Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGAMA

“IBADAH DAN SYARIAH”

DISUSUN OLEH :

PUTRI MUTIARA SDA


REZA FAHMI M
SITI FATIMAH

D4 AKUNTANSI MANAJEMEN PEMERINTAHAN

KEMENTRIAN RISET,TEKNOLOGI,DAN PENDIDIKAN TINGGI

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


JL.GEGERKALONG HILIR,DS.CIWARUGA,BANDUNG 40012

2015
Kata Pengantar

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.

Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji
melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama
empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu
menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi
dan budaya.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi.
Namun, penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Ibadah dan Syariah, yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Politeknik Negeri Bandung. Saya
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada
dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah
saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Bandung, 8 Oktober 2015

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
1.1 Latar belakang

BAB II
2.1 Pengertian Ibadah dan Syariah
2.2 Makna serta Tujuan Ibadah dan Syariah
2.3 Prinsip Pengamalan Ibadah
2.4 Macam-Macam Ibadah
2.5 Bentuk Peribadatan

BAB III
3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar
menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa. Sayangnya, kita
lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu. Mengapa ?
keduanya berkaitan erat, karena mustahil kita mencapai tauhid tanpa memahami konsep ibadah
dengan sebenar-benarnya. Dalam syarah Al-Wajibat dijelaskan bahwa “Ibadah secara bahasa berarti
perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.” (Tanbihaat Mukhtasharah, hal. 28).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “IBADAH adalah suatu istilah yang
mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun
perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir).
Dari definisi singkat tersebut, maka secara umum ibadah seperti yang kita ketahui di antaranya yaitu
mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan (maupun puasa-puasa sunnah
lainnya), dan melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut, hal-hal yang sering kita anggap sepele
pun sebenarnya bernilai ibadah dan pahalanya tidak dapat diremehkan begitu saja, misalnya :
 Menjaga lisan dari perbuatan dosa, misalnya dengan tidak berdusta dan mengumbar fitnah,
mencaci, menghina atau pun melontarkan perkataan yang bisa menyakiti hati.
 Menjaga kehormatan diri dan keluarga serta sahabat.
 Mampu dan bersedia menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung
jawab.
 Berbakti dan hormat kepada kedua orang tua atau orang yang lebih tua dari kita.
 Menyambung tali silaturahim dan kekerabatan.
 Menepati janji.
 Memerintahkan atau setidaknya menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar.
 Menjaga hubungan baik dengan tetangga.
 Menyantuni anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan).
 Menyayangi hewan dan tumbuh-tumbuhan di sekitar tempat tinggal kita.
 Memanjatkan do’a, berdzikir, mengingat Allah kapan dan dimanapun kita berada.
 Membaca Al Qur’an.
 Mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya termasuk bagian dari ibadah.
Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat)
kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap
keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap
qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa
takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada
Allah” (Al ‘Ubudiyah, cet. Maktabah Darul Balagh hal. 6).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ibadah dan Syariah

Pengertian Ibadah

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut
syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.
Definisi itu antara lain adalah:

a. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.

b. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk
yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

c. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza
wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang
ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.

Pengertian Syariah

Secara bahasa, syariat berasal dari kata syara’ yang berarti menjelaskan dan menyatakan sesuatu
atau dari kata Asy-Syir dan Asy Syari’atu yang berarti suatu tempat yang dapat menghubungkan
sesuatu untuk sampai pada sumber air yang tak ada habis-habisnya sehingga orang membutuhkannya
tidak lagi butuh alat untuk mengambilnya. Menurut istilah, syariah berarti aturan atau undang-undang
yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan
sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Syariah mengatur hidup manusia
sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan,
ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata
caranya diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam. Syariah Islam mengatur pula tata hubungan antara
seseorang dengan dirinya sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang saleh.

2.2 Makna serta Tujuan Ibadah dan Syariah

 Ibadah adalah cinta dan ketundukan yang sempurna.


