Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SEMINAR AUDITING

FAIR PRESENTATION

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Seminar Auditing

Dosen: R. Djoemarma Bede, SE., MBA., Ak, CA

Devianti Yunita H, SE., MT., Ak, CA

Disusun Oleh Kelompok 6


Mardiyah Tusholihah 120620200522

Okky Susilawati 120620200523

Aldhy Guntara Rismayudha 120620200525

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... 3
BAB I.................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 5
2.1 Definisi Audit ................................................................................................................. 5
2.3 Konsep Fair Presentation .............................................................................................. 9
2.4 Laporan Auditor .......................................................................................................... 12
2.5 Contoh Kasus ............................................................................................................... 15
BAB III................................................................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 17
3.2 Tanggapan ................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 21

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha
Pengasih dan Penyayang kepada segala makhluk yang diciptakan-Nya.
Selawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasul pembawa ajaran
Islam, dan yang menjadi rahmat bagi semesta alam, Nabi Muhammad SAW.
Kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembacanya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu dan menambah
pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga untuk kedepannya
dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan- masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 04 Juni 2021

Penyusun

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan bentuk tanggung jawab pihak


manajemen perusahaan terhadap stakeholders perusahaan. Laporan
secara wajar, dibutuhkan pihak independen yaitu auditor untuk
melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan tersebut. (Pintasari &
Rahmawati, 2017).

Untuk melihat kewajaran Laporan keuangan tersebut maka kita


harus melihat apakah fair presentation sudah diterapkan. Mautz and
Sharaf dalam bukunya mengatakan bahwa Fair Presentation adalah
Konsep yang menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas
(tidak memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil
operasi, dan aliran kas perusahaan. Dengan demikian fair presentation
merupakan suatu penyajian wajar dalam menyajikan informasi dalam
laporan keuangan entitas.

Kewajiban untuk melaporkan sesuai dengan kebenaran dan


ketepatan. Penemuan- penemuan, kesimpulan, dan laporan-laporan audit
harus dapat mencerminkan secara benar, tepat, dan lengkap seluruh
aktivitas audit.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Audit


Mulyadi dan Kanaka Puradiredja dalam Sunyoto Danang (2014:5)
dalam bukunya memaparkan bahwa Auditing adalah suatu proses sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan
tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan- pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta menyampaikan hasil-
hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Dari definisi diatas,
memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1) Satuan proses sistematik

Auditing merupakan suatu proses sistematik, yaitu berupa suatu rangkaian


langkah atau prosedur yang logis, berangka dan terorganisasi. Auditing
dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi,
dan bertujuan.

2) Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

Dalam auditnya, auditor melakukan proses sistematik untuk memperoleh


bukti-bukti yang menjadi dasar pernyataan yang disajikan oleh badan usaha
dalam laporan keuangannya, dan mengevaluasi secara objektif, tidak
memihak, baik kepada pemberi kerja maupun kepada pihak ketiga atau
pemakai hasil audit.

3) Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi


Hasil proses akuntansi yang merupakan proses pengidentifikasian,
pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam
satuan uang. Proses akuntansi ini menghasilkan suatu pernyataan yang
disajikan dalam laporan keuangan, yang umumnya, terdiri dari empat laporan

5
keuangan pokok, yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan saldo laba, dan
laporan arus kas.

4) Menetapkan tingkat kesesuaian


Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil
pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian
antara pernyataan kriteria tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan,
kemungkinan pula bersifat kualitatif.

5) Kriteria yang telah ditetapkan


Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk menilai pernyataan dapat berupa
peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif, anggaran atau ukuran
prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen, dan prinsip akuntansi umum.

6) Penyampaian hasil
Penyampaian hasil auditing sering disebut atestasi, di mana penyampaian
hasil ini dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit. Atestasi dalam
bentuk laporan tertulis ni dapat menaikan atau menurunkan tingkat
kepercayaan pemakai informasi keuangan atas asersi yang dibuat oleh pihak
yang diaudit

7) Pemakaian yang berkepentingan


Dalam dunia bisnis pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit
adalah para informasi keuangan seperti pemegang saham, manajemen,
kreditor, calon investor dan kreditor, organisasi buruh, dan kantor pelayanan
pajak.

