah setengah agama lain. Begitu juga tidak terdapat dalam Islam
tokoh tokoh tertentu yang menubuhkan suatu lapisan tertentu yang dikenali dengan nama
tokoh tokoh agama yang menjadi orang orang perantaraan antara orang ramai dengan
Allah.
Secara garis besar iadah dibagi menjadi dua:
a. Ibadah murni (mahdhah), adalah suatu rngkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah
Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana
atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing
individu.
b. Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang
mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua
keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal.
Ruang lingkup ‘ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Ianya merangkumi setiap
kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan
individu maupun dengan masyarakat adalah ‘ibadah menurut Islam selagi mana ia
memenuhi syarat syarat tertentu.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati
tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah.
Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga
hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah
agar menusia itu mencapai taqwa.
Demikianlah makalah sederhana ini kami buat. Namun demikian, kami sebagai
penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf
apabila masih banyak ditemui kesalahan, itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena
11
itu, kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca semua. Terutama dari Bapak
Agustiar,S.Ag,M.Ag selaku pembimbin saya pada umumnya.
Akhirnya, marilah kita kembalikan semua urusan kepada-Nya. Billahit taufiq wal
hidayah war ridho wal inayah wassalamu’alaikum wr.wb.
12
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2.
Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut
Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1.
Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syari’ah, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1
Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-
1.
Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2.
13