“Pada saat kita mencintai, namun kita tidak tunduk kepada-Nya, maka kita belum menjadi hamba-
Nya. Dan pada saat kita tunduk kepada-Nya tanpa rasa ada rasa cinta, kita pun belum menjadi hamba-
Nya. Sampai kita menjadi orang yang mencintai dan tunduk kepada-Nya.”
            Kita harus menyertakan cinta kita kepada Allah di dalam ibadah kita, meskipun pada
hakikatnya cinta itu telah  tertanam di dalam jiwa setiap muslim. Jika tidak, dia belum beribadah
kepada Allah. Maka hendaknya dia menghadirkan cinta itu untuk meraih kenikmatan yang
didambakan.
            Area ibadah itu sangat luas hingga mencakup seluruh perilaku yang dicintai Allah. Ibadah
adalah suatu kata yang maknanya mencakup seluruh perbuatan dan perkataan yang dicintai dan
diridhai oleh Allah, baik yang tersembunyi dan yang tampak. Jangan membatasi ibadah hanya seputar
syiar-syiar ta’abbudiyah (ibadah mahdhah) saja. Yaitu shalat, shaum, haji dan shadaqah. Akan tetapi
lebih dari itu, ibadah itu mencakup seluruh perbuatan yang disebutma’ruf. Rasulullah bersabda,
            
“Setiap perbuatan baik itu adalah shadaqah.”
            `
Di antara perbuatan ma’ruf adalah berbuat baik di dalam masyarakat, menyelesaikan
pekerjaan mubah dengan sempurna dan berusaha mencari karunia Allah di muka bumi. Bahkan area
ibadah itu lebih banyak lagi daripada itu, seperti dengan cara mengubah amalan yang mubah menjadi
bernilai ibadah dengan menyertakan niat yang baik di dalam amalnya. Sebagiamana Rasulullah
bersabda,

“Niat seorang mukmin itu lebih baik daripada amalannya.”

            Setiap amal untuk dunia dan akhirat yang kita kerjakan, pada hakikatnya semua adalah untuk
kepentingan akhirat.

2.3 Prinsip Pengamalan Ibadah


Ada beberapa prinsip dalam ibadah yaitu sebagai berikut :

a.       Ada perintah
Adanya perintah merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Tanpa perintah, ibadah merupakan
sesuatu yang terlarang, dalam sebuah kaidah diungkapkan:

"Asal mula ibadah itu terlarang, hingga ada ketentuan yang memerintahkannya"

b.      Tidak mempersulit (`Adamul Haraj)


Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah yang artinya :

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”

c.       Menyedikitkan beban (Qilatuttaklif)


Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah yang artinya :

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

d.      Ibadah hanya ditujukan kepada Allah Swt


Prinsip ini merupakan konsekuensi pengakuan atas kemahaesaan Allah Swt, yang
dimanifestasikan sesorang muslim dengan kata-kata (kalimat tauhid) La ilaha Illallah.

e.       Ibadah tanpa perantara


Ibadah harus dilakukan oleh seorang hamba Allah tanpa melalui perantara, baik berupa
benda, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun manusia. Adanya perantara dalam beribadah
bertentangan dengan prinsip tauhid dan beribadah hanya kepada Allah semata. Hal ini
dimaksudkan agar ibadah seseorang hamba benar-benar murni dan jauh dari perbuatan syirik.

f.       Ibadah dilakukan secara ikhlas


Ikhlas artinya murni, tulus, tidak ada maksud dan tujuan lain selain hanya kepada Allah.
Ikhlas  dalam beribadah berarti beribadah tanpa merasa terpaksa, melainkan benar-benar murni
untuk menunaikan perintah Allah Swt.
g.      Keseimbangan Jasmani dan Rohani
Sesuai dengan kodratnya bahwa manusia itu makhluk Allah yang terdiri atas jasmani dan
rohani, maka ibadah mempunyai prinsip adanya keseimbangan diantara keduanya, Tidak hanya
mengejar satu hal lalu meninggalkan yang lainnya, atau sebaliknya, akan tetapi keseimbangan
antara keduanyalah yang harus dikerjakan.

2.4 Macam – macam Ibadah

Pada dasarnya akhir tujuan beribadah bermuara kepada al-ma'bud yakni Allah SWT. Namun, para
ulama membagi ibadah menjadi dua jenis, yakni :

a.        Ibadah mahdlah
Ibadah khusus berupa perbuatan yang menghubungkan al-aabid dengan al-ma'bud dengan
aturan yang sudah diatur oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.Contohnya shalat,
zakat, puasa dan ibadah manasik haji. Ibadah ini mengatur hubungan manusia dengan Allah atau
biasa disebut dengan Habluminallah.
b.       Ibadah ghair mahhdlah
Ibadah yang tidak diatur secara khusus oleh Allah dan Rasulullah sehingga berbentuk umum,
berupa hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan lingkungan. Contohnya
gotong royong, menolong orang, menjaga lingkungan dan sebagainya. Ibadah ini mengatur
manusia dengan sesama umatnya atau biasa disebut dengan Habluminannas.