2.2 Standar Auditing

Rahayu dan Suhayati (2010:37) menyatakan bahwa Standar


Profesional Akuntan Publik merupakan standar auditing yang menjadi kriteria
atau pedoman kerja minimum yang memiliki kekuatan hukum bagi para

6
auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar Auditing
adalah pengukur kualitas dan tujuan, sehingga jarang berubah, sedangkan
prosedur audit adalah metode-metode atau teknik-teknik rinci untuk
melaksanakan standar, sehingga prosedur akan dibuat berubah-ubah bila
lingkungan auditnya berubah, lanjut keduanya.

Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor


dalam memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas
laporan keuangan. Standar auditing mencerminkan ukuran mutu pekerjaan
audit laporan keuangan.

Dalam buku auditing, Konsep Dasar dan Pedoman Pemeriksaan


Akuntan Publik, Rahayu dan Suhayati (2010:41) menyatakan bahwa standar
auditing terdiri atas 10 (sepuluh), standar, dan terbagi dalam 3 (tiga)
kelompok:

1. Keahlian dan Pelatihan teknis yang memadai

a) Ahli : auditor harus memiliki latar belakang pendidikan formal bidang


auditing dan bidang akuntansi, diperluas melalui pengalaman kerja dalam
profesi akuntan publik, dan selalu mengikuti pendidikan profesi
berkelanjutan.
b) Pelatihan/Pengalaman: untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang yang
profesional auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup, mencakup
aspek teknis maupun pendidikan umum. Auditor harus mempelajari,
memahami, dan menerapkan ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan
standar auditing yang ditetapkan oleh IAI. Auditor selalu dituntut untuk
memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang industri klien.

2. Sikap mental independen


Independen artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Auditor tidak
dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun. Bagaimanapun

7
sempurnanya keahlian teknis auditor jika audit memihak pada salah satu
kepentingan maka dia tidak bisa mempertahankan kebebasan pendapatnya, ia
kehilangan sikap tidak memihak, berarti auditor tidak memiliki sikap mental
independen.

Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada


manajemen klien dan pemilik perusahaan klien tetapi juga kepada kreditur
dan investor. Untuk menjadi independen auditor harus secara intelektual jujur.

Independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan


merupakan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara obyektif.
Sepanjang persepsi independensi dimasukan kedalam aturan etika, hal ini
akan mengikat auditor independen menurut ketentuan profesi. Untuk
menekankan independensi auditor dari manajemen, penunjukan auditor di
banyak perusahaan dilaksanakan oleh dewan komisaris, rapat umum
pemegang saham atau komite audit.

3. Kemahiran profesional dengan cermat & sesama


Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
menekankan tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam
organisasi auditor independen untuk mengamati standar pekerjaan lapangan.
Auditor harus ditugasi dan disupervisi sesuai dengan tingkat pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan sedemikian rupa sehingga mereka dapat
mengevaluasi bukti audit.

Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama


menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme
profesional adalah sikap yang mencakup pikiran selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis bukti audit.

Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara obyektif menurut


auditor mempertimbagkan kompetensi dan kecukupan bukti tersebut. Karena

8
bukti dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, skeptisme profesional
harus digunakan selama proses tersebut.

Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama


memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa
laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik karena kekeliruan atau
kecurangan. Auditor bukanlah penjamin dan laporannya bukan juga
merupakan suatu jaminan. Oleh karena itu salah saji material karena
kekeliruan dan kecurangan yang ada dalam laporan keuangan tidak berarti
bahwa dengan sendirinya merupakan bukti.