2.5 Bentuk Peribadatan

2.5.1 Thaharah

Thaharah secara bahasa berarti bersih dan membebaskan diri dari kotoran dan najis.
Sedangkan pengertian thaharah secara istilah (syara’) adalah menghilangkan hukum hadats untuk
menunaikan shalat atau (ibadah) yang selainnya yang disyaratkan di dalamnya untuk bersuci dengan
air atau pengganti air, yaitu tayammum.
Jadi, pengertian thaharah atau bersuci adalah mengangkat kotoran dan najis yang dapat
mencegah sahnya shalat, baik najis atau kotoran yang menempel di badan, maupun yang ada pada
pakaian, atau tempat ibadah seorang muslim.

Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:


 Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya
 Kaifiat (cara) bersuci
 Jenis najis yang perlu disucikan
 Benda yang wajib disucikan
 Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci

Thaharah dengan air seperti wudhu dan mandi besar (junub), dan ini adalah bentuk bersuci
secara asal. Thaharah dengan tanah (debu) yakni tayamum sebagai pengganti air ketika tidak ada air
ataupun sedang berhalangan menggunakan air. Thaharah adalah menyucikan diri dari Najis. Najis
sendiri ialah kotoran yang wajib dijauhi dan wajib dibersihkan bila terkena badan seorang muslim.
Hukum asal dari suatu benda adalah bersih dan boleh dimanfaatkan, hingga kemudian (apabila)
didapatkan adanya dalil yang menyatakan kenajisannya (maka dia dihukumi najis).

Najis dibedakan menjadi 3, yaitu:

 Najis mukhaffafah (najis ringan)


Najis ini dapat dihilangkan hanya dengan memercikan air (mengusap dengan air pada benda
yang terkena najis. contoh najis mukhaffafah yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum makan
apapun kecuali air susu ibu.

 Najis mutawassitah (najis sedang)


Cara menghilangkan najis ini adalah dengan cara mencucinya sampai hilang warna, bau, rasa,
zat, dan sebagainya hilang. contoh najis mutawassitah adalah bangkai, darah, nanah, tahi ayam, dan
lain-lain.

 Najis mugallazah (najis berat)


Contoh najis mugallazah adalah jilatan anjing dan babi. jika terkena ini, maka cara
menghilangkannya adalah dengan membasuh dengan air mengalir sebanyak 7 kali yang di sela-
selanya diusap dengan debu (air tanah).

2.5.2 Shalat

Shalat secara bahasa berarti berdo’a dengan kata lain, shalat secara bahasa mempunyai arti
mengagungkan. Sedangkan pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-
perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Ucapan di sini
adalah bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir, tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan perbuatan
adalah gerakan-gerakan dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan gerakan-gerakan lain
yang dilakukan dalam shalat.
Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan keras kepada orang
yang suka meninggalkan salat wajib, mereka akan dihukumi menjadi kafir dan mereka yang
meninggalkan salat maka pada hari kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang, seperti
Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf. Hukum salat dapat dikategorisasikan sebagai berikut:
 Fardu, Salat fardhu ialah salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat fardhu terbagi
lagi menjadi dua, yaitu:
o Fardu ain adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan
dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain,
seperti salat lima waktu, dan salat Jumat (fardhu 'ain untuk pria).
o Fardu kifayah adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung
berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang
yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka
kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan, seperti salat
jenazah.
 Salat sunah (salat nafilah) adalah salat-salat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi
tidak diwajibkan. Salat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
o Nafil muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat
(hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witir dan salat
sunah thawaf.
o Nafil ghairu muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat,
seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu
dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).

Rukun Shalat, antara lain:


 Salat berjamaah diutamakan
 Berdiri bagi yang mampu
 Takbiratul ihram
 Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
 Rukuk dan tuma’ninah
 Iktidal setelah rukuk dan tuma'ninah
 Sujud dua kali dengan tuma'ninah
 Duduk antara dua sujud dengan tuma'ninah
 Duduk dan membaca tasyahud akhir
 Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir
 Membaca salam yang pertama
 Tertib melakukan rukun secara berurutan

Shalat tertentu dianjurkan untuk dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Dalam


pelaksanaannya setiap Muslim diharuskan mengikuti apa yang telah Nabi Muhammad ajarkan, yaitu
dengan meluruskan dan merapatkan barisan, antara bahu, lutut dan tumit saling bertemu.
Pada salat berjamaah seseorang yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk sebagai imam
shalat, dan yang lain akan berlaku sebagai makmum. Shalat yang dapat dilakukan secara berjamaah
maupun sendiri antara lain:
 Salat fardu
 Salat tarawih
Salat yang mesti dilakukan berjamaah antara lain:
 Salat Jumat
 Salat Hari Raya (Ied)
 Salat Istisqa'

2.5.3 Shaum

Shaum yang berasal dari kata Shiyam yang memiliki arti menahan diri. Jadi secara istilah,
shaum adalah menahan dari segala sesuatu yang membatalkan sejak terbitnya fajar hingga
terbenamnya matahari dengan niat karena Allah SWT. Shaum dapat dibedakan menjadi shaum wajib
dan shaum sunnah.
Saum wajib
Saum yang hukumnya wajib adalah saum yang harus dikerjakan dan akan mendapatkan
pahala, kemudian jika tidak dikerjakan akan mendapatkan dosa. Saum-saum wajib adalah sebagai
berikut:
 Saum Ramadan
 Saum karena nadzar
 Saum kifarat atau denda
Saum sunnah
Saum yang hukumnya sunnah adalah saum yang jika dikerjakan mendapatkan pahala dan jika
tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Saum-saum sunnah adalah sebagai berikut:
 Saum 6 hari di bulan Syawal selain hari raya Idul Fitri
 Saum Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah bagi orang-orang yang tidak menunaikan ibadah haji
 Saum Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijah bagi orang-orang yang tidak menunaikan ibadah
haji
 Saum Senin dan Kamis
 Saum Daud (sehari puasa, sehari tidak), bertujuan untuk meneladani puasanya Nabi Daud
 Saum 'Asyura (pada bulan muharram), dilakukan pada tanggal 10
 Saum 3 hari pada pertengahan bulan (menurut kalender islam)(Yaumul Bidh), tanggal 13, 14,
dan 15
 Saum Sya'ban (Nisfu Sya'ban) pada awal pertengahan bulan Sya'ban
 Saum bulan Haram (Asyhurul Hurum) yaitu bulan Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan
Rajab

Syarat wajib shaum:


 Beragama Islam
 Berakal sehat
 Baligh (sudah cukup umur)
 Mampu melaksanakannya

Syarat sah shaum:


 Islam (tidak murtad)
 Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
 Suci dari haid dan nifas (khusus bagi wanita)
 Mengetahui waktu diterimanya puasa

Rukun shaum:
 Islam
 Niat
 Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari

Meskipun ibadah shaum merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan bagi umat islam, namun
ada beberapa waktu yang melarang umat islam untuk melaksanakan ibadah shaum. Umat Islam
diharamkan bersaum pada waktu-waktu berikut ini:

1. Hari raya Idul Fitri, yaitu pada (1 Syawal),


Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari
kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di
hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk bersaum sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada
yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan saumnya atau tidak berniat untuk saum.
2. Hari raya Idul Adha, yaitu pada (10 Dzulhijjah),
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai hari raya kedua bagi umat Islam. Hari itu
diharamkan untuk bersaum dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan
membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan
kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
3. Hari-hari tasyrik, yaitu pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah
4. Hari syak, yaitu pada 30 Syaban
5. Saum selamanya
6. Wanita saat sedang haid atau nifas
7. Saum sunnah bagi wanita tanpa izin suaminya
Kemudian waktu makruh untuk bersaum adalah ketika saum dikhususkan pada hari Jumat, tanpa
diselingi saum sebelumnya atau sesudahnya.

Selain hal diatas, berikut ini adalah hal-hal yang membatalkan shaum, shaum seseorang akan batal
jika:
 Masuknya benda (seperti nasi, air, asap rokok dan sebagainya) ke dalam rongga badan dengan
disengaja
 Bersetubuh
 Muntah dengan disengaja
 Keluar mani (istimna' ) dengan disengaja
 Haid (datang bulan) dan Nifas (melahirkan anak)
 Hilang akal (gila atau pingsan)
 Murtad (keluar dari agama Islam)
Dari semua hal yang membatalkan shaum ada pengecualiannya, yaitu makan, minum dan
bersetubuhnya orang yang sedang bersaum tidak akan batal ketika seseorang itu lupa bahwa ia sedang
bershaum.