2.3 Konsep Fair Presentation


Mautz and Sharaf dalam bukunya mengatakan bahwa Fair Presentation
adalah konsep yang menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas
(tidak memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi,
dan aliran kas perusahaan. Dengan demikian fair presentation merupakan suatu
penyajian wajar dalam menyajikan informasi dalam laporan keuangan entitas.
Kewajiban untuk melaporkan sesuai dengan kebenaran dan ketepatan.
Penemuan- penemuan, kesimpulan, dan laporan-laporan audit harus dapat
mencerminkan secara benar, tepat, dan lengkap seluruh aktivitas audit. Setiap
pendapat-pendapat yang berbeda dan tidak terpecahkan diantara team audit
dengan auditee dan setiap kendala yang terjadi harus dilaporkan. Auditing
berkonsentrasi pada kewajaran data keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan. Kewajaran data keuangan merupakan cerminan dari kondisi keuangan
yang benar-benar terjadi di sebuah entitas. Istilah untuk menyebut hal tersebut
adalah “presents fairly”. Inti dari auditing adalah jasa yang diberikan oleh
auditor untuk memberikan pendapatnya mengenai penyajian yang wajar dalam
data keuangan. Auditor bertanggung jawab atas opini yang dia berikan, maka
dari itu konsep “fair presentation” atau penyajian yang wajar sangat penting agar
auditor dapat memberikan opini yang benar. Konsep ini dijabarkan lagi dalam 3
sub konsep, yaitu:

9
a) Accounting Propriety

Berhubungan dengan penerapan prinsip akuntansi tertentu dalam


kondisi tertentu. Auditing sering dipandang sebagai bagian dari
akuntansi, padahal auditing sebenarnya ilmu yang berdiri sendiri.
Misalnya saja, pada akuntansi hanya mengacu pada penerapan prinsip-
prinsip yang berterima umum (PABU) tetapi pada auditing, auditor tidak
hanya mengacu pada penerapan PABU tapi juga pengembangan PABU
untuk menganalisa keadaan yang ditemui. Untuk menjadi auditor, harus
merupakan akuntan yang terlatih dan berkompeten, mengerti secara
baik prosedur dan praktek akuntansi, serta memiliki pengalaman yang
cukup di bidang akuntansi. Tapi setelah menjadi auditor, seseorang tidak
cukup hanya menjadi seorang akuntan saja, dia harus bersiap
mengembangkan pengetahuan dan menelaah segala sesuatu dari sudut
pandang yang lebih luas dari sekedar akuntansi dan menerima
spesifikasi tugas yang lebih dari akuntan biasa. Dengan pekerjaan yang
lebih kompleks dari akuntan, maka evaluasi dari auditor juga lebih
rumit.
Evaluasi tidak hanya dilakukan pada prinsip akuntansi yang
mereka gunakan saja tapi juga pada metode akuntansi spesifik yang
mereka gunakan. Dan jika dari 2 evaluasi itu hasilnya tidak
menunjukkan manfaat untuk menyelesaikan tugas yang mereka hadapi
dengan baik maka mereka harus mengganti keduanya dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk mencari solusi yang lebih
tepat. Dasar penolakan atau penggantian prinsip akuntansi yang
digunakan, berdasarkan pada situasi luar biasa yang menyebabkan
prinsip tersebut tidak bisa digunakan. Prinsip memang biasa digunakan
pada berbagai macam kondisi. Akan tetapi, tidak semua prinsip juga
dapat digunakan dengan semua kondisi.

10
b) Adequate Disclosure

Berkaitan dengan jumlah dan luas pengungkapan atau penyajian


informasi. Jenis dan jumlah dari informasi yang diungkapkan
menyediakan substansi bagi konsep ini. Pengungkapan lengkap atau “full
disclosure” harus memperhatikan jenis apa dan berapa banyak informasi
yang harus diungkapkan. Terlalu banyak detail yang diungkapkan bisa jadi
malah berbahaya bukannya bermanfaat

c) Audit Disclosure

Berkaitan dengan kewajiban auditor untuk independen dalam


memberikan pendapat. Tanggung jawab auditor pada accounting
propriety dan adequacy of disclosure tidak berhenti sampai disitu saja.
Auditor masih harus bertanggung jawab melaporkan hasil dari
pengujian yang mereka lakukan. Laporan yang diberikan oleh auditor
berisi opini terhadap informasi keuangan perusahaan yang mereka uji.
Mereka juga harus menjaga agar yang membaca laporan mereka tidak
tersesatkan. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, lingkup audit
harus dikembangkan tidak hanya pada memberikan jasa penyediaan
jaminan penilaian untuk profesional yang lain dalam investment market,
tetapi juga untuk memenuhi public policy.
Jasa yang diberikan auditor adalah memberikan pengujian sebagai
orang yang ahli, menggunakan namanya untuk meminjamkan pada
informasi-informasi yang tidak terjamin manfaatnya. Auditor
independen harus memperjelas semua jasa yang diberikan dan tidak
memberikan toleransi terhadap penyalahgunaan namanya untuk
kepentingan yang salah. Dalam melakukan pekerjaannya, auditor harus
secara bijak menyikapi keinginan klien. Mereka harus bias menelaah
mana keinginan klien yang memang berguna dan harus mereka lakukan.
Tidak semua keinginan klien harus auditor lakukan karena hal ini
nantinya malah bias membahayakan auditor.

11
2.4 Laporan Auditor
Menurut Rahayu dan Suhayati (2010:73) laporan auditor dianggap
sebagai alat komunikasi formal untuk mengkomunikasikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan tentang apa yang telah dilakukan auditor dan kesimpulan
yang dicapainya. Atas laporan keuangan. Tujuan standar pelaporan ini adalah
mencegah agar tidak terjadinya penafisaran keliru mengenai tingkat tanggung
jawab auditor, apabila namanya dikaitkan dengan pelaporan keuangan.
Menurut Halim (2015:77-79) dalam bukunya dasar-dasar audit laporan
keuangan mengatakan bahwa ada lima jenis pendapat yang dapat diberikan oleh
auditor, yaitu:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)


Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor
apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar
auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berterima umum dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu
yang memerlukan bahasa penjelasan.
Dalam SA 411 par04 dikatakan bahwa laporan keuangan yang
wajar dihasilkan setelah melalui pertimbangan apakah:

a) Prinsip akuntansi yang dipilih dan diterapkan telah berlaku umum.


b) Prinsip akuntansi yang dipilih tepat untuk keadaan yang bersangkutan.
c) Laporan keuangan beserta catatan memberikan informasi cukup yang
dapat mempengaruhi penggunaan, pemahaman, dan penafsiran.
d) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasikan dan
diikhtisarkan dengan semestinya yang tidak terlalu rinci ataupun terlalu
ringkas.
e) Laporan keuangan mencerminkan peristiwa dan transaksi yang
mendasarinya dalam suatu cara yang menyajikan posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas dalam batas- batas yang dapat diterima, yaitu batas-
batas yang layak dan praktis untuk dicapai dalam laporan keuangan.

12
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas yang
ditambahkan dalam laporan auditor
Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan
sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berterima umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi
tertentu yang memerlukan bahasan penjelas. Kondisi atau keadaan yang
memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain:

1. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan independen


lain. Auditor harus menjelaskan hal ini dalam paragraf pengantar
untuk menegaskan pemisahan tanggung jawab dalam pelaksanaan
audit.
2. Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan
oleh IAI. Penyimpangan tersebut adalah penyimpangan yang
terpaksa dilakukan agar tidak menyesatkan pemakai laporan
keuangan auditan. Auditor harus menjelaskan penyimpangan
yang dilakukan berikut taksiran pengaruh maupun alasan
penyimpangan dilakukan dalam satu paragraf khusus.
3. Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material.
4. Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
5. Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam
penggunaan prinsip dan metode akuntansi.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Sesuai dengan SA 508 par. 20 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan
apabila:

a) Tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup
audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara
keseluruhan.

13
b) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip
akuntansi yang berterima umum yang berdampak material tetapi tidak
mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan
tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun
perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan
pengecualian dalam satu paragraf terpisah.

4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)


Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak
menyajikan secara wajar laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan arus
kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum. Auditor harus
menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dampak utama dari
hal yang menyebabkan pendapat tersebut diberikan terhadap laporan
keuangan massal, penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berterima
umum seperti perusahaan menggunakan penilaian aset berdasar nilai
appraisal dan mendepresiasi atas dasar nilai tersebut. penjelasan tersebut
harus dinyatakan dalam paragraf terpisah sebelum paragraph pendapat.