2.5.4 Zakat

Zakat berasal dari kata bersih, suci, subur, berkat dan berkembang. Sedangkan secara
terminologi atau istilah, Zakat memiliki arti harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang
beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan
sebagainya).
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya
syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa
yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan
sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat
manusia dimana pun.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya
syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa
yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan
sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat
manusia dimana pun.
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
 Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan suci Ramadan. Besar
zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
 Zakat maal (harta)
Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan, pertanian,
pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki
perhitungannya sendiri-sendiri.

Selain itu, ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah
ayat 60 yakni:
 Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok hidup.
 Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar
untuk hidup.
 Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
 Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan
diri dengan keadaan barunya.
 Hamba sahaya - Budak yang ingin memerdekakan dirinya
 Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk
memenuhinya.
 Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah misal: dakwah, perang dan sebagainya.
 Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.

Dan ada golongan-golongan yang haram menerima:


 Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.
 Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
 Keturunan Nabi Muhammad (ahlul bait)
 Orang yang dalam tanggungan dari orang yang berzakat, misalnya anak dan istri.
2.5.5 Haji

Ibadah Haji merupakan rukun Islam yang kelima, Menunaikan ibadah haji adalah bentuk
ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan)
dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu
waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang
bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat Islam bermalam di
Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar
jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah. Masyarakat Indonesia lazim juga
menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji
ini.
Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah
memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.

Aisyah berkata: “Kami berangkat beribadah bersama rasulullah S.A.W dalam tahun hajjatul
wada. Di antara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram untuk
haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang
yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul
sampai dengan selesai dari nahar.”

Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.

Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila sesorang bermaksud
menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang
didahulukan adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang
tersebut berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang
tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah.
Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan
umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi
untuk melaksanakan ibadah haji, pada tahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti melaksanakan
ibadah di dalam bulan-bulan serta di dalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri
asal.
Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang
dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji
dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan
melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu
lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.

Berikut adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan urutan waktu:

 Sebelum 8 Zulhijah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk melaksanakan
Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
 8 Zulhijah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8 Zulhijah, semua umat Islam memakai
pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji,
dan membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju Mina, sehingga malam
harinya semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
 9 Zulhijah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan
ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang.
Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
 10 Zulhijah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk melaksanakan
ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai
simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa
Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah
sambungan (Ula dan Wustha).
 11 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
 12 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
 Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf
perpisahan).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat penyusun simpulkan bahwa :


Ibadah adalah ketundukan yang tidak terbatas bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas
pula. Dalam Islam perhubungan dapat dilakukan oleh seorang hamba dengan Allah secara langsung.
‘Ibadah di dalam Islam tidak berhajat adanya orang tengah sebagaimana yang terdapat pada setengah
setengah agama lain. Begitu juga tidak terdapat dalam Islam tokoh tokoh tertentu yang menubuhkan
suatu lapisan tertentu yang dikenali dengan nama tokoh tokoh agama yang menjadi orang orang
perantaraan antara orang ramai dengan Allah.

Secara garis besar iadah dibagi menjadi dua:


· Ibadah murni (mahdhah), adalah suatu rngkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt.
Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat
ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu.
· Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang
mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah
sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal.

Ruang lingkup ‘ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Ianya merangkumi setiap kegiatan
kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan
masyarakat adalah ‘ibadah menurut Islam selagi mana ia memenuhi syarat syarat tertentu.

Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa
pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah maha
mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi
kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.
DAFTAR PUSTAKA

http://rayasaforever.blogspot.co.id/2012/06/ibadah-syariah-dan-muamalah.html
http://postiner-byyou.blogspot.co.id/2011/08/ibadah-syariat.html
https://jumhirmaeng.wordpress.com/2011/10/08/perbedaan-dan-hubungan-antara-syariah-dan-ibadah/
http://www.islamcendekia.com/2014/08/pengertian-dan-macam-macam-ibadah.html
http://rodenstockgumilar2.blogspot.co.id/2013/07/prinsip-prinsip-ibadah-dan-syariat-islam.html

Anda mungkin juga menyukai