5. Pendapat tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no


opinion) Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini layak
diberikan apabila:

a) Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material biak oleh klien
maupun karena kondisi tertentu.
b) Auditor tidak independen terhadap klien.

Pernyataan ini tidak dapat diberikan apabila auditor yakin bahwa terdapat
oenyimpangan yang material dari prinsip akuntansi berterima umum. Auditor
tidak diperkenankan mencantumkan paragraf lingkup audit apabila menyatakan
untuk tidak memberikan pendapat. Ia harus menyatakan alasan mengapa
auditnya tidak berdasarkan standar auditing yang ditetapkan IAI dalam satu
paragraf khusus sebelum paragraph pendapat.

14
2.5 Contoh Kasus
Kasus yang berkaitan dengan fair presentation pada makalah ini akan
membahas mengenai kasus Jiwasraya dan mengutip dari web CNN Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan laba
keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sejak 2006 semu. Sebab, raupan
laba itu diperoleh karena rekayasa laporan keuangan (window dressing).

"Meski sejak 2006 perusahaan masih laba tapi laba itu laba semu sebagai
akibat rekayasa akuntansi atau window dressing," ujar Ketua BPK Agung
Firman Sampurna dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1).

Lalu, pada 2017 perusahaan memperoleh laba Rp2,4 triliun tetapi tidak
wajar karena ada kecurangan pencadangan Rp7,7 triliun. "Jika pencadangan
sesuai ketentuan harusnya perusahaan rugi," ujarnya.

Pada 2018, perusahaan merugi Rp15,3 triliun. Kemudian, pada


September 2019, perusahaan diperkirakan rugi Rp13,7 triliun. Keuangan
memburuk hingga November 2019, keuangan perusahaan negatif Rp27,2
triliun.

"Kerugian terjadi karena Jiwasraya menjual produk saving plan bunga


tinggi di atas deposito sejak 2015. Dana itu diinvestasikan di reksadana kualitas
rendah jadi negative spread," ujarnya.

Selanjutnya, Agung menjelaskan, produk saving plan memang


memberikan kontribusi pendapatan tertinggi sejak 2015. Namun, produk yang
ditawarkan melalui bank ini (bancassurance) ini menawarkan bunga tinggi
dengan tambahan manfaat asuransi dan tidak mempertimbangkan biaya atas
asuransi yang dijual. Selain itu, penunjukkan bancassurance diduga tidak sesuai
ketentuan.

"Produk saving plan diduga konflik kepentingan karena Jiwasraya


mendapat fee atas penjualan produk tersebut," ujarnya.

15
Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengisyaratkan
skandal besar terkait kasus Jiwasraya. Ia juga menekankan persoalan Jiwasraya
kompleks.

"Semua yang terlibat, ini kompleks masalahnya. Tidak seperti yang


teman-teman (media) duka. Ini jauh lebih kompleks daripada yang teman-
teman bisa bayangkan," ujar Agung pekan lalu.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS) Tahun 2016, BPK


menyatakan pengelolaan dana investasi nasabah dan pengelola dananya tidak
menerapkan prinsip korporasi yang sehat. Praktik itu terjadi pada 2014-2015.

Masalah lain terkait pembayaran komisi jasa penutupan kepada pihak


terjamin. Menurut BPK, pembayaran tersebut tidak sesuai dengan besaran
komisi yang dimuat dalam perjanjian kerja sama.

Kemudian, pencatatan piutang pokok dan bunga gadai polis yang belum
sesuai dengan nota dinas direksi Nomor 052.aND.K.0220066. Lalu,
kekurangan penerimaan atas penetapan nilai premi yang harus dibayarkan oleh
PT BSP. Jiwasraya akhirnya mendapatkan karma dari 'dosa-dosa' lamanya.
Perusahaan gagal membayar klaim nasabahnya sebesar Rp802 miliar pada
Oktober 2018 lalu.

Kementerian BUMN mengungkap Jiwasraya banyak menempatkan


dana investasi di saham- saham gorengan. Kemudian, Kejaksaan Agung
menyebut 95 persen dana investasi Jiwasraya ditempatkan di saham 'sampah'.
Berdasarkan dugaan awal, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan total dana
yang diinvestasikan di saham 'sampah' tersebut mencapai Rp5,7 triliun atau
22,4 persen dari total investasi Jiwasraya. Tidak hanya itu, ia melanjutkan, 98
persen dari dana investasi di reksa dana atau senilai Rp14,9 triliun dititipkan
pengelolaannya kepada perusahaan-perusahaan manajer investasi dengan
kinerja buruk. Demi mengusut kasus Jiwasraya, Kejagung telah mencekal 10
orang. Mereka adalah, HR, DA, HP, NZ, DW, GL, ER, HD, BT, AS.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fair Presentation adalah konsep yang menuntut adanya informasi laporan
keuangan yang bebas (tidak memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi
keuangan, hasil operasi, dan aliran kas perusahaan. Dengan demikian fair
presentation merupakan suatu penyajian wajar dalam menyajikan informasi dalam
laporan keuangan entitas.

Kewajiban untuk melaporkan sesuai dengan kebenaran dan ketepatan. Penemuan-


penemuan, kesimpulan, dan laporan-laporan audit harus dapat mencerminkan
secara benar, tepat, dan lengkap seluruh aktivitas audit.

Auditor bertanggung jawab atas opini yang dia berikan, maka dari itu konsep “fair
presentation” atau penyajian yang wajar sangat penting agar auditor dapat
memberikan opini yang benar. Konsep ini dijabarkan lagi dalam 3 sub konsep,
yaitu:

1. Accounting Propriety
2. Adequate Disclosure
3. Audit Disclosure

3.2 Tanggapan
Dari keseluruhan materi makalah dan presentasi yang disajikan oleh

kelompok penyaji, kami kelompok pembahas satu pemahaman atas semua

teori dan pembahasan yang disajikan, kami ingin memberikan tanggapan lebih

lanjut untuk materi penyajian “fair presentation”. Berikut ini adalah

tanggapan atas penyajian materi dari kelompok penyaji sebagai berikut:

17
1. Di Konsep Kewajaran Akuntansi (Accounting Propriety) itukan
terdapat tiga bagian yaitu Bagian Hubungan Antara Audit dan
Akuntansi, bagian Sifat dari Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum,
dan bagian Pengaruh dari Karakteristik Prinsip Akuntansi.
Pertanyaannya adalah
a. Pada Bagian Hubungan Antara Audit dan Akuntansi itu dijelaskan
bahwa, auditor selain memahami akuntansi, auditor juga harus
memiliki keahlian dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan
bukti audit. Selain itu auditor juga membawa prinsip akuntansi
berterima umum dari akuntansi tetapi dia menerimanya dengan suatu
pengecualian. Nah maksud dari auditor juga membawa prinsip
akuntansi tetapi dia menerimanya dengan suatu pengecualian itu apa?
Contoh real kasusnya seperti apa?.
b. Dibagian Sifat dari Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum, dijelaskan
bahwa Suatu penegasan bahwa auditor dapat menolak prinsip
akuntansi yang berlaku umum adalah jika dia merasa bahwa hal
tersebut tidak sesuai dengan masalah yang dipermasalahkan dan
tampaknya auditor diberi hak yang tidak semestinya untuk menentukan
kepatuhan akuntansi. Karakteristik penting dari yang harus
diperhatikan mengenai kesulitan dalam pembuatan standar prinsip
akuntansi yang berterima umum diantaranya ada :

1. Ketidaklengkapan sistem

2. Otoritas bersifat relatif daripada mutlak

3. Tidak ada persyaratan untuk kesepakatan atau bahkan dukungan


mayoritas dalam pembentukan sebagai diterima umum

4. Pengembangan dalam menanggapi peristiwa bisnis umum atas


dasar “setelah kejadian”

5. Berdasarkan dugaan daripada kemampuan untuk menampilkan


peristiwa dan kondisi

18
Pertanyaannya adalah, dalam prakteknya auditor melakukan
krarakteristik yang disebutkan diatas itu bagaimana dan seperti apa?

c. Dibagian Pengaruh dari Karakteristik Prinsip Akuntansi, dijelaksan


bahwa Banyak kontribusi untuk prinsip-prinsip yang berlaku umum
telah diproduksi dengan cara yang sama oleh auditor dengan
menghadapkan pada set baru tentang fakta dengan penalaran melalui
analogi umum prinsip-prinsip akuntansi, auditor telah menemukan apa
yang mereka anggap menjadi solusi yang memuaskan. Auditor
menggunakan banyak praktik akuntansi dan prosedur yang diterima
secara umum dan terkemuka dari auditor yang berpengalaman.
Sehingga memberikan tuntunan saat auditor memerlukan evaluasi atau
kondisi yang tidak biasa.
Pertanyaannya, contoh kondisi auditor mengharuskan memberikan
tuntunan saat auditor memerlukan evaluasi atau kondisi yang tidak
biasa itu seperti apa?

2. Mengenai Pertimbangan Opini Auditor


Dalam merumuskan opini tersebut, auditor mempertimbangkan
beberapa hal diantaranya: Materialitas, bukti audit, kebijakan
akuntansi, Pengungkapan laporan keuangan, dan fair presentation
framework. Disini kami mau menanyakan terkait fair presentation
framework, yang mana itu ada point a yang tertuang dalam makalah
penyaji berupa pertanyaan seperti:
Apakah presentasi, struktur, dan isi secara keseluruhan dari laporan
keuangan termasuk catatan (atas laporan keuangan), mencerminkan
dengan benar transaksi dan peristiwa yang mendasarinya sesuai
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku? Jika tidak, apakah
(auditor) perlu memberikan disclosures tambahan untuk memastikan
tercapainya fair presentation?

19
Pertanyaannya adalah, apa contoh auditor perlu memberikan disclosure
tambahan dalam memastikam tercapainya fair presentation?

3. Selama inikan yang diketahui penerapan fair presentation pada entitas


umum, olehkarena itu kami bertanya Bagaimana penerapan auditor
mengenai fair presentation pada entitas syariah? Apakah ada SA
tertentu pada entitas syariah?

4. Pembahas disini sempat membaca tentang Pemberlakuan yurisdiksi


dan hukum Inggris masih menjadi suatu kenyataan penting yang
(harus) disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam kontrak
asuransi mengenai Reformasi "MIA 1906" menjadi "INSURANCE
ACT 2015". UU baru ini merupakan hasil evaluasi bersama oleh
Komisi Hukum Inggris dan Komisi Hukum Skotlandia dalam hal
hukum asuransi. UU yang baru mengganti kewajiban pengungkapan
"duty of disclosure" oleh tertanggung dengan persyaratan tertanggung
harus membuat “fair presentation of the risk”.
Pertanyaannya yaitu
a. Apakah topik yang dibacakan ini berkaitan dengan topik fair
presentation yang sedang dibahas?
b. Jika iya, pembahas ingin mengetahui apa yang di maksud “fair
presentation of the risk” pada perusahaan asuransi?
c. Dan Langkah-langkah apa yang harus dipertimbangkan saat
membuat pondasi untuk membangun ‘fair presentation of risk’?

20
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. (2015). Auditing 1 (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan), Edisi


Kelima, Yogyakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN

Pintasari, Dayana dan Rahmawati, Diana. (2017). Pengaruh Kompetensi Auditor,


Akuntabilitas dan Bukti Audit Terhadap Kualitas Audit Pada KAP Di
Yogyakarta. Jurnal Profita Edisi 7.

Rahayu, Siti Kurnia dan Suhayati, Ely. (2010). Auditing Konsep Dasar dan
Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Publik. Yogyakarta, Graha Ilmu.

Suntoyo, Danang. (2014). Auditing (Pemeriksaan AKuntansi). Yogyakarta, CAPS


(Center of Academic Publishing Service)

Tuanakotta, Theodorus M. (2011). Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta,


Salemba Empat.

Wiratama, William Jefferson dan Budi Artha Ketut. (2015). Pengaruh


Independensi, Pengalaman Kerja, Due Professional Care dan Akuntabilitas
Terhadap Kualitas Audit. ISSN: 2302-8578

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108113755-78-463415/bpk
jiwasraya- rekayasa-lapkeu-laba-semu-sejak-2006

21

Anda mungkin juga menyukai